• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PERBURUAN PAUS DI DALAM HUKUM INTERNASIONAL - Perlindungan Terhadap Paus Di Southren Ocean Whale Sanctuary Menurut International Convention For The Regulation Of Whaling (Studi Pada Sengketa Perburuan Paus Antara Jepang Dan Australia )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN PERBURUAN PAUS DI DALAM HUKUM INTERNASIONAL - Perlindungan Terhadap Paus Di Southren Ocean Whale Sanctuary Menurut International Convention For The Regulation Of Whaling (Studi Pada Sengketa Perburuan Paus Antara Jepang Dan Australia )"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PERBURUAN PAUS DI DALAM HUKUM

INTERNASIONAL

A. Perjanjian Internasional

1. Pengertian Perjanjian Internasional

Hukum Internasional di dalam pelaksanaannya, memiliki beberapa beberapa

sumber. Di dalam Statuta Mahkamah Internasional, tertulis bahwa hukum

Internasional bersumber dari 29

1. Perjanjian / konvensi Internasional yang diakui oleh pihak pihak yang

terlibat di dalamnya (international conventions, whether general or

particular, establishing rules expressly recognized by the contesting

states).

:

2. Kebiasaan International (international custom, as evidence of a general

practice accepted as law).

3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh negara negara beradab. (the

general principles of law recognized by civilized nations) .

4. Keputusan Pengadilan terdahulu dan pendapat para ahli yang telah

diakui oleh negara negara.(judicial decisions and the teachings of the

most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary

means for the determination of rules of law).

Di dalam skripsi ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai perjanjian internasional

sebagai suatu hukum internasional yang mengikat para pihak yang telah

menyepakatinya. Subjek hukum Internasional sendiri tidak hanya terbatas pada

negara saja, dimana organisasi internasional juga termasuk kedalamnya. Berikut

ini, pendapat beberapa ahli terkemuka mengenai perjanjian Internasional :

29

(2)

Menurut Wayan Parthiana, perjanjian internasional ialah:

“Kata sepakat antara dua atau lebih subjek hukum internasional mengenai suatu

objek atau masalah tertentu dengan maksud untuk membentuk hubungan hukum

atau melahirkan hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum Internasional” 30

Di Indonesia sendiri, ada disebutkan pengertian mengenai perjanjian

internasional. Hal ini terdapat di dalam Undang-undang No.24 Tahun 2000 yang

menyebutkan perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama

tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta

menimbulkan hak dan kewajiban dibidang hukum publik” 31

Pengertian perjanjian Internasional menurut G.Schwarzenberger32

Pengertian perjanjian internasional menurut Ian Brownlie

:

“Treatie are agreement between subjects of international law. They may be

bilateral (ie. Concluded between contracting parties) or multilateral (ie.

Concluded more than contracting parties).”

“Perjanjian ialah suatu kesepakatan antara subjek-subjek international. Yang di

dalamnya mencakup kesepaktan bilateral dan multilateral yang menyebabkan

perikatan terhadap pihak pihak yang menyepakatinya”.

33

“Perjanjian internasional sebagai suatu kesepakatan antara negara-negara dalam

bentuk tertulis dibawah hukum internasional, baik di dalam suatu badan ataupun

beberapa badan yang terkait mengenai tujuan khusus yang ingin dicapai” :

“Treaty as an International agreement concluded between states in written form

and governed by International law, whether embodied in a single instrument or in

two or more related instruments and whatever its particular designation.”

30

Wayan Parthiana, Perjanjian Internasional, bagian 1, cet.I, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm.11.

31

Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

32

G.Schwarenberger, A manual of International Law, Vol.1, Edisi ke-4, London 1960, hlm.26.

33

(3)

Mochtar Kusumaatmadja di dalam bukunya, mengartikan perjanjian internasional

sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan

bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu karena itu dapat

dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh

subjek-subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional.34

Di dalam bukunya, Mochtar Kusumaatmadja tidak hanya membatasi perjanjian

internasional dalam lingkup negara saja, melainkan juga organisasi internasional

dan lain lain

35

. Perjanjian Internasional menurut Mochtar, ada kalanya dinamakan

traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention) , piagam (statuta), charter,

deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, convenant dan

sebagainya.36

Boer Mauna, di dalam bukunya yang berjudul Hukum Internasional, menuliskan

bahwa perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara

sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum

internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat hukum. 37

Pengertian lebih jauh mengenai makna dan istilah perjanjian Internasional yang

digunakan oleh para ahli hukum yaitu 38

1. Traktat, merupakan istilah yang sudah umum dipergunakan untuk

perjanjian internasional antara negara negara yang substansinya

tergolong penting bagi para pihak. :

39

34

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar hukum Internasional, Buku 1- Bagian Umum, (Bandung : Binacipta, 1990), hlm. 84

35

Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm 85

36 Mochtar Kusumaatmadja, op,cit., hlm 82

37

Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era DInamika Global, edisi ke-2, (Bandung: P.T, Alumni.2005), dikutip dari Myers, “The Names and Scope of Treaties”, 51 American Journal of International Law, 574,575 (1957).

38

Tenri Ariantim Andi., Istilah-Istilah hukum perjanjian internasional,

http://satutujuhsatusatu.blogspot.com/2009/11/istilah-istilah-hukum-perjanjian.html, diakses pada 2 Novermber 2014 pukul 20.06 WIB

39

(4)

2. Treaties (Perjanjian Internasional / Traktat). Umumnya, traktat ini

digunakan untuk perjanjian yang materi merupakan hal-hal yang sangat

prinsipil dan memerlukan pengesahan /ratifikasi.40

3. Convention (Konvensi). Kata konvensi ini umumnya digunakan untuk

perjanjian multilateral yang beranggotakan banyak pihak.41 Konvensi

juga digunakan secara umum di dalam bahasa indonesia untuk

menyebut nama suatu perjanjian internasional multilateral, baik yang

dipreakarsai oleh negara-negara maupun oleh lembaga atau organisasi

internasional. Pada umumnya kovensi ini digunakan untuk

perjanjian-perjanjian internasional multilateral yang mengatur temntang masalah

yang besar, penting dan dimaksudkan untuk berlaku sebagai kaidah

hukum internasional yang dapat berlaku secara luas, baik dalam ruang

lingkup regional maupun umum. Namun, ada pula perjanjian yang

sebenarnya merupakan perjanjian bilateral tetapi diberi nama

konvensi.42

4. Persetujuan. Istilah persetujuan (agreement, arrangement) digunakan

untuk perjanjian-perjanjian internasional yang ditinjau dari segi isinya

lebih bersifat teknis dadministratif. Jika dibandingkan dengan substansi

traktat (treaty) ataupun kjonvensi (convention) yang berkenaan dengan

masalah masalah yang besar dan penting, substansi dari persetujuan

berkenanan dengan masalah-masalah yang besar dan penting, substansi

dari persetujuan berkenaan dengan masalah-masalah teknis yang ruang

lingkupnya relatif kecil.43 Saat ini, istilah agreement jauh lebih sering

digunakan jika dibandingkan dengan istilah arrangement. Istilah

persetujuan juga digunakan untuk perjanjian yang mengatur materi

mengenai bidang ekonomi, kebudayaan, teknik dan ilmu pengetahuan.44

40

(5)

5. Charter (piagam). Istilah charter ini umumnya digunakan untuk

perangkat internasional seperti dalam pembentukan suatu organisasi

international dimana penggunaan istilah ini berasal dari kata Magna

Carta.45 Istilah ini juga dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian

internasional yang dijadikan sebagai konstitusi suatu organisasi

internasional.46

6. Protokol, jika digunakan dalam pengertian suatu instrument perjanjian

biasanya dikaitkan pada instrumen tunggal yang memberikan

amandemen atau pelengkap terhadap persetujuan internasional

sebelumnya. 47 Istilah protokol ini juga diberikan pada instrumen

perjanjian yang memperpanjang masa berlakunya suatu perjanjian atau

konvensi yang sudah hampir berakhir masa berlakunya.48

7. Declaration (Deklarasi). Isi dari deklarasi umumnya lebih ringkas dan

padat serta mengenyampingkan ketentuan-ketentuan formal seperti

surat kuasa (full powers), ratifikasi, dll.49 Deklarasi, dalam bahasa

Indonesia, diartikan sebagai pernyataan ataupun pengumuman. Pada

umumnya isi dari deklarasi tersebut lebih merupakan kesepakatan

antara para pihak yang masih bersifat umum dan berisi tentang hal-hal

yang merupakan pokok-pokok saja. Akan tetapi, ada pula deklarasi

yang berisikan kaidah hukum yang mnegikat secara kuat sebagai kaidah

hukum dalam pengertian yang sesungguhnya.50

8. Final Act, adalah suatu dokumen yang berisikan laporan sidang dari

suatu konferensi yang mnyebutkan perjanjian-perjanjian dan terkadang

disertai anjuran dan harapan.51

9. Agreed Minutes and Summary Records, yaitu catatan mengenai hasil

perundingan yang telah disepakati oleh pihak-pihak dalam perjanjian.

Sumaryo Suryokusumo. Hukum Perjanjian Internasional. hal 23. Tatanusa, 2008.

(6)

Catatan ini selanjutnya akan digunakan sebagai rujukan dalam

perundingan-perundingan selanjutnya.52

10.Memorandum of Understanding, yaitu perjanjian yang mengatur

pelaksanaan teknis operasional suatu perjanjian induk. Jenis perjanjian

ini umumnya dapat segera berlaku setelah penandatanganan tanpa

memerlukan pengesahan. 53

11.Arrangement, yaitu suatu perjanjian yang mengatur pelaksanaan teknik

operasional pada proyek-proyek jangka pendek yang betul-betul

bersifat teknis.54

12.Exchange of Notes. Perjanjian ini dilakukan dengan mempertukarkan

dua dokumen, yang kemudian ditandatangani oleh kedua belah pihak

pada masing-masing dokumen.55

13.Process-Verbal. Istilah ini dipakai untuk mencatat pertukaran atau

penyimpanan piagam pengesahan atau untuk mencatat kesepakatan

hal-hal yang bersifat teknik administratif atau perubahan-perubahan kecil

dalam suatu persetujuan.56

14.Modus Vivendi, yakni suatu perjanjian yang bersifat sementara dengan

maksud akan diganti dengan pengaturan yang tetap dan terperinci.

Biasanya dibuat secara tidak resmi dan tidak memerlukan

pengesahan.57

15.Statuta. Istilah statuta (Statute) biasa dipergunakan untuk

perjanjian-perjanjian internasional yang dijadikan sebagai konstitusi suatu

organisasi internasional. Organisasi atau lembaga internasional yang

menggunakan istilah statuta untuk piagamnya adalah Mahkamah

Internasional Permanen dan Mahkamah Internasional yang

(7)

masing piagamnya disebut Statute of Permanent Court of International

Justice, dan Statute of International Court of Justice.58

16.Kovenan. Istilah kovenan (Covenant) juga mengandung arti yang sama

dengan piagam, jadi digunakan sebagai konstitusi suatu organisasi

internasional. 59

17.General Act. Suatu general act adalah benar-benar sebuah traktat tetapi

sifatnya mungkin resmi mungkin juga tidak resmi.60

18.Pakta (Pact). Istilah pakta dalam bahasa Inggris pact dipergunakan

untuk perjanjian-perjanjian internasional dalam bidang militer,

pertahanan, dan keamanan. Misalnya perjanjian tentang organisasi

kerjasama pertahanan dan keamanan Atlantic Treaty

Organisation/NATO disebut dengan pakta atlantik.61

Di dalam kasus ini, Jepang secara langsung telah melakukan perjanjian

internasional dengan suatu organisasi internasional yaitu International Whaling

commission (IWC) sehingga Jepang terikat terhadap konvensi yang dianut oleh

anggota tersebut yaitu International Convention for the Regulation of Whaling

(ICRW). Segala bentuk peraturan yang telah ditetapkan tidak boleh dilanggar oleh

negara anggotanya karena bersifat mengikat meskipun sistem keanggotaannya

bersifat sukarela.

Dikarenakan adanya perjanjian internasional inilah, sengeketa antara Jepang

dengan salah satu anggota IWC yaitu Australia dapat mengajukan gugatannya

untuk diputus oleh Mahkamah Internasional dengan catatan adanya kesepakatan

bersama untuk membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional.

2. Kekuatan Mengikat Suatu Perjanjian Internasional

58

Ibid. hal 30.

59

Ibid. hal 31

60

J.G. Starke. Pengantar Hukum Internasional 2 Edisi Kesepuluh. hal 589.

61

(8)

Perjanjian Internasional, sejati mengacu kepada suatu prinsip dasar yang dianut

oleh seluruh masyarakat internasional, yaitu “Pacta Sun Servada”. Pacta Sun

Servada merupakan norma fundamental yang menjadi jawaban atas pertanyaan,

mengapa perjanjian internasional mempunyai kekuatan mengikat. Tampak bahwa

kekuatan mengikat dari perjanjian internasional tumbuh dari perkembangan

prinsip tersebut sebagai kebiasaan.62

Lauterpact, di dalam bukunya mengenai perjanjian internasional mengemukakan

Treaties are legally binding because there exist a customary rule of

internasional law that treaties are binding”. Yang dalam bahasa Indonesianya

berbunyi “Perjanjian mengikat secara hukum karena ada hukum kebiasaan

intenasional yang mengikat perjanjian”.

63

Di dalam buku yang berjudul “Modern International law

Perjanjian yang ditetapkan, mulai berlaku saat tanggal yang telah disepakati

sebelumnya dan di tuangkan kedalam Final Provision (ketentuan penutup)

tercapai. Seluruh pihak yang terlibat di dalam perjanjian tersebut menentukan

kapan mulai berlakunya perjanjian tersebut dan dicantumkan sebagai salah satu

pasal atau ayat dari perjanjian itu.

64

62

Budiono,K., Suatu Studi Terhadap Apek Operasional Konvensi Wina Tahun 1969 Tentang Hukum Perjanjian Internasional, Bina Cipta, hlm. 15.

63

Oppenheim Lauterpacht, International Law of Treaties, Volume 1, Edisi 8, Longmans, 1953, hlm. 880-881.

64

R.C. Hingorani, Modern International Law, Oceana, 2 Sub edition (June 1984), the University of California

, terdapat 2

penggolongan terhadap perjanjian international. Salah satu diantaranya yaitu

tentang perjanjian multilateral, yang berlaku setelah terpenuhi jumlah dari

ratifikasi yang ditentukan atau yang tealh didepositokan/ disimpan oleh negara/

organisasi internasional yang ditugasi untuk menyimpannya kecuali dimaksud lain

oleh para pihak agar perjanjian mulai berlakunya beberapa saat setelah ratifikasi

(9)

B. Sejarah Berdirinya IWC

International Whaling commission (IWC) adalah organisasi internasional yang

bergerak dibidang regulasi perburuan paus. Organisasi ini merupakan perwujudan

dari pelaksanaan International Convention for the Regulation of Whaling (ICRW)

yang ditandatangani di Washington D.C., Amerika Serikat pada tanggal 2

Desember 1946. IWC berpusat di Impington, Inggris dan memiliki 3 komite

utama yang mencakup bagian penelitian, bagian keperluan sehari-hari, dan bagian

finansial yang juga merangkap administrasi.

Pada awalnya, IWC dibentuk dengan persetujuan bersama secara sukarela oleh

negara-negara anggota yang menyetujui International Convention for the

Regulation of Whaling (ICRW) pada tahun 1946. Negara-negara tersebut sepakat

untuk membentuk suatu organisasi independen yang bekerja berdasarkan ICRW

untuk memberikan ruang agar dapat membicarakan masalah terkait penggunaan

sumber daya paus. Disinilah awal terbentuknya organisasi untuk menciptakan

industri perburuan paus yang terorganiasir; termasuk implementasi tujuan

ekonomis dan keterjagaan linkungannya.

IWC pada mulanya beranggotakan 15 negara dan terus bertambah setiap

tahunnya.. Partisipasi sebagai anggota IWC tidak terbatas hanya pada negara yang

memiliki hubungan dengan paus., negara negara yang bersedia untuk turut serta

mendukung IWC walaupun tidak memiliki paus didaerahnya diperbolehkan untuk

bergabung dan bersama-sama memonitoring pelaksaan ICRW. Anggota IWC

telah naik dua kali lipat sejak 2001 dengan jumlah hampir 6 negara bergabung

tiap tahunnya dalam rentang waktu 2002 sampai 2008.

Pada tahun 1982, IWC mengadopsi sebuah moratorium mengenai perburuan paus

dimana Jepang dan Rusia menjadi salah satu negara yang paling menentang

diberlakukannya moratorium ini bersama dengan negara-negara oposisi lainnya.

IWC, sesuai dengan tujuan utamanya untuk melindungi keberlanjutan eksistensi

(10)

bentuk perburuan paus pada tahun 1986 dan membatasi perburuan paus hanya

untuk tujuan penelitian dengan syarat tertentu saja. 65

IWC memberikan izin khusus seperti ini karena masih diakui kebiasaan setempat

seperti kebiasaan suku Makah yang menyatakan bahwa prosesi adat perburuan

paus merupakan perayaan tradisional yang sudah dilakukan sejak zaman nenek

moyangnya, dan adat inilah yang menjadi sumber inspirasi terhadap lagu, tarian,

desain dan alat keterampilan mereka. Bagi suku Makah, perburuan paus

memberikan tujuan dan disiplin bagi seluruh komunitasnya; pada tahun 1855 ,

suku Makah berhasil mendapatkan hak untuk berburu paus di daerah Neah Bay

sesuai dengan perjanjian terhadap Amerika Serikat.

Untuk penduduk lokal yang memang masih memiliki budaya ataupun keduayaan

untuk berburu paus, seperti suku Makah, negara Jepang, Iceland, Norway dan lain

lain, IWC memberikan keringanan berupa “non-zero whaling quota” bagi

penduduk asli dan setiap negara boleh mengisukan “scientific permits” kepada

penduduk mereka yang berupa izin untuk melakukan penelitian terhadap paus.

66

Izin lainnya yang diberikan oleh IWC yaitu izin penelitian. Yang dimaksud

dengan izin penelitian ini ialah diperbolehkannya dilakukan penangkapan

terhadap paus dengan tujuan untuk menganalisa, mencari data ataupun untuk

memonitoring jenis paus tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan informasi

berharga yang kelak dapat disumbangkan kembali untuk membantu pelestarian

paus tersebut ataupun sebagai ilmu pengetahuan tambahan bagi umat manusia.67

IWC, sebagai organisasi yang memberikan monitoriasi dan perlindungan terhadap

paus memiliki tugas utama untuk terus mengawasi dan melakukan perubahan

terhadap konvensinya seiring dengan aktivitas perburuan paus di seluruh dunia.

IWC di dalam tindak tanduknya, juga membuat suatu wilayah perlindungan bagi

paus dengan nama “Southern Ocean Whale Sanctuary”. Tempat ini merupakan

65

IWC Resolution 1986-2, Resolution on Special Permits for Scientific Research.

66

The Makah Whaling Tradition, http://makah.com/makah-tribal-info/whaling/ , diakses pada 12 Juni 2014 pukul 09.24.

67

(11)

area seluas 50 juta kilometer persegi yang mengelilingi Antartika dimana IWC

telah menetapkan bahwa disini tidak boleh ada perburuan paus komersial dalam

bentuk dan alasan apapun. IWC sebenarnya memiliki dua tempat perlindungan

paus , dimana satunya lagi “Indian Ocean Whale Sanctuary”. 68

Dari semua tindakan yang dilakukan oleh IWC, inilah yang dianggap sebagai

tindakan terbaik dengan membuat kawasan lindung bagi paus seperti “Southern

Ocean Whale Sanctuary”, sehingga dapat memberikan perlindungan total kepada

jenis paus tertentu ; menentukan jumlah jenis paus yang boleh diburu didaerah

tersebut; menentukan musim untuk melepas migrasi paus; mencegah penangkapan

paus muda yang masih membutuhkan bantuan induknya.

69

a. Mendukung, merekomendasi, atau jika diperlukan, melakukan

penelitiandan invesigasi yang berkaitan dengan paus dan perburuannya. Dalam melaksanakan tugasnya, IWC juga diberikan izin untuk bekerja sama

dengan badan khusus negara anggota atau badan badan lainnya dengan catatan :

b. Mengumpulkan dan menganalisa informasi statistik mengenai kondisi

terkini dan laju pertumbuhan jumlah paus serta dampak dampak dari

perburuan paus.

c. Pembelajaran, pengamatan dan pembedahan informasi yang berkaitan

dengan metode-metode untuk mempertahankan ataupun menambah

jumlah populasi paus.70

C. Regulasi International Whaling Commission (IWC) Terhadap Perburuan Paus

IWC sebagai organisasi international yang bergerak di bidang perlindungan paus,

tidak membatasi sepenuhnya hak-hak untuk melakukan perburuan paus. Di dalam

68

_ Southern Ocean Whale Sanctuary, http://en.wikipedia.org/wiki/Southern_Ocean_ Whale_Sanctuary ,diakses pada 12 Juni 2014 pukul 12.00.

69

Catch Limits & Catches taken, http://iwc.int/catches , diakses pada 14 Juni 2014 pukul 14.47.

70

(12)

organisasi tersebut, ada izin khusus yang bisa diperoleh yaitu izin penangkapan

untuk tujuan penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Pada tahun 1940-an, negara-negara menyadari bahwa perlu adanya sutau regulasi

terhadap paus agar eksistensinya tetap terjaga dan dapat tetap diburu kedepannya

secara berkala untuk kepentingan komersial. Lalu, dibentuklah melalui

kesepakatan untuk membuat pembatasan pada jumlah paus yang boleh di buru

agar ada peluang bagi paus untuk berkembang biak. Ide inilah yang mendasari di

bentuknya IWC setelah regulasi mengenai perburuan paus dituangkan dalam

ICRW 1946.

Dengan tujuan agar kedepannya masih ada paus untuk diburu secara

berkelanjutan., IWC selalu mengedepankan ilmu pengetahuan dan penelitian

sebagai bagian dari organisasi itu sendiri. Namun, setiap peraturan memiliki celah

hukum sendiri yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang salah apabila tidak

dimonitorisasi secara benar. Ada negara anggota yang dengan alasan demi ilmu

pengetahuan dan penelitian berusaha mencari celah agar dapat menggunakan izin

untuk kepentingan komersial negaranya sendiri dan melanggar regulasi yang ada.

Pada tahun 1982, IWC melakukan voting untuk membentuk suatu moratorium

terhadap perburuan paus. Di dalam voting tersebut, beberapa anggota dari IWC

menolak, namun hal tersebut tetap dilakukan dan mulai berlaku tahun 1986.

Setelah itu, para anggota IWC kembali melakukan voting untuk membentuk cagar

untuk paus di Antartika. Secara perlahan, negara-negara yang menentang

perburuan paus terus terkumpul dan mulai memberikan suaranya, IWC dianggap

sebagai badan internasional untuk perlindungan paus, yang sebenarnya bukan

tujuan utamanya. IWC pada dasarnya di berntuj untuk meregulasi perburuan paus

demi ketersedian paus di masa depannya sehingga bisa diburu secara berkala.

Konstitusi IWC yang lemah membuat banyak kontroversi. Anggota IWC sendiri

(13)

memiliki daya paksa terhadap negara-negara lain , terutama yang bukan anggota

untuk mengikuti ketentuan berburu paus. 71

Prof. Gales menyarankan IWC untuk membuat larangan bagi tiap negara

membuat izin penelitiannya sendiri. Harus ada faktor eksternal yang bukan dari

negara tersebut yang ikut menentukan pemberian izin perburuan paus untuk

penelitian. Tujuan dari penelitian itu juga harus disebutkan dengan jelas dan

bukan sekedar alasan untuk menutupi kegiatan lainnya.

Prof. Nick Gales dan tim nya di dalam tulisannya mengenai “Applying scientific

principles in international law on whaling”, penerapan prinsip prinsip penelitian

terhadap hukum international yang berkaitan dengan paus, menyatakan bahwa

IWC tidak benar benar memiliki kemampuan untuk memaksa negara negara yang

lain untuk patuh meskipun IWC berusaha melakukan revisi terhadap sistem

regulasi perburuan paus demi penelitiannya.

72

71 The flawed nature of the International Whaling commission's science,

http://www.abc.net.au/environment/articles/2014/09/16/4088124.htm , diakses pada 22 Juni 2014 pukul 08.52.

72

de la Mare et al 2014 Policy Forum, Prof. Gales, Australian Antarctic Division, Kingston, Tasmania 6050, Australia

IWC, di dalam kewenangannya menerapkan daerah cagar untuk paus, dipandang

lemah dalam hal kredibilitas oleh Mahkamah Internasional. Segala perkembangan

dan revisi peraturan yang ada di dalam IWC dianggap sama sekali tidak

berpengaruh apapun karena masing-masing negara punya kepentingan politik

masing-masing. IWC sebelum membuat revisi ataupun larangan haruslah

menguatkan posisinya terlebih dahulu di dunia internasional atau kedepannya

segala hal yang dilakukan IWC akan sia-sia.

(14)

Di dalam menjalankan fungsinya, IWC yang bergerak dibidang regulasi

perburuan paus, menggunakan ICRW sebagai dasar konvensinya untuk

menjalankan kegiatannya dan memberikan izin terhadap kegiatan perburuan paus.

ICRW sendiri merupakan sebuah konvensi internasional menyangkut

permasalahan perburuan paus yang disetujui pada tahun 1946 di Washington D.C,

Amerika Serikat. Pada awalnya, ICRW merupakan 2 perjanjian multilateral yang

berkenaan dengan paus yang kemudian digabungkan. Kedua perjanjian tersebut

yaitu konvensi mengenai regulasi paus (The Convention for the Regulation of

Whaling) yang diadopsi pada tahun 1931 dan perjanjian internasional untuk

regulasi paus pada tahun 1937.

Konvensi mengenai regulasi perburuan paus (Convention for the Regulation of

Whaling) diadopsi pada tahun 1931 dengan alasan karena adanya kekhawatiran

terhadap keberlangsungan industri paus. Industri pada saat itu berkembang pesat

karena adanya kapal yang memadai dan inovasi teknologi yang memungkinkan

untuk melakukan perburuan secara intensif dan jauh dari stasiun darat seperti di

Antartika. Di dalam konvensi awal ini, konvensi hanya mengatur mengenai

perizinan kapal dan pelarangan terhadap perburuan beberapa jenis paus.

Dikarenakan konvensi sebelumnya menyebabkan jumlah paus yang ditangkap

semakin banyak dan harga minyak paus turun. Adopsi dilakukan sekali lagi

terhadap perjanjian internasional untuk regulasi paus pada tahun 1937, yang

dalam pembukaannya tertulis bahwa tujuan dari dimunculkannya perjanjian ini

adalah untuk menjaga kemakmuran dari industri paus dan untuk itu, menjaga

ketersediaan paus. Perjanjian ini lebih kompleks dengan mengatur beberapa jenis

paus yang tidak boleh ditangkap, menjadwalkan penangkapan paus jenis tertentu

sesuai musimnya, melakukan zona larangan penangkapan dan memperkuat

regulasinya terhadap insdustri. Konvensi tahun 1937 juga menjadi fondasi

munculnya sistem perburuan paus demi penelitian dengan izin khusus dimana

dalam pelaksanaannya, setiap pihak terkait harus melaporkan seluruh informasi

(15)

penelitian internasional untuk data perburuan paus (International Bureau for

Whaling Statistics) di Norwegia.

Kedua konvensi tersebut digabungkan dan menjadi dasar daripada ICRW.

Meskipun merupakan gabungan dari konvensi 1931 dan 1937, ICRW memiliki

kekhususan tersendiri, salah satunya yaitu fungsi amandemen di dalam pasalnya,

dimana ICRW dapat mengajukan sutau perubahan kepada negara anggotanya dan

para anggota tersebut akan memberikan jawaban. Pemungutan suara dilakukan

melalui voting sampai ¾ (tiga per empat) suara dari yang melakukan voting

tercapai. Negara anggota juga berhak untuk menolak amandemen sehingga

amandemen tersebut baru berlaku padanya apabila penolakan telah dicabut.

Sistem seperti ini menyebabkan regulasi ICRW bersifat dinamis dan berubah

sesuai dengan kebutuhannya.

Tujuan dasar dari ICRW ini sendiri ialah untuk melakukan konservasi terhadap

berbagai jenis paus dan membuat regulasi perburuan yang terorganisir dan

bertahahap terhadap industri komersial paus.73

73

International Convention for the Regulation of Whaling 1946

ICRW ini mulai berlaku pada

tanggal 10 November 1948 dan terus diperbaiki sampai pada tahun 1956 dimana

helicopter dan kapal juga dimasukkan sebagai alat transportasi yang dikategorikan

sebagai kendaraan untuk menangkap paus. Konvensi ini juga bertujuan untuk

untuk melakukan perlindungan seluruh jenis paus terhadap perburuan secara besar

besaran, penetapan suatu sistem internasional terhadap perburuan paus untuk

memastikan adanya konservasi yang berjalan dengan baik dan terjaganya

keseimbangan jumlah paus, dan untuk menjaga tersedianya sumber daya alam

untuk generasi kedepannya dengan paus sebagai bentuk sumber daya alam yang

dapat dieksploitasi secara berkelanjutan. Salah satu cara yang paling efisien untuk

mencapai tujuan ini adalah dengan membentuk suatu organisasi internasional

(16)

tempat untuk pertimbangan pemberian izin kepada negara negara untuk

melakukan penelitian terhadap paus yang melibatkan terjadinya perburuan paus.74

Di dalam pasal pertama disebutkan bahwa ICRW berlaku terhadap kapal pabrik,

stasiun darat dan kapal pemburu paus dimana kewenangan konvensi ini berlaku

terhadap seluruh negara peserta dan juga segala wilayah perairan yang melarang

perburuan paus oleh kapal pabrik, stasiun darat dan pemburu paus.

75

ICRW juga

menjelaskan bahwa yang dikategorikan sebagai “Whale Catcher”, penangkap

paus ,ialah kapal yang digunakan dengan tujuan untuk memburu, mengambil,

menarik, meletakkan, ataupun memata-matai paus. Negara yang termasuk ke

dalam negara yang turut serta menurut konvensi ini ialah negara yang telah

meratifikasi ataupun telah memberikan persetujuan untuk konvensi ini.76

Badan penelitian ini, membantu IWC di dalam melaksanakan tugasnya yang

berkaitan dengan “studi dan penelitian mengenai paus dan perburuannya”. Pada tahun 1950, IWC membuat suatu komite di dalamnya yang mengurus segala

hal yang berkaitan dengan penelitian. Komite ini diberi nama Scientific committee

yang terdiri dari para ilmuan yang direkomendari oleh negara anggota. Namun,

tidak tertutup kemungkinan bagi ilmuan dan ahli lainnya yang bukan rekomendasi

negara untuk ikut terlibat di dalamnya selama pertemuan tersebut yang tidak

menggunakan voting.

77

Badan ini menganalisa informasi yang disediakan negara anggota yang

merupakan kewajibannya untuk memberikan seluruh infromasi penting yang

berkaitan dengan paus dan perburuannya.78

ICRW, melalui badan penelitian IWC, dapat diamandemen dari waktu ke waktu

sesuai dengan agenda dengan mengadopsi peraturan konservasi dan penggunaan

74

International Convention for the Regulation of Whaling,

http://en.wikipedia.org/wiki/International_Convention_for_the_Regulation_of_Whaling#cite_no te-2, diakses pada 20 Juni 2014 pukul 10.27 WIB.

(17)

sumber daya paus, seperti mengamandemen peraturan tentang paus yang sudah

dilindungi dan yang belum dilindungi, musim pembukaan dan penutupan,

perairan terbuka dan tertutup, termasuk peruntukan daerah cagar perlindungan

paus, ukuran maksimal untuk setiap jenis paus. Waktu, metode dan jumlah

perburuan paus (termasuk jumlah perburuan paus maksimal disetiap musimnya);

Jenis dan spesifikasi dari perlengkapan dan peralatan yang boleh digunakan;

Metode pengukuran, penangkapan kembali serta data statistik dan biologis juga di

atur di dalam ICRW. 79

Amandemen yang direncanakan ke dalam ICRW kedepannya, haruslah benar

benar diperlukan untuk melaksanakan tujuan dari konvensi ini seperti

menyediakan konservasi, pengembangan dan penggunaan maksimal dari sumber

daya paus. Amandemen juga didasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan

dan tidak terikat pada pembatasan jumlah ataupun kewarganegaraan kapal dan

tetap akan mempertimbangkan kepentingan konsumen produk paus serta badan

usaha yang berkaitan dengan paus.

Peraturan ICRW tidak serta merta melarang seluruh perburuan paus tanpa

memikirkan dampak yang terjadi dimasyarakat. Pada masyarakat tertentu, paus

masih memiliki hubungan yang erat dengan tradisi, adat istiadat dan kebiasaan

hidup mereka. Oleh karena itu, peraturan yang ada dan diamandemen masih terus

memperhatikan perkembangan masyarakat international secara konsisten serta

industri komersial paus.

80

79

ICRW 1946, pasal 5 ayat (1).

80

Referensi

Dokumen terkait