STRATEGI UMKM UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING PADA ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
OLEH
PUTRA DIMAS RIYARDI F1217058
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN TRANSFER B FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
BAB I PENDAHULUAN
Masyarakat Ekonomi Asean atau MEA di Indonesia sudah berlaku sejak Tahun 2015 lalu. Pembentukan MEA sendiri dilakukan agar dapat meningkatkan daya saing ASEAN serta mampu menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing ini dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan. Dengan adanya MEA, tujuan yang ingin dicapai adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas.
Dengan diberlakukannya MEA di Indonesia pada 2015 akan memberikan beberapa tantangan baik itu di dalam negeri serta persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti Cina dan India. Persaingan ini akan berdampak pada harga yang kompetitif pula, bukan hanya komoditi/produk/jasa unggulan industry besar (UB), tetapi juga sektor Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM). Menyadari peran UMKM sebagai kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dan cukup dominan dalam perekonomian di Indonesai.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) itu sendiri merupakan suatu usaha yang dibentuk untuk kepentingan masyarakat kecil dan menengah dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Selain itu, UMKM juga berperan dalam perkembangan perekonomian suatu negara, terutama pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan UU No.20 Tahun 2008, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha produktif milik perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam perundang-undangan ini.
Menurut Pratama (2015), dalam pengembangan ekonomi nasional di Indonesia, yang menjadi prioritas yaitu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM menjadi tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan untuk mengurangi permasalahan kemiskinan dan pengembangannya mampu memperluas basis ekonomi serta dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian daerah dan ketahanan ekonomi nasional.
adalah sektor ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (Sudaryanto dalam Pratama, 2015).
Berdasarkan data dari BPS tahun 2011 UMKM mempunyai andil besar terhadap penerimaan negara dengan menyumbang 61,9 persen pemasukan produk domestik bruto (PDB) melalui pembayaran pajak, yang diuraikan sebagai berikut : sektor usaha mikro menyumbang 36,28 persen PDB, sektor usaha kecil 10,9 persen, dan sektor usaha menengah 14,7 persen melalui pembayaran pajak. Sementara itu, sektor usaha besar hanya menyumbang 38,1 persen PDB melalui pembayaran pajak (BPS, 2011).
Dalam perkembangannya masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, permasalahan tersebut dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain atau antar perusahaan pada sektor yang sama. Kuncoro dalam Pratama (2015), mengemukakan Tantangan yang dihadapi UMKM untuk memperkuat struktur perekonomian nasional cukup berat. Pembinaan UMKM lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah dan pengusaha mikro menjadi pengusaha kecil. Bila disadari pengembangan usaha mikro kecil dan menengah menghadapi beberapa kendala seperti kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, informasi pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini mengakibatkan baik itu pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya yang baik.
Secara lebih spesifik, permasalahan dasar yang dihadapi UMKM yaitu, pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh sumber sumber permodalan yang memadai. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil (Kuncoro dalam Pratama, 2015).
Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015, akan menjadi peluang sekaligus tantangan bagi produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM di Indonesia. Dalam hal ini peningkatan daya saing UMKM menjadi faktor kunci agar mampu menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang dari MEA.
peningkatan dalam era pasar bebas MEA dengan tujuan agar produk yang dihasilkan oleh UMKM dapat bersaing serta mampu menembus pasar global.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing UMKM di Indonesia pada era Masnyarakat Ekonomi Asean (MEA) ?.
BAB III
KAJIAN LITERATUR
A. UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
Dalam perekonomian Indonesia UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisis ekonomi. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Menurut Rahmana (2008), beberapa lembaga atau instansi bahkan memberikan definisi tersendiri pada Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggisetinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah 7 tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa).
B. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
a. Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 UMKM digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.
Tabel 1. Kriteria UMKM
No Usaha
Kriteria
Aset Omset
1 Usaha Mikro Maks. 50 juta Maks. 300 juta
2 Usaha Kecil > 50 juta – 500 juta > 300 Juta – 2,5 Miliar
3 Usaha Menengah > 500 juta – 10 miliar > 2,5 Miliar – 50 Miliar
b. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Berdasar Perkembangan
Berdasarkan perkembangannya Rahmana (2008) mengelompokkan UMKM dalam beberapa kriteria, yaitu: 1) Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima. 2) Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan. 3) Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor 4) Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
Pasar bebas asean telah diberlakukan pada tahun 2015, dengan istilah lain Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Hal ini menjadikan pemerintah Indonesia terus meningkatkan berbagai strategi untuk menghadapinya. Dalam pasar bebas asean semua negara –negara yang tergabung dalam kelompok negara asean telah menyetujui dan menyepakati akan sektor produksi lokal diseluruh negara asean. Dari pernyataan diatas mengharuskan pemerintah melakukan langkah – langkah persiapan dalam menghadapi pasar bebas asean ini. Pertama, apakah pemerintah Indonesia telah melakukan sosialisasi terhadap public mengenai kesepakatan AEC. Disamping itu pemerintah Indonesia diharapkan memiliki strategi besar untuk menghadapi persaingan pasar bebas asean (AEC).
Kemunculan pasar bebas atau lebih sering kita sebut MEA (Masyarakat Ekonomi Asian) digagas pada tahun 1992. Pada tahun itu semua negara ASEAN berkumpul guna membentuk suatu komunitas, menciptakan keamanan dan perdamaian dan ekonomi yang kuat sehingga bisa berkompetisi dengan negara-negara yang ada di Asia bahkan di dunia. Para pemimpin ASEAN sepakat membentuk pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang. Dengan adanya ini maka perdagangan yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan mudah berjalan, tanpa adanya syarat-syarat atau pungutan yang menyulitkan. Bahkan orang Vietman bisa melamar pekerjaan di Alfamart dengan mudah layaknya warga negara Indonesia. Begitu pun sebaliknya warga Indonesia bisa melamar pekerjaan di negara ASEAN dengan mudah pula. Perlu diketahui bahwa pembentukan MEA itu sendiri dilakukan agar daya saing negara-negara ASEAN meningkat serta dapat menyaingi India & China bahkan mungkin Uni Eropa yang sudah lebih dulu dibentuk dan berjalan. Negara ASEAN terdiri dari 10 negara: Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Thailand, Cambodia, Laos, Myanmar, Singapore, Vietnam, dan Indonesia. Adapun China & Jepang kini menjadi mitra ASEAN. Jika kita tilik bahwa dengan adanya MEA ini akan membawa manfaat bagi kita & negeri ini. Tapi hingga saat ini masih terjadi pertikaian antara pro dan kontra akan adanya MEA yang dilaksanakan pada penghujung 2015. Banyak kalangan yang setuju dan tidak setuju dengan kemunculan MEA lantaran adanya beberapa sebab, faktor, dan dampak yang terjadi. Dari segi pro dapat dikatakan bahwa Indonesia sudah sangat siap menghadapi MEA, dikarenakan oleh beberapa faktor atau manfaat dari adanya MEA terebut, di antaranya ialah:
a. Informasi akan semakin mudah dan cepat diperoleh. b. Akan tercipta dan meningkatnya lapangan pekerjaan.
akan terpenuhi serta dapat menambah pendapatan negara.
d. Dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat, negara, serta bisa menstabilkan ekonomi negara.
e. Kegiatan produksi negeri akan semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
f. Menambah devisa negara melalui bea masuk dan bea lain atas ekspor dan impor. Dari penjelasaan diatas disimpulkan bahwa dengan adanya MEA, maka terbentuklah pasar tunggal, artinya pasar yang hanya terjadi transaksi antara negaranegara asean. MEA dapat memberikan manfaat diantaranya terciptanya lapangan pekerjaan, menstabilkan ekonomi negara, kegiatan produksi meningkat dan menambah devisa serta pendapatan negara.
D. Peningkatan Daya Saing
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relative tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya. Menurut Tambunan, 2001, tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (Competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keenggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/ diciptakan.Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat / keras atau hyper competitive.
tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38 dan tahun ini menempati urutan ke-34.
Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5% per tahun sejak 2005. Di tengah melambatnya perekonomian global. Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan pembangunan infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah, namun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama infrastruktur konektivitas.
Ada beberapa fakta yang dikemukakan oleh McKinsey Global Institute : bahwa Indonesia hari ini menduduki kekuatan ekonomi peringkat 16 di dunia dan kuat kemungkinan akan duduk manis di peringkat tujuh ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030, dan Indonesia memiliki populasi anak muda yang tumbuh cepat di daerah urban, faktor ini memberi kekuatan tersendiri untuk meningkatkan pemasukan negara.
Fakta di atas tentu memberi peluang yang sangat besar bagi para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Namun hal tersebut juga bisa menjadi bumerang tatkala pemerintah Indonesia tidak menggenjot dan mendukung kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia sehingga ditakutkan konsumen potensial ini akan dipikat oleh produk-produk kreatif dari luar negeri dan pada akhirnya kita hanya menjadi bangsa konsumen seperti yang kita alami selama ini.
Peningkatan daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini diperlukan oleh pelaku UKM lokal untuk menghadapi persaingan usaha yang makin ketat. Sebab, pelaku UKM dapat memanfaatkan teknologi seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya sehingga mereka bisa cepat maju dan siap secara global.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran UMKM Terhadap Perekonomian Indonesia
Dari aspek penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian secara absolute memiliki kontribusi lebih besar dari pada sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor industri jasa. Arah perkembangan ekonomi seperti ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan yang semakin mendalam antara sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan menyerap tenaga kerja lebih sedikit.
Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) telah menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Sejarah membuktikan, ketika terjadi krisis moneter di tahun 1998 banyak usaha besar yang tumbang karena dihantam krisis tersebut, namun UMKM tetap eksis dan menopang kelanjutan perekonomian Indonesia. Tercatat, 96% UMKM di Indonesia tetap bertahan dari goncangan krisis. Hal yang sama juga terjadi di tahun 2008-2009. Ketika krisis datang dan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, UMKM lagi-lagi menjadi juru selamat ekonomi Indonesia. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah juga berperan dalam memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 % dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UMKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen. Angka tersebut terus meningkat seiring dengan pertumbuhan UMKM dari tahun ke tahun.
Meski demikian, UMKM juga masih memiliki beberapa kendala antara lain dalam hal produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim usaha. Dalam pertemuan APEC 2013, Menkop dan UMKM Syarif Hasan mengungkapkan 3 kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM yakni permodalan, teknologi, dan pemasaran. Agar kendala tersebut tidak berlanjut, perlu dilakukan upaya pemberdayaan UMKM. Dalam rangka pemberdayaan UMKM, keterlibatan stakeholder sangat menentukan keberhasilannya. Sejauh ini keterlibatan stakeholder UMKM antara lain terdiri dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, koperasi, perbankan dan asosiasi usaha. Menurut Karsidi dan Irianto (2005) keterlibatan yang ada masih bersikap sendiri-sendiri dan kurang intregratif antara stakeholder satu dengan yang lain.
B. Perkembangan UMKM di Indonesia
Menengah, Syarif Hasan menyatakan dari puluhan juta UKM itu saat ini mewakili lebih dari 90 persen bisnis di Indonesia dan memberikan kontribusi sebesar 57 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Menurut Syarif, UKM di wilayah Asia Pasifik dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada perekonomian lokal. Tidak hanya itu, dengan penanaman teknologi informasi atau internet dalam memasarkan produknya diyakini UKM akan segera berkembang ke tingkat international. UKM tidak terpengaruh pada krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan krisis ekonomi 2008. UKM memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung UKM. Beberapa tantangan yang dihadapi UKM seperti akses internet yang masih terbatas terutama di daerah pedesaan. Tidak tersedianya pembayaran online serta potensi peraturan yang dapat melarang perusahaan kecil melakukan hosting digital, menyebabkan terbatasnya kegiatan e-commerce. Itulah yang menjadi tantangan utama untuk mengembangkan sistem informasi dan internet dalam rangka mengembangkan sistem marketing online. Menurutnya, dengan layanan internet, memungkinkan bagi UKM untuk memiliki toko online yang mampu menjangkau penjualan di tingkat internasional. Kini baru sebagian UKM yang memiliki website sehingga menjadi peluang besar untuk mengembangkan bisnis secara online, seiring dengan meningkatnya penggunaan internet di Indonesia dan wilayah Asia Pasifik.
Pertumbuhan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia . Jumlah UMKN saat ini mencapai 56,5 juta unit, dan 98,9 persen adalah usaha mikro, sedangkan jumlah koperasi di Indonesia mencapai 200.808 unit . Seiring dengan pertumbuhan koperasi dan UMKM yang begitu tinggi, tentu akan berdampak kepada pengurangan kemiskinan dan pengurangan angka pengangguran. Jumlah debitur dari Koperasi dan UMKM sebanyak 10,04 juta debitur. Tentunya terjadi pengurangan kemiskinan . Kementerian Koperasi dan UKM, juga akan terus melakukan penambahan koperasi dan UMKM untuk seluruh Indonesia. Dengan memberikan fasilitas pendanaan, pendampingan dan menjembatani pemasaran produk-produk dari UMKM baik di dalam maupun di luar negeri. Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan berbagai organisasi kemasyarakatan guna memperkenalkan koperasi dan UMKM kepada masyarakat.
tersebut. Keterlibatan pemerintah dalam memberdayakan UMKM telah diatur jelas dalam UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Undang-Undang ini memuat tentang ketentuan umum, asas, prinsip dan tujuan pemberdayaan, kriteria, penumbuhan iklim usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, dan koordinasi pemberdayaan, sanksi administratif dan ketentuan pidana. UMKM mendapat perhatian dan keistimewaan yang diamanatkan oleh undang-undang, antara lain: bantuan kredit usaha dengan bunga rendah, kemudahan persyaratan izin usaha, bantuan pengembangan usaha dari lembaga pemerintah, beberapa kemudahan lainnya.
C. Strategi UMKM dalam meningkatkan daya saing dalam menghadapi MEA
Pengertian daya saing menurut World Economic Forum (WEF) adalah sebagai kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Indikator daya saing secara global diukur dari kondisi ekonomi makro, birokrasi, serta teknologi suatu negara. Daya saing menurut Michael Porter adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh tenaga kerja. Pengertian dari Porter mengenai daya saing lebih merujuk pada daya saing perusahaan dalam industri. Berdasarkan IMD World Competitivenes yearbook 2007, pada tahun 2003 daya saing perusahaan Indonesia menempati posisi ke 49 dari 55 negara yang disurvei kondisi ini terus turun ditahun tahun berikutnya menjadi peringkat 50 pada tahun 2005, 52 ditahun 2006, 54 ditahun 2007. Pada tahun 2013 World Economic Forum kembali menerbitkan rangking daya saing untuk tahun 2013, Indonesia berada pada posisi ke 38 dari 148 negara yang ikut serta dan berada pada posisi ke 5 di kawasan Negara ASEAN dan Asia Selatan. Indonesia mengalami kemajuan dari tahun ke tahun yang tidak bisa diremehkan namun Indonesia tetap harus lebih giat meningkatkan kualitas diri dalam seluruh sektor ekonomi, meningkatkan daya saing yang tinggi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju seperti saat ini
Secara spesifik, beberapa hal yang perlu dibenahi untuk meningkatkan daya saing UMKM adalah:
1. Produktivitas dan Inovasi
Peningkatan produktivitas dilakukan dengan perbaikan tingkat pendidikan dan keahlian manajerial.
2. Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business)
selama 2 tahun pertama dan memberikan fasilitasi akses terhadap jasa konsultan pajak murah.
3. Akses Permodalan (Access to Finance)
Pemerintah mempunyai program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendorong penyaluran kredit UMKM yang dijamin tanpa mempersyaratkan agunan tambahan dengan tingkat bunga disubsidi sebesar 12% per tahun. Selain itu, pemerintah melalui LPEI memberikan kredit ekspor bagi UMKM dengan persyaratan minimal 50 tenaga kerja.
4. Akses Pasar
Dengan melakukan program yang mendukung aspek pemasaran UMKM di pasar domestik dan program promosi ekspor dengan cara pandang yang lebih berorientasi pada pasar global.
5. Dukungan Infrastruktur.
Perbaikan dan pembangunan infrastruktur baru saat ini telah menjadi fokus pemerintah Indonesia,dan diperkirakan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan bisnis di Indonesia.
6. Siklus Bisnis
Dampak krisis finansial menyebabkan turunnya permintaan global idealnya dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas dan keahlian pelaku UMKM sehingga pada saat permintaan mulai naik, UMKM Indonesia telah memiliki daya saing yang lebih baik.
Langkah yang diambil Pemerintah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah untuk meningkatkan kualitas produk dan mensertifikasikan dengan standar mutu agar produk yang dihasilkan semakin berdaya saing. Selain itu, dengan membuat produk yang berkualitas serta harga sesuai dengan kualitas, pasti produk akan lebih bisa bersaing dengan produk dari negara ASEAN lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
kesejahteraan masyarakat Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nasional terutama dalam menghadapi pasar bebas ASEAN.
Kemampuan UMKM dalam menghadapi terpaan arus persaingan global memang
perlu dipikirkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan
perekonomian Indonesia.
Untuk menghadapi persaingan pasar bebas Asean, tentunya semua segmen harus mendapat perhatian dari pemerintah, namun yang perlu diperhatikan tentu yang terpenting adalah kualitas SDM dari pelaku UMKM dan Koperasi. Segmen ini merupakan faktor utama penentu keberhasilan suatu unit usaha dalam meningkatkan daya saing produk dalam menghadapi persaingan pasar bebas asean dari negara lain
Peran UMKM sangat penting dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan penyumbang ekspor produk non migas yang dapat menambah pendapatan devisa negara.
Strategi yang dilakukan oleh UMKM dan koperasi guna meningkatkan daya saing dalam menghadapi pasar bebas Asean antara lain dengan melakukan kemitraan dalam hal permodalan, teknologi digital dan pelatihan serta pembinaan baik tenaga kerja maupun pelaku bisnis.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2011. Produk Domestik Bruto. (online), (http://www.bps.go.id/index.php?news=730, diakses 12 oktober 2011).
Kesiapan Koperasi UKM Indonesia menatap Era MEA 2015, http://www.antaranews.com/berita/436319/kesiapan-koperasi-ukm-indonesia-menatap-era-mea-2015
Mahdi Hanif,M.2012,Peran Usaha Mikro,Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia, http://www.scribd.com/doc/102335452/Usaha-Mikro-Kecil-dan-Menengah-UMKM-di-Indonesia
Mengenal Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ),
http://www.kerjausa ha.com/2013/01/m engenal-usah a-mikro-kecil-dan- menengah.html
Purwatih,Rastri.2013,Perkembangan Koperasi dan UKM di Indonesia, http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/12/18/perkembangan-koperasi-dan-ukm-di-indonesia-617617.html
Setyanto, A. R., Samodra, B. R., & Pratama, Y. P. (2015). Kajian Strategi Pemberdayaan UMKM Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Kawasan Asean (Studi Kasus Kampung Batik Laweyan). ETIKONOMI, 14(2).
Setyanto, A. R., Samudro, B. R., & Pratama, Y. P. (2017). KAJIAN POLA PENGEMBANGAN UMKM DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN MELALUI MODAL SOSIAL DALAM
MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS KAWASAN ASEAN. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, 15(2).
Setyanto, A. R., Samudro, B. R., Pratama, Y. P., & Soesilo, A. M. (2015). Kajian Strategi Pengembangan UMKM Melalui Media Sosial (Ruang Lingkup Kampung Batik Laweyan). Sustainable Competitive Advantage (SCA), 5(1).