• Tidak ada hasil yang ditemukan

dokumen perencanaan skpd BAB (7)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "dokumen perencanaan skpd BAB (7)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Kesehatan bayi baru lahir memegang peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Bayi merupakan penerus dari suatu bangsa, kualitas generasi penerus ini dipengaruhi oleh kondisi kesehatan bayi sejak lahir bahkan sejak di dalam kandungan. Bayi baru lahir merupakan kelompok yang rentan mengalami berbagai masalah kesehatan, oleh sebab itu, angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dari pembangunan kesehatan suatu bangsa (Rustina, 2015).

Tahun 2015 diperkirakan ada 5,9 juta balita di dunia meninggal dengan kematian 42,5/1000 kelahiran hidup, dan dari seluruh kematian balita 45% adalah kematian neonatal (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) dengan kematian 19/1000 kelahiran hidup, sehingga kematian bayi sudah menjadi masalah kesehatan global di seluruh dunia, terutama pada negara berkembang (World Health Organization, 2016, http://who.int/ gho/publications/world_health_statistics/2016/EN_WHS2016_TOC.pdf, diper oleh tanggal 13 Januari 2017).

Menurut Muchtar, et al (2016), dari hasil SDKI (Survei Demografi Kelahiran Indonesia) 2007 dan SDKI 2012, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki angka kematian bayi 34/1000 kelahiran hidup menjadi 32/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target

(2)

SDGS (Sustainable Development Goals) 2030 25/1000 kelahiran hidup, sekitar 56% kematian terjadi pada periode neonatal (28 hari pertama kehidupan) dengan penyebab utama kematian menurut SKRT (survei kesehatan rumah tangga) Berat badan lahir rendah (30,3%), Asfiksia (27%), Tetanus (9,5%), dan Infeksi (5,4%) (Maryunani, 2013; WHO, 2016).

Persentase balita (0-59 bulan) pada bayi BBLR sebesar 10,2%. Persentase bayi BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,8%) dan terendah di Sumatera Utara (7,2%). Untuk Jawa Barat dengan persentasi (10,8%), namun masih dibawah rata – rata persentasi standar yaitu 10,2% (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas, 2013, http://www.depkes.go

.id/resources/download/general/Hasil/20Riskesdas_202013.pdf, diperoleh ta

nggal 24 Februari 2017).

Angka kematian bayi di Jawa Barat tahun 2014 sebanyak 3.979 dengan angka kematian bayi tertingggi terdapat di Kab. Sukabumi (403) kasus, Kab. Indramayu (308) kasus, Kab. Tasikmalaya (298) kasus, Kab. Garut (217) kasus, Kab. Bogor (216) kasus, dan Kab. Cirebon (206) kasus, dengan penyebab kematian Berat badan lahir rendah (31%), asfiksia (23%), dan lainya bayi lahir cacat bawaan (5-10%) (Yanuar, 2015,

http://www.pikira

n-rakyat-com/bandung-raya/2015/08/21/339222/penurunan-kematian-ibu-da n-bayi-di-jabar-tidak-signifikan, diperoleh tanggal 17 Januari 2017),

(3)

kurang dari 2500 gram) (Sutan, et al. 2014, http://file.scirp.org/pdf/OJPM. 2014 031215354592.pdf, accessed on January 14, 2017). Menurut Rustina

(2015), Bayi berat badan lahir rendah selanjutya disingkat (bayi BBLR) merupakan kelompok bayi risiko tinggi karena mempunyai kecendrungan lebih besar untuk terjadinya kesakitan dan kematian.

Menurut Maryunani (2013), mengatakan pada tahun 2007 prevalensi bayi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 38%. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian bayi BBLR didapatkan di negara berkembang dengan sosio – ekonomi rendah.

Indonesia sebagai negara berkembang, kejadian bayi BBLR di Indonesia sangat bervareasi antara satu daerah dengan daerah lainnya, yaitu berkisar antara 9% - 30%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka bayi BBLR sekitar 7,5%, angka ini lebih besar dari target yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menurut Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (Maryunani, 2013).

Periode segera setelah lahir merupakan masa yang kritis bagi bayi khususnya bayi BBLR, karena bayi harus beradaptasi terhadap lingkungan bayi yang baru. Perbedaan lingkungan inilah yang harus diantisipasi serta difasilitasi agar tidak terjadi stres pada bayi baru lahir yang dapat menimbulkan berbagai masalah (Rustina, 2015).

(4)

badan, lemak coklat yang belum cukup, pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi optimal, bayi BBLR sering mengalami kehilangan panas secara Konveksi, Radiasi, Evaporasi, dan Konduksi sehingga bayi BBLR cenderung mengalami Hipotermia (suhu <36,5ºC) (Maryunani, 2013; Lailiyana, et al. 2011).

Gangguan respirasi merupakan masalah lain yang sering terjadi pada bayi BBLR, dimana sistem respirasi tidak mampu melakukan pertukaran gas secara normal dan optimal atau pemenuhan kebutuhan oksigen. Hal ini disebabkan karena alveoli masih kecil, otot pernafasan masih lemah, dinding thoraks masih lemah, sedikitnya surfaktan (suatu zat yang ada di alveoli untuk mengurangi tegangan sehingga alveolus tidak kolaps pada saat ekspirasi), sehigga bayi BBLR membutuhkan pemantauan oksigenasi dengan memantau saturasi oksigen, agar bayi BBLR terdeteksi jika mengalami Hipoksemia (penurunan tekanan oksigen arteri dalam darah) yang dapat menyebabkan kurangnya oksigen ke seluruh tubuh, khususnya otak yang mengakibatkan kecacatan atau kematian (Marni, 2014; Kozier, et al. 2010).

(5)

Bayi merupakan mahluk yang adaptif yang mampu berespon terhadap lingkungannya dengan berbagai cara. Dalam teori adaptasi Roy disebut mekanisme regulator, mengingat adanya keterbatasan kemampuan bayi BBLR dalam mengatasi masalah atau keterbatasan dalam mengatasi mekanisme adaptasi, maka tujuan dalam teori ini selama proses adaptasi bayi perlu difasilitasi oleh perawat dalam melibatkan keluarga. Keluarga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bayi baru lahir, kelahiran bayi BBLR tidak saja berdampak pada bayi untuk melakukan adaptasi terhadap lingkungannya yang baru, tetapi juga berdampak terhadap keluarga (Rustina, 2015)

Perawat memiliki peranan penting dalam meningkatkan kesehatan bayi BBLR baik itu sebagai pemberi asuhan langsung, sebagai pendidik, pengelola, maupun peneliti, dengan perawatan metode kanguru yaitu suatu cara agar bayi BBLR terpenuhi kebutuhan khusus bayi BBLR terutama dalam mempertahankan kehangatan suhu tubuh dan untuk ibu dapat meningkatkan hubungan kedekatan dan kasih sayang ibu dengan bayi. Prinsip metode ini adalah perawatan dengan meniru kanguru. Ibu bertindak sebagai kanguru yang mendekap bayinya dengan kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu (Muchtar, et al. 2016; Rustina, 2015).

(6)

(hanya memakai popok dan topi), bayi diletakkan secara vertikal /tegak di dada ibu antara kedua payudara ibu kemudian diselimuti (Muchtar, et al 2016; Rustina, 2015).

Menurut Rustina (2015), PMK sangat dianjurkan untuk bayi BBLR di karenakan memiliki beberapa maanfaat yaitu, dapat meningkatkan berat badan lebih baik, menstabilkan frekuensi pernafasan, peningkatan suhu tubuh, menstabilkan saturasi okisgen, perawatan di rumah sakit lebih pendek, lebih rendah infeksi nosokomial, angka menyusui eksklusif lebih tinggi, ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi, beban kerja perawat berkurang, dan bayi dapat pulang lebih awal maka tempat tidur atau inkubator bayi dapat digunakan oleh bayi lain yang memerlukan.

Dikutip dari sebuah Jurnal Penelitian dengan jumlah 14 responden didapatkan hasil yang sangat bermakna yaitu terdapat kenaikan suhu, denyut jantung dan saturasi oksigen dalam batas normal, pada bayi BBLR yang dilakukan PMK dan di anjurkan menjadi tindakan rutin untuk meningkatkan respon fisiologis (Syamsu, 2013, http://jks.fikes.unsoed.ac.id/ index.php/jks/article/viewFile/540_286, diperoleh tanggal 13 Januari 2017) .

Penelitian lain juga dilakukan dengan 48 responden dan mengatakan bayi BBLR yang dilakukan PMK dapat mengurangi stres fisiologis bayi secara signifikan yang diukur dengan normalnya suhu tubuh, denyut jantung dan saturasi oksigen setelah dilakukan PMK. Penelitian lain juga dilakukan oleh (Sulistyowati, 2016, http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1 / 29/01-gdl-endhahsuli-1408-1-skripsi-s.pdf, diperoleh tanggal 14 Januari

(7)

Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 20 Januari 2016 di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya, sebelumnya peneliti telah melakukan wawancara terhadap 2 (dua) orang ibu yang memilki bayi BBLR yang dirawat di inkubator di ruang perinatologi, kedua orang ibu mengatakan masih takut menggendong bayi nya karena memiliki bayi yang relatif kecil dan merasa sedih karena hanya bisa menatap bayinya yang dirawat di inkubator, kedua orang ibu tersebut juga tidak mengetahui apa itu PMK dan cara melakukan PMK.

Wawancara juga dilakukan terhadap wakil ketua ruangan (Wakaru) di ruang perinatologi, perawat mengatakan di ruang perinatologi PMK sudah ada sejak tahun 2011, namun sampai sekarang belum di aplikasikan secara efektif dikarnakan dari segi perawat di ruang perinatologi yang sedikit, beban kerja perawat yang tinggi dan kurangnya antusias ibu dalam melakukukan PMK dikarnakan kurangnya pengetahuan tentang PMK sehingga ibu yang memiliki bayi BBLR masih ragu untuk memalukan PMK.

Berdasarkan Rekam Medik di Ruang Perinatologi di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya didapatka data sebagai berikut :

Tabel 1.1. Data 5 besar penyakit tahun 2016 (Jan – Sep) di ruang Perinatologi di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya

No Nama Penyakit Tahun 2016 (Jan – Sep)

(8)

Sumber : Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya

Sumber : Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya

Tabel 1.3. Data Jumlah Angka Kematian Bayi di Ruang Perinatologi di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya

Sumber : Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya

Berdasakan data tabel di atas menunjukkan bahwa BBLR termasuk penyakit 5 besar dengan urutan ke 2 setelah Aspiksia di Ruang Perinatologi, dengan jumlah kelahiran bayi BBLR dari tahun ke tahun terus meningkat dan merupakan penyebab utama kematian bayi kemudian diikuti Aspiksia dan Sepsis.

(9)

Rendah Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soekardjo Tasikmalaya”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas peneliti merumuskan permasalahan yang akan di teliti adalah “Bagaimana Pengaruh Perawatan Metode Kanguru Terhadap Termoregulasi dan Saturasi Oksigen Bayi Berat Badan Lahir Rendah Di Ruang Perinatalogi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soekardjo Tasikmalaya?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi Pengaruh Perawatan Metode Kanguru terhadap Termoregulasi dan Saturasi Oksigen Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soekardjo Tasikmalaya.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Gambaran Termoregulasi dan Saturasi Oksigen pada Bayi BBLR sebelum Intervensi PMK

b. Mengidentifikasi Gambaran Termoregulasi dan Saturasi Oksigen pada Bayi BBLR sesudah Intervensi PMK

(10)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritik

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengembangan teori keperawatan terkait dengan Pengaruh Perawatan Metode Kanguru Terhadap Termoregulasi dan Saturasi Oksigen Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Ruang Perinatologi. 2. Manfaat Praktis

Dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak yang membutuhkan diantaranya.

a. Bagi Ruangan Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soekardjo Tasikmalaya

Diharapkan dengan dilakukannya penelitian Pengaruh Perawatan Metode Kanguru Terhadap Termoregulasi dan Saturasi Oksigen Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Ruang Perinatologi ini menjadi bahan motivasi agar perawat diruangan perinatologi lebih memaksimalkan mengaplikasikan PMK dan lebih mempromosikan PMK pada ibu – ibu yang melahirkan terutama yang melahirkan bayi BBLR, agar ibu yang memiliki bayi BBLR tingkat pengetahuannya meningkat tentang PMK.

b. Bagi Institusi Stikes Budi Luhur Cimahi

(11)

Termoregulasi dan Saturasi Oksigen Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Ruang Perinatologi dan dapat menjadi tambahan informasi dalam penyusunan program penelitian bagi mahasiswa

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Gambar

Tabel  1.1.  Data  5  besar  penyakit  tahun  2016  (Jan  –  Sep)  di  ruangPerinatologi di RSUD dr
Tabel 1.2. Data Jumlah Kelahiran Bayi BBLR Lahir Hidup di  RuangPerinatologi di RSUD dr

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik fisik dan fisikokimia beras konsumsi di Indramayu, Cianjur, dan Ciamis, Jawa Barat, identik dengan karakter dari unit penggilingan padi dan

Selain itu Calcium Hydroxide juga dapat diperoleh dari karbit yang diperoleh dari bahan baku lime stone dengan reaksi sebagai berikut :.. CaC0 3 -&gt; CaO

(2010) menggunakan gliserol pada media perbanyakan, dan menunjukkan bahwa biofungisida dengan bahan pembawa talk dapat disimpan sampai 12 bulan.. Hasil penelitian lain

Adanya sinergitas antara Presiden, DPR, serta Jaksa Agung sejatinya merupakan satu-satunya solusi utama penegakkan keadilan terkait kasus pelanggaran HAM, terlebih

Pada penelitian ini hanya dibatasi pada tahapan implementasi basis data dengan menggunakan SQL Server 2008 dari diagram basis data sampai dengan melaukan uji query

terdapat pengaruh lingkungan kerja yang signifikan terhadap kinerja pegawai Bank Intan Jabar (BIJ) Garut, yang ditunjukan dari hasil uji parsial dari koefisien korelasi parsial,

Kemudian setelah Thailand mengganti dari monarki absolut menjadi Demokrasi, dengan ada Pridi Banomyong sebagai Menteri Dalam Negeri telah mencetus kembali proyek

bahwa untuk lebih memberikan kesempatan kepada provinsi atau kabupaten/kota untuk mengembangkan kegiatan terpadu dalam pembangunan perikanan berbasis kawasan dengan