HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Dekriptif
Analisis deskripsi merupakan teknik eksplorasi data untuk melihat pola data secara umum. Dari data TIMSS 2007 rata-rata capaian matematika siswa Indonesia sebesar 405. Dengan menggunakan Item Response Theory (IRT) TIMSS mendapatkan rataan internasional untuk capaian siswa bidang matematika sebesar 500 dengan simpangan baku 100. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata- rata capaian siswa Indonesia di bidang matematika masih jauh berada dibawah rata-rata dari 49 negara partisipan pada siswa kelas 8. Jika dilihat distribusinya berdasarkan gender, pada tingkat internasional perempuan mempunyai capaian matematika yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Demikian juga untuk Indonesia, rata-rata capaian matematika siswa perempuan lebih tinggi yakni sebesar 407 dengan proporsi responden sebanyak 51,8% bila dibandingkan rata-rata capaian matematika siswa laki-laki sebesar 403 dengan proporsi responden sebanyak 48,2%. Jika dilihat dari rentang nilainya, rentang nilai siswa perempuan lebih lebar dibanding siswa laki. (Tabel 1). Capaian nilai matematika dari 50% siswa laki-laki berada dalam rentang [348;457] sedangkan capaian nilai matematika siswa perempuan berada dalam rentang [355;462]. Hal ini menunjukkan meskipun rata-rata capaian siswa perempuan lebih tinggi dibanding siswa laki-laki namun keragaman nilai perempuan lebih besar pula bila dibanding keragaman nilai siswa laki-laki. Dari angka tersebut mengindikasikan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap capaian matematika siswa (Tabel 1 dan Gambar 1).
Tabel 1 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan jenis kelamin
Variable x1 N Mean Median Min Max Q1 Q3
Y Laki-laki (0) 2022 403.09 399.00 186.00 650.00 348.00 457.00 Perempuan (1) 2181 407.29 403.00 103.00 686.00 355.00 462.00
1 0
700 600 500 400 300 200 100
x1
Y
Gambar 1 Boxplot capaian siswa berdasarkan jenis kelamin
Selain ditinjau dari segi jenis kelamin, capaian matematika juga dapat dilihat dari kepemilikan kalkulator. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 2 dan Tabel 2 berikut. Sebagian besar siswa (77,49%) mempunyai kalkulator. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara siswa yang memiliki kalkulator dengan yang tidak memiliki kalkulator. Siswa yang memiliki kalkulator ternyata mempunyai rata-rata nilai matematika yang juga tinggi. Sebayak 50% siswa yang memiliki kalkulator nilai capaian matematikanya berada dalam rentang [358;466]
sedangkan 50% siswa yang tidak punya kalkulator mempunyai rentang nilai [331;428]. Hal ini menunjukkan bahwa kalkulator sangat membantu dalam belajar siswa. (Tabel 2 dan Gambar 2).
Tabel 2 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan kepemilikan kalkulator
Variable x2 N Mean Median Min Max Q1 Q3
Y Tdk Punya (0) 946 379.90 378.00 103.00 620.00 331.00 428.25 Punya (1) 3257 412.64 409.00 194.00 686.00 358.00 466.00
1 0
700 600 500 400 300 200 100
x2
Y
Gambar 2 Boxplot capaian siswa berdasarkan kepemilikan kalkulator
Jika ditinjau dari persepsi siswa tentang pelajaran matematika yang sulit dibandingkan dengan pelajaran lain, sebagian besar siswa memilih posisi “netral”
yakni Agak Setuju (AS) dan Agak Tidak Setuju (ATS). Terdapat kecenderungan jika semakin siswa memiliki persepsi bahwa matematika itu mudah bila dibandingkan dengan pelajaran lain maka capaian nilai matematika juga semakin tinggi (Tabel 3 dan Gambar 3).
Tabel 3 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persepsi matematika sulit Variable x3 N Mean Median Min Max Q1 Q3 Y SS (1) 647 371.79 372.00 137.00 564.00 326.00 417.00 AS (2) 1887 395.10 394.00 186.00 627.00 347.00 444.00 ATS (3) 1172 432.10 431.50 103.00 686.00 376.25 487.00 STS (4) 497 424.20 415.00 204.00 634.00 359.00 484.50
4 3
2 1
700 600 500 400 300 200 100
x3
Y
Gambar 3 Boxplot capaian siswa berdasarkan persepsi bahwa matematika sulit
Jika ditinjau dari siswa menikmati dalam belajar matematika, sebagian besar siswa menyatakan setuju (Sangat Setuju dan Agak Setuju). Terdapat kecenderungan jika semakin siswa menikmati dalam belajar matematika capaian nilai matematika juga semakin tinggi. Hal ini dimungkinkan karena siswa yang menikmati dalam belajar matematika akan lebih giat belajar karena siswa tersebut menyukainya (Tabel 4 dan Gambar 4).
Tabel 4 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan kenikmatan dalam belajar matematika
Variable x4 N Mean Median Min Max Q1 Q3 Y SS (1) 1686 396.52 390.00 103.00 667.00 341.00 452.00 AS (2) 1968 412.80 409.00 202.00 686.00 360.00 464.00 ATS (3) 462 409.54 407.00 213.00 623.00 358.75 461.00 STS (4) 87 381.82 389.00 194.00 587.00 333.00 429.00
4 3
2 1
700 600 500 400 300 200 100
x4
Y
Gambar 4 Boxplot capaian siswa berdasarkan kenikmatan dalam belajar matematika
Hampir sama dengan persepsi sebelumnya, terdapat kecenderungan jika semakin siswa menganggap bahwa belajar matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari maka nilai capaian matematika juga semakin tinggi. Akan tetapi kecenderungan disini lebih tinggi dibandingkan dengan dua persepsi sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena siswa merasakan manfaat dari belajar matematika (Tabel 5 dan Gambar 5).
Tabel 5 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persepsi matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari
Variable x5 N Mean Median Min Max Q1 Q3 Y SS (1) 3338 406.64 403.00 137.00 686.00 353.00 460.00 AS (2) 768 404.15 397.50 199.00 650.00 348.00 457.00 ATS (3) 84 372.73 373.00 178.00 565.00 331.25 413.75 STS (4) 13 330.2 350.0 103.0 491.0 234.0 407.0
4 3
2 1
700 600 500 400 300 200 100
x5
Y
Gambar 5 Boxplot capaian siswa berdasarkan persepsi matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari
Berdasarkan instrument yang ditujukan kepada sekolah, jika ditinjau dari persentse siswa sekolah tersebut yang berasal dari golongan ekonomi lemah, terdapat kecenderungan dimana semakin besar persentase siswa sekolah yang berasal dari ekonomi lemah, maka nilai capaian matematikanya akan semakin rendah (Tabel 6 dan Gambar 6).
Tabel 6 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah
Variable z1 N Mean Median Min Max Q1 Q3
Y 0%-10% (1) 249 438.02 447.00 199.00 635.00 361.50 508.00 11%-25% (2) 688 440.53 445.00 212.00 667.00 374.00 502.00 26%-50% (3) 876 420.01 416.00 205.00 686.00 369.00 470.00 >50% (4) 2390 386.31 386.00 103.00 597.00 341.00 434.00
4 3
2 1
700 600 500 400 300 200 100
z1
Y
Gambar 6 Boxplot capaian siswa berdasarkan persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah
Dilihat dari tingkat kepuasan guru dalam mengajar, guru dengan tingkat kepuasan yang tinggi juga akan menghasilkan siswa dengan nilai capaian yang tinggi pula. Hal ini dimungkinkan bagi guru-guru yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pendidikan sehingga kepuasan tertinggi diperoleh ketika siswa berhasil mencapai nilai yang tinggi (Tabel 7 dan Gambar 7)
Tabel 7 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan tingkat kepuasan guru mengajar
Variable z2 N Mean Median Min Max Q1 Q3
Y Very High (1) 104 441.65 417.50 276.00 686.00 363.25 537.75 High (2) 2415 412.93 412.00 103.00 667.00 355.00 472.00 Medium (3) 1634 394.26 392.00 199.00 624.00 349.00 439.25 Low (4) 50 319.12 304.50 209.00 465.00 280.00 362.25
4 3
2 1
700 600 500 400 300 200 100
z2
Y
Gambar 7 Boxplot capaian siswa berdasarkan tingkat kepuasan guru mengajar
Berbeda halnya dengan peubah tingkat kepuasan guru dalam mengajar dimana semakin tinggi tingkat kepuasan guru dalam akan berimplikais terhadap nilai capaian siswa yang juga semakin tinggi, peubah harapan guru terhadap siswa terlihat tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai capaian siswa. Dari tabel dan gambar di bawah terlihat bahwa nilai capaian siswa dimana guru mempunyai harapan yang sangat tinggi, tinggi dan medium tidak terlalu signifikan. Akan tetapi guru yang harapannya rendah terhadap siswanya, rata-rata nilai capaian siswa juga rendah (Tabel 8 dan Gambar 8)
Tabel 8 Statistik deskriptif nilai matematika berdasarkan harapan guru terhadap capaian siswa
Variable z3 N Mean Median Min Max Q1 Q3
Y Very High (1) 1493 409.67 401.00 204.00 686.00 350.00 467.00 High (2) 2498 403.33 402.00 103.00 635.00 352.00 456.00 Medium (3) 165 411.78 412.00 269.00 561.00 370.50 452.00 Low (4) 47 345.68 355.00 217.00 475.00 315.00 366.00
4 3
2 1
700 600 500 400 300 200 100
z3
Y
Gambar 8 Boxplot capaian siswa berdasarkan harapan guru terhadap capaian siswa.
Model Regresi Linier
Sebagai dasar dalam membandingkan model multi level yang akan diperoleh nantinya, terlebih dahulu dilakukan analisis regresi linier . Adapun peubah bebas yang digunakan dalam analisis ini adalah peubah bebas pada level 1 (siswa) tanpa memperhatikan peubah bebas pada level sekolah (Z). Peubah yang
dimaksud adalah: Jenis kelamin (X1), kepemilikan kalkulator (X2), Persepsi matematika lebih sulit dibanding pelajaran yang lain (X3), Siswa menikmati belajar matematika (X4), dan Matematika membantu dalam kehidupan sehari- hari (X5).
Hasil pendugaan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil yang diperoleh dengan menggunakan software R disajikan pada Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9 Hasil Analisis Model Regresi Linier
penduga Galat baku T Nilai-p
Intersep 322.601 5.500 58.654 < 2e-16
Kepemilikan kalkulator 31.778 2.739 11.601 < 2e-16
Persepsi matematika sulit 22.532 1.310 17.205 < 2e-16 Kenikmatan belajar matematika 10.720 1.632 6.569 5.70e-11
Matematika membantu dalam kehidupan
-11.308 2.430 -4.635 3.67e-06
Berdasarkan Tabel 9 di atas jelas terlihat bahwa kepemilikan kalkulator, persepsi siswa bahwa matematika itu sulit dibila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, siswa menikmati belajar matematika dan persepsi bahwa matematika dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh nyata terhadap capaian matematika siswa itu sendiri pada taraf 5%. Sedangkan peubah jenis kelamin tidak berpengaruh. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah 10.2% yang artinya keragaman nilai capaian matematika siswa hanya dapat dijelaskan oleh peubah kepemilikan kalkulator, persepsi siswa bahwa matematika itu sulit dibila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, siswa menikmati belajar matematika dan persepsi bahwa matematika dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari sebesar 10.2%%, sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang belum terdapat dalam model di atas. Nilai deviance untuk model ini sebesar 48154,79
Persamaan model regresi linier yang diperoleh adalah sebagai berikut:
11,308X5ij -
10,720X4ij +
22,532X3ij +
31,778X2ij +
322,601
= ij Y
^
Model Regresi Multilevel dengan Intersep Acak
Model regresi multilevel dengan intersep acak merupakan model regresi multilevel dimana faktor sekolah diperhatikan. Pada model regresi multilevel dengan intersep acak ini peubah bebas yang digunakan adalah peubah bebas pada level 1 (siswa) serta mengikutsertakan peubah bebas pada level 2 (sekolah) dalam model. Pada model regresi multilevel dengan intersep acak, intersep merupakan komponen acak sedangkan slope merupakan komponen tetap. Hasil pendugaan dengan menggunakan REML disajikan pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10Hasil Analisis Model Intersep Acak
penduga Galat baku Db T Nilai-p
Intersep
245,74164 17,129786 4051 14,345867 0.0000 Kepemilikan
kalkulator 4,82983 1,929897 4051 2,502636 0,0124 Persepsi matematika
sulit 16,43513 0,890419 4051 18,457753 0.0000 Matematika
membantu dalam kehidupan
-11,13599 1,614969 4051 -6,895480 0.0000 Kelompok
persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah
-22,35240 4,864703 147 -4,594813 0.0000
Dari tabel di atas terlihat bahwa faktor sekolah (intersep) mempunyai pengaruh nyata terhadap capaian siswa. Peubah pada level siswa yakni:
kepemilikan kalkulator, persepsi siswa bahwa matematika itu sulit bila dibandingkan pelajaran yang lain, dan persepsi bahwa matematika dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh nyata terhadap capaian matematika siswa itu sendiri pada taraf 5%, sedangkan peubah siswa menikmati belajar matematika tidak nyata sehingga dikeluarkan dari model intersep acak.
Persamaan model regresi multi level dengan intersep acak yang diperoleh adalah sebagai berikut:
5ij 3ij
2ij ij 0j
^
11,13599X -
16,43513X +
4,82983X +
=
Y
Model Regresi Multilevel dengan Koefisien Acak
Model regresi multilevel dengan koefisien acak merupakan model regresi multilevel dengan mengikutsertakan peubah bebas pada level 2 (sekolah) selain itu juga tetap mengikutsertakan peubah bebas pada level siswa serta memperhatikan adanya interaksi antar peubah bebas pada level siswa dan sekolah karena adanya interaksi antara peubah bebas pada level yang berbeda diperbolehkan. Pada model multilevel dengan koefisien acak ini pengaruh sekolah ditambahkan pada peubah siswa menikmati belajar matematika (X4).
Peubah siswa menikmati belajar matematika dipilih dengan alasan bahwa siswa dalam belajar matematika berhubungan erat dengan situasi dan kondisi disekitarnya salah satunya adalah sekolah. Peubah bebas yang digunakan pada level 2 adalah Kelompok persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah (Z1), Tingkat kepuasan guru dalam mengajar (Z2), dan Tingkat harapan guru terhadap pencapaian siswa (Z3). Hasil pendugaan model multilevel dengan koefisien acak menggunakan REML disajikan pada Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11 Hasil Analisis Model Koefisien Acak
penduga Galat baku Db T Nilai-p Intersep 439.9930 16.696943 4051 26.351708 0.0000 Kepemilikan
kalkulator
5.0588 1.932559 4051 2.617663 0.0089 Persepsi
matematika sulit
16.2915 0.893369 4051 18.235965 0.0000 Matematika
membantu dalam kehidupan
-11.1985 1.622157 4051 -6.903435 0.0000
Kelompok persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah
-20.1994 4.737562 147 -4.263677 0.0000
j
j Z1
0
^
35240 , 22 76164 ,
245
Pemilihan Model
Pemilihan model dilakukan untuk mencari model terbaik yang akan digunakan. Pemilihan model dapat dilakukan dengan menggunakan nilai deviance. Akan tetapi dalam penelitian ini dikarenakan model regresi multi level dengan koefisien acak tidak nyata sehingga model yang dibandingkan hanya model regresi linier dengan model regresi multi level dengan intersep acak.
Pembandingan model regresi linier dengan model multi level dengan intersep acak tidak menggunakan Deviance dikarenakan pada awal analisis terdapat hasil analisis ragam seperti pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12 Hasil ANOVA untuk kedua model
Model Db AIC BIC Loglik Test L Ratio P-Value
Regresi 2 48523,01 48535,7 -24259,5 Multilevel 3 45543,53 45562,56 -22768,8 1 vs 2 2981,484 <.0001
Dari Tabel 12 terlihat bahwa nilai p-value lebih kecil dari 5% yang menunjukkan bahwa struktur data berhirarki sehingga disimpulkan bahwa model multilevel lebih cocok digunakan. Sehingga dengan demikian persamaan regresi multi level dengan intersep acak yang digunakan adalah sebagai berikut:
5ij 3ij
2ij ij 0j
^
11,13599X -
16,43513X +
4,82983X +
=
Y
atau dalam model campuran menjadi
Z1j 5ij
3ij ij 2ij
^
35240 , 22 11,13599X -
16,43513X +
4,82983X +
45,76164 2
=
Y
Dari model di atas dapat dilihat bahwa faktor sekolah mempunyai pengaruh yang nyata terhadap nilai capaian matematika siswa. Selain itu siswa yang memiliki kalkulator juga memiliki nilai capaian matematika yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kalkulator. Peubah Siswa yang memandang bahwa matematika itu sulit dibandingkan dengan pelajaran lain juga berpengaruh nyata yang berarti bahwa semakin siswa memandang bahwa
j
j Z1
0
^
35240 , 22 76164 ,
245
matematika itu mudah, maka nilai capaian matematikanya juga semakin tinggi demikian juga sebaliknya jika semakin siswa memandang matematika itu sulit maka nilai capaian matematikanya akan semakin rendah. Peubah belajar matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh nyata terhadap nilai capaian matematika siswa akan tetapi nilainya negatif yang artinya ketika siswa berpandangan bahwa matematika tidak membantu dalam kehidupan sehari-hari maka nilai capaian matematikanya akan rendah. Hal ini dimungkinkan karena siswa merasa matematika tidak bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari sehingga siswa tidak terlalu menganggap penting. Persentase siswa yang berasal dari kelompok ekonomi lemah memberikan pengaruh yang negatif terhadap capaian nilai matematika siswa. Hal ini dimungkinkan siswa dari ekonomi lemah kurang berkonsentrasi dalam belajar dikarenakan beberapa hal misal harus bekerja membantu perekonomian keluarga.
Koefisien Korelasi Intraclass
Nilai koefisien korelasi intraclass dihitung dari ragam yang diperoleh di masing- masing level tanpa melibatkan peubah bebas. Hasil pendugaan keragaman pada masing-masing level disajikan pada Tabel 13 berikut ini.
Tabel 13 Hasil Pendugaan Nilai Ragam tanpa Peubah Bebas
Nilai ρ diperoleh dengan cara sebagai berikut:
2.946,81 2.394,45
0,551781 , 946 .
2
Nilai korelasi intraclass menunjukkan terdapat korelasi antara 2 siswa dalam satu sekolah sebesar 55,17%. Selain itu nilai korelasi intraclass juga bermakna proporsi ragam pada level sekolah terhadap ragam total sebesar 55,17%.
Ragam*) ρ
Level 1 (siswa) 2.394,45
0,5517 Level 2 (sekolah) 2.946,81
Koefisien Determinasi Pada Setiap Level
Koefisien determinasi menunjukkan besarnya keragaman respon yang dapat dijelaskan oleh peubah bebas. Koefisien determinasi pada maisng-masing level diperoleh dengan cara ragam di setiap level pada model multilevel dengan peubah bebas dan tanpa peubah bebas.
Hasil dugaan ragam pada masing-masing level disajikan pada Tabel 14 berikut ini:
Tabel 14 Hasil Pendugaan Ragam Model Intersep Acak
Ragam Model Intersep Acak
Koef Determinasi Dg Peubah
Penjelas
Tanpa Peubah Penjelas
Level 1 2380,232841 2394,452 0,59%
Level 2 2900,679855 2946,808 1,57%
Dari Tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa koefisien determinasi pada level 1 sebesar 0,59% yang berarti keragaman nilai capaian siswa bidang matematika dapat dijelaskan oleh peubah bebas pada level 1 yakni siswa memiliki kalkulator, persepsi siswa matematika lebih sulit dibandingkan dengan pelajaran lain dan persepsi siswa bahwa matematika akan membantu dalam kehidupan sehari-hari sebesar 0.59% lebih tinggi bila dibandingkan dengan model regresi biasa, sedangkan sisanya dijelaskan peubah bebas lain yang belum dimasukkan ke dalam pemodelan. Sedangkan pada level 2, keragaman capaian nilai siswa bidang matematika dapat dijelaskan oleh faktor sekolah yakni peubah persentase siswa yang berasal dari ekonomi lemah sebesar 1,57%. Angka tersebut sangat kecil sehingga diperlukan peubah bebas tambahan untuk lebih memperbesaar nilai R2.