• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Pelarut Organik Terh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Penambahan Pelarut Organik Terh"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Muhamad Tangdan Veinardi Suendo*

Diterima 8 Juni 2011, direvisi 21 Juni 2011, diterbitkan 5 Agustus 2011

Abstrak

Pada penelitian ini larutan sabun yang mengandung senyawa surfaktan natrium alkil benzen sulfonat (C12H25C6H4SO3#Na+) dan natrium lauril eter sulfat (C12H25O(CH2CH2O)2SO3#Na+) dipelajari sifat tegangan permukaannya. Kedua senyawa ini memiliki gugus anionik bersifat hidrofilik yang larut dalam air dan gugus hidrofobik berupa rantai alkil yang larut dalam pelarut non#polar. Berdasarkan gugus fungsinya, kedua senyawa tersebut dapat dikategorikan dalam golongan surfaktan anionik. Surfaktan merupakan senyawa aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan suatu cairan. Pada penelitian ini tegangan permukaan larutan surfaktan ditentukan dengan metoda cincin Du Nouy yang kemudian dibandingkan terhadap larutan surfaktan yang mengandung berbagai pelarut organik. Pada penelitian ini diamati bahwa tegangan permukaan larutan surfaktan pada suhu 25ºC mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya konsentrasi surfaktan. Penambahan pelarut organik seperti metanol, etanol, gliserol dan aseton dengan konsentrasi 0,1 M, dan 0,5 M, secara umum diamati menurunkan tegangan permukaan pada konsentrasi surfaktan yang rendah, akan tetapi akan meningkatkan tegangan permukaan secara signifikan pada konsentrasi surfaktan yang tinggi.

Kata kunci: Tegangan permukaan, larutan surfaktan, surfaktan anionik, metoda cincin Du Nouy, pelarut organik.

Para mahasiswa kimia pada semester awal jarang sekali mempelajari tentang kimia permukaan atau fisika permukaan. Percobaan tentang fenomena permukaan biasanya tidak dibahas secara mendalam bahkan dalam kuliah kimia fisika sekalipun. Hal ini sangatlah disayangkan, karena terdapat banyak percobaan

menarik yang dapat ditampilkan untuk

menunjukkan efek efek permukaan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pembentukan gelembung sabun adalah satu dari fenomena menarik tersebut. Hampir semua kalangan mengenal gelembung sabun, mulai dari anak anak hingga orang dewasa, bahkan gelembung sabun juga digunakan dalam pertunjukan seni.

Gelembung sabun bahkan banyak

diperjualbelikan terutama pada obyek wisata, pusat keramaian dan pada saat perayaan. Bahan dasar pembuatan gelembung sabun sangatlah sederhana dan dapat ditemukan di mana mana, seperti sabun cuci piring, sabun mandi, sabun colek dan detergen. Pembuatan gelembung sabun dapat menggunakan berbagi alat sederhana seperti cincin kawat, cincin plastik, serta benda berbentuk silinder dengan berbagai ukuran.

Telah dilaporkan bahwa sifat gelembung

sabun bergantung pada tegangan

permukaannya, yang secara langsung

berpengaruh terhadap volume maksimum dari

gelembung tersebut.1 Pada prinsipnya larutan dengan tegangan permukaan yang lebih rendah memungkinkan terbentuknya gelembung dengan volume yang lebih besar. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana ukuran maksimum dari gelembung tersebut dapat diatur berdasarkan konsentrasi surfaktan terlarut.

Selanjutnya bagaimana kelenturan dari

permukaan cairan dapat diatur tidak hanya dengan melakukan variasi konsentrasi surfaktan tapi juga dengan penambahan berbagai pelarut organik polar seperti alkohol dan aseton. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan suatu studi terperinci mengenai pengaruh konsentrasi larutan surfaktan serta penambahan berbagai pelarut organik polar terhadap tegangan permukaan menggunakan alat tensiometer dengan metoda cincin Du Nouy.

Molekul surfaktan memiliki bagian polar (hidrofilik) yang larut dalam air dan bagian non

polar (hidrofobik) yang larut dalam

(2)

Gambar 1. Skematis yang menggambarkan suatu molekul surfaktan.

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh konsentrasi molekul surfaktan serta penambahan larutan organik terhadap tegangan permukaan larutan surfaktan dengan metoda cincin Du Nouy. Pada studi ini pelarut organik yang dipelajari dibatasi untuk kelompok alkohol yang meliputi metanol, etanol dan gliserol, serta kelompok keton yang diwakilkan oleh aseton.

Tegangan permukaan (γ) suatu cairan dapat didefinisikan sebagai banyaknya kerja yang dibutuhkan untuk memperluas permukaan cairan per satu satuan luas. Pada satuan cgs, γ dinyatakan dalam erg cm1 atau dyne cm1, sedangkan dalam satuan SI, γ dinyatakn dalam N m1. Molekul yang ada di dalam cairan akan mengalami gaya tarik menarik (gaya van der Waals) yang sama besarnya ke segala arah. Namun, molekul pada permukaan cairan akan mengalami resultan gaya yang mengarah ke dalam cairan itu sendiri karena tidak ada lagi molekul di atas permukaan dan akibatnya luas permukaan cairan cenderung untuk menyusut.3

Pengukuran tegangan permukaan dengan metode cincin Du Nouy didasarkan atas

penentuan gaya yang dibutuhkan untuk

mengangkat cincin dari permukaan cairan. Gaya ini diukur dengan jalan mencelupkan cincin yang digantung pada lengan neraca dan perlahan lahan mengangkatnya sampai cincin tersebut meninggalkan cairan. Metode ini tidak hanya dapat digunakan mengukur tegangan permukaan cairan udara, tetapi juga dapat digunakan untuk mengukur tegangan antarmuka cairan cairan seperti misalnya tegangan antarmuka (minyak air atau kloroform air). Gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat cincin dari

permukaan cairan dapat dihitung dari

persamaan:

Gaya (F) = 4πRγ (1)

Dengan R adalah jari jari cincin. Keliling 2πR harus dikalikan dua mengingat bahwa ada batas dalam dan batas luar antara cairan dan kawat.

Perlakuan ini berlaku untuk cairan dengan sudut kontak θ = 0.3

Dalam kenyatannya ada sebagian cairan yang terangkat sebelum permukaan cairan

pecah, sehingga persamaan (1) perlu

memperhitungkan faktor koreksi (Fr), yang merupakan fungsi dari R3/V dan R/r, dengan V adalah volume cairan yang terangkat, r adalah jari jari kawat cincin, dan R adalah jari jari cincin. Volume yang diperoleh dari persamaan gaya,

F = mg = ρV g (2)

Dengan memperhitungkan faktor koreksi (Fr), maka tegangan permukaan dapat ditulis ulang sebagai berikut,

(3)

Dengan,

f = gaya yang dibutuhkan untuk mengangkat cincin dari permukaan cairan

Fr = faktor koreksi (ditentukan secara percobaan oleh Harkins dan Jordan)

γ = tegangan permukaan nyata

P = tegangan permukaan yang diukur pada saat percobaan

Faktor koreksi dapat juga ditentukan menggunakan rumus empirik berikut,

(4)

atau

(5)

dimana,

= faktor koreksi

= 0,725

= 0,0009075

= jari jari cincin

= nilai tegangan permukaan yang diukur pada saat percobaan

= 0,04534 – 1,679 r/R

= rapat massa fasa dibawah antar muka

= rapat massa fasa diatas antar muka =

= =

π π

γ

+ − −

π

− +

− +

(3)

= keliling cincin

= jari jari kawat

Surfaktan merupakan suatu molekul dengan rantai hidrokarbon panjang dengan gugus ujung bersifat polar atau ionik. Bagian rantai hidrokarbon dari molekul ini bersifat hidrofobik dan larut dalam cairan non polar, sedangkan gugus ujung polar/ionik bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Berdasarkan klasifikasinya, surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.

Surfaktan yang larut dalam minyak adalah senyawa organik yang memiliki rantai panjang umumnya mempunyai gugus polar yang khas seperti –COOH, –OH, –CONH2, –NH2, –SO3H,

–SH, dan garam garam dari gugus karbosilat dan sulfonat. Senyawa senyawa ini umumnya tidak menurunkan tegangan permukaan cairan, tetapi menurunkan tegangan antarmuka minyak air.4 Sedangkan surfaktan yang larut dalam air adalah surfaktan yang ujung ion bersifat hidrofilik seperti surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik atau netral dan surfaktan amfoterik, bergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya.

Klasifikasi surfaktan berdasarkan sifat muatannya dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu: surfaktan anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Surfaktan anionik adalah merupakan

suatu surfaktan yang gugus polarnya

mengandung muatan negatif (contohnya adalah C12H25C6H4SO3Na+ (Natrium Alkil Benzena

Sulfonat), sodium lauril sulfonat, sodium dodesil benzen sulfonat, sodium lauril eter sulfat, ammonium lauril sulfat, sodium metil kokoil sulfat, sodium lauril sarkosinat.5 Surfaktan kationik adalah merupakan suatu surfaktan yang gugus polarnya mengandung muatan positif (contohnya RNH3

+

Cl (garam amina rantai panjang), benzalkonium klorida (dimetilbenzilalkil ammonium klorida) dan stearalkonium klorida). Surfaktan kationik biasanya berasal dari senyawa amina yang berantai panjang primer, sekunder, tersier dan kuartener yang larut dalam pelarut pada semua pH. Senyawa kelompok surfaktan kationik ini dapat digunakan sebagai zat tolak air, zat pelunak untuk tekstil dan kertas, zat pencegah korosi serta digunakan dalam flotasi bijih.5 Surfaktan nonionik atau netral adalah merupakan suatu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya mengandung gugus non ion (contohnya adalah suatu karbohidrat yang dapat berikatan hidrogen dengan air).6 Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung muatan negatif dan positif pada bagian aktif permukaannya misalnya sulfobetain.

Sifat ini menyebabkan surfaktan dapat diabsorbsi pada antar muka udara air, minyak air, dan zat padat air, membentuk lapisan tunggal dimana sifat hidrofilik berada pada permukaan air dan rantai hidrokarbon menjauhi permukaan air artinya sifat hidrofobik kontak dengan udara dan zat padat maupun terendam dalam fasa minyak. Umumnya sifat polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil, sementara sifat non polar (hidrofobik) memiliki rantai alkil panjang.

Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air/larutan. Aktivitas surfaktan diperoleh karena memiliki sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki sifat polar (gugus hidrofilik) dapat dengan mudah larut di dalam air dan sifat non polar (gugus hidrofobik) yang mudah larut dalam minyak. Jika proses interaksi dengan fasa air lebih kuat dibandingkan dengan fasa minyak, hal

ini menunjukkan bahwa jumlah gugus

hidrofiliknya lebih banyak. Sebagai akibatnya akibatnya, tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga dengan mudah menyebar dan menjadi fasa kontinu. Demikian pula sebaliknya, jika interaksi dengan fasa minyak lebih kuat dibandingkan dengan fasa air, yang diakibatkan oleh jumlah gugus hidrofobik yang lebih dominan. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga dengan mudah menyebar dan menjadi fasa kontinu.

Bila penambahan surfaktan melebihi

konsentrasi kritis tertentu, maka surfaktan akan mengalami agregasi dan membentuk struktur misel. Penambahan Surfaktan tersebut tidak

akan mempengaruhi tegangan permukaan

walaupun konsentrasi surfaktan terus

ditingkatkan. Konsentrasi kritis terbentuknya misel ini disebut sebagai critical micelle

concentration (CMC). Tegangan permukaan

akan menurun hingga CMC tercapai.

Penambahan konsentrasi surfaktan lebih tinggi dari CMC tidak akan menurunkan tegangan

permukaan, yang menunjukkan bahwa

permukaan cairan telah menjadi jenuh, dimana misel telah terbentuk dan berada dalam kesetimbangan dinamis dengan monomernya.7

Pada penelitian ini, setiap

tegangan permukaan ditentukan dengan

(4)

Bahan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : larutan sabun cair (Sunlight) dengan berbagai konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 16, dan 20 % w/v. Untuk pelarut organik seperti: metanol, etanol, gliserol, dan aseton, digunakan pelarut dengan kualitas p.a. (pro analysis) yang dibeli dari Merck, dengan masing masing konsentrasi 0,1 M, 0,5 M. Setiap larutan dibuat dengan mengencerkan zat terlarut dengan air hasil

permurnian menggunakan metoda reverse

osmosis pada Laboratorium Kimia Fisik Material,

FMIPA – ITB.

Sebelum setiap seri pengukuran dilakukan kalibrasi terhadap alat tensiometer yang digunakan menggunakan beban standar. Setelah tahap kalibrasi, pengukuran tegangan permukaan larutan surfaktan dilakukan pada berbagai konsentrasi surfaktan. Masing masing larutan dengan konsentrasi berbeda sebanyak 30 mL ditempatkan dalam gelas kimia 50 mL dan diletakkan diatas penyangga cuplikan. Selanjutnya penyangga cuplikan dinaikkan hingga cincin tercelup ke dalam gelas kimia ± 0,5 cm dari permukaan larutan. Tahap ini dilanjutkan dengan membebaskan lengan torsi dan menggeser pembacaan pada angka nol, dimana kedudukan penunjuk dan bayangannya berimpit dengan garis pembanding pada cermin (cincin tetap tercelup). Selanjutnya turunkan penyangga cuplikan berlahan lahan hingga cincin berada tepat pada permukaan cairan. Kemudian lengan torsi dinaikkan dan dibaca dengan teliti nilai pada skala tepat pada saat lapisan tipis cairan pecah. Langkah langkah yang sama diulangi untuk seri larutan dengan penambahan metanol, etanol, gliserol dan aseton dengan konsentrasi masing masing 0,1 dan 0,5 M. Pembacaan skala dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama ketika cincin terangkat kepermukaan larutan (lapis tipis belum pecah) dan kedua ketika lapisan tipis pecah. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengamati efek konsentrasi surfaktan serta penambahan cairan organik terhadap kelenturan permukaan cairan.

Molekul air merupakan molekul yang bersifat polar dan antar molekulnya terjadi interaksi berupa ikatan hidrogen yang sangat kuat. Molekul molekulnya akan saling tarik menarik dengan adanya ikatan hidrogen yaitu antar atom hidrogen dari satu ikatan O H dan atom oksigen dari molekul air yang lainnya. Hal ini akan menyebabkan struktur permukaan air menjadi kaku yang ditunjukkan oleh besarnya tegangan permukaan air. Besarnya tegangan permukaan cairan tergantung dari kekuatan gaya tarik antara molekul molekulnya.8 Secara teoritis air

murni pada suhu 20ºC memiliki tegangan permukaan sebesar 72,8 dyne cm1. Pada penelitian ini, tegangan permukaan untuk air murni pada suhu 25ºC adalah 40,2 dyne cm1.

Perbedaan suhu pengukuran sangat

mempengaruhi hasil pengukuran. Jika suhu pengukuran atau suhu sistem dinaikkan, maka

energi kinetik molekul molekulnya juga

meningkat yang menyebabkan meningkatnya getaran molekul. Getaran atau gerak vibrasional dari molekul molekul air tersebut akan melemahkan interaksi antar molekul, seperti ikatan hidrogen atau gaya van der Waals. Hal ini berakibat langsung pada penurunan tegangan permukaan suatu cairan dengan meningkatnya suhu sistem. Hal ini sesuai dengan persamaan Ramsay–Shields yang menyatakan hubungan antara suhu dan tegangan permukaan:

(6)

permukaan molekular (Molecular free surface

energy), Tc suhu kritik, T suhu pengamatan dan

K adalah tetapan yang besarnya bergantung

pada masing masing cairan. Berdasarkan

persamaan tersebut maka semakin besar T, maka tegangan permukaan akan semakin kecil.9

Suatu molekul surfaktan mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang dan salah satu ujung bersifat polar. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat zat non polar, sedangkan ujung polar bersifat hidrofilik dan larut dalam air.10 Dari grafik tegangan permukaan larutan surfaktan terhadap konsentrasi surfaktan (Gambar 2 dan 3) dapat dilihat bahwa tegangan permukaan larutan surfaktan sejalan dengan naiknya konsentrasi surfaktan dalam air dan akhirnya menjadi konstan walaupun konsentrasi surfaktan dalam larutan terus bertambah.

Penelitian ini difokuskan pada tegangan permukaan larutan surfaktan ketika selaput tipis (film) cairan tepat pecah. Surfaktan berupa larutan sabun cair sunlight yang digunakan dalam penelitian mengandung senyawa organik yaitu 15% w/v natrium alkil benzen sulfonat (C12H25C6H4SO3Na+) dan natrium lauril eter

sulfat ( C12H25O(CH2CH2O)2SO3Na +

). Kedua surfaktan ini berjenis anionik yang memiliki muatan negatif pada gugus hidrofiliknya.

(5)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Bertambahnya konsentrasi surfaktan lebih tinggi dari 12 % tidak menyebabkan pengurangan yang berarti pada tegangan permukaan, hal ini disebabkan karena pada konsentrasi tersebut surfaktan mulai beragregasi membentuk misel.11 Konsentrasi kritis di mana misel mulai terbentuk disebut sebagai Critical Micelle Concentration (CMC).

Gambar 2. Pengukuran tegangan permukaan larutan surfaktan pada berbagai konsentrasi ketika cincin terangkat kepermukaan larutan sebelum film cairan pecah.

Gambar 3. Pengukuran tegangan permukaan larutan surfaktan pada berbagai konsentrasi ketika cincin terangkat kepermukaan larutan dan film cairan tepat pecah.

Dari Gambar 4 dan Gambar 5

memperlihatkan nilai tegangan permukaan larutan surfaktan setelah penambahan senyawa organik pada konsentrasi 0,1 M dan 0,5 M dimana aseton memiliki tegangan permukaan yang besar dibandingkan dengan senyawa lainnya. Pada Gambar 4, efek dari penambahan zat organik dapat dibagi menjadi 2, yaitu pada konsentrasi sebelum dan sesudah CMC. Pada kedua daerah tersebut pada dasarnya memiliki kecenderungan yang sama, kecuali untuk aseton yang lebih berperan pada daerah konsentrasi setelah CMC. Untuk daerah sebelum CMC

diperoleh urutan nilai tegangan permukaan larutan surfaktan dengan penambahan senyawa organik dengan konsentrasi 0,1 M adalah etanol > aseton > metanol > gliserol, sedangkan untuk konsentrasi setelah CMC adalah aseton > etanol > metanol > gliserol. Dari data tegangan permukaan larutan surfaktan pada konsentrasi setelah CMC, tampak bahwa aseton memiliki tegangan permukaan paling tinggi. Hal ini dapat dijelaskan dari interaksi antara aseton dengan air. Aseton memiliki gugus aktif C karbonil (C=O) yang menjadikan atom C lebih bersifat elektropositif akibat keberadaan atom O yang bersifat elektronegatif. Atom O pada ikatan C=O akan berinteraksi kuat dengan atom H pada molekul air, interaksi ini merupakan interaksi dipol dipol bukan ikatan hidrogen. Sedangkan atom C pada C=O yang bersifat elektropositif tidak cukup polar untuk berinteraksi kuat dengan atom O pada H2O akibat penetralan lewat efek

induksi oleh dua gugus metil. Keberadaan interaksi dipol dipol ini meskipun memiliki kekuatan ikatan yang lebih lemah dari ikatan hidrogen namun tidak memiliki kebebasan untuk berinteraksi seperti layaknya ikatan hidrogen antara molekul air atau pun alkohol. Hal ini

mengakibatkan keberadaan aseton dalam

sistem membuat permukaan cairan menjadi

lebih kaku yang ditunjukkan tegangan

permukaan yang tinggi. Meskipun terdapat kenaikan, nilainya tidak sesuai dengan teori, dimana jika kehadiran zat terlarut menyebabkan kenaikan tegangan permukaan, efeknya akan kecil karena zat terlarut tersebut dipaksakan agar keluar dari lapisan permukaan.12 Selain itu, keberadaan aseton yang dapat berinteraksi dengan baik dengan gugus non polar pada senyawa surfaktan mampu untuk memecah struktur misel yang lentur pada permukaan. Hal ini akan membawa sistem pada keadaan layaknya sebelum CMC. Jadi keberadaan molekul aseton akan memberikan dua efek yang signifikan berdasarkan sifat kepolarannya.

Gambar 4. Tegangan permukaan larutan surfaktan dengan penambahan metanol, etanol, gliserol dan aseton dengan konsentrasi 0,1 M.

(6)

Pada kasus penambahan pelarut organik lain, ditemukan kecenderungan yang sama, yaitu pelarut dengan struktur molekul yang memiliki kemungkinan membentuk ikatan hidrogen akan lebih sulit meningkatkan tegangan permukaan. Sedangkan pelarut dengan struktur molekul yang kurang polar dan dapat berinteraksi secara van der Waals dengan gugus hidrofobik dari molekul surfaktan akan cenderung untuk meningkatkan tegangan permukaan. Hal ini disebabkan karena kehadiran pelarut organik akan berperan mencegah pembentukan misel sehingga permukaan cairan menjadi lebih kaku. Efek ini dapat diliha lebih jelas pada Gambar 5, dimana konsentrasi surfaktan 6 dan 16 % w/v mewakili keadaan larutan surfaktan sebelum dan sesudah CMC. Penambahan aseton pada daerah konsentrasi setelah CMC terlihat tetap

meningkatkan tegangan permukaan

dibandingkan sebelum CMC, biarpun efek konsentrasi pelarut organik telah berperan secara signifikan dari 0,1 ke 0,5 M, yaitu menurunkan tegangan permukaan dari 310 ke 30 dyne cm1. Penurunan tegangan permukaan di sini terjadi secara signifikan akibat interaksi antara pelarut organik dan air, sedangkan efek interaksinya dengan molekul surfaktan terlihat tidak terlalu signifikan, kecuali untuk metanol dan aseton. Dimana kehadiran pelarut organik pada konsentrasi setelah CMC tetap memberikan efek, dimana terjadi proses pemecahan misel atau misel terhalang untuk terbentuk. Selanjutnya hasil penelitian ini harus terus dikembangkan, terutama jika dimungkin dilakukan beberapa pengukuran lain yang terpisah seperti layaknya mobilitas ion, untuk membuktikan bahwa terjadi

penundaan pembentukan misel akibat

penambahan pelarut organik.

Gambar 5. Efek penambahan pelarut organik dengan konsentrasi 0,5 M terhadap tegangan permukaan pada larutan surfaktan dengan konsentrasi sebelum dan sesudah CMC.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa

tegangan permukaan larutan surfaktan

mengalami penurunan sejalan bertambahnya konsentrasi surfaktan, penurunan secara drastis diamati pada daerah transisi di sekitar CMC. Hal

ini mengindikasikan bahwa keberadaan

surfaktan dalam bentuk misel yang bersifat lebih lentur pada permukaan menyebabkan tegangan permukaan turun secara drastis sebelum mencapai saturasi. Penambahan pelarut organik seperti metanol, etanol, gliserol, dan aseton menunjukkan penurunan tegangan permukaan pada konsentrasi di bawah CMC, sedangkan pada konsentrasi diatas CMC kehadiran pelarut organik meningkatkan tegangan permukaan secara drastis. Hal ini mengindikasikan rusaknya struktur misel yang lentur pada permukaan cairan akibat kehadiran pelarut organik atau dengan kata lain misel terhalang untuk terbentuk dengan penambahan pelarut organik dalam sistem.

M. Tang menyampaikan terima kasih kepada Kementrian Agama Republik Indonesia atas dukungan biaya pada Program Beasiswa Peningkatan Mutu Guru Madrasyah yang memungkinkan penelitian ini dapat terlaksana. M. Tang juga berterima kasih pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung atas kesempatan dan berbagai fasilitas yang diberikan dalam penyelesaian penelitian ini, serta tak lupa secara pribadi pada Bambang Piluharto, Entin Ratnasari dan Riyanta atas segala sumbangsih, baik dalam bentuk saran dan bantuan.

!

[1] Christian D. S and Enwall E., 1978. Bubble Pressure and Volume, A Demonatrasi Experiment, Jurnal of Chemical Education, The University of Oklahoma, Norman. [2] Lehninger, A.L., 1988. Dasar Dasar

Biokimia, Jilid I, Erlangga, Jakarta.

[3] Bird Tony, (1993) : Kimia Fisik Untuk Universitas, Erlangga, Jakarta, 304 308 [4] Schramm, L, L., dan Marangoni, D, G.

(2000) : Surfactants and Their Solutions: Basic Principles, Cambdrige University Press.

[5] Mansyur R, (2009) : Sintesis Kitosan Sulfonat Sebagai Surfaktan, Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung. [6] Fessenden J. Ralp dan Fessenden S. Joan,

(1982) : Kimia Organik , Erlangga, Jakarta, 411 – 412.

Jenis pelarut organik [0.5 M]

(7)

[7] Genaro R. A, (1990) : Rhemington’s Pharma Ceutikal Science, 18th Ed, Mack Printing Company, Easton, Pennsylvania, USA, 207

[8] Brady E. James., 1999. Kimia Universitas, Asas dan Struktur, Binarupa Aksara, Jakarta, 523 – 524.

[9] Sukardjo., 2002. Kimia Fisika, Edisi 3, Renika Cipta, Jakarta, 102 – 107.

[10] Fessenden J. Ralp dan Fessenden S. Joan., 1982. Kimia Organik, Erlangga, Jakarta, 411 – 412.

[11] Adamson, W, A. (1967) : The Physical Chemistry of Surface, 2nd Edition, Interscience Publishers, New York, 23 – 25 [12] Alberty A. Rober dan Daniels F., 1987.

Kimia Fisika, Jilid 1, Edisi 5, Erlangga, Jakarta, 239 – 257.

Muhamad Tang

MA Rahmatul Asri Maroangin

Jl. Poros Enrekang km. 1, Kabupaten Enrekang m.tang75@yahoo.co.id

Veinardi Suendo*

KK Kimia Anorganik dan Fisik

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung

Gambar

Gambar 1. Skematis yang menggambarkan suatu molekul surfaktan.
Gambar 3. Pengukuran tegangan permukaan larutan surfaktan pada berbagai konsentrasi ketika cincin terangkat kepermukaan larutan dan film cairan tepat pecah
Gambar 5. Efek penambahan pelarut organik dengan konsentrasi 0,5 M terhadap tegangan permukaan pada larutan surfaktan dengan konsentrasi sebelum dan sesudah CMC

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, meskipun perkembangan sastra pada masa sekarang telah mencapai puncaknya, namun mantra masih tetap digunakan, khususnya pada masyarakat pedalaman,

Perlu dilakukan uji parameter sifat optik lain dari senyawa porfirin terkonjugasi logam kalsium dan dipelajari kembali porfirin terkonjugasi logam Ca dengan menggunakan

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bapak Efendi Hardianto salah satu sebagai pedagang kaki lima di alun-alun mau di relokasikan ke Jl. Notoprayitno

Carlyle mengatakan, “Untuk mengubah dunia, untuk mengubah sesebuah bangsa, tiada orang bijak yang akan melakukannya; kecuali orang bodoh, semua orang tahu bahawa

Standar pengelolaan penelitian merupakan kriteria minimal tentang perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan kegiatan

Hasil pengujian dengan kuisioner yang diisi siswa dan guru menunjukkan bahwa 90% responden menyatakan aplikasi mudah dimainkan, 52% responden menyatakan aplikasi

Dalam penelitian Pengembangan Sistem Prediksi Daftar Ulang Calon Mahasiswa Baru Menggunakan Metode Adaboost yang telah dilakukan tentu masih terdapat banyak kekurangan.

Pada penelitian Yulistyawati (2008), rasio C/N berpengaruh terhadap biogas yang dihasilkan, produksi biogas terbesarnya didapat pada rasio C/N sebesar 30 dengan gas yang