• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENGARUH GEOMETRIK JALAN REL TERHADAP BATAS KECEPATAN MAKSIMAL KERETA API

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of PENGARUH GEOMETRIK JALAN REL TERHADAP BATAS KECEPATAN MAKSIMAL KERETA API"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GEOMETRIK JALAN REL TERHADAP BATAS KECEPATAN MAKSIMAL

KERETA API

1.

Samun Haris 2.

Toto Hendrianto

Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknologi Mandala Jl. Soekarno Hatta No. 597 Bandung,

Telp. (022) 7301738, 70791003 Fax. (022) 7304854

ABSTRACT

Train is a mode of transportation that has an important role in realizing national resilience, mass transfer, equity support and economic growth. Existing track between Cipeundeuy-Banjar has problems such as the delay of train travel, Malabar Railway rolled in 2014, Train Lodaya Malam slipped in 2015 and disrupted the visibility of machinist. The geometric condition of the railway between Cipeundeuy-Banjar has a curved radius between R-150 m to R-2370 m and a gradient of 0 ‰ to 24.55 ‰. This study aims to determine the results of calculation of horizontal alignment, vertical alignment and rail speed of primary data with secondary data. The research method used is a comparative causal method, which is a kind of descriptive research that wants to find the answer basically about cause and effect. In this Final Project, the result of analysis and discussion from the primary data is the average speed of 52.8 km / h with an average travel time of 25 minutes. While the results of analysis and discussion of secondary data is the average speed of 79 km / h with an average travel time of 17 minutes. The conclusions of this study are, among others, horizontal alignment of R-180 m with transverse arch and maximum speed of 40 km / h, R-1000 m with no transverse curve and a maximum speed of 80 km / h. In the vertical alignment there is

R-2000m and 24.55 % kel of skill.

Keywords:Geometric, Speed, Travel Time

ABSTRAK

Kereta Api merupakan moda transportasi yang memiliki peranan penting dalam mewujudkan ketahanan nasional, pemindahan masal, penunjang pemerataan dan pertumbuhan perekonomian. Jalur eksisting antara Cipeundeuy-Banjar memiliki permasalahan antara lain terjadinya penundaan perjalanan kereta api, Kereta Api Malabar terguling pada tahun 2014, Kereta Api Lodaya Malam tergelincir pada tahun 2015 dan terganggunya jarak pandang masinis.Kondisi geometrik jalan rel antara Cipeundeuy-Banjar mempunyai radius lengkung antara R-150 m sampai dengan R-2370 m dan kelandaian antara 0‰ sampai dengan 24.55‰. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil perhitungan alinemen horizontal, alinemen vertikal dan kecepatan kereta api dari data primer dengan data sekunder.Metode penelitian yang digunakan adalah metode kausal komparatif, yaitu sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawab secara mendasar tentang sebab akibat. Dalam Tugas Akhir ini, hasil analisis dan pembahasan dari data primer adalah kecepatan rata-rata sebesar 52,8 km/jam dengan waktu tempuh rata-rata 25 menit. Sedangkan hasil analisis dan pembahasan dari data sekunder adalah kecepatan rata-rata sebesar 79 km/jam dengan waktu tempuh rata-rata 17 menit. Kesimpulan penelitian ini antara lain pada alinemen horizontal terdapat R-180 m dengan lengkung peralihan dan kecepatan maksimal 40 km/jam, R-1000 m dengan tanpa lengkung peralihan dan kecepatan maksimal 80 km/jam. Pada alinemen vertikal terdapat R-2000 m dan kelandaian 24.55‰.

Kata kunci: Geometrik, Kecepatan, Waktu Tempuh

I. PENDAHULUAN

Kereta Api sebagai salah satu moda transportasi yang memiliki peranan penting dan strategis dalam mewujudkan, memperkukuh dan memantapkan ketahanan

nasional, serta sebagai penghubung wilayah (pemindah orang dan barang secara

massal), penunjang pemerataan,

(2)

Dengan jalur tunggal dan geometrik jalan kereta api yang ada sekarang sering memiliki masalah antara lain terjadinya penundaan

perjalanan kereta api sehingga

menyebabkan keterlambatan kedatangan maupun keberangkatan kereta api (Kementerian Perhubungan, 2011), pada tanggal 4 April2014 Kereta Api Malabar terguling di sekitar daerah Tasikmalaya antara petak Stasiun Ciawi-Cirahayu di km. 244+000 akibat adanya tanah longsor (PT. Kereta Api Indonesia, 2014), pada tanggal 5 Oktober 2015 Kereta Api Lodaya Malam jurusan Stasiun Bandung-Solo Balapan mengalami kecelakaan pada lintasan antara

Stasiun Cirahayu dan Stasiun Ciawi akibat

as rodanya tergelincir

(http://berita.suaramerdeka.com, diunduh tanggal 28 Februari 2017), dan terganggunya jarak pandang masinis sehingga sering terjadi kecelakaan baik pada daerah petak jalan kereta api maupun pada perlintasan sebidang dengan jalan raya.Kondisi geometrik jalan rel antara Cipeundeuy-Banjar mempunyai radius lengkung berkisar antara R-150 m sampai dengan R-2370 m dan kelandaian (gradient) antara 0‰-24.55‰. Kereta Api yang beroperasi saat ini lebih dominan digunakan oleh kereta penumpang, sedangkan kereta barang hanya digunakan untuk mengangkut bahan bakar minyak milik PT. Pertamina (PT. Dinamika Konsultan Mandiri, 2015).

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 tahun 2012 Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api disebutkan bahwa kecepatan rencana kereta adalah 120 km/jam, radius lengkung minimal ≥R-800 m, menggunakan rel tipe R.54, lebar jalur 1067 mm, kelandaian (gradient) antara 0‰-10‰, bantalan yang digunakan adalah jenis beton dengan penambatnya menggunakan tipe elastis dan direncanakan menggunakan ruang bebas kelas 1 untuk kereta penumpang dan barang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Chandra dan Agarwal (2007), desain geometrik jaan rel meliputi semua

parameter yang menentukan atau

mempengaruhi geometrik jalur kereta api

antara lain kelandaian(Gradient), lengkung jalur (track), dan alinemen jalur..

Geometrik Jalan Rel

Geometrik jalan rel adalah bentuk dan ukuran jalan rel, baik pada arah memanjang maupun arah melebar yang meliputi lebar jalur, kelandaian, lengkung horizontal, lengkung vertikal, peninggian rel dan pelebaran jalur (Utomo, 2009). Geometrik jalan rel direncanakan dan dirancang berdasarkan pada kecepatan rencana serta ukuran kereta yang melewatinya dan dapat mencapai hasil yang efisien, aman, nyaman dan ekonomis.

Lebar Jalur

Menurut Utomo (2009) lebar jalur adalah jarak terpendek antara kedua kepala rel, diukur dari sisi dalam kepala rel yang satu sampai sisi dalam kepala rel lainnya, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Sumber: Utomo, 2009

Gambar 2.1Lebar Jalur

Hubungan antara lebar jalur, ukuran dan posisi roda di atas kepala rel digunakan Persamaan 2.1.

= + . + . … (2.1)

Dengan:

S = Lebar jalur (mm)

r = Jarak antara bagian terdalam roda (mm)

f = Tebal flens (mm)

c = Celah antara tepi dalam flens dengan kepala rel (mm).

Lengkung Horizontal

(3)

(Utomo, 2009), seperti diperlihatkan pada Gambar 2.2.

Sumber: Rosyidi, 2015

Gambar 2.2Skema Lengkung Horizontal

Lengkung horizontal terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1. Lengkung Lingkaran

Dua bagian lurus yang perpanjangannya saling membentuk sudut PI (Point Intersection) harus dihubungkan dengan lengkung berbentuk lingkaran, dengan atau tanpa lengkung peralihan. Besar jari-jari minimal yang diijinkan ditinjau dari kondisi berikut:

a. Gaya sentrifugal yang diimbangi gaya berat, untuk menghitung besar lingkaran digunakan Persamaan 2.2 dengan hmaks110 mm.

= . …(2.2)

b. Gaya sentrifugal yang diimbangi gaya berat dan daya dukung komponen jalan rel, untuk menghitung besar lingkaran digunakan Persamaan 2.3 dengan amaks 0.0478g dan hmaks 110 mm maka:

= . …(2.3)

c. Jari-jari minimal untuk lengkung yang tidak memerlukan busur peralihan jika tidak ada peninggian rel yang harus dicapai (h=0), maka digunakan Persamaan 2.4.

= .

Besar jari-jari minimal yang diijinkan seperti tercantum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1Jari-jari Minimal Yang Diijinkan

Kecepatan

Sumber: Kementerian Perhubungan, 2012

2. Lengkung Transisi/Peralihan

Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dengan bagian lingkaran dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda. Panjang minimal lengkung peralihan dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.5.

= . …(2.5)

Dengan:

Lh = Panjang minimal lengkung peralihan (m)

R = Jari-jari lengkung horizontal (m) V = Kecepatan rencana untuk

lengkung peralihan (km/jam) h = Peninggian pada rel luar lengkung

di lengkung (mm)

3. Peninggian Rel

Pada jalur lengkung, elevasi rel terluar dibuat lebih tinggi daripada rel dalam untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang dialami oleh rangkaian kereta api saat memasuki suatu lengkung horizontal. Rumusan peninggian rel yaitu:

a. Peninggian rel minimal didasarkan pada gaya maksimal yang mampu dipikul oleh rel dan kenyamanan

bagi penumpang. Dengan

menggunakan Persamaan 2.6 dengan W = 1120 mm, g = 9.81 m/dt2 dan a = 0.0478 m/dt2, maka:

= . − . …(2.6)

b. Peninggian rel normal, didasarkan pada gaya maksimal yang mampu dipikul oleh gaya berat kereta api dan konstruksi rel tidak memikul

gaya sentrifugal. Dengan

menggunakan Persamaan 2.7 dengan Vmaks = 4.3√R dan h = 110 mm, maka:

= . …(2.7)

c. Peninggian rel maksimal,

(4)

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api, besar peninggian jalur untuk untuk kecepatan 120 km/jam dengan jari-jari 800 m adalah 110 mm.

4. Pelebaran Jalur

Pelebaran jalur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung horizontal tanpa mengalami hambatan, dimana roda gandar muka bagian sisi terluar akan menekan rel.

Besar pelebaran jalur untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 2.2.

Tabel. 2.2Pelebaran Jalan Rel

Jari-jari Tikungan (m) Pelebaran (mm) R > 600 0 550 < R < 600 5 400 < R < 550 10 350 < R < 400 15 100 < R < 350 20

Sumber: Kementerian Perhubungan, 2012

5. Lengkung S

Lengkung S terjadi bila dua lengkung dari suatu lintas berbeda arah lengkungnya dan letaknya saling bersambungan. Kedua lengkung tersebut harus dipisahkan oleh bagian lurus dengan jarak minimal 20 m di luar lengkung peralihan. Lengkung S suatu perencanaan jalan kereta api diperlihatkan pada Gambar 2.3.

Sumber: PT. Dinamika Konsultan Mandiri, 2015

Gambar 2.3Skematik Lengkung S

Notasi Gambar 2.3 ditunjukkan pada Persamaan 2.8 sampai dengan Persamaan 2.10 berikut:

a = (2 x T + 20) cos t(2.8)

b = (2T + 20) sin t ……. (2.9)

Lss = 2 x T + a + 20...(2.10)

6. Alur Perhitungan Lengkung

Horizontal

Langkah perhitungan lengkung horizontal secara keseluruhan adalah sebagaimana ditunjukkan dan diuraikan pada Persamaan 2.11 sampai dengan Persamaan 2.23.

a. Menghitung panjang lengkung

= , …(2.11)

=

(2.12)

= ∆ − ...(2.13)

=

° ...(2.14)

= + ...(2.15)

b. Menghitung Xc, Yc, k dan p

= − ..(2.16)

=

..(2.17)

= − ( − )

..(2.18)

= − ..(2.19)

c. Menghitung Tt dan Et

= + ∆ + (2.20)

= + sec∆ − (2.21)

d. Koordinat titik peralihan

= (1 −

) ..(2.22)

=

..(2.23)

Lengkung Vertikal

Alinemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal melalui sumbu jalan rel tersebut (Utomo, 2009), seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Sumber: Rosyidi, 2015

Gambar 2.4Skematik Lengkung Vertikal

Kriteria yang mendasar dalam perencanaan lengkung vertikal yaitu:

(5)

Pengelompokan lintas berdasarkan kelandaian yaitu lintas datar (0-10 ‰), lintas pegunungan (10-40 ‰), dan lintas emplasemen (0-1.5 ‰)

2. Jari-jari Minimal Lengkung

Besar jari-jari minimal lengkung bergantung pada besarnya kecepatan rencana seperti dijelaskan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3Jari-jari Lengkung Vertikal

Kecepatan Rencana

(km/jam) MinimalJari-jari Lengkung

Vertikal (m) Lebih besar dari 100 8000

Sampai 100 6000

Sumber: Kementerian Perhubungan, 2012

3. Letak Titik Lengkung dan Jarak Maksimal Proyeksi Titik Sumbu ke Lengkung Vertikal

Panjang lengkung vertikal berupa busur lingkaran yang menghubungkan dua kelandaian pada lintas yang berbeda,

dapat dihitung menggunakan

Persamaan 2.24.

= ….(2.24)

Dengan harga R untuk berbagai harga kecepatan dan perbedaan kelandaian, maka dapat dihitung dimensi lengkung peralihan Xm dan Ym dengan menggunakan Persamaan 2.25 dan Persamaan 2.26.

= .… (2.25)

= .… (2.26)

Dengan:

Lv = Panjang lengkung vertikal

Xm , Ym = Dimensi lengkung peralihan R = Besarnya jari-jari lengkung vertikal φ = Perbedaan kelandaian.

4. Landai Curam

Pada kondisi khusus sering terdapat lintas dengan kelandaian yang lebih besar dari landai penentu (Sm). Kondisi khusus tersebut disebut sebagai landai curam (Sk) dengan panjang landai yang harus memenuhi ketentuan yang berlaku, seperti pada Gambar 2.5.

Sumber : Rosyidi, 2015

Gambar 2.5Skematik Panjang Landai

Curam

Panjang maksimal landai curam dapat ditentukan melalui Persamaan 2.27.

=

( ) .…(2.27)

Dengan:

l = Panjang landai curam (m)

Va = Kecepatan awal di kaki landai curam (m/dt)

Vb = Kecepatan akhir di puncak landai curam (m/dt)

Sk = Besar landai curam (‰) Sm = Besar landai penentu (‰)

Lengkung vertikal dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:

a. Lengkung Cembung, yaitu lengkung vertikal yang kecembungannya ke atas.

b. Lengkung Cekung, yaitu lengkung vertikal yang kecekungannya ke bawah.

.

Kecepatan

Kecepatan adalah kemampuan

bergerak secara berturut-turut untuk menempuh suatu jarak dalam satu selang waktu. Pada jarak tempuh yang sama, semakin singkat waktu tempuh, kecepatan yang di hasilkan akan semakin baik. Terdapat beberapa tipe kecepatan antara lain:

1. Kecepatan Rencana (Design Speed), yaitu kecepatan yang digunakan untuk merencanakan konstruksi dan geometrik jalan rel. Adapun beberapa bentuk kecepatan rencana yang akan digunakan, yaitu:

a. Kecepatan untuk perencanaan struktur jalan rel, dihitung menggunakan Persamaan 2.28.

= . …

(6)

b. Kecepatan untuk perencanaan jari-jari lengkung lingkaran dan peralihan, dihitung menggunakan Persamaan 2.29.

= …(2.29)

c. Kecepatan untuk perencanaan

peninggian rel, dihitung

menggunakan Persamaan 2.30.

= ∑

∑ …(2.30)

Dengan:

c = 1.25

N1 = Jumlah kereta api yang lewat

V1 = Kecepatan operasi

2. Kecepatan Maksimal (Maximum Speed) Kecepatan maksimal adalah kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk operasi rangkaian kereta pada lintasan tertentu. Ketentuan pembagian kecepatan maksimal dalam perencanaan geometrik dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4Kecepatan Maksimal

Berdasarkan Kelas Kelas Jalan Kecepatan

Maksimal Kelas Jalan I 120 km/jam Kelas Jalan II 110 km/jam Kelas Jalan III 100 km/jam Kelas Jalan IV 90 km/jam Kelas Jalan V 80 km/jam

Sumber: Kementerian Perhubungan, 2012

3. Kecepatan Operasi (Operational Speed) Kecepatan operasi adalah kecepatan rata-rata kereta api pada petak jalan tertentu.

4. Kecepatan Komersial (Commercial Speed)

Kecepatan Komersial adalah kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil pembagian jarak tempuh dengan waktu tempuh.

Untuk menghitung jarak tempuh, waktu tempuh, dan kecepatan rata-rata kereta api dengan nilai percepatannya adalah a = 0 maka digunakan Persamaan 2.31 dan Persamaan 2.32.

= …(2.31)

= = ………

...…… …

(2.32)

Dengan:

V = Kecepatan (Km/jam, m/s) S = Jarak yang ditempuh (m, Km)

t = Waktu tempuh (jam, sekon)

III. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu pada trase jalan kereta api antara Ciawi- Tasikmalaya sepanjang 22 km, seperti pada Gambar 3.1.

Sumber : PT. Kereta Api Indonesia, 2015 Gambar 3.1Lokasi Penelitian

Bagan Alir Penelitian

Bagan alir untuk melaksanakan penelitian data seperti ditampilkan pada Gambar 3.2

Gambar 3.3Bagan Alir Penelitian

IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis Data Lapangan

Analisis data lapangan dilakukan pada data sekunder dan data primer yang telah diperoleh. Adapun hasil analisisnya adalah sebagai berikut:

1. Analisis Terhadap Peta Topografi (Alinemen Horizontal)

(7)

Tabel 4.1Titik Koordinat dan Jarak Antar

PI.48 186766.9 9206925.9 697.1

PI.49 187101.1 9206314.2 442.6

PI.50 187461.4 9206057.5 2,112.6

PI.51 188944.9 9204553.6 1,402.7

PI.52 189437.6 9203240.2 970.4

PI.53 189431.1 9202269.9

PI.59 192491.3 9190921.2 142.2

PI.60 192588.4 9190817.3 1,439.9

B 193498.7 9189701.6

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder, 2017

2. Analisis Terhadap Jari-jari Lengkung Horizontal

Analisis yang dilakukan pada jari-jari lengkung horizontal jalur kereta api yaitu untuk membandingkan radius lengkung horizontal antara radius (R) di kolom 3 (tiga) dengan radius minimal (R.min) di kolom 2 (dua) dan hasilnya disajikan pada kolom hasil analisis seperti disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2Hasil Analisis Jari-jari Lengkung

Horizontal

Titik PI – KM Rmin(m) R (m) Hasil Analisis PI.44 Km.

248+538 780 300 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.45 Km.

248+918 780 180 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.46 Km.

249+219 780 400 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.47 Km.

249+900 780 800 R>Rmin, Syarat Memenuhi PI.48 Km.

250+481 780 400 R<Rmin, memenuhi SyaratTidak PI.49 Km.

251+162

780 800 R>Rmin, Memenuhi Syarat

PI.50 Km.

251+598 780 800 R>Rmin, Syarat Memenuhi PI.51 Km.

253+710 780 800 R>Rmin, Syarat Memenuhi PI.52 Km.

255+107 780 500 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.53 Km.

256+075 780 300 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.54 Km.

256+522 780 300 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.55 Km.

257+130 780 300 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.56 Km.

262+433 780 500 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.57 Km.

265+595 780 600 R<Rmin, Memenuhi SyaratTidak PI.58 Km.

266+499 780 1000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PI.59 Km.

268+514 780 1000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PI.60 Km.

268+656 780 1000 R>Rmin, Syarat Memenuhi Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder, 2017

Dari Tabel 4.2 di atas diketahui bahwa terdapat 10 (sepuluh) jari-jari lengkung horizontal yang tidak memenuhi syarat yang diijinkan yang berlaku pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2012 seperti yang disajikan pada Tabel 2.1

3. Analisis Terhadap Jari-jari Lengkung Vertikal

Analisis yang dilakukan pada jari-jari

lengkung vertikal yaitu untuk

membandingkan radius lengkung horizontal antara radius (R) di kolom 3 (tiga) dengan radius minimal (R.min) di kolom 2 (dua) dan hasilnya disajikan pada kolom hasil analisis. Hasil analisis seleng-kapnya seperti disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3Hasil Analisis Jari-jari Lengkung Vertikal

Titik PV – KM R min

(m) R (m) Hasil Analisis PV.10 Km.

248+383 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.11 Km.

248+719 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.12 Km.

249+041 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.13 Km.

249+207 6000 6000 R>Rmin,Syarat Memenuhi PV.14 Km.

249+419 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.15 Km.

249+525 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.16 Km.

249+940 8000 8000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.17 Km.

250+023 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.18 Km.

250+252 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.19 Km.

251+087

6000 6000 R>Rmin, Memenuhi Syarat

PV.20 Km. 251+420

8000 8000 R>Rmin, Memenuhi Syarat

PV.21 Km.

251+749 8000 8000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.22 Km.

252+233 8000 8000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.23 Km.

252+776 8000 8000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.24 Km.

253+406 8000 8000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.25 Km.

254+157 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.26 Km.

255+236 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.27 Km.

255+366 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi PV.28 Km.

255+757 6000 6000 R>Rmin, Syarat Memenuhi

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder, 2017

(8)

4. Analisis Terhadap Waktu Tempuh Kereta Api

Waktu tempuh adalah waktu yang dicapai untuk menempuh suatu tempat dengan jarak tertentu. Waktu tempuh yang dianalisis berdasarkan data primer. Hasil analisis waktu tempuh kereta api yang bisa dicapai pada dua lintas tersebut disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4Waktu Tempuh Kereta Api

N

o Nama KA Stasiun TempuhWaktu A Lintas Bandung-Kroya Ciawi malaya

Tasik-1 Pasundan 08.08 08.32 24 menit 2 Lodaya 09.57 10.11 24 menit 3 Serayu 10.38 10.13 25 menit 4 Serayu 15.48 16.12 24 menit 5 Argo Wilis 10.46 11.10 24 menit 6 Lodaya 13.19 12.55 24 menit 7 Kutojaya Selatan 14.21 13.52 29 menit

B Lintas Bandung-Jakarta Purwakarta Bekasi

1 ArgoParahyangan 09.09 10.15 66 menit

2 ArgoParahyangan 14.15 13.07 68 menit

Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2017

Dari hasil analisis pada Tabel 4.4 di atas, waktu tempuh yang bisa dicapai antara Ciawi-Tasikmalaya dengan jarak 22 kilometer ditempuh dalam waktu rata-rata selama 25 menit, sedangkan antara Purwakarta sampai dengan Bekasi dengan jarak 76.5 kilometer ditempuh dalam waktu 68 menit.

Pembahasan

Perhitungan Alinemen Horizontal

Langkah-langkah perhitungan lengkung horizontal yaitu dengan menggunakan Persamaan 2.13 sampai dengan Persamaan 2.20 dengan contoh perhitungan dilakukan pada lengkung nomor PI.44 yang terletak di Km.248+538 dengan arah lengkung ke kanan. Data koordinat untuk perhitungan di titik PI.44 disajikan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.1.

Tabel 4.5Koordinat Titik X, Titik Y, Dan

Titik PI.44

Koordinat X Y

Titik Awal

(St. Ciawi) 184741.4891 9207873.5804

PI.44 185079.2230 9207860.0711

PI.45 185401.3515 9207650.2687

Sumber: PT. Dinamika Konsultan Mandiri, 2015

Gambar 4.1Peta Situasi Titik Koordinat PI.44

Langkah-langkah perhitungan untuk mencari besaran sudut dan jarak pada lengkung horizontal mulai dari titik awal, ke titik pertemuan dua garis lurus hingga ke titik pertemuan dua garis berikutnya adalah sebagai berikut:

1. Menghitung Sudut Titik Awal ke Titik PI.44

2. Menghitung Sudut Titik PI.44 ke Titik PI.45

tan 2 = 1 − 2 1 − 2

tan 2 = 185401.352 − 185079.223 9207650.269 − 9207860.071

Tan α2 = - 1.535

α2 = - 56.924°

Azimuth = 180 + α2

= 180 + (- 56.924°) = 123.076°

3. Menghitung Sudut (Δ ) PI.44 Δ PI.44 = α2 - α1

= 123.076° - 92.291° = 30.786°

4. Menghitung Panjang dari Titik Awal sampai Titik PI.44

L0-P.44 = √ (X1 – X0)² + (Y1 – Y0)²

= √ (185079.2230 – 184741.4891)² + (9207860.0711– 9207873.5804)² = 338.004 m

5. Menghitung Panjang dari Titik PI.44 sampai Titik PI.45

LP.44-P.45= √ (X2 – X1)² + (Y2 – Y1)²

(9)

6. Analisis Lengkung Horizontal Eksisting di Titik PI.44

- REks PI.44 = 300 m

- hmaks = 110 mm

- V renc= V maks = √ R/0.054 = √ 300/0.054 =74.54 km/jam Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan yang disajikan pada Tabel 2.1, untuk radius lengkung 300 meter, maka Vmaks = 70 km/jam. Adapun tahapan

perhitungan alinemen horizontal

selanjutnya di Titik PI.44 adalah sebagai berikut: perhitungan selanjutnya digunakan hnor = 97.183 mm.

2.Panjang Minimal Lengkung Peralihan (Lh = Ls)Persamaan 2.11

Lh = Ls= 0.01 x h x V = 0.01x97.183x300 = 68.028 m

3.Besar Sudut Lengkung Peralihan (θs) 

Persamaan 2.12

4.Panjang Busur Lingkaran (Lc) 

Persamaan 2.14

5.Panjang Lengkung Keseluruhan (L) 

Persamaan 2.15 L = 2 Ls + Lc

= 2 x 68.028 + 93.083 = 229.140 m

6.Panjang Titik Koordinat Lengkung Peralihan (Xc Persamaan 2.16, Yc

Persamaan 2.17, p Persamaan 2.18

dan kPersamaan 2.19)

Xc = Ls – (Ls³ / 40 x R²)

7.Jarak Titik Awal Ls ke Titik PI.44 (Tt) 

Persamaan 2.20

Tt = (R + p) x Tg ½Δ + k

= (300 + 0.643) x Tg ½ 30.786 + 33.982

= 116.753 m

8.Jarak Titik PI.44 ke Pusat Lingkaran (Et)

Persamaan 2.21

9.Jarak Titik Peralihan Dari Lengkung Peralihan ke Busur Lingkaran (Xs

(a  Persamaan 2.8, b Persamaan

2.9, dan Lss  Persamaan 2.10).

(10)

=

471.289 m

11. Perhitungan Titik Km Jalan Rel Km Titik Awal = 248+200 Km MBA = (Km.0+L0-PI.44)–Tt

= (248200 + 338) – 117

Hasil perhitungan lengkung horizontal pada titik PI.44 sampai dengan titik PI.60 selengkapnya terdapat pada Buku Tugas Akhir.

Perhitungan Alinemen Vertikal

Dalam melakukan perhitungan, persamaan yang digunakan adalah

Persamaan 2.34 sampai dengan

Persamaan 2.36 dengan contoh

perhitungan untuk lengkung vertikal nomor PV.10 yang terletak titik PV (Point Vertical) di Km.247+973, dengan jenis lengkung cembung. Data elevasi untuk perhitungan di PV.10 disajikan pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.2.

Tabel 4.6 Data Elevasi Jalan Rel

Eksisting

Titik PV Km Elevasi

Titik Awal 247+341 +509.84 PV.10 247+973 +509.84 PV.11 248+325 +501.20 Sumber: PT. Dinamika Konsultan Mandiri, 2015

Sumber: PT. Dinamika Konsultan Mandiri, 2015

Gambar 4.2Potongan Memanjang dan

Titik PV.10

Langkah-langkah perhitungan untuk mencari tinggi kelandaian, panjang

lengkung vertikal dan dimensi lengkung peralihan adalah sebagai berikut:

1. Menghitung Kelandaian Jalan Rel φ1 = ElPV.10–ElPv.A/L1x1000‰

2. Menghitung Beda Tinggi Kelandaian (φ)

φ = φ2 – φ1

= -24.545‰ – 0.000‰ = -24.545‰

3. Menghitung Panjang Lengkung

Vertikal (Lv) Persamaan 2.24

Lv = Rv x φ

= 6000 x (-24.545‰)) = -147.273 m

4. Menghitung Dimensi Lengkung

Peralihan (Xm Persamaan 2.25 dan

YmPersamaan 2.26)

Xm = (R / 2) x φ

Hasil perhitungan lengkung vertikal pada titik PV.10 sampai dengan titik PV.50 selengkapnya terdapat pada Buku Tugas Akhir.

Perhitungan Kecepatan Kereta Api

Langkah perhitungannya adalah: 1. Waktu Tempuh Hasil Perhitungan

Alinemen Horizontal

Hasil perhitungan alinemen horizontal diperoleh besarnya kecepatan rata-rata adalah sebesar 79 km/jam dengan jarak sepanjang 22 km. Sehingga waktu tempuh kereta api dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.31.

(11)

= 16.8 menit ~ 17 menit

2. Kecepatan Dari Waktu Tempuh Hasil Survei Lapangan

a. Waktu Tempuh untuk kereta api lintas Bandung-Kroya adalah rata-rata 25 menit dengan jarak antara Ciawi-Tasikmalaya yaitu 22 Km. Maka kecepatan kereta tersebut

dapat dihitung dengan

menggunakan Persamaan 2.31. V = S / t

= 22 / (25/60) = 52.8 Km/jam

b. Waktu Tempuh untuk kereta api lintas Bandung-Jakarta adalah rata-rata 67 menit dengan jarak

antara Purwakarta-Bekasi

sepanjang 76.5 Km. Maka

kecepatan kereta tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.31.

V = S / t

= 76.5 / (67/60) = 68.5 Km/jam

Perbandingan kecepatan antara jalan rel yang mempunyai radius lengkung kecil antara 180-1000 m dan kelandaian antara 0‰-24.55‰

(Ciawi-Tasik-malaya) dengan radius

lengkung besar antara 400-2000 m dan kelandaian antara 0‰-13.26‰ (Purwakarta-Bekasi) yaitu 52.8 km/jam berbanding 68.5 km/jam, sehingga kecepatan kereta api paling optimal yang dicapai adalah jalan rel yang mempunyai nilai radius lengkung besar dan kelandaian kecil.

Sedangkan perbandingan waktu tempuh pada daerah penelitian yang mempunyai radius lengkung kecil antara 180-1000 m dan kelandaian antara 0‰-24.55‰ antara hasil survei lapangan (spot speed/data primer) dengan waktu tempuh berdasarkan landasan teori (perhitungan alinemen horizontal data sekunder) yaitu 25 menit berbanding 17 menit.

Grafik Geometrik Jalan Rel Dan

Kecepatan

Dari hasil Analisis dan

Pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh gambaran mengenai pengaruh geometrik jalan rel terhadap kecepatan kereta api seperti diperlihatkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3Pengaruh Geometrik Jalan Rel Terhadap

Kecepatan

V. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Setelah menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil analisis dan pembahasan pada alinemen horizontal jalan rel antara Stasiun Ciawi sampai dengan Stasiun Tasikmalaya diketahui bahwa:

a. Radius lengkung dengan lengkung peralihan (Spiral-Circle-Spiral) terkecil terletak di kilometer 248+918 dengan radius lengkungnya 180 meter dan kecepatan maksimal 40 km/jam.

b. Radius lengkung tanpa lengkung peralihan (Full Circle) terbesar terletak di kilometer 266+623 dengan radius lengkungnya 1000 meter dan kecepatan maksimal 80 km/jam.

2. Dari hasil analisis dan pembahasan pada alinemen vertikal jalan rel antara Stasiun Ciawi sampai dengan Stasiun Tasikmalaya diketahui bahwa:

a. Radius lengkung vertikal terkecil terletak di kilometer 258+388 dengan radius lengkung 2000 meter dengan kecepatan <100 km/jam. b. Kelandaian terbesar terletak di

kilometer 247+973 sampai dengan 248+325 dengan kelandaian sebesar -24.545‰.

245+000 250+000 255+000 260+000 265+000 270+000

Grafik Pengaruh Geometrik Jalan Rel Terhadap Kecepatan

(12)

3. Kecepatan yang dapat dicapai oleh kereta api dari Stasiun Ciawi sampai

dengan Stasiun Tasikmalaya

berdasarkan hasil survei di lapangan (data primer) yaitu 52.8 km/jam dengan waktu tempuh 25 menit, sedangkan berdasarkan hasil analisis dan pembahasan geometrik jalan rel (data sekunder) kecepatan rata-ratanya yaitu 79 km/jam dengan waktu tempuh 17 menit. Dengan demikian diperoleh gambaran bahwa waktu tempuh kereta api mengalami keterlambatan selama 8 menit dari waktu yang diperhitungkan berdasarkan data sekunder.

Saran

Setelah melakukan analisis dan pembahasan terhadap geometrik jalan rel hal yang bisa dijadikan bahan penelitian bagi mahasiswa antara lain:

1. Melakukan kajian terhadap perencanaan jalur ganda kereta api pada DED Jalur Ganda Antara Cipeundeuy-Banjar. 2. Mengkaji kembali alinemen horizontal

dan alinemen vertikal rencana setelah dilakukan realinemen jalur kereta api.

3. Mengkaji penanganan terhadap

perlintasan sebidang antara jalan kereta api dengan jalan raya.

DAFTAR PUSTAKA

Aswad, Y, 2010,Studi Kelayakan Perlintasan Sebidang Pada Jaringan Jalan Dalam Kota Dan Antar Kota, Jurnal Media Teknik Sipil, Volume X, Juli 2010, ISSN 1412-0976.

Budiarto, A dan Mahmudah, 2007,Rekayasa Lalu Lintas, Surakarta, Penerbit UNS Press.

Chandra, S dan Agarwal, MM, 2007,Railway Engineering, New Delhi, Oxford University Press.

Dinamika Konsultan Mandiri, 2015, DED Pembangunan Jalur Ganda Kereta Api Antara Cipeundeuy-Banjar Lintas Bandung-Kroya, Laporan Akhir.

http://berita.suaramerdeka.com/tiga-gerbong-ka-lodaya-anjlok-di-trek-perbukitan, diunduh pada tanggal 28 Februari 2017.

Kementerian Perhubungan, 2011,

Penundaan Perjalanan Kereta Api, Direktorat Jenderal Perkeretaapian.

Kementerian Perhubungan, 2012, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api, Direktorat Jenderal Perkeretaapian.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero),2014,KA Malabar Terperosok Longsor, Majalah Kereta Api, Edisi Mei 2014.

Nasir, M, 1999, Metode Penelitian, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia.

Raihan, Taufan, dan Irawati, 2010, Evaluasi Geometrik Dan Struktur Jalan Rel Kereta Api Pada Stasiun Jember-Rambipuji Dan Arjasa, Jurnal Universitas Muhammadiyah Jember, Volume 193-215-1-PB.

Rosadi, RS, 2013, Perencanaan Geometrik Jalan Rel Antara Banyuwangi-Situbondo-Probolinggo, Jurnal Teknik Pomits Vol.2 No.1, ISSN : 2337-3539

Rosyidi, SAP, 2015, Rekayasa Jalan Kereta Api (Tinjauan Struktur Jalan Rel), Yogyakarta, Penerbit Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammdiyah Yogyakarta (LP3M UMY).

Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kombinasi, Bandung, Penerbit Alfabeta.

Gambar

Gambar 2.1 Lebar Jalur
Gambar 2.3 Skematik Lengkung S
Gambar 2.5 Skematik Panjang Landai
Tabel 2.4 Kecepatan Maksimal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Imajući to u vidu, oslanjajući se na postojeće teorijsko-metodo- loške i empirijske rezultate, u ovom radu se analizi- raju efikasnosti poslovanja, finansijske performanse i

ditemukan hasil kultur 15 pasien (+) organisme, 12 pasien dengan tanda klinis infeksi yang jelas, 1 orang tidak. menunjukan tanda klinis infeksi IADP, 2 orang dinyatakan

Sehingga, pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengklasifikasikan musik ke dalam kategori emosi adalah dengan bergantung pada pembelajaran terhadap penilaian

11) mendefinisikan dengan komprehensif bahwa gerakan sosial sebagai: “...kolektivitas-kolektivitas yang dengan organisasi dan kontinuitas tertentu bertindak di luar

Dengan reduksi air limpasan dngan menggunakan sumur resapan diharapkan dapat mengurangi beban saluran drainase yang ada dilokasi penelitian, sehingga peluang

Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model Treffinger lebih baik daripada siswa yang mendapat

Studi kasus ini bertujuan untuk menentukan kondisi penyakit yang terjadi pada 2 ekor lumba-lumba milik GSJA sebelum kematian melalui pemeriksaan histopatologi dan

(Hikayat Gul Bakawali, 2016: 102) Pemaparan korelatif perpisahan yang meransang emosi kasih sekaligus menerbitkan rasa berahi di bayangi dengan unsur luar biasa