• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Data ECMWF dan Citra Satelit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Data ECMWF dan Citra Satelit"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Data ECMWF dan Citra Satelit

MTSAT Untuk Analisis Kondisi Atmosfer

Saat Hujan Lebat di Jakarta

(

Studi Kasus 9 Februari 2015

)

Suryo Widi Handoko

1

dan Richard Mahendra Putra

2*

1,2Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika * Email: richardmp.rmp@gmail.com

Abstrak.

Hujan sedang hingga lebat di DKI JAKARTA tanggal 9-10 Februari 2015 sehingga menyebabkan banjir di

beberapa wilayah DKI Jakarta. Jumlah akumulasi curah hujan hasil observasi Stasiun Meteorologi di Jakarta pada tanggal 10 Februari 2015 sebesar 361 mm di Tanjung Priok, 278 mm di Kemayoran dan 128 mm di Soekarno-Hatta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor yang menyebabkan kondisi ekstrem tersebut dengan melalui metode analisis. Analisis kejadian cuaca ekstrim dilakukan dengan meligat kondisi atmosfer yang diwakili oleh faktor-faktor meteorologi antara lain, faktor meteorologi pada skala global (Suhu Muka Laut, dan Anomali Suhu Muka Laut), skala regional (peta streamline), dan skala lokal (Kelembaban dan Curah Hujan). Selanjutnya analisis dilakukan dengan citra satelit MTSAT untuk mengetahui seberapa rendah suhu puncak awan serta luasannya. Berdasarkan hasil analisis kondisi atmosfer sebelum kejadian hujan lebat, nilai suhu muka laut di sekitar pulau Jawa cukup hangat dengan anomali yang bernilai positif. Selain itu terdapat pola gangguan cuaca berupa adanya daerah belokan angin (shearline) di sekitar Jakarta. Kondisi tersebut didukung dengan nilai kelembaban yang cukup basah sejak pagi hari hingga malam hari. Kondisi ini akan meningkatnya mekanisme pembentukan awan diatas Jakarta. Analisis citra satelit menunjukkan suhu puncak awan terendah saat kejadian hujan lebat sebesar -72.5oC.

Kata kunci: hujan lebat, cuaca ekstrem, citra satelit

PENDAHULUAN

Hujan lebat yang terjadi di Jakarta pada tanggal 9 Februari 2015 menyebabkan beberapa wilayah tergenang air. Berdasarkan data pengamatan curah hujan di Stasiun Meteorologi di Jakarta terlihat bahwa hujan lebat terjadi di beberapa wilayah yaitu 361 mm di Tanjung Priok, 278 mm di Kemayoran dan 128 mm di Soekarno-Hatta. Kondisi ini merupakan kondisi yang masuk pada kategori cuaca ekstrem.

Cuaca ekstrem merupakan keadaan fenomena fisik atmosfer di suatu tempat pada waktu tertentu , berskala pendek, dan bersifat ekstrem. Berdasarkan Peraturan KBMKG No 009 tahun 2010 tentang cuaca ekstrem, kondisi cuaca dikatakan ekstrem apabila :

- Suhu permukaan >35oC - Kecepatan angin >25 knot - Curah hujan per hari >50 mm

Kondisi pada tanggal 9 Februari 2015 di Jakarta memiliki curah hujan lebih dari 50 mm per hari di 3 lokasi di Jakarta. Oleh karena itu fenomena ini termasuk kategori ekstrem yang menarik untuk dikaji.

DATA DAN METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Jakarta yang terletak pada 5° 19' 12" - 6° 23' 54" LS dan 106° 22' 42" - 106° 58' 18" BT. Penulis memilih kasus kejadian hujan lebat pada tanggal 9 Februari 2015.

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data analisis global yang terdiri dari SST, anomali SST, dan SOI,

2. Data ECMWF yang berisi peta angin, kelembaban

3. Data pengamatan permukaan Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta, Kemayoran dan Tanjung Priok

(2)

Metode Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis skala global, regional, dan lokal. Analisis skala global meliputi analisis nilai sea surface temperature (SST), dan anomali SST. Analisis regional meliputi analisis pola angin streamline untuk mencari wilayah konvergensi, dan shearline dengan menggunakan data ECMWF. Analisis lokal meliputi keadaan cuaca permukaan berdasarkan data observasi cuaca Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta, Kemayoran dan Tanjung Priok. Selain itu analisis skala lokal juga dilakukan dengan analisis kondisi labilitas atmosfer berdasarkan data CAPE dari ECMWF dan juga data Citra Satelit MTSAT ketika hujan lebat terjadi di Jakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Global

Analisis Sea Surface Temperature (SST)

Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa suhu muka laut di wilayah perairan sekitar Jakarta pada tanggal 9 Februari 2015 berkisar antara 30.0 - 32.5ºC, sementara itu berdasarkan keadaan anomali suhu muka laut di sekitar Jawa Timur dapat diketahui bahwa anomali suhu muka lautnya bernilai positif yaitu berkisar antara 0.75 – 1.5ºC. Tingginya suhu muka laut akan mengakibatkan penguapan meningkat sehingga akan berpotensi tumbuh awan konvektif penghasil hujan lebat.

Gambar 1. Kondisi SST pada tanggal 9 Februari 2015 (kiri)

dan Anomali SST tanggal 9 Februari 2015 (kanan) (http://polar.ncep.noaa.gov/sst/ophi/archive/20150209/)

Analisis Regional

Analisis Streamline

Analisis streamline tanggal 9 Februari 2015 pukul 00.00 UTC menunjukkan bahwa terdapat pola shearline (belokan angin) di wilayah Jakarta yang mengidentifikasikan terdapatnya potensi pertumbuhan awan yang besar pada daerah tersebut. Selain itu, pukul 12.00 UTC, juga terlihat adanya pola belokan angin di sekitar wilayah Jakarta, namun belokan angin cenderung lebih tajam dibandingkan jam 00.00 UTC. Pola ini menunjukkan wilayah yang berpotensi tumbuh awan-awan konvektif.

Gambar 2. Kondisi angin pada tanggal 9 Februari 2015 Jam

00 UTC (kiri) dan 12 UTC (kanan)

(http://apps.ecmwf.int/datasets/data/interim-full-daily)

Analisis Lokal

Analisis Cuaca Permukaan

Berdasarkan gambar 3 dapat diketahui bahwa jumlah curah hujan pada tanggal 9 Februari 2015 sebanyak 361 mm di Tanjung Priok, 278 mm di Kemayoran dan 128 mm di Soekarno-Hatta.

Gambar 3. Curah hujan tanggal 9 Februari 2015

(http://ogimet.com/resynops.phtml.en)

Sedangkan untuk hujan lebat sendiri terjadi sepanjang hari sejak pukul 00.00 UTC hingga keesokan harinya.

Gambar 4. Curah hujan tanggal 9 Februari 2015

(http://ogimet.com/resynops.phtml.en)

Analisis Kelembaban Udara

(3)

Gambar 5. Kelembaban udara tanggal 9 Februari 2015

(http://apps.ecmwf.int/datasets/data/interim-full-daily) Analisis Citra Satelit

Gambar 5. Analisis time series suhu puncak awan

(sumber : ftp://202.90.199.115)

Berdasarkan hasil analisa satelit untuk output suhu puncak awan. Terlihat bahwa di wilayah Jakarta memiliki suhu puncak awan yang relatif sangat rendah hingga -72.5oC pada

tanggal 9 Februari 2015. Kondisi ini terus melemah hingga jam 10 UTC namun saat memasuki jam 18 UTC kondisi suhu puncak awan kembali mengalami penurunan yang sangat dragtis dari -20oC menjad -60oC. Kondisi puncak awan yang

sangat dingin ini mengindikasikan adanya tutupan awan-awan jenis konvektif yang mampu menghasilkan hujan dengan intensitas lebat.

Gambar 6. Analisis kontur suhu puncak awan

(sumber : ftp://202.90.199.115)

Berdasarkan hasil analisis kontur suhu puncak awan apada jam 01.00 UTC tanggal 09 Februari 2015, terlihat bahwa pada saat itu terdapat inti sel awan cumulonimbus di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Hal ini ditunjukkan oleh pola kontur suhu puncak awan dimana di wilayah Jakarta memiliki suhu puncak awan terendah dibandingkan wilayah lainnya yaitu sebesar -72.5 oC. Besarnya inti sel awan dengan suhu puncak

yang sangat dingin tersebut lumayan luas menutupi wilayah Jakarta dan sekitarnya. Itulah mengapa pada saat itu kondisi hujan lebat hampir terjadi di seluruh Jakarta.

Gambar 7. Citra Satelit Jam 01.00 – 06.00 UTC (sumber : ftp://202.90.199.115)

Berdasarkan analisis citra satelit pada jam 01.00 – 06.00 UTC terlihat bahwa wilayah Jakarta memang ditutupi oleh awan jenis cumulonimbus. Awan ini merupakan awan gelap yang menjulang tinggi hingga lapisan troposfer dan bisa menghasilkan hujan lebat disertai petir dan angin kencang. Kondisi awan CB semakin melemah saat memasuki jam 06.00 UTC, namun untuk tanggal 9 Februari 2015 wilayah Jakarta hampir sepanjang hari ditutupi oleh awan jenis ini. Oleh karena itu hujan lebat akan terjadi di Jakarta dan sekitarnya.

KESIMPULAN

(4)

1. Berdasarkan analisis skala global, kondisi SST disekitar wilayah Jakarta cenderung hangat dan juga anomali SST juga menunjukkan nilai positif. Hal ini akan mempengaruhi jumlah pasokan uap air akibat penguapan yang besar.

2. Berdasarkan analisis faktor gangguan cuaca skala regional, terdapat pola belokan angin (shearline) pada pukul 00.00 UTC dan jam 12.00 UTC di sekitar Jakarta. Adanya pola shearline ini menunjukkan potensi akan terbentuknya awan konvektif di daerah tersebut.

3. Berdasarkan pengamatan cuaca permukaan di Stasiun Meteorologi Tanjung Priok, Kemayoran dan Soekarno-Hatta pertumbuhan awan konvektif mulai terjadi sejak pagi hari. Hujan lebat pun sudah terjadi sejak pengamatan curah hujan jam 03.00 UTC di beberapa Stasiun Meteorologi di Jakarta. Selain itu, hujan terus menerus terjadi sepanjang hari pada tanggal 9 Februari 2015.

4. Berdasarkan nilai kelembaban udara di wilayah Jakarta, terlihat bahwa kelembaban udara pada jam 00, 06, 12 dan 18 memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 90- 100%. Kondisi ini akan memicu tumbuhnya awan-awan konvektif penghasil hujan lebat.

5. Berdasarkan hasil citra satelit, terlihat bahwa di kawasan Jakarta dan sekitarnya ditutupi oleh awan-awan jenis konvektif. Hal ini ditunjukkan oleh nilai suhu puncak awan yang sangat rendah hingga mencapai -72.5oC. Kondisi ini terus bertahan hingga sore dan malam hari namun tidak se ekstrem ketika pagi hari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini. Penulis berharap semoga dengan adanya tulisan ini, kita semua dapat mempelajari fenomena cuaca dengan lebih mudah.

REFERENSI

1. Tjasyono HK, Bayong. 2007. Meteorologi Indonesia 1. Badan meteorologi dan Geofisika: Jakarta

2. Tjasyono HK, Bayong dan Sri Woro B Harijono. 2013. Atmosfer Ekuatorial. Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika: Jakarta

3. Tsanyfadhila, Shafira. 2014. Analisis Kondisi Atmosfer (Study Kasus Banjir Jakarta 12 Januari 2014). Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika: Jakarta

4. Zakir, Achmad dkk. 2009. Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Puslitbang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika: Jakarta

Gambar

Gambar 1. Kondisi SST pada tanggal 9 Februari 2015 (kiri) dan Anomali SST tanggal 9 Februari 2015 (kanan) (http://polar.ncep.noaa.gov/sst/ophi/archive/20150209/)
Gambar 5. Kelembaban udara tanggal 9 Februari 2015(http://apps.ecmwf.int/datasets/data/interim-full-daily)

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa unsur cuaca seperti curah hujan, lama penyinaran, radiasi, suhu maksimum, suhu minimum, suhu rataan dan kelembaban nisbi dapat dibangkitkan dari data TRMM

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP TANAMAN PENINGKATAN SUHU KEJADIAN IKLIM EKSTRIM KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERUBAHAN POLA HUJAN BANJIR KEKERINGAN SALINITAS KEMASAMAN PERGESERAN

Permasalahan tersebut diangkat untuk menjawab beberapa pertanyaan: apakah ada peningkatan kejadian iklim/cuaca ekstrim, bagaimana tren suhu udara dan curah hujan sebagai

Fenomena penurunan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut di wilayah pesisir Jakarta Utara meng- akibatkan banjir rob semakin sering terjadi yang berdampak

Dalam kaitannya dengan perubahan iklim (kenaikan muka laut), tidak hanya menyangkut masalah kejadian dan pola iklim yang mempengaruhi sistem, tetapi juga dapat dalam skala yang

Pusat Meteorologi Publik, untuk kejadian cuaca ekstrim yang tidak terkait dengan aktifitas penerbangan dan aktifitas kemaritiman sebagaimana dimaksud pada huruf

indikator iklim seperti suhu permukaan, curah hujan, suhu permukaan laut, tinggi muka laut, serta kejadian iklim dan cuaca ekstrem. b) Potensi dampak PI  berdampak pada

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui variabilitas suhu permukaan laut, dan menganalisis konsentrasi klorofil- a pada saat kejadian upwelling di WPP 716, kemudian diverifikasi