• Tidak ada hasil yang ditemukan

NOMOR : B-53 Setneg D-4 Polkesra 03 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "NOMOR : B-53 Setneg D-4 Polkesra 03 2008"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR : B-53 / Setneg / D-4 / Polkesra / 03 / 2008

TENTANG

PEPAIFI AN 8\1. 11

,1

11

ti

N AI\IG

I

v q1G

NOVO

9 IAFIA 1:8

R

(2)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

Jalan Jenderal A. Yanl Telepon : 4890308

Jakarta — 13230 Fakshntli : 4890871

Kotak Pos 108 Jakarta — 10002 Website : yoww.beacukal.co.ld

Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJBC /8 April 2008 2. Para Kepala KPU Bea dan Cukai

SURAT P ENGANTAR

Nomor: SP-,89 /80.15/2008

No Naskah Dinas/Barang Banyaknya Keterangan

1. Surat Sekretariat Negara RI 1 (dua) Disampaik..n dengan

Nomor : B-53/Setneg/D-4/Polkesra/03/2008 Tanggal : 31 Maret 2008

berkas hormat sebagai bahan pertimbangan

pelaksanaan tugas Hal : Penyampaian Salinan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008

Diterima tanggal ...

Yang menerima

( ... ) NIP 060 ...

Nomor Telepon : Nomor Faksimili :

Catatan : Setelah diterima, lembar ke dua harap dikirim kembali kepada pengirim

Sekretaris Direktorat Jenderal u.b.

pala Bagian Umum

(

(3)

SEKRETARIAT NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

Nomor

: B- 53 /Setneg/D-4/Polkesra/03/2008

Sifat

Segera

Lampiran : Satu Eksemplar

Perihal

: Penyampaian salinan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2008

Jakarta, 31 Maret 2008

Yth. Para pejabat pada daftar terlampir

Bersama ini dengan hormat kami sampaikan salinan Undang-Undang Nomor

9 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan

Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia, yang telah disahkan pada tanggal

10 Maret 2008.

Demikian untuk diketahui.

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

4^."

V \

Tembusan:

(4)

SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran Surat Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat

Nomor : B- 53 /Setneg/D-4/Polkesra/03/2008 Tanggal : 31 Maret 2008

DAFTAR PEJABAT YANG DIKIRIMI SURAT

1. Ketua MPR-RI;

2. Ketua DPR-RI; 3. Ketua DPD-RI;

4 Ketua Devian Pertimbangan Pres:den;

5. Ketua BPK;

6. Ketua Mahkamah Agung;

7. Ketua Mahkamah Konstitusi;

1 )

Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;

Jaksa Agung;

10. Panglima TNI;

11. KAPOLRI.

' epala Biro Peraturan Perundang-undangan

ili2tA•-ng Politik dan Kesejahteraan Rakyat, v

\

' '. W=0 > i 7) '-'7i- tf

■t

/ -5

/

. .:1-2 /

il \ i4_,. ./.s.1.1...,.."' c.1■ Jr a..., c

'

CI te,

e, ,,, '

'

4".-V.

//

(5)

mbusan

Menteri Sekretaris Negara Sekretaris Kabinet

Deputi Mensesneg Bidang PUU.

SEKRETARIAT NEGARA RI

r Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan

le` dang Perekonomian dan Industri,

SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Nomor : B-1347/Setneg/D-4/Ekondustril03/2008 Sifat : Segera

Lampiran : Satu berkas

Hal : Penyampaian salinan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2008.

Jakarta, 31 Maret 2008

Kepada Yth.

1. Ketua MPR-RI 2. Ketua DPR-RI

3. Ketua DPD-RI

4. Ketua BPK

5. Ketua Mahkamah Agung

6. Ketua Mahkamah Konstitusi

Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jaksa Agung

9. Panglima TNI

10. Kapolri

11. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden

di Jakarta

Bersama ini dengan hormat kami sampaikan salinan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika, yang ditetapkan pada tanggal 10 Maret 2008.

(6)

Lampiran;

Surat - B-1347/Setneg/D-4/Ekonaustri/03/2008

_ B-53./Setneg/D-4/Polkesra/03/2008 Tanggal : 31 Maret 2008

1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan; 2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;

3. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 4. Menteri Dalam Negeri;

5. Menteri Luar Negeri; 6. Menteri Pertahanan;

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; Menteri Keuangan;

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; Menteri Perindustrian;

1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Menteri Kehutanan; 4. Menteri Perhubungan;

5. Menteri Kelautan dan Perikanan;

6. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 7. Menteri Pekerjaan Umum;

8. Menteri Kesehatan;

9. Menteri Pendidikan Nasional; D. Menteri Sosial;

1. Menteri Agama;

2. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata; 3. Menteri Komunikasi dan Informatika; 1. Menteri Negara Riset dan Teknologi;

5. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; 5. Menteri Negara Lingkungan Hidup;

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan; Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara; Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal;

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS; Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara;

(7)

SALINAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2008

TENTANG

PENGGUNAAN BAHAN KIMIA

DAN

LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa tujuan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

b. bahwa sebagai negara yang cinta damai dan menjuniung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kebenaran, dan

Indonesia perlu menjalin hubungan persahabatan dan kerja sama dengan berbagai bangsa dan organisasi internasional dalam berbagai bidang kehidupan;

c. bahwa sebagai negara yang telah meratifikasi dan mengaksesi Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta Pemusnahannya, Indonesia, sebagai negara pihak berkewajiban melaksanakan berbagai ketentuan di bawah yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi;

d. bahwa mengembangkan, mernproduksi, menyimpan, dan menggunakan bahan kimia dan produk industri hasil olahan bahan kimia di satu sisi berrnanfaat untuk kehidupan manusia, tetapi di sisi lain sangat berbahaya apabila disalahgunakan sebagai senjata kimia;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penggunaan Baran Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia;

(8)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

2-Mengingat 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tabun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3274);

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pengesahan

Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3786);

4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);

6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA.

(9)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

3-BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Bahan kimia adalah bahan kimia yang tercantum dalam

daftar (schedule) dalam kaitannya dengan Konvensi

Senjata Kimia dan bahan kimia organik diskret nondaftar.

2. Konvensi Senjata Kimia adalah perjanjian internasional di

bidang perlucutan senjata yang melarang pengembangan; produksi, penyirnpanan, pentransferan, dan penggunaan senjata kirnia serta pemusnahannya.

3. Bahan Kirnia Daftar 1 adalah bahan kimia yang bersifat

sangat beracun dan mematikan yang dikembangkan, diproduksi, dan cligunakan hanya sebagai senjata kimia.

4. Bahan Kirnia Daftar 2 adalah bahan kimia kunci untuk pembuatan senjata kimia (prekursor), tetapi

kegunaan komersial.

5. Bahan Kimia Daftar 3 adalah bahan kimia yang dapat diproduksi menjadi senjata kimia (prekursor), tetapi dapat dimanfaatkan untuk keperluan komersia:.

6. Bahan kimia organik diskret nondaftar (discrete organic

chemicals/DOC) adalah bahan kimia yang tidak termasuk

dalam Bahan Kimia Daftar 1, 2, dan 3, tetapi merupakan senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat.

7. Bahan kimia organik diskret nondaftar PSF (DOC-PSF)

adalah DOC yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.

8. Senjata kimia adalah suatu bahan dan/atau alat

peralatan yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri meliputi:

a. bahan kirnia beracun serta prekursornya sesuai dengan bahan kimia daftar, kecuali untuk keperluan atau tujuan yang tidak dilarang oleh Undang-Undang ini;

(10)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 4

b. amunisi dan alat peralatan yang secara khusus dirancang untuk menyebabkan kematian atau menimbulkan bahaya melalui sifat beracun dari bahan kimia sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau

c. setiap perlengkapan yang secara khusus dirancang untuk digunakan secara langsung berkaitan dengan digunakannya amunisi dan alat peralatan sebagaimana dimaksud pada huruf b.

9. Bahan kimia beracun (toxic chemicals) adalah setiap

bahan kimia yang karena pengaruh kimianya terhadap proses kehidupan dapat menyebabkan kematian, cacat sementara, atau bahaya permanen pada manusia atau binatang.

10. Prekursor adalah komponen asal dan; atau bahan penimbul reaksi kimia yang berperan dalarn setiap tahap produksi bahan kimia beracun dengan cara apa pun.

11. Transfer adalah kegiatan memindahkan barang secara fisik dari suatu lokasi ke lokasi lain danlatau pengalihan kepemilikan dari suatu pihak kepada pihak lain.

12. Sertifikat pengguna akhir adalah dokumen jaminan dari pemerintah negara bukan pihak terhadap importasi dan penggunaan bahan kimia daftar.

13. Deklarasi adalah pernyataan terhadap produksi, kepemilikan, dan penggunaan atas jenis dan jumlah bahan kimia daftar dan bahan kimia organik diskret nondaftar sesuai dengan Undang-Undang ini.

14. Inspeksi adalah pelaksanaan verifikasi, yaitu rnelakukan pemeriksaan langsung di lapangan terhadap deklarasi yang dinyatakan oleh negara pihak.

15. Negara pihak adalah negara yang telah meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan telah menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrumen akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

16. Negara bukan pihak adalah negara yang belum atau tidak meratifikasi dan mengakses Konvensi Senjata Kimia dan belum menyampaikan instrumen ratifikasi dan instrumen akses ke Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

(11)

PRESIDE N RE PUBLIK INDONESIA

-

5-17. Otoritas Nasional adalah Otoritas Nasional Senjata Kimia yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini.

18. I mportir adalah setiap orang yang memasukkan bahan kimia daftar dan bahan kirnia organik diskret nondaftar dari luar negeri.

19. Tim Inspeksi Internasional adalah tim yang ditugasi oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia ( Organization for The

Prohibition of Chemical W eapons/OPCW ) untuk

melakukan verifikasi atas deklarasi.

20. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

21. Kerporasi adalah kegiatan usaha yang berbentuk badan usaha dan badan hukum.

22. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pernerintahan di bidang perindustrian.

Pasal 2

Pengaturan mengenai penggunaan bahan kimia dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dilakukan dengan memperhatikan prinsip keselamatan, keamanan, pemanfaatan, dan keseimbangan.

(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada aya t (1) bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia

Pasal 3

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia dan penggunaan senjata kimia di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.

(12)

t47

t!,)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

6-BAB II

PENGGOLONGAN DAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA

Bagian Kesatu Penggolongan Bahan Kimia

Pasal 4

Bahan kimia terdiri atas:

a. bahan kimia daftar; dan

b. bahan kimia organik diskret nondaftar.

Pasal 5

(1) Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:

a. Bahan Kirnia Daftar 1;

b. Bahan Kimia Daftar 2; dan

c. Bahan Kimia Daftar 3.

(2) Bahan kimia daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan daftar tetap bahan kimia sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Daftar tetap bahan kimia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperinci dan/atau ditambah dalam daftar tersendiri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 6

(1) Bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dapat diidentifikasi dari nama kimia, rumus bangun, atau sistem penomoran khusus (chemical abstract services number), yang terdiri atas:

a. senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat; dan

(13)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

7-b. senyawa sebagaimana dimaksud pada huruf a. yang mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perincian bahan kimia organik diskret nondaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua Penggunaan Bahan Kimia

Pasal 7

(1) Setiap orang yang rnemproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau rnenggunakan Bahan Kimia Daftar 1 atau Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib memiliki izin.

(2) Kegiatan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), khususnya dengan Bahan Kimia Daftar 2 dan/atau Bahan Kirnia. Daftar 3, dilakukan hanya untuk kepentingan:

a. industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi, atau tujuan damai lainnya;

b. perlindungan, yaitu untuk tujuan yang berkaitan langsung dengan perlindungan menghadapi bahan kimia beracun atau menghadapi senjata kimia;

c. pertahanan yang tidak berkaitan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung pada penggunaan bahan kimia beracun yang digunakan sebagai metode perang; atau

d. penegakan hukum, termasuk di dalamnya untuk mengatasi kerusuhan di dalam negeri.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaLur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

(1) Setiap orang yang mentransfer Bahan Kimia Daftar 3 kepada negara bukan pihak wajib mendapatkan sertifikat pengguna akhir terlebih dahulu yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah negara bukan pihak.

(14)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

8-(2) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:

a. produk yang mengandung kurang dari 30% (tiga puluh persen) Bahan Kimia Daftar 3; dan

b. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumen

yang dikemas untuk penjualan eceran yang digunakan untuk keperluan pribadi atau yang dikemas untuk keperluan perseorangan.

(3) Sertifikat pengguna akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:

a. pernyataan bahwa Bahan Kimia Daftar 3 hanya akan digunakan untuk tujuan yang tidak dilarang;

b. pernyataan bahwa Bahan Kuria Daftar 3 tidak akan ditransfer kembali kepada pihak lain;

c. jenis dan jumlah Bahan Kimia Daftar 3 yang diterima oleh pengguna terakhir;

d. penggunaan akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang akan ditransfer; dan

e. nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3.

(4) Dalam hal importir dari negara bukan pihak dan bukan pengguna akhir, importir yang bersangkutan wajib mencantumkan nama dan alamat lengkap pengguna akhir Bahan Kimia Daftar 3 yang dimaksud.

Pasal 9

(1) Setiap orang yang membuat, memproduksi, memiliki, menyimpan, mentransfer, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar 2, atau Bahan Kimia Daftar 3 wajib menyampaikan laporan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun kepada Menteri.

(2) Setiap orang yang memproduksi bahan kimia organik diskret nondaftar dengan batasan jumlah yang harus dideklarasikan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.

(15)

PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA

-

9-(3) Setiap orang yang mempunyai fasilitas pabrik yang

memproduksi Bahan Kimia Daftar 1, Bahan Kimia Daftar 2, Bahan Kimia Daftar 3, dan bahan kimia organik diskret nondaftar wajib menyampaikan laporan kepada Menteri.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat

(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10

(1) Dalam hal pelaku kegiatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (1) berbentuk korporasi, laporan yang disampaikan wajib ditandatangani oleh penci,uru s korporasi yang bersangkutan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

Dalam hal bagian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 yang menurut sifat isinya terbatas wajib dilindungi dan dijaga kerahasiaannya.

BAB III LARANGAN

Pasal 12

(1) Setiap orang dilarang:

a. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 kepada negara bukan pihak, baik dari dalam wilayah Indonesia maupun dari luar wilayah Indonesia;

b. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke wilayah hukum negara Indonesia;

(16)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 10

-c. memproduksi, memiliki, menyimpan, atau menggunakan Bahan Kimia Daftar 1 di dalam dan di luar wilayah Indonesia;

d. mentransfer kembali Bahan Kimia Daftar 1 ke negara lain; dan/atau

e. mentransfer Bahan Kimia Daftar 1 ke negara pihak tanpa memberikan notifikasi kepada Otoritas Nasional paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum transfer dilakukan.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan apabila kegiatan tersebut dilakukan untuk kepentingan penelitian, rnedis, dan/atau farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan bagi setiap orang yang mentransfer saksitoksin tidak lebih dari 5 (lima) mg untuk kebutuhan medis dan diagnostik dengan kewajiban tetap memberikan notifikasi kepada negara pihak selambat-lambatnya pada hari transfer.

Pasal 13

(1) Setiap orang dilarang mentransfer Bahan Kimia Daftar 2 atau produk yang mengandung Bahan Kimia Daftar 2 dari dan/atau ke negara bukan pihak.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. produk yang mengandung paling banyak 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A;

b. produk yang mengandung paling banyak 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B; atau

c. produk yang diidentifikasi sebagai barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari.

(17)

PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA

- 11 -Pasal 14

Setiap orang dilarang :

a. mengembangkan, memproduksi, memperoleh, dan/atau menyimpan senjata kimia;

b. mentransfer, baik langsung maupun tidak langsung, senjata kimia kepada siapa pun;

c. menggunakan senjata kimia;

d. melibatkan diri pada persiapan militer untuk menggunakan senjata kimia; atau

e. melibatkan diri, membantu dan/atau membujuk orang lain dengan cara apa pun dalam kegiatan yang dilarang Undang-Undang ini.

Pasal 15

Senjata kimia yang dikembangkan, diproduksi, dimiliki, disimpan, dikuasai, atau ditransfer secara melawan hukum disita dan/atau dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

BAB IV

OTORITAS NASIONAL DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Bagian Kesatu Otoritas Nasional

Pasal 16

(1) Untuk mewakili negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara pihak dalam memenuhi hak dan kewajiban berdasarkan Undang-Undang ini, dibentuk Otoritas Nasional.

(2) Otoritas Nasional bertugas sebagai koordinator dan penghubung pemerintah Indonesia dengan organisasi internasional dan/atau negara pihak.

(3) Otoritas Nasional berwenang menetapkan kebijakan nasional untuk melaksanakan Undang-Undang

(18)

PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA

- 12

-Pasal 17

(1) Otoritas Nasional diketuai oleh Menteri dan bertanggung

jawab langsung kepada Presiden.

(2) Keanggotaan Otoritas Nasional terdiri atas perwakilan

instansi pemerintah terkait.

(3) Susunan keanggotaan Otoritas Nasional ditetapkan

melalui Keputusan Presiden.

(4) Untuk mendukung pelaksanaan operasional Otoritas

Nasional, dibentuk Sekretariat Otoritas Nasional.

(5) Sekretariat Otoritas Nasional sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 18

Biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas dan wewenang organisasi, serta biaya pelaksanaan tugas Otoritas Nasional diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua Kerja Sama Internasional

Pasal 20

(1) Pemerintah Indonesia dapat mengadakan kerja sama dengan negara pihak dan organisasi internasional dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Koordinasi dalam penyelenggaraan kerja sama internasional dilakukan oleh Otoritas Nasional.

(19)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 13

-Pasal 21

(1) Pemerintah Indonesia menjamin kelancaran pelaksanaan tugas Tim Inspeksi Internasional dalam melakukan verifikasi.

(2) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Inspeksi Internasional wajib didampingi oleh Tim Inspeksi Nasional yang ditunjuk oleh Otoritas Nasional.

BAB V

KETENTUAN PIDANA

Pasal 22

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 23

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 24

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(20)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 14 -Pasal 25

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 26

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 27

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 28

Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27.

Pasal 29

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(21)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 15

-(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(3) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).

Pasal 30

Selain dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 27, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a. perampasan bahan, alat, dan barang yang digunakan atau yang diperoleh dari tindak pidana;

b. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk ,vaktu paling lama 1 (satu) tahun; dan/atau

c. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang mengatur bahan kimia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(22)

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Riro Peraturan Perundang-undangan dan Kesejahteraan Rakyat,

lsnu Setiawan

16

-Agar setiap orang mengetahuinya, mernerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 10 Maret 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Maret 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

(23)

PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2008

TENTANG

PENGGUNAAN BAHAN KIMIA

DAN

LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA

1. UMUNI

Negara Indonesia yang berbentuk republik, merupakan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur scrta berlandaskan hukum. Oleh karena itu, untuk rnewujudkan cita-cita luhur tersebut, pernerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut rnelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kernerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai salah satu wujud keaktifan Indonesia dalam masalah ketertiban dan kearnanan dunia, pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris, Indonesia ikut menandatangani Convention on the Prohibition of the Deuelopment,

Production, Stockpiling and Use of Chemical W eapons and or, their

Destruction ( Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi,

Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia Berta tentang Pemusnahannya) bersama-sama dengan 129 negara. Dalarn perkernbangannya, sampai dengan tahun 2007 Konvensi itu telah ditandatangani oleh 182 negara atau lebih kurang 90% (sembilan puluh persen) dari negara di dunia. Upaya bersama negara di dunia untuk rnelakukan perlucutan senjata pemusnah massal dimaksudkan untuk membebaskan dunia dari bencana yang dapat ditimbuikan dari keberadaan dan penggunaan senjata pemusnah massal, yaitu senjata nuklir, biologi, dan kimia.

(24)

PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA

-

2-Langkal-i konkret yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap masalah pelarangan senjata pemusnah massal tidak hanya sebatas penandatanganan Konvensi Senjata Kimia, tetapi diwujudkan pula dalam pembentukan instrumen hukum berupa Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1958 tentang Pengesahan Convention on the Prohibition of the Development,

Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) yang ditetapkan pada tanggal 30 September 1998.

Konvensi itu memuat ketentuan dan sistem verifikasi yang wajib diberlakukan, diterapkan, dan dilaksanakan oleh Indonesia sebagai negara pihak dalam berbagai sektor, termasuk sektor industri, khususnya subsektor industri kimia dan industri farmasi. Di samping itu, Indonesia dapat memperoleh manfaat dalam upaya mengembangkan industri kimia dan industri farmasi nasional, baik melalui jaminan

pertukaran informasi dan teknologi maupun melalui kerja sama internasional, dalam perdagangan bahan kimia demi pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara pihak berkewajiban mengambil langkah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang relevan untuk menjamin penerapan Konvensi di tingkat nasional. Upaya lebih lanjut dalam menerapkan ketentuan dan sistem verifikasi serta pembentukan Otoritas Nasional diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

Di samping itu, kebutuhan mengenai pengaturan terhadap tindak pidana senjata kimia dan bahan kimia daftar serta bahan kimia organik diskret nondaftar bagi Indonesia sudah sangat mendesak mengingat tindak pidana kejahatan terorisme di tingkat regional dan di tingkat internasional semakin meningkat. Untuk mencegah penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata kimia, perlu pengaturan, pelarangan, pengawasan, dan pengenaan sanksi terhadap pelaku tindak pidana. Jaminan keikutsertaan Indonesia dalam keamanan internasional berguna untuk kelancaran kegiatan perdagangan impor-ekspor bahan kimia berbahaya yang juga berfungsi sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong proses produksi di industri kimia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

(25)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

3-Pasal 2 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan:

"prinsip keselamatan dan keamanan" adalah untuk memberikan jaminan atas keselamatan dan keamanan kepada masyarakat,

bangsa, dan negara dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan, dan transportasi bahan kimia yang berpotensi untuk senjata kimia.

"prinsip pemanfaatan" adalah pemberian nilai tambah dalam rangka pemenuhan kehidupan dan penghidupan manusia dan lingkungannya.

"prinsip keseimbangan" adalah untuk memberikan keseimbangan manfaat antarpelaku usaha/masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4 Huruf a

Yang dimaksud dengan "bahan kimia daftar" adalah bahan kimia beracun dan prekursornya yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 1, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar IA dan 1B; Bahan Kimia Daftar 2, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 2A dan 2B; Bahan Kimia Daftar 3, yang terdiri atas Bahan Kimia Daftar 3A dan 3B.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "chemical abstract services number"

adalah sistem penomoran khusus yang diberikan terhadap setiap bahan kimia dan berlaku secara internasional.

(26)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 4 -Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Bahan Kimia Daftar 1 pada dasarnya dilarang, tetapi dapat diadakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian, medis, dan/atau farmasi dengan izin Menteri.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "batasan jumlah" adalah jumlah minimum yang harus dideklarasikan sebagaimana tercanturn dalam Konvensi Senjata Kimia.

Ayat (3)

Cukup jelas. 1

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(27)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

5-Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "saksitoksin" adalah zat beracun yang terdapat pada kerang spesies tertentu. Racun itu menyerang sistem saraf pusat karena membendung saraf otot.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a

Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 1% (satu persen) Bahan Kimia Daftar 2A" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.

huruf b

Yang dimaksud dengan "produk yang mengandung maksimal 10% (sepuluh persen) Bahan Kimia Daftar 2B" adalah menunjukkan produk berkonsentrasi rendah sehingga tidak dapat dimurnikan lagi untuk diproses ke tingkat berbahaya.

huruf c

Yang dimaksud dengan "barang konsumsi" adalah produk akhir yang tidak dapat lagi digunakan menjadi bahan baku.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Otoritas Nasional merupakan bagian yang menyatu dengan kementerian yang mengurusi bidang perindustrian dan mempunyai fungsi koordinasi dengan instansi pemerintah terkait.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

(28)

PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA

- 6

-Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Yang dimaksud dengan "sumber lain" adalah bantuan teknis berupa penguatan kapasitas laboratorium, pelatihan personal, dan bentuk penguatan kapasitas lainnya.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

(29)

PRESIDE N REPUBLIK INDONESIA

-

7-Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

(30)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 9 TAHUN 2008

TANGGAL : 10 MARET 2008

PENGGOLONGAN BAHAN KIMIA

I. BAHAN KIMIA DAFTAR-1:

A. BAHAN KIMIA BERACUN CAS

Number No. HS 1 0-Alkyl (<C10, termasuk cycloalkyl) alkyl

( Me, Et, n-Pr atau i-Pr)-phosphonofluoridates contoh: Sarin : 0-Isopropyl

methylphosphonotluoridate Soman : 0-Pi_nacoly1

methylphosphonofluoridate 2 0-Alkyl (<C1o, termasuk cycloalkyl) N,N-dialkyl

( Me, Et, n-Pr atau i-Pr) phosphoramidocyanidates

contoh: Tabun : 0-Ethyl N,N-dimethyl phosphoramidocyanidate 3 0-Alkyl (H atau <Cio, termasuk cycloalkyl)

S-2-dialkyl

( Me, Et, n- Pr atau i-Pr)-aminoethyl alkyl ( Me, Et, n- Pr atau i-Pr) phosphonothiolates dan yang berhubungan dengan garam teralkilasi Berta terprotonasinya.

contoh: VX : 0-Ethyl

S-2-diisopropylarninoethyl methyl phosphonothiolate

4 Sulfur mustards:

(31)

PR ES IDE N REPUBLIK INDONESIA

2

5 Lewisites:

Lewisite 1: 2-Chlorovinyldichloroarsine 541-25-3 Lev.isite 2: Bis(2-chlorovinyl)chloroarsine 40334-69-8

Lewisite 3: Tris(2-chlorovinyl)arsine 40334-70-1 2931.00 6 Nitrogen mustards:

HN 1: Bis(2-chloroethyl)ethylamine 538-07-8 2921.19 HN2: Bis(2-chloroethyl)methylamine 51-75-2 2921.19 HN3: Tris(2-chloroethyl)amine 555-77-1 2930.90

7 Saxitoxin 35523-89-8 3002.90

8 Ricin 9009-86-3 3002.90

B. PREKURSOR: CAS

Number No. HS

9 Alkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) phosphonyldifluorides

contoh: DF: Methylphosphonyldifluoride

10 0-Alkyl (H atau <010, termasuk cycloalkyl) 0-2-dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr)-arninoethyl alkyl (Me, Et, n- Pr atau i-Pr) phosphonites dan yang berhubungan dengan garam teralkilasi serta terprotonasinya.

contoh: QL: 0-Ethyl 0-2 diisopropylaminoethyl rnethylphosphonite

11 Chlorosarin : 0-Isopropyl methylphosphonochloridate

12 Chlorosoman 0-Pinacolyl methylphosphonochloridate

II. BAHAN KIMIA DAFTAR-2 :

A. BAHAN KIMIA BERACUN :

1 Amiton: 0,0-Diethyl S-[2-(diethylamino)ethyl) phosphorothiolate dan yang berhubungan dengan garam teralkilasi atau terprotonasinya.

2 1, 1,3,3,3-Pentaflu oro-2- (trifluoromethyl)- 1-propene

3 BZ : 3-Quinuclidinyl benzilate

676-99-3

57856-11-8 2931.00

1445-76-7 2931.00

7040-57-5 2931.00

CAS

Number No. HS

78-53-5 2930.90

382-21-8 2903.30

(32)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

3

-B. PREKURSOR :

4 Bahan kimia, kecuali yang tersebut dalam Bahan Kimia Daftar 1, yang mengandung atom fosfor yang terikat pada rantai methyl, ethyl, atau propyl (kelompok normal atau iso) namun tidak terikat pada atom karbon.

contoh:

Methylphosphonyl dichloride Dimethyl methylphosphonate Kecuali :

Fonofos : 0-Ethyl S-phenyl Ethylphosphonothiolothionate 5 N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr)

phosphoramidic dihalides

6 Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) N,N-dialkyl Me, Et, n-Pr atau i-Pr)-phosphoramidates

7 Arsenic trichloride

8 2,2-Diphenyl-2-hydroxyacetic acid 9 Quinuclidin-3-ol

10 N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr) aminoethyl-2-chlorides dan yang berhubungan dengan garam terprotonasinya

11 N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr)

aminoethane-2-ols dan yang berhubungan dengan garam terprotonasinya.

Kecuali :

N,N- Dimethylaminoethanol dan yang berhubungan dengan garam terprotonasinya N,N- Diethylaminoethanol dan yang

berhubungan dengan garam terprotonasinya

12 N,N- Dialkyl (Me, Et, n-Pr atau i-Pr)

a

minoethane-2-thiols dan yang berhubungan dengan garam terprotonasinya

13 Thiodiglycol : Bis(2-hydroxyethyl)sulfide 14 Pinacolyl alcohol: 3,3-Dimethylbutan-2-ol

CAS

Number No. HS

(33)

PRESIDE N C-LELJK DONIESUI,

-4-III. BAHAN KIMIA DAFTAR 3 :

A. BAHAN KIMIA BERACUN : CAS

Number No. HS 1 Phosgene: Carbonyl dichloride 75-44-5 2812.10

2 Cyanogen chloride 506-77-4 2851.00

3 Hydrogen cyanide 74-90-8 2811.19

4 Chloropicrin: Trichloronitromethane 76-06-2 2904.90

B. PREKURSOR : CAS

Number No. HS 5 Phosphorus oxychloride 10025-87-3 2812.10 6 Phosphorus trichloride 7719-12-2 2812.10 7 Phosphorus pentachloride 1 0026-13-8 2812.10

8 Trimethyl phosphite 121-45-9 2920.90

9 Triethyl phosphite 1 22-52-1 2920.90

10 Dimethyl phosphite 868-85-9 2921.19

11 Diethyl phosphite 762-04-9 2920.90

12 Sulfur monochloride 10025-67-9 2812.10

13 Sulfur dichloride 1 0545-99-0 2812.10

14 Thionyl chloride 7719-09-7 2812.10

15 Ethyldiethanolamine 139-87-7 2922.19

16 Methyldiethanolamine 105-59-9 2922.19

17 Triethanolamine 102-71-6 2922.13

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai

dengan aslinya

SEKRETARIAT NEGARA

RI

Kepala

r-o_Peraturan Perundang-undangan

Bic

40:clan Kesejahteraan Rakyat,

I N

u Setiawan

(34)

SALINAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2008

TENTANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

S PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

10 I\.1enimbang : a. bahwa dengan adanya perubahan status kelembagaan Badan

10 Meteorologi dan Geofisika yang semula berada di bawah unit

1 0 struktural Departemen Perhubungan menjadi Lembaga

Pemerintah Non Departemen dan penyesuaian jenis dan tarif

)0

atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada

)0

Badan Meteorologi dan Geofisika, perlu mengatur kembali jenis

9 dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang

0 berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika;

0 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada

0 huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan

ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 0

1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu

9 menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas

9 Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan

Meteorologi dan Geofisika; 3

Mcngingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

(35)

I N.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

2-MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA.

Pasal 1

(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika meliputi penerimaan dari :

a. Jasa Informasi Cuaca untuk Penerbangan;

b. Jasa Informasi Cuaca Kelautan;

c. Jasa Informasi Klimatologi;

d. Jasa Informasi Kualitas Udara;

e. Jasa Informasi Geofisika;

f. Jasa Kalibrasi Alat Meteorologi dan Geofisika; dan

g. Jasa Pendidikan dan Pelatihan.

(2) Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 2

Besarnya tarif Pelayanan Jasa Informasi Cuaca untuk Penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a ditetapkan 4% (empat persen) dan tarif Pelayanan Jasa Penerbangan.

(2) Tarif Pelayanan Jasa Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. Tarif Pelayanan Jasa Penerbangan yang diselenggarakan oleh Departemen Perhubungan; dan

b. Tarif Pelayanan Jasa Penerbangan yang diselenggarakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II.

Pasal 3

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) mempunyai tarif dalam bentuk satuan rupiah dan persentase.

(36)

PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA

-

3-Pasal 4

(1) Tarif atas jenis pelayanan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini tidal( termasuk biaya konsumsi, transportasi, dan akomodasi.

(2) Jenis pelayanan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Jasa Informasi Klimatologi berupa Ana lisis Iklim;

b. Jasa Kalibrasi Alat Meteorologi dan Geofisika; dan

c. Jasa Pendidikan dan Pelatihan berupa Pelayanan Diklat Teknis Fungsional Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara, dan Geofisika.

(3) Biaya konsumsi, transportasi dan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepada Wajib Bayar.

Pasal 5

(1) Terhadap kegiatan tertentu, Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari penerimaan Badan Meteorologi dan Geofisika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dapat dikenakan tarif sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah).

(2) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

a. kegiatan yang merupakan kewajiban/komitmen internasional;

b. kegiatan penanggulangan bencana;

c. kegiatan pelayanan umum yang disebarluaskan melalui media massa;

d. kegiatan sosial;

e. kegiatan keagamaan;

f. kegiatan pertahanan dan keamanan;

g. kegiatan pendidikan dan penelitian non komersial; dan

(37)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-4-h. kegiatan pemerintahan baik daerah maupun pusat atas kerjasarna dengan Badan Meteorologi dan Geofisika.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat pengenaan tarif terhadap kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 6

Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.

Pasal 7

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3940) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif

atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada

Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2005 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 4510) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(38)

ARJONO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

5-Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

D:unclangkan di Jakarta

1).1(1:1 tAnggal 10 Maret 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI NIANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI NIATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 46

Salinan sesuai dengan aslinya

K1-3-.71APIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA rit14 Biro P

craturan Perundang-undangan

(39)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2008

TENTANG

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

UMUM

Srllubungan dengan adanya perubahan status kelembagaan Badan Metrorotogi dan Geofisika yang semula berada dibawah unit struktural DcpArtcrilen Perhubungan menjadi suatu Lembaga Pemerintah Non Dep.irtemen. Selain itu adanya penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan ( cofisika sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah dengan Prraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan, diperlukan pengaturan kembali jenis dan tarif atas jenis Pcnerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika.

Hal 1111 sejalan dengan upaya mengoptimalkan Fmerimaan Negara Bukan

guna menunjang pembangunan nasional, sebagai salah satu cumber penerimaan negara yang perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan peldyanan kepada masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka memenuhi ketentuan Unciang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Paj

ak, perlu menetapkan jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Meteorologi dan Geofisika dengan Peraturan Pemerintah,

(40)

II. PASAL DEMI PASAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-

2-Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Pengertian Kas Negara adalah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

(41)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK NDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2008

TANGGAL 10 MARET 2008

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

----JIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

JASA INFORMASI CUACA UNTUK Per Rute Unit 4% dari Tarif

I'ENERBANGAN Pelavanan Jasa

Penerbangan

JASA INFORMASI CUACA KELAUTAN Per Permintaan Rp 75.000,00

JASA INFORMASI KLIMATOLOGI

A. Iiica

1. Intensitas Hujan Maksimun Per Stasiun/ Rp 30.000,00 Periode/Tahun

2. Curah Hujan Harian Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00 3. Curah Hujan Bulanan Per Stasiun/Tahun Rp 15.000,00

4. Curah Hujan Maksimum 24 jam,

Bulanan Per Stasiun/Tahun Rp 30.000,00

5. Hari Hujan Bulanan Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00 6. Unsur Iklim Bulanan :

a. Suhu Maksimum Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00

b. Suhu Minimum Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00

c. Suhu Rata-Rata Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00 d. Tekanan Udara

e. Kelembaban Nisbi Udara/

Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00

Relative Humidity (RH) Per Stasiun/Tahun Rp 10.000,00

f. Penyinaran Matahari Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00

g. Intensitas Radiasi Matahari Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00

h. Arab dan Kecepatan Angin Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00

i. Penguapan Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00

J• Curah Hujan Per Stasiun /Tahun Rp 10.000,00

7. Unsur Iklim Harian :

a. Suhu Maksimum Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00

b. Suhu Minimum Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00

c

• Suhu Rata-Rata Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00 d. Te

kanan .... _____

(42)

PRESIDE N 1-",' EPLJBLik INDONESIA

2

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

e. Kelembaban Nisbi Udara/

Relative Humidity (RH) Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00

f. Penyinaran Matahari Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00 g. Intensitas Radiasi Matahari Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00 h. Arah dan Kecepatan Angin Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00

i. Penguapan Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00

j. Curah Hujan Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00

B. Analisis Iklim Per

permintaan/Lokasi Rp 8.650.000,00 C. Publikasi

1. Buku Evaluasi dan Prakiraan

Hujan Bulanan Per Buku Rp 50.000,00

2. Buku Prakiraan Musim Kemarau Per Buku Rp 100.000,00 3. Buku Prakiraan Musim Hujan Per Buku Rp 100.000,00 4. Buku Ketersediaan Air Tanah

Bulanan Per Buku Rp 50.000,00

5. Buku Prakiraan Potensi Rawan

Banjir Bulan Per Buku Rp 100.000,00

D. Peta

1. Peta. Normal Curah Hujan Per Buku Rp 300.000,00 2. Peta Kesesuaian Agroklimat Per Buku Rp 400.000,00 3. Peta Potensi Rawan Banjir Per Buku Rp 300.000,00 4. Peta Daerah Rawan Kekeringan Per Buku Rp 400.000,00

I V. JASA INFORMASI KUALITAS UDARA

Kimia Air Hujan Bulanan Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00

Kimia Air Hujan Mingguan Per Stasiun/Tahun Rp 120.000,00

Kualitas Udara :

1. Kimia Aerosol Bulanan Per Stasiun/Tahun

Rp

60.000,00

2. Kimia Aerosol Mingguan Per Stasiun/Tahun

Rp

100.000,00

3. Suspended Particulate Matters

(SPM) Mingguan Per Stasiun/Tahun Rp 50.000,00

4. Particulate Matters (PM)-10 Harian Per Stasiun/Tahun

Rp

60.000,00

5. Particulate Matters (PM) -2,5

Harian Per Stasiun/Tahun

Rp

60.000,00

6. Gas Pelacak Sulfur Dioksida (S02)

Mingguan Per Stasiun/Tahun Rp 30.000,00

7. Gas Pelacak Nitrogen Dioksida

(43)

PRESIDEN

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

--8. Gas Pelacak Sulfur Dioksida (S02)

Harian Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00

9. Gas Pelacak Nitrogen Oksida (NOx)

Harlan Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00

1 0.Gas Pclacak Ozon (03) Harian Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00 11 Gas Pelacak Karbon Monolcsida

(CO) Harian Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00

1 2.Gas Pelacak Karbon Dioksida

(CO2) Harian Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00

1 3 . Poly A romatic Hidrocarbon (PAH)

Harian arian Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00

1'1. Black Carbon (BC) Harian Per Stasiun/Tahun Rp 60.000,00

r.

1,2 a,liasi Ultraviolet Harian Per Stasiun/Tahu.n Rp 25.000,00

JASA INFORMASI GEOFISIKA ._. .. _... _

A Pcta kegempaan Per Lembar Rp 200.000,00

B. Pcta percepatan tanah Per Lembar Rp 200.000,00

C. Buku dan peta variasi magnet bumf Per Buku Rp 250 .000,00 D. l'cta tihgkat kerawanan petir Per Lembar Rp 150.000,00

E. I nformasi waktu (terbit dan terbenam

matahari atau bulan) Per BuLan/ Lokasi Rp 15.000,00

F.

Buku alrnanak Badan Meteorologi

dan Geofisika Per Buku Rp 50.000,00

G Lluku

.

peta garis batas ketinggian hilal

Per Buku Rp 50.000,00 H

Buku titik dasar gaya berat (gravitasi)

Per Buku Rp 100.000,00 Data inf

ormasi petir Per Lokasi Rp 50.000,00

(44)

PR E SIIDEN REPUBLIK INDONESIA

-4-JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

VI. JASA KALIBRASI ALAT METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

A. Alat Meteorologi/Klimatologi

1. Barometer Aneroid Per Unit Rp 400.000,00

2. Barometer Air Raksa Per Unit Rp 400.000,00

3. Barograph Per Unit Rp 400.000,00

4. Thermometer Bola Basah/Bola

Kerin g Per Unit Rp 115.000,00

5. Thermometer

Maksimum/Minimum Per Unit Rp 115.000,00

6. Thermometer tanah Per Unit Rp 150.000,00

7. Thermometer Apung Per Unit Rp 115.000.00

8. Thermometer Rumput Per Unit Rp 1 50.000,00

9. Thermometer Min Rumput Per Unit Rp 115.000,00

10. Thermohygrograph Per Unit Rp 350.000,00

11. Portable W eather Station (PWS) Per Unit Rp 500.000,00

12. Humidity Per Unit Rp 300 .000 ,00

13. Camble Stokes Per Unit Rp 1 50.000,00

14. Panci Penguapan Per Unit Rp 1 50.000,00

1 5. Cup Counter Anemometer Per Unit Rp 550.000,00

16. Psychrometer A ssman Per Unit Rp 200.000,00

17. Actinograph Per Unit Rp 150.000 ,00

18. Anemometer Per Unit Rp 800.000,00

19. Digital Hand Anemometer Per Unit Rp 400.000,00

20. Digital Barometer Per Unit Rp 400.000,00

21. A utomatic W eather Station (AWS) Per Unit Rp 2.000.000,00

22. Marine A utomatic W eather

Station ( MAWS) Per Unit Rp 2.000.000,00

23. Automatic Meteorological

Observation System (AMOS) Per Unit Rp 2.000.000,00

24. Penakar Hujan Biasa Per Unit Rp 15.000,00

25. Penakar Hujan Otomatis Per Unit Rp 150.000,00

B. Alat Kualitas Udara

1. PH Meter Per Unit Rp 50.000,00

2. Conductivity Meter Per Unit Rp 50.000,00

3. Timbangan Per Unit Rp 100.000,00

4. Ion Chromatograph (I C) Per Unit Rp 750.000,00

5. Atomic Absorbdon

Spectrophotometer (AAS) Per Unit Rp 500.000,00

6. High V olume Sampler (HVS) Per Unit Rp 100.000,00

7. Rainfall W ater Sampler (RWS) Per Unit Rp 50.000,00

(45)

jtENIBPE NE RIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

Peinantau Karbon Dioksida (002 Monitoring)

10. Pemantau Sulfur Dioksida (S02 Monitoring)

11. Pemantau Nitrogen Dioksida (NO2 Monitoring)

12. Ozon A nalyser

13. Beata A ttenuator Monitoring

(BA M) 14. Gelas Ukur

15. Spectrophotometer

C. Alat Geofisika

1. Portable A nalog Seismograph

Short Period Seismograph (S PS- 1)

3. Short Period Seismograph (SPS-3)

4. Portable Digital Seismograph (3

Komponen)

5. Digital Broad Band Seismograph

(3 Komponen)

6. Digital A ccelerograph (3

Komponen)

D. Perigujian Sampel Kualitas Udara

1. Sulfur Dioksida (S02)

2. Nitrogen Dioksida (NO2)

3. Karbon Dioksida (002)

4. Ozon

5. Debu Particulate Matters (PM) 100

6. Cebu Particulate Matters (PM) 10 7. Debu Particulate Matters (PM) 2,5 8. Kimia Air Hujan

E Peng

ambilan Sampel Kualitas Udara

1. Sulfur Dioksida (SO2) 2. Nitrogen Dioksida

(NO2)

3. Karbon Dioksida

(002)

4. Ozon

5 Debu ?ar

ticulate Matters (PM)

1 30

Rp 1 5.000,00

(46)

turan Perundang-undangan nomian dan Industri, Kep

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 6

-JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

6. Debu Particulate Matters (PM) 10 Per Sampel Rp 50.000,00 7. Debu Particulate Matters (PM) 2,5 Per Sampel Rp 73.000,00

8. Kimia Air Hujan Per Sampel Rp 200.000,00

VII. JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

A. Uang pendaftaran dan seleksi masuk Akademi Meteorologi dan Geofisika

(AMG) Per Orang Rp 75.000,00

B. Sumbangan Pembinaan Pendidikan Per Siswa/

dan Latihan dari Siswa Instansi lain Semester Rp 4.500.000,00

C. Pelayanan Diklat Teknis Fungsional

Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Per Orang/

Udara dan Geofisika (MKKuG) Dua minggu Rp 1.500.000,00

D. Jasa Sewa Sarana dan Prasarana 1. Kamar pada asrama Pusdikiat

AMG Per Orang /Hari Rp 50.000,00

2. Ruang kelas AC Per Ruang /Hari Rp 500.000,00

3. Ruang kelas non AC Per Ruang /Hari Rp 300.000,00 4. Aula dan fasilitasnya Per Delapan Jam Rp 1.500.000,00

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya

Referensi

Dokumen terkait

Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11,. Tambahan Lembaran Negara

Many previous research related to LM implementation in various sector such as service organization (Holde, Basl, Sasiadek), LM Performing in Poland’s Companies

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesalahan terbanyak terdapat pada pelafalan konsonan x yang diikuti dengan vokal u, namun dalam setiap vokal dan konsonan (u, i, ü, j, q,

• yang memiliki file atau direktori SIZE: besar file yang memiliki file atau direktori SIZE: besar file dalam bytes TIMESTAMPS: kapan waktu.. dalam bytes TIMESTAMPS:

Begitu juga dengan saudara-saudara kandung penulis yang telah memberikan semangat dan keceriaan.. Sahabat penulis yang selalu memberikan keceriaan dan

Disisi lain dapat dipandang sebagai reformasi substantif, karena seorang suami yang kawin lagi dengan wanita lain tanpa persetujuan  istri pertama dijadikan alasan

Kesimpulan penelitian adalah penambahan campuran herbal berupa tepung daun pepaya dan tepung kunyit masing-masing sebanyak 0,015% BB, penambahan Zn proteinat dengan kadar

Berdasarkan penelitian sebelumnya, faktor Market Orientation dan Entrepreneurial Orientation memiliki korelasi yang kuat dan signifikan dengan kinerja perusahaan,