• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Vihara 2.1.1. Pengertian Vihara - Pengaruh Karakteristik Arsitektur Cina Pada Bangunan Vihara Gunung Timur di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Vihara 2.1.1. Pengertian Vihara - Pengaruh Karakteristik Arsitektur Cina Pada Bangunan Vihara Gunung Timur di Medan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Vihara

2.1.1. Pengertian Vihara

Menurut Subalaratano dan Samanera (tanpa tahun) dalam Yoyoh (2008)

bahwa Vihara atau asrama pertama dalam sejarah Buddha terletak diatas tanah yang dinamakan Isipatana Migadaya (taman rusa Isipatana), dekat kota Banarasi. Tempat

yang sangat indah ini mengandung makna sejarah yang sangat penting bagi umat Buddha yang tidak mungkin dilupakan.

Pengertian Vihara seperti yang diuraikan oleh Suwarno (1999) dalam Yoyoh

(2008) bahwa pada awalnya pengertian Vihara sangat sederhana, yaitu pondok atau tempat tinggal atau tempat penginapan para bhikku dan bhikkuni, samanera,

samaneri. Namun kini pengertian Vihara mulai berkembang, yaitu : Vihara adalah tempat melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan, kepercayaan dan tradisi agama Buddha, serta tempat umat awam melakukan ibadah

atau sembahyang menurut keyakinan, kepercayaan dan tradisi masing-masing baik secara perseorangan maupun berkelompok. Di dalam Vihara terdapat satu atau lebih

ruangan untuk penempatan altar.

2.1.2. Sejarah Vihara

Suwarno T. (1999) mengatakan bahwa dulu sebelum dikenal Vihara, tempat

(2)

ditumpukan jerami dan ditempat penduduk yang menyediakan tempat untuk menginap. Setelah banyak orang yang mendengarkan ajaran Sang Buddha dan berlindung kepada Sang Tri Ratna, mereka bermaksud untuk menyediakn tempat

tinggal bagi para bikkhu yang layak. Sang Buddha kemudian memperbolehkan umat berada di Vihara.

Pada umumnya umat Buddha belum mempunyai Vihara secara khusus. Gagasan untuk membangun sebuah Vihara pertama kali dilakukan oleh Raja

Bimbisara dari Kerajaan Rajagaha. Suatu ketika Raja Bimbisara mendengarkan ajaran Sang Buddha dan mencapai sottapati (tingkat kesucian pertama) maka beliau memberikan persembahan kepada Sang Buddha dan para bhikku. Atas pemberian

tersebut, Sang Buddha memberikan persyaratan sebagai berikut :

Tempat tersebut tidak jauh, dekat dan ada jalan untuk lewat.

Tidak terlalu banyak suara di siang hari maupun malam hari.

Tempat tersebut tidak banyak gangguan serangga, angin, terik matahari dan pohon menjalar.

Orang yang tinggal disana mudah mendapat jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan sebagai pengobatan bagi orang sakit.

Ditempat tersebut ada bhikku yang lebih tua (senior) yang mempunyai

pengetahuan tentang kitab suci (Dhamma-Vinaya).

Sejak saat itu pengurusnya menerima Dana Vihara. Dengan semakin banyaknya penganut ajaran Sang Buddha, maka Vihara bukan hanya sebagai tempat

(3)

Pada saat ini, umat Buddha terutama di Indonesia datang ke Vihara untuk melakukan puja bhakti bersama-sama pada hari yang telah mereka tentukan. Selain puja bakti umat juga mengadakan berbagai kegiatan lain yang sesuai dengan

Dhamma dan Vihara.

2.1.3. Fungsi dan Makna Vihara

Fungsi Vihara seperti yang diuraikan oleh Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya (1983) dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya” menyatakan bahwa Vihara adalah sebagai tempat

singgah atau tempat tinggal bagi para bhikku dan sebagai sarana ibadah umat Buddha. Sedangkan jika dilihat dari fungsi Vihara, adalah sebagai berikut :

a. Tempat tinggal para bhikku dan samanera.

b. Tempat pendidikan putera-puteri bangsa agar menjadi warga masyarakat yang

berguna.

c. Tempat yang memberikan rasa aman bagi semua umat Buddha.

d. Tempat pendidikan moral, sopan santun dan kebudayaan.

e. Tempat untuk berbuat kabajikan dan kebaikan.

f. Tempat menyebarkan dhamma.

g. Tempat menunjukkan jalan kebebasan.

(4)

i. Tempat kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat keagamaan.

Menurut Korda IV MAPANBUMI (2001) dalam buku “Keluhuran Sebuah Vihara” menyatakan bahwa adapun makna Vihara yang keberadaannya sangat dikuduskan adalah sebagai berikut :

a. Vihara adalah tempat memuliakan Tuhan dan para Buddha-Bodhisatva.

b. Vihara adalah tempat diturunkannya Inisiasi Suci pembebas samsara.

c. Vihara adalah tempat berlindung dari bencana dan malapetaka.

d. Vihara adalah tempat kita mendekatkan diri kepada Tuhan.

e. Vihara adalah tempat kita bertobat dan memperbaiki diri.

f. Vihara adalah tempat memohon ilham kearifan dan lindungan.

g. Vihara sebagai tempat beramal pahala melunasi ikrar.

h. Vihara adalah tempat kita mengemban misi suci Tuhan.

i. Vihara sebagai tempat mengasah kearifan dan welas asih.

j. Vihara adalah tempat kita menemukan kemukjizatan Tuhan.

2.1.4. Kegiatan dalam Vihara

Menurut Lindsey (2005) dalam bukunya “Chinese Indonesian :

Remembering, Distorting, Forgeting” menyatakan bahwa beberapa kegiatan yang

berlangsung dalam vihara adalah :

(5)

2. Dapat dijadikan sebagai tempat melangsungkan acara pernikahan bagi umat Buddha

3. Sebagai tempat melangsungkan acara untuk pengadopsian anak

4. Tempat dalam melaksanakan organisasi social dalam melestarikan budaya tradisional Cina

2.1.5. Aliran dalam Vihara

Menurut Moerthiko dalam Tonny (1996) bahwa tempat suci Vihara

merupakan suatu wadah toleransi antar umat Confucius, Buddhis dan Taois dalam melaksanakan sembahyang. Aliran-aliran agama yang ada pada Vihara :

1. Aliran “Konghucu”

Agama Konghucu diturunkan Tuhan di tanah Tiongkok dengan Nabi Khongcu. Nabi Khongcu adalah keluarga Raja Seng Thong dari dinasti Siang.

Agama Konghucu dalam istilah aslinya memiliki makna agama bagi yang lembut hati, yang terbimbing dan yang terpelajar. Ajaran Konghucu mengacu pada filsafat Konfusianisme.

2. Aliran “Buddha”

Agama Buddha berkembang dari tanah India, yaitu ditandai dengan kelahiran

(6)

didapatkannya pada usia genap 35 tahun, yaitu dengan menjadi Buddha yang maha sempurna, guru yang agung sekalian alam, umat manusia dan para Dewa.

3. Aliran “Taois”

Aliran Taois dibawa oleh seorang filsafat Tiongkok jaman kuno bernama Lao Tse, yang oleh penganutnya dianggap sebagai Nabi dari Taois. Nabi Lao Tse dikenal

juga sebagai seorang yang mengajarkan tentang perhitungan alam, yaitu manusia hidup selaras dengan alam. Didalam masyarakat Tionghoa dikenal pula dengan

istilah Hong Shui / Feng Shui, yaitu salah satu cara untuk menselaraskan alam dengan kehidupan manusia.

Secara tipologi bentuk arsitektur Vihara adalah sama (bangunan dengan

budaya tradisional Cina), yang membedakannya hanyalah aliran dan kegiatan yang berlangsung didalamnya.

2.1.6. Ciri - Ciri Vihara

Menurut Khol (1984) dalam Tonny (1996) mengatakan bahwa ciri - ciri vihara selain ditunjukkan dengan bangunan yang berarsitektur tradisional Cina, ada

juga ciri khas lain yang mendominasi vihara, yaitu :

a. Warna : Warna pada umumnya : - Merah (mendominasi bangunan vihara) yang

(7)

c. Penonjolan struktur : Konstruksi atap menggunakan balok kayu, sambungan diekspos / diperlihatkan dengan ukiran yang menggambarkan symbol-simbol tertentu.

d. Suasana ruangan tempat penyembahan berkesan religious dengan bau asap Hio yang dibakar.

e. Elemen pembentuk ruang : Dinding pada umumnya digambar / direlief berupa dewa-dewa yang disembah atau gambar lain yang mempunyai symbol / makna.

f. Elemen estetika : Terdapat patung-patung hewan yang disimbolkan mempunyai kekuatan penolak bala (patung naga, patung singa dll)

2.1.7. Pembagian Fisik Bangunan Vihara

Menurut Handinoto (1990) bahwa secara fisik bangunan vihara pada umumnya terdiri dari empat bagian, yaitu: halaman depan, ruang suci utama,

bangunan samping dan bangunan tambahan.

Yang pertama adalah halaman depan yang cukup luas. Halaman ini digunakan untuk upacara keagamaan berlangsung. Lantai halaman depan ini

kadang-kadang dilapisi dengan ubin, tapi tidak jarang hanya berupa tanah yang diperkeras. Menurut Lombard dan Salmon (1985) dalam Nandita (2008) bahwa pada umumnya,

(8)

Gambar 2.1. Berbagai Macam Bentuk Dupa / Pembakaran Kertas (Sumber : Kohl, 1984)

Pagoda dihubungkan dengan konsep alam yaitu Gunung Meru, yang merupakan tempat tinggal para Dewa dalam kosmologi India. Pagoda yang sangat

tinggi memiliki area yang luas dan dilindungi pada bagian bawahnya. Di Cina, pagoda memiliki dua tipe, yaitu tipe T’ing dan atap diatas atap (Kohl, 1984).

Gambar 2.2. Tipe T’ing dan “Atap diatas Atap” Pagoda (Sumber : Kohl, 1984)

(9)

Tapi pada umumnya berbentuk segi empat. Di vihara-vihara besar terdapat semacam

courtyard ditengahnya yang digunakan sebagai tempat pemasukan cahaya alami, serta menampung air hujan dari atap. Sebuah altar utama terdapat pada dinding

belakang ruang suci utama ini. Dewa utama terletak disini. Di depan altar paling tidak terdapat sebuah meja . Kadang-kadang lebih dari satu. Sering juga diapit

dengan dua altar samping.

Yang ketiga, adalah bangunan tambahan, bangunan ini sering dibangun kemudian setelah ’ruang suci utama berdiri’. Bahkan tidak jarang dibangun setelah vihara berdiri selama bertahun-tahun. Hal Ini disebabkan karena adanya kebutuhan yang terus meningkat dari vihara yang bersangkutan.

Yang keempat adalah bangunan samping. Bangunan ini biasanya dipakai untuk menyimpan peralatan yang sering digunakan pada upacara atau perayaan

keagamaan.

2.2. Arsitektur Cina

2.2.1. Pengertian Arsitektur Cina

G. Lin (1989) menyatakan bahwa Filosofi arsitektur Cina sangat dipengaruhi oleh filosofi kepercayaan dan ajaran Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme.

Konfusianisme :

Ajaran Konfusianisme dibawa oleh seorang Confusius. Ajaran tersebut

mengajarkan tentang tata cara menjalani kehidupan dan bagaimana berfikir bijak.

(10)

baik. Confucianisme berasaskan ajaran Confucius yang menekankan perasaan peri kemanusiaan terhadap masyarakat lain dan harga diri.

Pola penataan ruang yang seimbang dan simetris merupakan dasar tata letak

ruang yang dipengaruhi oleh factor serta dasar ajaran Confusius yang telah biasa digunakan oleh masyarakat sejak ratusan tahun lalu (Widiastuti,dkk, 2012).

Taoisme :

Ajaran-ajaran Taoisme adalah gabungan anarkisme dan kepercayaan bahwa

kebenaran di luar pemahaman manusia dapat diperoleh dengan cara bersemadi atau tasawuf. Taoisme mengajarkan tentang perhitungan alam, yaitu manusia hidup

selaras dengan alam.

Pada ajaran Taoisme dikenal pula dengan istilah Hong Shui atau Feng Shui, yaitu salah satu cara untuk menselaraskan alam dengan kehidupan manusia. Feng

shui adalah metode pengaturan tata letak bangunan yang berpedoman pada keseimbangan lingkungan dan alam. Feng shui merupakan ilmu untuk menganalisa

sifat, bentuk, kondisi dan situasi bumi yang menjadi lokasi/tempat manusia berada. (Dian, 1996).

Beberapa hal yang mempengaruhi Feng Shui menyangkut : kondisi tanah

pada lokasi (tapak), arah bangunan, ukuran dan bentuk lahan bangunan (Too, 1995).

 Kondisi tanah :

Tanah yang terlalu datar dipercaya memiliki unsur negatif, maka untuk mencapai keseimbangan sebaiknya dibuat gundukan tanah yang mewakili unsur positif. Oleh karena itu, bentuk tanah yang naik dan turun mewakili keseimbangan

(11)

 Arah bangunan :

1. Menghadap jalan : Suatu lokasi dimana terdapat garis lurus dan sudut yang mengarah pada lokasi bangunan harus dihindari karena mengandung unsur Sha-Chi .

Sha-Chi (hawa pembunuh) bisa berupa garis lurus, sudut tajam, atau apapun yang berbentuk simetri. Prinsip yang disetujui para ahli Feng Shui adalah orang harus

berusaha keras untuk menghindari lokasi yang menghadap ke jalan lurus, seperti simpang T.

Gambar 2.3. Bangunan Menghadap Jalan

(Sumber : Too, 1995)

2. Menghadap saluran air, sungai dan kolam : Air melambangkan kekayaan dan

ruang. Aliran air yang deras atau menyembur sebaiknya dihindari karena akan menghalangi datangnya Ch’I (energy positif). Sebaliknya aliran air yang tidak deras dan seimbang akan menyebabkan Ch’I berkumpul dan menumpuk. Bangunan yang

dibangun didekat lokasi yang dipenuhi aliran air akan selalu makmur. Bangunan yang menghadap lurus ataupun menghadap kearah kelokan sungai memiliki Feng

(12)

Gambar 2.4. Bangunan Menghadap Aliran Sungai

(Sumber : Too, 1995)

3. Menghadap benda alami dan buatan : Tempat yang mengandung benda alami atau

benda buatan yang langsung mengarah kearah bangunan sebaiknya dihindari, karena dapat mengirim unsur negatif pada bangunan.

Gambar 2.5. Bangunan Menghadap Benda Alami dan Buatan

(Sumber : Too, 1995)

(13)

merupakan arah yang penuh rahmat dan keberuntungan. Arah timur digambarkan sebagai posisi yang dinamis dan penuh kekuatan, sedangkan arah barat melambangkan tempat yang tenang dan penuh kekuatan. Idealnya, vihara dibangun

dengan poros utara-selatan karena mengandung makna sumber kehangatan, terang dan hidup (Lip, 1986). Posisi bangunan yang baik menghadap ke selatan, hal ini

didasarkan pada geografi Cina, yang dimana arah selatan merupakan sumber

kehangatan, karena merupakan jalan masuknya sinar matahari. Sedangkan arah utara

merupakan sumber angin yang keras dan dingin.

 Ukuran dan bentuk lahan bangunan :

Untuk tujuan Feng Shui, tanah yang berbentuk segi empat atau bujur sangkar

adalah bentuk tanah terbaik. Pada umumnya bentuk lahan yang lebih beraturan dan seimbag, Feng Shui nya akan lebih baik.

Gambar 2.6. Bentuk Lahan Yang Baik

(Sumber : Too, 1995)

(14)

dibangun lebih tinggi daripada bagian depan. Hal ini bertujuan agar Ch’I (energy positif) dapat mengalir dari bagian belakang ke depan bangunan.

Gambar 2.7. Bentuk Lahan Yang Kurang Baik

(Sumber : Too, 1995)

Ruang yang dipengaruhi oleh Feng Shui, yang selalu menguraikan suatu penataan ruang dengan beberapa unsur yaitu adanya unsur tanah, api, air dan kayu yangberfungsi untuk menetralisir unsur-unsur jahat.

Untuk mencapai keselarasan ini biasanya pada bagian belakang rumah Cina terdapat taman yang dilengkapi dengan sebuah kolam. Taman dan kolam

disimbolkan sebagai surga kecil (lengkap denganunsur tanah, air, api, kayu, besi dan udara) yang berfungsi untuk menetralisir unsur-unsur burukatau jahat yang terbawa dari depan atau luar.

Buddhisme :

Menurut Suzuki (2009) dalam Wayan (2014) bahwa agama Buddha ialah

agama dan falsafah yang berasaskan ajaran Sakyamuni. Dalam Agama Buddha ada ritual dan juga tempat yang dianggap sakral yang dikenal dengan Vihara. Umat

(15)

Di Vihara umumnya umat Buddha menyimpan arca Buddha. Arca Buddha adalah alat bantu visual yang membantu seseorang untuk mengenang Sang Buddha dan sifat-sifat luhurnya yang mengilhami jutaan orang dari generasi ke generasi

sepanjang peradaban dunia. Umat Buddha menggunakan arca sebagai suatu lambang dan sebagai objek konsentrasi untuk memperoleh kedamaian pikiran

(Dhammananda, 2004: 308-309). Arca Buddha ini pada umumnya banyak ditemukan di vihara-vihara yang ada di Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Dewa – dewa utama Buddhisme adalah Randengfo (Buddha Cahaya Lentera), Milofo (Maitreya, penyelamat kaum Buddhis yang ditunggu-tunggu), Omituofo (Amitabha atau Amita, penunjuk jalan yang menuntut para pemngikutnya ke Surga

Barat), Yue Shifo (Buddha Tabib Utama), Dashizi Pusa (Mahastama, pendamping Amitabha), Pilufo (Vairotchana, yang tertinggi dan perwujudan Tiga Serangkai),

(16)

Diagram 2.1. Pengaruh Filosofi Cina Terhadap Arsitektur

(Sumber : Analisa Peneliti)

Dari filosofi arsitektur yang dijelaskan sebelumnya maka prinsip-prinsip

dasar dalam arsitektur Cina adalah sebagai berikut:

1. Memfokuskan pada bumi bukan langit, yang merupakan bentuk ideal dan

keharmonisan dalam masyarakat dimana langit bundar dan bumi persegi. Persegi melambangkan keteraturan, intelektualitas manusia sebagai manifestasi penerapan

(17)

Eksplorasi prinsip tersebut dalam arsitektural yaitu : • Adanya dinding sebagai penutup dan pembagi ruang • Penonjolan (ekspose) individualitas bangunan

3. Pola penataan ruang bangunan yang simetri.

4. Struktur dan konstruksi : Adanya rangka atap , kolom sebagai pendukung beban

atap, dinding sebagai pembatas non structural.

5. Estetika : Seluruh permukaan bangunan penuh dengan dekorasi.

2.2.2. Tipologi Bangunan Arsitektur Cina

Typologi bangunan dalam Arsitektur Cina dapat dibagi kedalam beberapa jenis (Zhong,2012) :

• Bangunan rumah bata dengan ruang terbuka persegi di sebelah utara China (siheyuan) (I)

• Arsitektur subterranean di wilayah loess seperti Shanxi, Shaanxi dan provinsi Henan (II)

(18)

• Konstruksi kayu di sebelah timur china (IV)

• Arsitektur tanah liat dan kayu di Hakka (Fujian), Guangdong dan Jiangxi (V) • Batu bata, kayu dan bangunan batu sepanjang selatan China (VI)

Gambar 2.8. Tipologi Bangunan Arsitektur Cina

(Sumber : Zhong, 2012)

Tipikal Bangunan di China Bagian Utara ( Northern China)

• Tipe bangunan yang memiliki halaman tengah atau dikenal dengan sebutan siheyuan (Courtyard house)

• Adanya hutong (gang sempit sebagai frontage dari rumah )

• Gerbang yang berornamen menuju ke court yard yang disebut dengan chuihuamen ( hanging flower gate)

(19)

Gambar 2.9. Tipologi Bangunan China Utara (Sumber : www.cultural-china.com)

Tipikal bangunan di Loess Region • Bangunan berbentuk gua (Cave Dwelling)

•Desa gua di Gansu yang menunjukkan masing-masing bangunan memiliki courtyard • Pintu masuk (Entriway) berbentuk vault (lengkung)

• Satu bangunan biasanya terdiri atas dua atau tiga ruang

• Frontage rumah berada pada sisi sebuah tebing

• Adanya close courtyard

• Lebih banyak bukaan untuk sirkulasi udara

Gambar 2.10. Tipologi Bangunan Loess Region

(20)

Tipikal Bangunan di Cina Bagian Timur (Eastern Cina)

Terbagi atas dua geografi :

• Terbagi atas dua geografi : Dataran landai (Jiangsu dan sebelah utara Zhejiang) dan Berbukit (sebelah selatan Anhui dan Zhejiang)

• Sepanjang sungai Yangtze, sebagai area paling subur di china • Courtyard dibatasi dinding batu

• Bangunan tersusun berderetan (Flat Roof House)

Gambar 2.11. Tipologi Bangunan China Timur

(Sumber : www.wikipedia.com)

Tipikal Bangunan di Cina Bagian Barat dan Barat Daya (Western and South-Western Cina)

• Bangunan dengan konstruksi batu

(21)

Gambar 2.12. Tipologi Bangunan China Barat dan Barat Daya (Sumber : www.amazingsphere.com)

Tipikal Bangunan di Wilayah Hakka

• Bentuk bangunan besar, berbentuk persegi dan lingkaran • Terbuat dari bata (brick)

• Tipikal bangunan tertutup

Gambar 2.13. Tipologi Bangunan China Hakka (Sumber : www.wikipedia.com)

Tipikal Bangunan Dataran Pantai Selatan (The Southern Coast) • Bangunan memiliki courtyard

• Material bangunan granite block, bata merah dan juga kayu • Dekorasi biasanya pada bagian atap yang terbuat dari kayu • Konstruksi atap : kayu dan genteng

(22)

• Jian adalah ruang yang berada pada interval kolom yang memiliki ukuran tertentu (lebar dan panjang)

• Banyaknya jian mulai dari satu, tiga dan lima. Jumlah jian yang genap dihindarkan karena mewakili bentuk asimetri dan bentuk yang tidak tentu.

Gambar 2.14. Tipologi Bangunan China Pantai Selatan (Sumber : www.cultural-china.com)

2.2.3. Jenis Vihara Pada Arsitektur Cina

Menurut Tan (1981) dalam Titiek (tanpa tahun) bahwa peradaban Cina mulai

terbangun sejak 4000 hingga 5000 tahun yang lampau. Secara garis besar Wilayah Cina terbagi atas Huabei ( China Utara) dan Huanan (China Selatan). Di Cina secara umum terdapat Vihara Tao, Budha dan Konfusius. Di Beijing terdapat Vihara Budha

dan Vihara Tao, tetapi sangat sedikit ditemui Vihara Konfusius. Di Cina Utara dan Cina Tengah terdapat pemisahan yang jelas antara Vihara Budha dan Vihara Tao.

Vihara yang terdapat di wilayah Cina Selatan terutama di daerah Hokkian di provinsi Fujian (Fukien) dan daerah-daerah di provinsi Guangdong (Kwantung)

(23)

yang paling awal datang ke Indonesia adalah orang-orang yang Hokkian. Setelah menetap di Indonesia mereka melanjutkan tradisi keagamaan dan budaya mereka. Jenis Vihara Tao, Buddha dan Konfius (Konghucu) dibedakan berdasarkan kategori

penamaan (Wikipedia) : 1. Vihara Tao : Gong, Guan

2. Vihara Buddha : Si, An

3. Vihara Konghucu : Litang, Ci, Miao, Bio

Jenis Vihara dibedakan berdasarkan Dewa-Dewi yang disembah (Harryono,1994): 1. Vihara Tao : Beberapa Dewa yang disembah pada Vihara Taoisme antara lain Lao-Zi, Guang Gong, Toa Pekong dan lainnya. Tidak semua Dewa Tao yang dipuja

di Tiongkok (Cina) dipuja pada Vihara yang terdapat di Indonesia.

2. Vihara Buddha : Beberapa Dewa yang disembah seperti Buddha Sakhyamuni,

Karakteristik Arsitektur China yang perlu dibahas dan dikenali, seperti yang diuraikan oleh G. Lin (1989) dalam Naniek (2004) adalah:

# Organisasi ruang (spatial organization )

(24)

masyarakat China, seperti yang tampak pada pembentukkan unit-unit standarisasi yang digunakan untuk membentuk ruangruang interior dan eksterior bangunan.

# The Jian

Jian adalah unit dari organisasi ruang. Pengorganisasian ruang pada arsitektur klasik Cina adalah sangat sederhana. Konsep dasarnya meliputi penggunaan Jian,

atau bay room, sebagai standar unit dan dapat dikembangkan atau dibuat secara berulang menjadi suatu massa bangunan atau beberapa kelompok bangunan.

Gambar 2.15. Konsep Jian

(Sumber : www.slideshare.net/chineseartcharacteristic)

Jian adalah sebuah ruang persegi empat atau suatu ruang yang diberi

pembatas dinding atau hanya dibatasi oleh kolom sehingga secara psikologis juga membentuk sebuah ruang. Jian juga dapat ditambahkan untuk membentuk suatu ruang (hall) atau ting dengan menggunakan unit standar sepanjang sumbu

longitudinal (berulang memanjang secara menerus) dan sumbu horizontal. Sumbu-sumbu yang panjang dapat digunakan untuk menghubungkan ruang-ruang (hall)

(25)

ruang-ruang (hall) dikelompokkan di sekeliling courtyard untuk menghasilkan kombinasi bangunan yang berbeda. Konsep Jian adalah sebuah konsep orisinal yang dipakai pada masa Dinasti Shang.

Gambar 2.16. Unit Jian (Sumber : www.andrew.cmeu.edu)

Pada umumnya unit Jian disusun pada kelipatan ganjil dan bertujuan untuk menghasilkan bentang lebar agar dapat memberikan penekanan pada sumbu

longitudinal.Aksis/sumbu yang seringkali hadir pada sebuah Jian adalah 3X6 meter, tetapi setelah Dinasti Tang standard bentang ini diperluas. Ruang –ruang pada bangunan penting seperti istana dan kuil menggunakan bentang 5 sampai 10 meter untuk satu ruang (hall) (bukan hanya tiga meter).

Disini dapat dilihat bahwa organisasi ruang arsitektur Cina berasal dari

sebuah sel (bagian terkecil) kemudian menjadi kelompok atau mikro kosmos menjadi makro kosmos yang beradaptasi dengan lingkungan regional.

(26)

Sebuah ruang (hall) dapat menjadi ruang tamu, kantor, ruang belajar, tempat sembahyang, dan lain-lain. Walaupun dua hall terpisah dan masing-masing berdiri sendiri, kedua hall tersebut selalu dihubungkan dengan serambi beratap atau jalur

pejalan yang beratap (koridor).

# Axial planning

Karakteristik berikut dari arsitektur Cina klasik adalah bentuk struktur yang simetri dan orthogonal. Hal ini merupakan sumber dari kosmologi Cina. Pada

Arsitektur Cina hall dan courtyard ditempatkan sepanjang suatu axis longitudinal atau suatu jalan setapak (path).

Ruang-ruang tersebut terpisah satu dengan lainnya dengan adanya courtyard

yang pada akhirnya dianggap sebagai ruang utama dalam komposisi secara keseluruhan daripada hanya sekedar bangunan penghubung yaitu:

1). Sumbu longitudinal adalah sumbu utama sedangkan sumbu horizontal adalah sumbu sekunder.

2). Ada kalanya dalam suatu komposisi hanya ada satu sumbu atau tidak ada sumbu

sama sekali.

(27)

Selanjutnya ada tiga aturan yang digunakan pada perencanaan aksial pada Arsitektur Cina:

1). Menempatkan ruang utama pada pusat axis utama dan ruang-ruang lainnya

ditempatkan pada sisi kiri dan kanan atau depan belakang dari susunan keseluruhan.

2). Yang kedua disebut susunan bangunan pusat/utama (Central Building Layout).

Komposisinya berdasarkan axis/sumbu tegak lurus, dengan penempatan bangunan pada perpotongan dua sumbu tersebut dan bangunan tersebut dikelilingi dengan

ruang-ruang yang kecil, serambi dan bangunan-bangunan lain pada semua sudut. Dengan demikian maka akan terjadi sebuah kompleks bangunan yang simetris secara longitudinal dan horizontal.

3). Susunan ketiga digunakan pada kelompok bangunan yang lebih luas. Susunan ini adalah pola pengembangan kelompok bangunan dengan tiga cara, antara lain:

(28)

a). Pengembangan longitudinal (Longitudinal Extention).

Apabila sebuah susunan kelompok bangunan courtyard menghasilkan ruang yang tidak efisien untuk memenuhi fungsinya, maka sumbu bangunan diperpanjang agar

dapat membentuk sebuah kompleks bangunan yang lebih besar.

b). Pengembangan Paralel (Parallel extention).

Pada pola ini penambahan ruang dilakukan dengan menambahkan axis atau sumbu longitudinal sekunder secara parallel terhadap sumbu utama.

c). Pengembangan Silang (Cross Extention).

Pada tipe ini pengembangan terjadi pada dua sumbu vertikal dan horizontal. Bentuk ini sangat sesuai untuk pengaturan atau layout bangunan-bangunan besar.

Pada Arsitektur Cina pengertian istilah kontras sangat berbeda dengan arsitektur Barat. Pada arsitektur Cina apabila seseorang memasuki ruang utama dan

melangkah menuju courtyard, sebagai ruang transisi, akan terlihat bahwa kompleks bangunan secara keseluruhan disusun berdasarkan permainan ruang solid & void

(ruang massif dan ruang yang berlubang). Axis diterjemahkan sebagai menjadi

sebuah jalur sirkulasi (path) sedangkan courtyard pada arsitektur Cina adalah sebagai pusat aktivitas. Pemisahan courtyard dengan lingkungan di luar bangunan

adalah karakter khusus arsitektur Cina.

Penggunaan sumbu simetri pada perencanaan bangunan berarsitektur Cina digunakan pada setiap bangunan, mulai dari kompleks istana, tempat beribadah

(29)

2.2.5. Arsitektur Cina Pada Bangunan

Menurut Yao yi (tanpa tahun) dalam Naniek (2004) bahwa hal-hal pokok yang perlu dibahas dalam arsitektur bangunan Cina adalah sebagai berikut:

- Pola Penataan ruang

- Langgam dan Gaya

- Struktur Rangka Kayu yang Terbuka

- Ragam Hias

1. Pola Penataan Ruang

Pola penataan ruang yang membentuk ruang bangunan berarsitektur Cina terletak pada tata ruang dalam yang dikenal dengan istilah “inner court” atau “courtyard” sebagai suatu catatan dari pemikiran Confusius. Bentuk geometris

berperan dalam organisasi ruang, dengan bentuk sederhana dapat menghadirkan

courtyard segi empat.

Semua bangunan yang berlantai satu besar atau kecil akan direncanakan atau dibangun dengan aturan-aturan tertentu di sekeliling courtyard. Hal ini sesuai dengan pandangan hidup masyarakat Cina “dekat dengan tanah/bumi” (close to the earth) atau apabila manusia dekat dengan tanah atau bumi maka kesehatannya terjamin.

Dalam perencanaan bangunan berarsitektur Cina, bangunan yang paling penting selalu ditempatkan di daerah yang paling utama yang merupakan bagian terakhir dari tapak. Ukuran dan tinggi bangunan di sekelilingnya ditentukan setelah

(30)

juga merupakan tempat yang sangat diperlukan untuk sirkulasi dan untuk saling berhubungan /bertemu. Courtyard juga berfungsi sebagai pemisah kegiatan.

Gambar 2.19. Courtyard Pada Bangunan (Sumber : Qinghua, 2002)

Pola penataan ruang pada bangunan berarsitektur Cina pada umumnya

cenderung simetris dengan courtyard yang berulang dan bertahap. Hal ini juga menunjukkan bahwa makin tinggi bangunan (ruang), maka semakin penting artinya

dan berfungsi sebagai bangunan (ruang) utama.

(31)

Pola penataan ruang yang seimbang simetris merupakan dasar tata letak ruang yang dipengaruhi oleh dasar pemikiran ajaran filsuf Confusius yang telah biasa digunakan oleh masyarakat sejak ratusan tahun yang lalu.

2. Langgam dan Gaya

Langgam dan gaya bangunan berarsitektur Cina dapat dijumpai pada bagian

atap bangunan yang umumnya dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agak besar pada bagian ujung atapnya yang disebabkan oleh struktur kayu dan juga pada

pembentukkan atap sopi-sopi. Selain bentukan atapnya juga ada unsur tambahan dekorasi dengan ukiran atau lukisan binatang atau bunga pada bubungannya sebagai komponen bangunan yang memberikan ciri khas menjadi suatu gaya atau langgam

tersendiri.

Ada 6 macam bentuk atap bangunan berarsitektur Cina yaitu:

(1). Atap Pelana dengan struktur penopang atap gantung atau Overhanging gable roof (Hsuan Shan)

(2). Atap pelana dengan dinding sopi-sopi atau Flush gable roof (Ngang Shan)

(3). Atap perisai (membuat sudut) atau Hip roof (Wu Tien)

(4). Gabungan atap pelana dan perisai atau Gable and hip roofs (Hsuan Shan dan

Ngang Shan)

(5). Atap pyramid atau Pyramidal roof (Tsuan Tsien)

(32)

Gambar 2.21. Bentukan Atap Arsitektur Cina (Sumber : Handinoto, 1990)

Terdapat tiga jenis utama atap pada Arsitektur Cina, yaitu :

1. Atap lurus satu tingkatan : Jenis atap yang hanya memiliki satu tingkatan. Atap ini

adalah jenis yang paling ekonomis dan paling lazim dalam Arsitektur Cina biasa. 2. Atap bertingkat : Jenis atap dengan dua atau lebih tingkatan. Atap ini digunakan dalam kelas konstruksi yang lebih tinggi. Biasanya digunakan untuk rumah tinggal

rakyat biasa hingga istana.

3. Atap dengan lengkungan : Jenis atap dengan lengkungan yang naik/meninggi pada

(33)

3. Struktur Rangka Kayu yang Terbuka

Karakteristik bangunan berarsitektur Cina tampak jelas pada system struktur dan konstruksinya, contohnya yaitu lengkungan atap yang menonjol sebagai suatu

akibat dari system struktur rangka yang umumnya terbuat dari kayu. Ukir-ukiran serta konstruksi kayu sebagai bagian dari struktur bangunan pada arsitektur

Tionghoa, dapat dilihat sebagai ciri khas pada bangunan Tionghoa. Detail-detail konstruktif seperti penyangga atap, atau pertemuan antara kolom dan balok, bahkan

rangka atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga tidak perlu ditutupi.

4. Ornamen / Ragam Hias

Ornamen merupakan salah satu bentuk ekspresi kreatif manusia zaman dulu.

Ornamen dipakai untuk mendekorasi badan, dipahat pada kayu, pada tembikar-tembikar, hiasan pada baju, alat-alat perang, bangunan, serta benda bangunan seni

lainnya. Jenis maupun peletakan ornamen vihara pada umumnya sudah ditentukan sesuai dengan maknanya. Seperti bagian atas altar terkadang digantungkan panji-panji pujian bagi dewa yang bersangkutan, di sisi kanan kiri digantungkan

papan/kain bertuliskan puji-pujian. Di depan altar biasanya ditutup oleh secarik kain sutra merah yang disulam aneka pola misalnya: naga, delapan Hyang Abadi, burung

hong dan sebagainya.

Ornamen pada dinding dan pintu seringkali menggambarkan bunga, bambu yang dikombinasikan dengan binatang seperti kijang, kilin, burung bangau dan

kelelawar. Kelelawar bagi orang Tionghoa melambangkan rejeki atau berkah karena kelelawar dalam bahasa Tionghoa dialek Hokkian adalah Hok yang berarti rejeki.

(34)

kelelawar, kedelapan dewa ini adalah lambang keharmonisan, panjang usia dan kemakmuran. Dewa-dewa dari Pat Sian juga diang-gap pelindung berbagai profesi, misalnya: Han Siang Cu melambangkan pelindung tukang ramal, Co Kok Kiu

melambangkan pelindung pemain sandiwara dan lain-lain. Pada dinding sering dijumpai lukisan dewa-dewa atau cerita bergambar pendek seperti: cerita Sam Kok,

novel Hong Sin, pengadilan Siam Lo Ong di akherat dan lain-lain.

Di atas atap selalu ditempatkan sepasang naga yang dibentuk dari pecahan

porselin dalam kedudukan saling berhadapan untuk berebut sebuah mutiara alam semesta menyala, lambang matahari (Cu). Pada bagian atap bangunan yang lain kadang dihiasi sepasang naga mengapit Houw Lo, yaitu buah labu yang telah kering

sebagai tempat air/arak. Houw Lou tidak dapat dipisahkan dari bekal para dewa, sehingga dianggap punya kekuatan gaib untuk menjaga keseimbangan Hong Shui

dan menangkal hawa jahat.

Naga/Liong (bahasa Hokkian) adalah suatu makhluk mitos yang melambangkan kekuatan, keadilan, dan penjaga burung suci. Naga adalah hasil

paduan khayalan dari berbagai hewan seperti: berkepala unta, bermata kelinci, berbadan ular, bertanduk rusa, berpaha harimau, bercakar rajawali, bersisik ikan.

Selain itu hiasan naga kadang digantikan oleh sepasang ikan naga di atas atap tersebut. Ikan ini berkepala dengan bentuk Liong yang melambangkan keberhasilan setelah mengalami percobaan.

Ornamen pada tiang dan balok penyangga sering berupa dewa, panglima perang, tumbuh-tumbuhan, bunga, gajah, kilin, naga, dan lain-lain. Gajah biasa-nya

(35)

tetumbuhan dan bunga yang paling sering menjadi hiasan untuk bubungan / pinggiran atap dan tiang adalah bunga botan, bambu, anggrek, dan seruni yang mana melambangkan ulet dalam melawan iklim yang kejam di Cina (Sriti

Mayang,dkk.2008)

Bangunan berarsitektur Cina umumnya dilengkapi dengan ragam hias sebagai

elemen dari detail estetika setiap bangunan. Ukir-ukiran kayu umumnya dapat dijumpai pada struktur konstruksi struktur penopang atap, balustrade tangga, pagar

balkon, bagian dari kusen pintu jendela, konsolkonsol tembok atau kayu, juga pada ujung sopi-sopi bangunan.

Dekorasi ragam hias sebagai detail ornamen dijumpai pula pada dinding

tembok, plafond dan kolom. Juga sering dijumpai kaligrafi pada dinding diatas pintu, selain gambar-gambar dari ragam hias yang umumnya digambarkan dalam bentuk

tumbuh-tumbuhan (pohon, bunga, buah), binatang dewa sebagai symbol (naga, barong/chilin, burung phoenix, singa dan lain-lain), binatang (ikan, bangau, rusa, gajah dan lain-lain). Unsur dekorasi atau detail estetika umumnya mempunyai

makna atau symbol terutama pada bangunan-bangunan yang masih asli dipengaruhi oleh arsitektur Cina.

Menurut Ling Yu (2001) dalam Sriti,dkk (2008) bahwa peletakan ornamen umumnya pada dinding, atap, pilar, dan elemen interior lainnya sesuai dengan sifat dan maknanya. Secara umum jenis ornamen yang biasa digunakan di Vihara dibagi

menjadi tiga, yaitu ornamen hewan, tumbuhan dan manusia. Selain ketiga hal tersebut, simbol-simbol religi dan meander juga digunakan.

(36)

mempunyai banyak jenis yang memiliki makna yang berbeda. Sebagai contoh, Naga cina merupakan simbol kebijaksanaan, kekuatan dan keberuntungan dalam kebudayaan Cina.”Naga merupakan makhluk yang tertinggi dan raja segala binatang di alam semesta”. Memiliki bagian tubuh yang menunjukkan dapat hidup di tiga alam, yaitu kepala seperti buaya, badan seperti ular (bersisik dan berkelok-kelok),

lengan dan cakar seperti burung. Naga melambangkan penolak roh jahat, menjaga keseimbangan Hong Sui, kekuasaan, dipercaya dapat mengeluarkan kekuatan hebat

dan melimpahkan kebahagiaan Ornamen ini biasanya banyak dipakai pada atap, pilar, lukisan, dinding, pintu, dan altar.

Gambar 2.22. Ornamen Binatang (Sumber : Lillian Too,1995)

Naga :

Naga atau Lung melambangkan kekuatan dan kebaikan, keberanian dan

(37)

kehidupan, dengan demikian, Naga melambangkan kekuatan produktif dari alam. ( Lillian Too,1995:150).

Beberapa macam naga pada tradisi Cina adalah (1) Naga surga yang paling

sempurna Tian Lung, yang menjaga dan melindungi tempat tinggal Dewa sehingga terhindar dari bahaya; (2) Naga Shen Lung yang dipercaya mampu mendatangkan

angin dan hujan; (3) Ti Lung, naga bumi yg membantu aliran air sungai; (4) Fu tsang Lung, naga yang selalu memantau dan dipercaya sebagai sumber kekayaan; (5) Lung

sebagai naga yang paling kuat dan tinggal di awan-awan; (6) Li, naga yang hidup dalam lautan; (7) Chiao naga yang hidup di rawa-rawa dan bersarang di gunung, ukurannya lebih kecil, panjangnya sekitar 13 kaki. Aplikasi Lung sebagai simbol

yang populer pada budaya Cina adalah (1) P’u lao diukirkan pada bagian atas dari bel dan gong; (2) Ch’iu niu, diukir pada alat musik agar bunyi yang dihasilkan enak

didengar; (3) Pa-hsia, diukirkan pada bagian bawah monumen batu; (4) Chao-feng, ornamen pada tepi atap, gambaran dari lung yang melindungi terhadap bahaya; (5)

Chih-wen, diukir pada balok penyangga jembatan dan pada atap rumah, untuk

menjauhkan dari kebakaran; (6) Suan-ni, diukirkan pada tahta singgasana Budha; (7)

Yai tzu, diukir pada pedang pembunuh; (8) Pi-kan, diukir pada gerbang rumah

(38)

Gambar 2.23. Ornamen Naga (Sumber : Lillian Too, 1995)

Singa :

Singa melambangkan keadilan dan kejujuran hati. Bentuk singa lebih menyerupai anjing Pekingese. Singa merupakan salah satu simbol hewan yang

banyak dijumpai pada klenteng. Simbol ini biasa diletakkan pada sisi kanan-kiri pintu masuk utama sebuah bangunan dan dipercaya dapat menjaga bangunan tersebut dari marabahaya. Simbol singa yang banyak dijumpai dalam bentuk karya tiga

dimensi, digambarkan dalam posisi duduk sambil memegang bola. Bola merupakan lambang matahari sebagai simbol dari Yin Yang. Pada simbol ini, singa jantan

digambarkan sedang bermain dengan bola, sedang singa betina digambarkan duduk sambil menjaga anak singa. Simbol ini memiliki makna yang sama dengan simbol naga yang memegang mutiara dan terbang di awan-awan. Simbol ini melambangkan

keberuntungan, berkat serta dipercaya dapat melindungi dari hal-hal yang buruk (Tatt,1993).

(39)

singa dianggap sebagai hewan suci. Orang Cina sering merayakan festival dengan tarian singa disertai music yang keras. Singa dipercaya dapat menakuti roh jahat dan nasib buruk serta menarik keberuntungan (Lillian Too,1995:156).

Gambar 2.24. Ornamen Singa

(Sumber : Lillian Too, 1995)

Kelelawar :

Di dalam dekorasi Tiongkok, kelelawar yang ditampilkan seringkali dalam

rupa yang penuh ornamen sehingga mirip sekali dengan seekor kupu-kupu. Sayapnya digambarkan melengkung dan seringkali diberi warna merah (warna kebahagiaan).

Binatang kelelawar biasanya digunakan sebagai elemen dekoratif bangunan. Dekorasi yang me-nampilkan lima ekor kelelawar melambangkan usia senja, kekayaan, kesehatan, cinta kebajikan, dan kematian alami. Semua ini dianggap nasib

yang paling diharapkan semua orang. Dalam bahasa Tiongkok kelelawar disebut fu, berarti nasib baik. Fu juga berarti kebahagiaan, sehinggga kelelawar melambangkan

nasib baik di tradisi Tiongkok. (Williams, 1974:34).

(40)

digambarkan pada jubah Cina yang dipakai pejabat pengadilan. Pada keramik lantai, kelekawar digambar berkelompok (lima kelelawar) untuk menggambarkan lima berkat, yaitu panjang umur. Kemakmuran, kesehatan, kbajikan dan kematian alami

(Lillian Too,1995:153).

Gambar 2.25. Ornamen Kelellawar (Sumber : Lillian Too, 1995)

Kili :

Kili termasuk dalam 4 binatang yang dianggap penting. Kili (unicorn) merupakan simbol yang dapat mendatangkan kebahagiaan, keberuntungan dan berkat. Unicorn dalam kebudayaan Cina, memiliki tubuh mirip rusa jantan, kuku

kuda, dahi serigala, dan satu tanduk pada dahinya (pada unicorn jantan). Unicorn

betina tidak memiliki tanduk. Unicorn jantan disebut chi, dan Unicorn betina disebut

li sehingga dikombinasikan menjadi kili dan merupakan simbol hewan yang identik dengan kemurahan hati. Mahluk ini digambarkan memiliki beberapa warna kulit

sebagai simbol dari warna-warna kekaisaran, yaitu merah, kuning, biru, putih dan hitam. Kili dapat berjalan di atas air dan memiliki suara indah seperti phoenix. Mahluk ini merupakan binatang tunggal, hasil alam imajinasi manusia. Biasanya

(41)

Unicorn digunakan sebagai simbol pada pakaian seseorang yang memiliki kedudukan tertinggi pada militer. Nilai-nilai yang terkandung pada simbol ini adalah kebahagiaan yang sempurna, panjang umur, kemegahan, kemuliaan, kesuburan dan

kebijaksanaan. Mahluk ini melambangkan nilai-nilai kebaikan, kelembutan dalam tiap aspek kehidupan dan semua kebaikan pada hewan mamalia. Unocorn

diaplikasikan pada meja altar, dimana meja altar merupakan salah satu fasilitas pemujaan, yang mencerminkan hubungan manusia dengan penciptanya (Tatt, 1993).

Kili dianggap sebagai kuda naga, dikatakan bersifat halus, bertikad baik dan dermawan terhadap semua makhluk hidup.. Ornamen kili / unicorn sering diterapkan pada beberapa furniture, seperti meja, lukisan dan terkadang sebagai arca. (Lillian

Too,1995:152).

Gambar 2.26. Ornamen Killi (Sumber : Lillian Too, 1995)

Harimau :

Harimau merupakan pimpinan tertinggi dewa binatang dalam kebudayaan Cina dan merupakan simbol alami dari keagungan, kemuliaan, keberanian dan

(42)

sang Naga akan datang dan memberi mutiara (berkat), namun apabila pintu utama meng-hadap ke barat, ini berarti akan ada marabahaya yang mengintai rumah tersebut (Dian, 1999).

Harimau disini dianggap menunggu seorang mangsa dari penghuni rumah. Gambar harimau yang diletakkan pada dinding dan pintu dipercaya mampu mengusir

roh jahat. Terkadang harimau diletakkan sebagai elemen dekoratif. Harimau identik dengan kejayaan masa panen dan dipercaya dapat mengusir roh jahat yang

menyebabkan kegagalan panen. Selain itu, Harimau dianggap sebagai dewa pelindung anak-anak. Para orang tua percaya harimau mampu melindungi anak-anak mereka dari roh jahat. Mereka juga berharap bahwa anak-anak mereka dapat tumbuh

sekuat harimau. Harimau memiliki kedudukan tertinggi diantara hewan lainnya.. Roh Harimau yang terkenal yaitu Lin chun, dengan jimatnya yang mampu memberikan

perlindungan terhadap roh-roh jahat. Harimau dipercaya hanya akan memangsa manusia yang berdosa dan patut dihukum , menurut perintah dewa-dewi (Tatt, 1993).

Gambar 2.27. Ornamen Harimau

(43)

Kuda :

Kuda merupakan salah satu zodiac yang penting dalam astrologi Tiongkok. Kuda merupakan simbol dari kecepatan, keberanian, kekuatan dan juga mere-presentasikan kalangan menengah keatas. Sering kali makhluk ini digunakan sebagai

elemen dekorasi. Makhluk anggun yang dianggap perkasa ini juga melambangkan kegoyahan dalam hidup. Dalam kepercayaan orang Tionghoa, kuda juga merupakan mahluk yang melambangkan jalan dari sebuah kehidupan lama ke sebuah kehidupan

yang baru (Tatt, 1993).

Kuda merupakan salah satu dari Tujuh Kakayaan Budhisme. Binatang ini

melambangkan kecepatan dan ketekunan. Meskipun bukan hewan langit, tapi kuda merupakan lambang yang popular karena sifat kebangsawanannya (Lillian Too,1995:154).

Gambar 2.28. Ornamen Kuda (Sumber : Lillian Too, 1995)

Burung Bangau :

(44)

Masyarakat Tionghoa pernah mengatakan bahwa ada empat jenis burung bangau, yaitu bangau hitam, kuning, putih dan biru, di mana bangau hitam yang paling panjang umurnya. Bangau dipercaya dapat hidup hingga 600 tahun dan saat

menjejaki usia tersebut, mahluk ini tidak lagi makan dan hanya minum air. Manusia telah berulang kali berubah menjadi bangau untuk melambangkan panjang umur

yang sejahtera (Williams, 1974:101-102).

Burung bangau dipercaya mempunyai sifat mistis. Makhluk ini merupakan

salah satu makhluk yang mampu hidup lama. Sebenarnya burung bangau adalah salah satu dari lambang yang paling umum dan popular atas panjang umur (Lillian Too,1995:154).

Gambar 2.29. Burung Bangau (Sumber : Lillian Too, 1995)

Menurut Lillian Too dalam bukunya “Feng Shui” bahwa ornamen tumbuhan juga memiliki jenis yang cukup banyak, antara lain Bunga Teratai yang biasa dipakai

sebagai lambang kesucian dan kesuburan, karena sesuai dengan warnanya yaitu putih. Jenis tumbuhan yang lain adalah Bunga Seruni, Botan, dan Plum, ornamen ini

(45)

Bunga Peony, digunakan untuk melambangkan perhatian, kasih, kekayaan, dan kehormatan. Bunga Chrysanthemum digunakan untuk melambangkan sukacita dan penolakan dari hal-hal tidak diinginkan. Pohon Bambu, Cemara digunakan untuk

melambangkan umur yang panjang, kekuatan, dan keuletan dalam menjalani kehidupan. Pohon Pinus digunakan untuk melambangkan kekuatan dan tekad.

Gambar 2.30. Ornamen Tumbuhan (Sumber : Lillian Too, 1995)

Jenis ornamen manusia yang biasa digunakan antara lain Men Sin, yaitu

sepasang perwira penjaga pintu masuk bernama Cin Siok Poo/Perwira Muka Putih di daun pintu kiri, dan Oei Tie Kiong/Perwira Muka Hitam di daun pintu kanan; Pat

Sian merupakan delapan dewa dalam kisah Tang Yu (kisah perjalanan ke Timur) yang dianggap sebagai dewa-dewa pelindung profesi pekerjaan. Ornamen ini biasanya dipakai pada meja altar atau lukisan di dinding. Selain hal tersebut ada pula

cuplikan Kisah Sam kok tentang tiga negara yang berperang. Cuplikan kisah ini biasanya dijadikan sebagai ornamen yang diletakkan di dinding. Dan cuplikan Kisah

(46)

Gambar 2.31. Ornamen Dewa / Manusia (Sumber : www.english.com/eightimmortals)

Dalam agama Buddha, dikenal beberapa Buddha dengan julukan Bodhisatva : 1. Boddhisatva Maitreya

Bodhisattwa yang akan datang dan mencapai pencerahan, sebagai

penerus Buddha Gautama di masa yang akan datang. Dikenal akan kebajikannya.

(47)

Buddha Maitreya dipercayai lahir di provinsi Zhejiang sebagai bhiksu gendut yang disebut Pu Tai He Sang atau Bhiksu Berkantong Kain. Legenda mengatakan bahwa bhiksu ini sering berkelana membawa kantong kain pada permulaan abad

ke-10. Dia juga dijulukiBuddha Ketawa, Buddha Mi Le, atau Ju Lai Fo (Buddha yang akan datang).

2. Boddhisatva Avalokitesvara (Kwan Im)

Bodhisatva yang paling dikenal secara universal dalam tradisi Mahayana. Di

Asia Timur dikenal dengan nama Kwan Im. Kwan Im sebagai seorang Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang.

Gambar 2.33. Boddhisatva Avalokitesvara (Sumber : www.wikipedia.com)

Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada beberapa

rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain :

1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera;

2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri di atas Naga;

3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu;

(48)

5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak;

6. Kwan Im Berdiri di atas Batu Karang/Gelombang Samudera;

7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;

8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.

3. Boddhisatva Sakyamuni (Shiddarta Gautama)

Buddha Gautama dilahirkan dengan nama Siddhārtha Gautama, dia kemudian menjadi Buddha (secara harfiah: orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna). Dia juga dikenal sebagai Boddhisatva Shakyamuni ('orang bijak dari

kaum Sakya'). Siddhartha Gautama adalah guru spiritual dari wilayah timur laut India yang juga merupakan pendiri Agama Buddha.

Gambar 2.34. Boddhisatva Sakyamuni (Sumber : www.wikipedia.com)

Siddhartha Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama Buddha dirangkum setelah kematiannya dan

(49)

Siddhartha Gautama diberikan secara lisan, dan bentuk tulisan pertama kali dilakukan sekitar 400 tahun kemudian.

4. Boddhisatva Satyakalama (Guan Yu)

Guan Yu adalah seorang jenderal terkenal dari Zaman Tiga Negara. Guan Yu dikenal juga sebagai Kwan Kong, Guan Gong, atau Kwan Ie, dilahirkan di kabupaten

Jie, wilayah Hedong (sekarang kota Yuncheng, provinsi Shanxi), ia bernama lengkap Guan Yunchang atau Kwan Yintiang.

Gambar 2.35. Boddhisatva Satyakalama (Sumber : www.wikipedia.com)

Guan Yu digambarkan sebagai panglima gagah, tinggi dan berwibawa.

senjatanya adalah guan dao bernama "Blue Dragon Spike" atau "Green Dragon Halbred".

5. Boddhisatva Ksitigarbha

Ksitigarbha dikenal dalam Buddhisme di Asia Timur sebagai seorang Bodhisattva Mahasattva, biasanya dimanifestasikan dalam bentuk rupa

(50)

Gambar 2.36. Boddhisatva Ksitigarbha (Sumber : www.wikipedia.com)

Ksitigarbha dikenal sebagai Bodhisattva yang senantiasa menolong semua jiwa manusia yang terjatuh dalam alam neraka. Dalam wihara Mahayani biasanya ia

memanifestasikan dirinya sebagai seorang bhikkhu dengan lingkaran cahaya mengelilingi kepalanya, ia membawa tongkat pembuka pintu alam neraka dan sebuah mutiara / permata pengabul permohonan untuk menerangi jalan kegelapan

alam neraka.

Simbol-Simbol Religi dan geometri yang biasa digunakan adalah Yin dan

Yang dan Pakua (Bagua). Yin dan Yang merupakan simbol yang dipakai dalam masyara-kat Cina karena dianggap mewakili prinsip-prinsip kekuatan di alam, Yin

dihubungkan dengan bulan (kegelapan, air, dan prinsip feminin) sedangkan Yang

dihubungkan dengan matahari (terang, api, dan prinsip maskulin). Keharmonisan dapat dicapai apabila keduanya dalam keadaan yang seimbang. Sedangkan Pakua

yang biasa disebut juga dengan trigrams karena terdiri dari tiga garis pada kedelapan sisinya. Tiap garis mewakili tingkat kenyataan yang berbeda, garis terluar (atas)

(51)

berpikir dan garis terdalam lebih mengarah pada intisari Tao dan simbol ukuran spiritual. Simbol ini merupakan perwakilan tenaga atau kekuatan dari yin dan yang. Garis putus-putus ( - - ) mewakili yin (energi wanita), sedangkan garis solid ( - ) mewakili yang (energi laki-laki). Simbol-simbol geometri banyak diterapkan pada dinding ataupun partisi sebagai celah untuk pencahayaan dan pengudaraan (Lingyu,

2001).

Gambar 2.37. Ornamen Geometri dan Yin Yang (Sumber : www.wikipedia.com)

Swastika (hanya 卐 tidak diperbolehkan 卍) merupakan salah satu simbol

yang paling disucikan dan merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religious.

Kata Swastika terdiri dari kata Su yang berarti baik, kata Asti yang berarti adalah dan akhiran Ka yang membentuk kata sifat menjadi kata benda. Sehingga lambang Swastika merupakan bentuk simbol atau gambar dari terapan kata

(52)

Swastika juga banyak mengandung arti, bila searah dengan arah jarum jam berarti mengandung hal - hal yang bersifat atau mengandung kebaikan. sedangkan bila berlawanan dengan arah jarum jam maka merupakan suatu bentuk kejelekan

(Wikipedia).

Roda Dhamma seringkali digunakan sebagai lambang Jalan Utama Berunsur

Delapan. Jalan Utama Berunsur Delapan (bahasa Pali: Ariyo aṭ ṭ haṅgiko maggo; bahasa Sanskerta: Ārya 'ṣ ṭ āṅga mārgaḥ) merupakan ajaran utamaagama Buddha yang menjelaskan "Jalan" menuju lenyapnya Penderitaan (Dukkha) dan mencapai pencerahan.

Jalan Utama Berunsur Delapan ditemukan kembali oleh Siddharta

Gautama dalam upayanya mencapai pencerahan. Sutta menggambarkannya sebagai sebuah jalan tua yang dilalui dan diteladani olah para buddha sebelumnya. Jalan

Utama Berunsur Delapan membantu pemeluk agama Buddha menuju ke kehidupan yang mulia (Wikipedia).

Jenis, Letak dan Makna Ornamen

1. Jenis : Naga

Perletakan : Atap, elemen dekorasi, tiang, gerbang, dinding, pintun,altar dan

monumen batu.

Makna : Menjaga keseimbangan, kekuatan, kebijaksanaan, keberuntungan,

keadilan, kebaikan, keberanian, pendirian teguh, dayabtahan dan kekuatan produktif dari alam.

2. Jenis : Singa

(53)

Makna : Keadilan, kejujuran, energy dan kebaikan.

3. Jenis : Kelelawar

Perletakan : Elemen dekoratif dan keramik lantai.

Makna : Usia senja, kekayaan, kesehatan, cinta, kebajikan, nasib baik,

panjang umur, kemakmuran, kesehatan dan kematian alami. 4. Jenis : Kilin / Unikorn

Perletakan : Dinding dan furniture.

Makna : Kebahagiaan, keberuntungan, berkat, kemurahan hati, kebaikan, kelembutan, panjang umur, kemegahan, kemuliaan, kesuburan dan

kebijaksanaan. 5. Jenis : Harimau

Perletakan : Depan pintu, dinding, pintu dan elemen dekoratif.

Makna : Pemimpin tertinggi hewan, keagungan, kemuliaan, keberanian, kekuatan, pelindung dan pengusir roh jahat.

6. Jenis : Kuda

Perletakan : Dinding dan elemen dekoratif

Makna : Kecepatan, keberanian, ketekunan, kebangsawanan, kekuatan, kegoyahan hidup, jalan kehidupan dan lambang kalangan menegah atas.

7. Jenis : Burung bangau Perletakan : Dinding dan pintu

(54)

Perletakan : Daun pintu, altar, dinding dan elemen dekoratif

Makna : Keharmonisan, panjang usia, pelindung, kemakmuran dan menggambarkan kisah para Dewa

9. Jenis : Bunga / Tumbuhan

Perletakan : Dinding, partisi, pintu dan elemen dekorasi, balok penyangga, pilar

dan pinggiran atap

Makna : Keuletan, kesucian, kesuburan, kekuatan, keteguhan hati, sukacita,

perhatian, kasih sayang, kekayaan, kehormatan dan panjang umur. 10. Jenis : Religi dan Geometri

Perletakan : Dinding, partisi dan elemen dekorasi

Gambar

Gambar 2.2. Tipe T’ing dan “Atap diatas Atap” Pagoda
Gambar 2.5. Bangunan Menghadap Benda Alami dan Buatan       (Sumber : Too, 1995)
Gambar 2.7. Bentuk Lahan Yang Kurang Baik
Gambar 2.8. Tipologi Bangunan Arsitektur Cina
+7

Referensi

Dokumen terkait