• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INTERVENSI KEPERAWATAN “CERDIKK” TERHADAP PENGENDALIAN DIABETES MELLITUS PADA KELOMPOK LANSIA DI KELURAHAN CURUG KOTA DEPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH INTERVENSI KEPERAWATAN “CERDIKK” TERHADAP PENGENDALIAN DIABETES MELLITUS PADA KELOMPOK LANSIA DI KELURAHAN CURUG KOTA DEPOK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INTERVENSI KEPERAWATAN “CERDIKK”

TERHADAP PENGENDALIAN DIABETES MELLITUS PADA

KELOMPOK LANSIA DI KELURAHAN CURUG KOTA DEPOK

Hera Hastuti

*)

, Junaiti Sahar

**

, Widyatuti

**

*)Keilmuan Keperawatan Komunitas FIKes Universitas Muhammadiyah Tanggerang **)

Keilmuan Keperawatan Komunitas FIK Universitas Indonesia

Abstrak

Prevalensi penyakit Diabetes Mellitus (DM) meningkat seiring bertambahnya usia lansia sebagai kelompok yang rentan. Sehingga perlu pemantauan dan pengendalian faktor risiko mencegah terjadinya komplikasi. Karya Ilmiah Akhir ini menggunakan integrasi teori manajemen keperawatan, community as partner, family centre nursing, dan health belief model. Pengkajian pada 30 lansia dengan total sampling. Bentuk intervensi yang digunakan yaitu pembentukan kelompok swabantu dan pendukung, promosi kesehatan, konseling, coaching dan terapi modalitas, dengan media dokumentasi BP2DM. Hasil pre-post intervensi CERDIKK selama 9 bulan menggunakan uji paired t-test dengan nilai p:0.000 memberikan makna ada pengaruh perilaku lansia dalam pengendalian DM, meningkat perilaku kelompok pendukung dan terjadi penurunan kadar gula darah lansia DM 73 mg/dl. Program CERDIKK dinyatakan efektif dalam pemantauan dan pengendalian DM lansia. Diharapkan program ini melibatkan kader dan perawat komunitas secara aktif.

Kata Kunci: Lansia, CERDIKK, Diabetes Mellitus

Abstract

The Influence of “Cerdikk” Nursing Interventions in Controlling Diabetes Mellitus on the Eldery

Group at Kelurahan Curug Kota Depok. The prevalence of DM increased as ones getting older and

are categorized as a vulnerable group. There is a need to monitor and control the risk factors of DM to prevent complication. This scientific paper used the integration of theory management nursing, community as partners, family centered nursing and health belief model. A total sampling of 30 elderlies were involved for the assesment. The intervention used were the self help group and support group, health promotion, counseling, coaching and therapeutic modalities, using media documentation BP2DM. The result of pre-post intervention CERDIKK for 9 months using paired t-test with p:0.000 showed there was significant influence of the the elderly behavior in controlling DM. The increase of support group behavior and the decline in blood sugar levels 73 mg/dl were also evident. CERDIKK program is effective to use in the monitoring and controlling of DM elderlies. It is recommended to actively involve cadres and community nurses.

Keywords: Elderly, CERDIKK, Diabetes Mellitus

Info Artikel : Dikirim 6 Maret 2017; Revisi 7 April 2017; Diterima 3 Mei 2017

1. Pendahuluan

Setiap individu termasuk lansia sangat penting memperhatikan masalah kesehatan. Kesehatan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu sampai lanjut usia yang akan berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan di Indonesia. Salah satu indikator keberhasilan Pembangunan Kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) manusia Indonesia sesuai RPJMN Depkes, tahun 2014 diharapkan terjadi peningkatan

UHH dari 70,6 tahun pada 2010 menjadi 72 tahun pada 2014. Sejalan dengan meningkatnya usia harapan hidup maka akan terjadi perubahan struktur usia penduduk dengan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (Kemenkes RI, 2013).

Pola hidup sehat seharusnya sudah dirancang jauh sebelum memasuki masa usia lanjut untuk tetap menjadi sehat dan aktif di usia lanjut (Kemenkes RI, 2013). Namun belum semua individu mampu mengantisipasinya, sehingga menimbulkan dampak negatif atau penyakit. Penyakit-penyakit yang umumnya dialami oleh lansia adalah diabetes mellitus, arthritis, stroke, penyakit jantung, penyakit yang berhubungan dengan peredaran darah (Stanley, ---

(2)

2007). Salah satu penyakit tidak menular yang menyita banyak perhatian adalah Diabetes Mellitus (DM). Di Indonesia DM merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan, karena dapat menimbulkan kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit jantung dan stroke (www.depkes.go.id, 2013). Beberapa faktor risiko yang sering terjadi berasal dari bahaya lingkungan, bahaya sosial, prilaku personal, atau faktor biologis. Kelompok lansia sebagai kelompok rentan bisa dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut (Stanhope & Lancaster, 2010). Terutama lansia dengan DM dapat dipengaruhi keempat faktor tersebut.

Laporan hasil kegiatan program kesehatan lansia tahun 2012 Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan bahwa penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit terbanyak ketiga dari 10 besar penyakit yang terjadi pada lansia di Kota Depok. Data dari Penanggungjawab PTM Dinkes Kota Depok menyebutkan secara keseluruhan 3,72% jumlah lansia yang menderita diabetes mellitus (DinKes Depok, 2013). Data dari Puskesmas Cimanggis tahun 2013 didapatkan bahwa penyakit diabetes mellitus menempati penyakit terbanyak ketiga setelah hipertensi dan rematik yang dialami oleh lansia dengan jumlah 27%. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi DM di Indonesia 2,1% (Riskesdas, 2013).

Hasil pengkajian yang dilakukan diwilayah kelurahan Curug pada lansia dengan diabetes mellitus didapatkan data 48,3% lansia belum memiliki pengetahuan terhadap diabetes dan pengelolaannya, 48,3% lansia memiliki sikap yang kurang dalam pengelolaan diabetes dan 37,9% lansia masih memiliki ketrampilan yang kurang terhadap pengelolaan diabates mellitus. Hal ini berarti lansia di kelurahan Curug belum memiliki prilaku yang baik dalam upaya pengelolaan kesehatan diri terhadap diabetes mellitus. Upaya pengelolaan kesehatan diri lansia dengan diabetes mellitus diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi diabetes mellitus (Meiner, 2006).

Kota Depok khususnya Kelurahan Curug merupakan daerah sub urban, meiliki kemajemukan struktur, budaya, agama, pendidikan dan pekerjaan. Hal ini perlunya penerapan model asuhan keperawatan berbasis masyarakat yang mampu mengenali kondisi dari dan penatalaksanaan masalah kesehatan komunitas. Model Community As Pathner (CAP) adalah salah satu model yang dapat digunakan karena memiliki strategi intervensi pemberdayaan masyarakat, kemitraan, pendidikan kesehatan dan pembentukan kelompok (Anderson & McFarlane, 2011).

Kemenkes RI tahun 2013 telah mencanangkan upaya pengelolaan lansia diabetes mellitus dengan perilaku CERDIK. Perilaku CERDIK ini mempunyai makna, Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap

rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dan tepat, Istirahat Cukup, Kelola Stres. Upaya ini sejalan dengan pilar penanganan diabetes yang dikemukakan oleh Soegondo tahun 2009 yaitu edukasi, pengaturan makan, olah raga, pengobatan dan cek gula darah. Namun belum ada indikator pelaksanaan program pengelolaan lansia tersebut. Berbeda dengan model DSME (Diabetes Self Managemen Education) yaitu pengontrolan gula darah melalui cek gula darah setahun sekali, cek kesehatan mata dua tahun sekali, senam kaki, aktivitas fisik, pengontrolan IMT, diet, kadar kolesterol, cek status merokok, review pengobatan. Penerapan DSME sudah memiliki integrasi antara pemerintah sebagai pengambil kebijakan, Community Health Service (puskesmas) sebagai pelaksana teknis dibantu kader kesehatan yang ada dimasyarakat, berkerja melakukan pengontrolan terhadap lansia yang menderita DM sejak pertama kali mereka terdiagnosa DM baik di RS maupun di masyarakat.

Tingginya prevalensi DM di Indonesia sejalan dengan tingginya kejadian komplikasi DM, salah satunya yaitu kaki diabetik. IDF (2005) menyatakan 1 dari 10 pasien DM akan mengalami lesi pada kaki, di Carribean 20%-50% individu DM akan mengalami neuropati. Hasil penelitian di Magelang didapatkan sekitar 60,3% individu yang mengalami diabetes mellitus akan mengalami komplikasi neuropati sensorik atau kerusakan saraf sensorik (Waspadji, 2005). Penelitian Purwanti (2012) menyatakan ada hubungan faktor risiko neuropati dengan kejadian ulkus diabetik pada pasien DM di RSUD Moewardi Surakarta (p value:0,001). RSUPNCM tahun 2007 sebanyak 31,5% pasien DM dilakukan amputasi kaki diabetik dan 42% nya meninggal 1-5 tahun setelah amputasi. Data ini meningkat pada tahun 2011, 48% pasien kaki diabetik DM di RSUPNCM diamputasi. Data di kelurahan Curug kota Depok sejumlah 60% atau 18 dari 30 pasien DM mengalami gangguan neuropati yaitu rasa kesemutan dan baal dikaki. Hal ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih pada pengelolaan mikrovaskuler pasien DM.

Pelaksanaan perilaku CERDIK masih perlu dikombinasi dengan pencegahan dan perawatan terhadap kesehatan peredaran darah ke akral terutama kearea kaki. Oleh karena itu pelaksanaan perilaku CERDIK ditambahkan dengan satu aspek lagi yaitu ‘K’, sehingga menjadi perilaku CERDIKK. Makna penambahan dari huruf K ini adalah Kulit Kaki sehat. Hal ini dapat dilakukan melalui perawatan kulit kaki setiap hari, memantau keadaan kulit kaki lansia diabetes terutama tanda-tanda terjadinya gangguan peredaran darah dikaki dan senam kaki. Sehingga penulis mengintegrasikan program CERDIK menjadi program CERDIKK.

(3)

perubahan prilaku. Perilaku lansia DM di kelurahan Curug dapat diaktifkan dengan meningkatkan kemanfaatan fungsi pemantauan dan pengendalian DM. Pelaksanaan program atau perilaku CERDIKK melalui model Community as Partner menggunakan strategi pemberdayaan lansia, keluarga dan kader (Anderson & McFarlane, 2011). Keluarga sebagai orang terdekat bagi lansia dapat dilibatkan sebagai faktor pendukung perilaku CERDIKK. Dalam pemberdayaan keluarga perlu menggunakan model Family Centered Nursing (Friedman, 2010). Hal ini terutama mengaktifkan fungsi-fungsi pemeliharaan sistem tubuh lansia yang sesuai dengan teori konsekuensi fungsional (Miller, 2012). Pelaksanaan program CERDIKK ini dituangkan dalam laporan karya tulis ilmiah penulis dengan judul pengaruh intervensi keperawatan CERDIKK terhadap pengendalian diabetes mellitus pada lansia di kelurahan Curug.

2. Bahan dan Metode

Pada pengkajian ini jenis pengambilan data yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan deskriptif analitik. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pendekatan cross sectional. Berikut adalah beberapa metode pengkajian pada sumber data yang dilakukan: (1) Angket, yang disebarkan pada 30 lansia di RW 1 sampai RW 11 Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok. (2) Wawancara (interview) dilakukan kepada lansia, keluarga lansia, kader, dan Penanggung Jawab wilayah binaan di Puskesmas Curug. (3) Observasi kondisi lingkungan (winshield survey) yang mempengaruhi kejadian diabetes mellitus di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok. (4) Studi literatur (literature review) program-program terkait lansia dan risiko diabetes mellitus melalui pencarian internet.

Pengumpulan data dalam pengkajian komunitas ini berisikan sejumlah item pertanyaan untuk mengukur variabel dalam inti komunitas dan 8 sub sistem dari model community as partner pada populasi lansia dengan risiko diabetes mellitus di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Hasil wawancara yang diperoleh dari penanggung jawab program lansia di Puskesmas Cimanggis mengatakan bahwa program bagi lansia di wilayah Kelurahan Curug sangat minim yaitu posbindu rutin setiap bulan. Kader di RW 02 dan 04 Kelurahan Curug mengatakan selama ini belum pernah mendapatkan informasi mengenai masalah lansia dan risiko diabetes mellitus serta pengendaliannya. Lima keluarga dengan lansia diabetes mellitus di Kelurahan Curug Kota Depok khususnya RW 04 menjelaskan bahwa tidak ada kegiatan rutin yang dilakukan oleh lansia di lingkungannya terkait pencegahan diabetes mellitus. Lansia lebih sering duduk di rumah dan momong cucu.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil pengkajian yang dilakukan di bulan september – oktober 2013 di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Depok pada 30 orang lansia diperoleh kantong permasalahan kurangnya pengendalian risiko diabetes mellitus pada lansia yaitu di RW 04, RW 02 dan RW 08. Penyakit dan risiko penyakit diabetes mellitus yang tinggi pada lansia juga terlihat dari hasil pengkajian yaitu 43,3% lansia memiliki sikap terhadap pengendalian diabetes mellitus yang kurang baik, 50% lansia memiliki pengetahuan kurang, dan 66,7% lansia memiliki ketrampilan kurang. Lansia juga memiliki kebiasaan periksa gula darah hanya bila naik (65,5% ) dan tidak secara rutin. Memiliki kebiasaan ngemil makanan manis 62%, makan nasi lebih banyak daripada lauk 58,6%, makan makanan yang digoreng 62%, kebiasaan minum kopi 44,8%. 37,9% lansia mengatakan tidak perlu olah raga rutin, 79,3% lansia sering duduk dirumah tanpa kegiatan, 48,3% lansia tidak mengetahui stres dapat meningkatkan kadar gula darah. Hasil tersebut menunjukan bahwa lansia di kelurahan Curug memiliki risiko diabetes mellitus yang tinggi.

Masalahkeperawatan yang utama terjadi yaitu ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan pada lanjut usia dengan masalah diabetes mellitus di Kelurahan Curug Kecamatan Cimanggis Depok. Setelah dilakukan intervensi keperawatn didapatkan hasil 1)Terjadi peningkatan pengetahuan kelompok swabantu CERDIKK DM sebelum dan sesudah kegiatan sebesar 27,8% (rata-rata nilai post test 88,18). Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,000. 2)Terjadi peningkatan keterampilan kelompok swabantu CERDIKK DM sebelum dan sesudah kegiatan pelatihan komunikasi efektif sebesar 37,5% (rata-rata nilai post test 80). Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,000. 3) Tersusunnya daftar kegiatan yang akan dilakukan dalam memfasilitasi lansia dalam kehidupan di masyarakat sehingga lansia terhindar dari kegiatan yang tidak bermanfaat. 4)Terbentuk aktivitas kegiatan lansia yang terstruktur dalam bidang keagamaan, sosial, dan olah raga dalam mendukung kesehatan fisik, psikologis, dan sosial lansia yang optima. 5) Teraksesnya pelayanan risiko diabetes mellitus yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat untuk membantu pengembangan dan perkembangan risiko diabetes mellitus yang optimal.

(4)

mengenai lansia dan diabetes mellitus sebesar 23,3% (rata-rata nilai post test 7,6). Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,000. 3) Terjadi peningkatan keterampilan lansia CERDIKK DM sebelum dan sesudah kegiatan pendidikan kesehatan mengenai lansia dan diabetes mellitus sebesar 27% (rata-rata nilai post test 32,97). Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,000. 4) Terjadi peningkatan sikap lansia CERDIKK DM sebelum dan sesudah kegiatan pendidikan kesehatan mengenai lansia dan diabetes mellitus sebesar 29,2% (rata-rata nilai post test 32,80). Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,000. 5).Terjadi penurunan kadar diabetes mellitus pada lansia sebelum dan setelah penerapan pemantauan kesehatan mandiri dengan menggunakan BP2DM. Penuruan kadar gula darah lansia sebesar 73 mg/dl (rata-rata kadar gula darah posttest 171,23 mg/dl). Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kadar gula darah lansia sebelum dan sesudah kegiatan pemantauan dan pengelolaan masalah diabetes mellitus lansia secara mandiri dengan BP2DM dengan nilai p=0,000. 6) Tersebarnya leaflet (diabetes mellitus dan perawatannya, pencegahan jatuh, cara menolong lansia yang jatuh, BP2DM) masing-masing leaflet sebanyak 350 eksemplar, dan poster dan CD mengenai latihan senam kaki DM masing-masing sebanyak 40 eksemplar.

Green (1980) menjelaskan bahwa pengetahuan yang berupa informasi merupakan faktor penting terbentuknya perilaku. Apabila, pengetahuan yang lansia tentang penatalaksanaan dan pengelolaan masalah diabetes mellitus baik maka perilakunya pun mengarah untuk melakukan perawatan dan pengendalian terhadap faktor risiko masalah diabetes mellitus. Penerapan intervensi keperawatan komunitas ini dilakukan bersama dengan kader kelompok pendukung. Dukungan dan kerjasama (partnership) dari Dinas kesehatan, pembina kelurahan dari Puskesmas Cimanggis dan aparatur pemerintah setempat sangat menjamin kelancaran dalam penerapan asuhan keperawatan pada tatanan komunitas, peningkatan minat dan motivasi lansia dalam untuk menjalani proses perawatan kesehatan.

Notoatmodjo, (2010) menjelaskan untuk merubah atau memotivasi seseorang agar menerima perilaku dan kebiasaan baru bukanlah hal yang mudah dan cepat tetapi tergantung pada keuntungan apa yang diperoleh dengan merubah pendapatannya dan dengan menerima perilaku baru itu, dia tidak tersisih dari kelompok. Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam usaha peningkatan kualitas kesehatan (Lucie, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

merubah perilakunya adalah pikiran dan perasaan; narasumber dari orang yang berarti bagi kita; sumber daya meliputi sarana, dana, waktu, tenaga, pelayanan, lokasi, ketrampilan dan bahan dan budaya (Notoatmodjo, 2010).

Hambatan dalam pelaksanaan pengelolaan masalah kesehatan lansia dengan diabetes mellitus adalah (1) Kesadaran masyarakat terhadap penanggulangan masalah diabetes mellitus masih rendah karena dianggap bukan sebagai penyakit yang dapat membawa kematian secara langsung (3) setiap kegiatan beberapa lansia harus dijemput satu persatu bagi lansia yang kurang motivasi dan bagi lansia yang kesulitan berjalan namun memiliki motivasi tinggi, (4) Lansia yang secara fisiologis telah mengalami penurunan penglihatan, pendengaran dan daya ingat yang memungkinkan kesalahan penerjemahan informasi, (5) Tidak semua kader dapat ikut serta dalam setiap kegiatan komunitas yang dilaksanakan, hal ini karena kader memiliki banyak kegiatan selain kegiatan Posbindu, kader juga kadang merangkap menjadi kader posyandu dan juga adanya kegiatan pribadi.

Faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah (1) meskipun tidak semua kader hadir dalam setiap kegiatan, ada kader tetap yang selalu hadir dalam setiap kegiatan sehingga informasi yang tersampaikan tidak terputus, (2)Penerimaan dari Ketua RW dan RT setempat yang sangat baik sehingga mmemudahkan untuk melakukan koordinasi kegiatan, (3) Antusiasme dan dukungan yang tinggi dari Ketua Posbindu dan kader untuk meningkatkan kesehatan lansia, (4) Kemudahan akses jalan menuju tempat pelaksanaan kegiatan komunitas dan lansia.

4. Implikasi

Kader dapat memperoleh informasi bahwa kegiatan kelompok pendukung yang dilakukan dapat membantu lansia memperoleh dukungan untuk meningkatkan status kesehatannya sehingga kader turut aktif dalam kegiatan kelompok pendukung. Pemberdayaan yang dilakukan oleh mahasiswa keperawatan yang tercermin dalam praktik residensi ini dapat menunjukkan bahwa praktik keperawatan yang lebih aplikatif seperti dengan pemberian terapi dan pembentukan kelompok pendukung dapat menciptakan hasil yang lebih bermakna dibandingkan hanya sekedar pemberian pendidikan kesehatan.

(5)

secara mandiri menggunakan intervensi CERDIKK dan media dokumentasi BP2DM.

Kader kelompok pendukung sebagai penggerak dan fasilitator dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan kesehatan lansia secara mandiri menggunakan intervensi CERDIKK rata-rata berasal dari latar belakang pendidikan non kesehatan sehingga memerlukan pemantauan terus menerus dalam setiap pelaksanaan kegiatan kesehatan yang dilakukan di wilayah. Jika ada tenaga profesional keperawatan, maka pelaksanaan kegiatan ini dapat dipantau, terlaksananya deteksi dini dan program kegiatan pengelolaan masalah dapat tersusun dengan baik karena sesuai dengan bidang keilmuannya sehingga rujukan kasus lansia dengan masalah kesehatan terutama risiko peningkatan gula darah akibat diabetes mellitus menurun.

5. Saran

Saran yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan kelompok lansia diabetes mellitus di masyarakat yaitu Dinas Kesehatan Kota Depok agar dapat 1)meningkatkan program pelayanan PTM dengan mengintegrasikan penatalaksanaan pemantauan dan pengendalian kesehatan lansia dengan diabetes mellitus dengan program CERDIKK untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk mencegah pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada lansia DM. 2) Menetapkan anggaran untuk supervisi dan monitoring berkala pelaksanaan kegiatan posbindu dan kelompok pendukung dalam pemantauan kesehatan lansia dengan BP2DM pada program CERDIKK, baik di tingkat Dinas Kesehatan Kota Depok maupun di tingkat Puskesmas Cimanggis. 3) Peningkatan anggaran untuk pengadaan sarana pemeriksaan kesehatan bagi lansia dengan diabetes mellitus di tingkat Posbindu. 4) Melakukan pemberdayaan Sumber Daya Manusia yang ada, melalui pelatihan ketrampilan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk kegiatan supervisi dan evaluasi kinerja pemegang progam dan kinerja kader dalam kegiatan Posbindu intervensi CERDIKK dengan BP2DM pada lansia dengan diabetes mellitus.

Perawat puskesmas agar dapat:1) Meningkatkan kemampuan melakukan pengembangan upaya pengelolaan masalah kesehatan lansia dengan diabetes mellitus melalui intervensi CERDIKK dan BP2DM dengan melakukan supervisi kemampuan kader yang telah dilatih, perangkat wilayah dan sumber daya lingkungan yang ada dalam asuhan keperawatan komunitas dan keluarga.

Riset keperawatan baik riset kualitatif dapat mengembangkan studi fenomenologi mengenai pengalaman kader kelompok pendukung dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan masalah diabetes mellitus pada lansia dan Riset kuantitatif

agar dapat mengembangkan penelitian tentang efektivitas model intervensi CERDIKK dengan BP2DM terhadap pemantauan dan pengendalian kadar diabetes mellitus pada lansia diabetes mellitus.

6. Daftar Pustaka

American College of Rheumatology. (2012). Gout. From

http://www.rheumatology.org/practice/clinical /patients/diseases_and_conditions/gout.asp Anderson, E.T & McFarlane. (2004). Community as

partner : theory and practice in nursing. 4th edition. Philadhelpia : Lippincott.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.

Arjatmo, Hendra. (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Center for Disease Control and Prevention. (2012).

Gout. From

http://www.cdc.gov/athritis/basics/gout.htm Corwin, Elizabets J. (2000). Buku Saku Patofisiologi.

Terjemahan Brahman U. Jakarta: EGC. Darmojo & Martono. (1999). Geriatri ilmu kesehatan

lansia. Edisi 3. Jakarta: FKUI. Departemen Kesehatan RI. (2001). Pedoman

pembinaan Kesehatan Lansia bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Keluarga

Departemen Kesehatan RI. (2004). Pedoman Kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Ervin, NF (2002). Advanced community health nursing : Concept and practice. 5th ed. Philadelphia : Lippincot.

Glanz.et al (2008) Health Behavior and Health Education Theory, Research, and Practice, Jossey Bass

Green, Lawrence. (1980). Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore:The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co Haber, David. (2007). Health Promotion and Aging:

Practical Applications for Health Professionals. New York : Springer Publishing Company.

Helvie, Carl O. (1998). Advanced Practice Nursing in the Community. Thousand Oaks : Sage Publication Inc.

Hitchcock, JE, PE Schubert & SA Thomas. (1999). Community Health Nursing. Caring in Action. New York: Delmar Publishers.

Lueckenotte, A. G (2000). Gerontologic nursing. 2nd edition. Philadelpia:Mosby

(6)

Komisi Nasional Lanjut Usia. (2010b). Aktive Ageing. From

http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?n ame=News&file=article&sid=63&mode=threa d&order=0&thold=0

Kuntjoro, S. (2002). Masalah Kesehatan Lansia. From www.e-psikologi.com/usia/160402.htm. Lucie. (2005). Teknik Penyuluhan dan

Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia Indonesia.

Machfoedz, I. (2005). Pendidikan Kesehatan bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya.

Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius. Matteson & McConnell. (1988). Gerontological

Nursing. Philadelphia : W. B Saunders Company.

Meiner & Lueckenotte. (2006). Gerontologic Nursing. Third ed. Philadelpia: Mosby. Miller, C. A. (1995). Nursing Care Of Older Adults:

Theory and Practice. Philadelphia: J.B Lippincott Company.

Mubarak, Bambang Adi Santoso, Khoirul Rozikin dan Siti Patonah, 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Erlangga.

Mubarak, dkk. (2007). Promosi Kesehatan : Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Notoadmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineke Cipta

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, W. (2000). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta: EGC.

Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Polit, D.F, Beck, C.T & Hungler, B.P. (2001). Essentials of Nursing Research: Methods, Appraisal and Utilization. Philadelphia: Lippincott.

Pujiastuti, S. (2003). Fisiologi Pada Lansia. Jakarta: EGC.

Purwanti. (2012). Hubungan Faktor resiko neuropati dengan Kejadian Ulkus Kaki pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Moewardi Surakata. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/ Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI. (2013).

Buletin Jendela data dan Informasi Kesehata. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Reed, Shearer & Nicoll. 2003. Perspectives on Nursing Theory. 4’th ed. Philadhelpia : Lippincott

Smeltzer, S.C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2. Alih bahasa: Agung Waluyo. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Soegondo. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI

Spradley, BW & JA Allender. 1997. Reading in Community Health Nursing 5th Ed. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher Stanley & Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan

Gerontik. Jakarta: EGC.

Stanhope, M. & Lancaster, J. (2010). Community & Public Health Nursing. St. Louis: Mosby Year Book.

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Suparto, (2000). Sehat Menjelang Usia Senja. Bandung: Remaja Rosdakarya Effset Tabloski, Patricia A. (2006). Essentials of

Gerontological Nursing. Jurong: Prentice Hall.

Waspaji, S. (2005). Diabetes mellitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaan yang Rasional. Jakarta: FKUI

Watson, R. (2003). Perawatan pada lansia. Jakarta: EGC.

http://www.depkes.go.id/article/print/2383/diabetesm elitus-penyebab-kematian-nomor-6-di-duniakemenkes-tawarkan-solusi-cerdik- diunduh september 2013

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa mahasiswa/i Jurusan Teknik informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Prima Indonesia dengan tingkat religiusitas sedang

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Facilitator and Explaining Berbantuan Metode Demonstrasi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap hasil

Kajian Efetivitas Penggunaan Pirasetam dan Sitikolin Pada Pasien Stroke dengan Menggunakan The National Institue of Health Stroke Scale (NIHSS) di Bangsal Rawat Inap RS

mengembalikan individu ke perkembangan yang wajar dan kehidupan yang efektif. Kondisi yang diharapkan pada tingkat pelayanan terapeutik adalah terentaskannya

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas, hipotesis tindakan kelas yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jika pembelajaran menarasikan hasil

Perkembangan motorik kasar merupakan perkembangan dari kegiatan – kegiatan seperti menjangkau, merenggut, menggenggam, merangkak dan berjalan.berpindah. Pada usia 3 tahun

(1) Bank Tanah dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam menyelenggarakan kegiatan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah

Berdasarkan unsur hara yang diperlukan tanaman maka harus disesuaikan dengan fungsinya, terutama unsur hara makro dan mikro harus selalu tersedia, karena