• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendis"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat : Sebuah Upaya Meningkatkan kesejahteraan ummat 1. Iftitah

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis data Maret 2014 di situsnya www.bps.go.id bahwa angka kemiskinan di negeri ini mencapai 11,25 persen dengan total jiwa sekitar 28 juta jiwa. Angka ini menunjukkan bahwa betapa masih banyaknya rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan itu membuat rakyat Indonesia semakin jauh dari kesejahteraan, dimana masalah kesejahteraan rakyat merupakan tanggungjawab dari pemerintah dan Negara sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Akan tetapi, semua itu masih jauh dari apa yang diharapkan.

Kemudian, Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia sebenarnya dalam masalah kesejahteraan memiliki konsep yang telah teruji yakni melalui zakat. Zakat adalah bagian dari resources yang dimiliki oleh sebuah rumah-tangga

(household) yang harus disisihkan untuk kepentingan umat khususnya delapan golongan umat yang berhak menerimanya. Zakat merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yaitu rukun Islam yang ke empat, akan tetapi sepertinya zakat diposisikan sebagai “anak tiri” bila dibandingkan dengan rukun yang lainnya. Padahal zakat selain berdimensi ubudiyah, ia juga berdimensi sosial kemasyarakatan secara langsung dalam bentuk materi. Dimensi sosial dalam bentuk materi itu dapat dirasakan dan dinikmati oleh rakyat Indonesia apabila potensi zakat dapat direalisasikan secara maksimal.

(2)

memberatkan atau membebani keuangan rumah-tangga, apalagi dalam keadaan krisis moneter seperti yang terjadi saat ini. Zakat mal masih dilihat sebagai sebuah beban atau bahkan sebagai pengeluaran yang sia-sia, bukan sebagai suatu pengeluaran dari kewajiban ummat Islam yang akan memberikan kepuasan atau

utilities, serta zakat dianggap sebagai pengeluaran sukarela bukan sebagai pengeluaran yang wajib. Sehingga, fungsi dan peranan zakat yang begitu besar, tidak sebanding dengan yang ada saat ini, ditambah kurangnya perhatian dan pelaksanaannya dari pemerintah dan umat Islam itu sendiri.

Kurangnya perhatian pemerintah dan ummat Islam itu menyebabkan zakat tidak maksimal dalam sistem akumulasinya serta tidak tepat dalam pendistribusiannya. Oleh karena itu, salah satu upaya penting agar sistem akumulasi dan pendistribusian zakat terlaksana dengan baik dan maksimal, maka pemerintah dan umat Islam harus merubah paradigma lama ke paradigama baru, dimana zakat merupakan kewajiban yang mesti dilaksanakan ummat Islam secara optimal, bukan hanya sekedar pemberian sukarela. Bahkan zakat itu wajib dipungut oleh amil zakat, sehingga dengan demikian zakat mampu dijadikan sebagai solusi bagi rakyat Indonesia khususnya umat Islam dalam membangun kesejahteraan bersama.

Fenomena di atas menarik perhatian penulis untuk menulis mengenai zakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umat secara komprehensif. Oleh sebab itu, penulis tertantang untuk mengangkat judul “Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat; Sebuah Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Ummat”.

2. Zakat dan Potensinya

a. Pengertian Zakat

Zakat menurut bahasa (lughat) berasal dari kata zakaa, , yang artinya bertambah dan terus berkembang, sebagaimana ungkapan arab; artinya pohon tersebut tumbuh dan berkembang, atau ungkapan;

. (Institute Manajemen Zakat, 2003: 17)

(3)

al-Zuru’, artinya tumbuhan berkembang. Zakat al-Nafaqah itu diberi berkah. Sedangkan secara terminology, zakat merupakan nama sebagian dari sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau badan dengan cara tertentu(DEPAG RI,2009: 29).

Kata zakat merupakan salah satu kosa kata bahasa Arab yang telah direduksi ke dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut berasal dari kata zaka, yang memiliki beberapa makna yaitu: ath-thaharah (suci), as-salah (baik), al-barakah (berkah), al-nama’ (tumbuh dan berkembang). Zakat merupakan penyerahan kepemilikan harta tertentu kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu pula (Tarmizi Tohor, 2013: 5).

Zakat seperti tertulis dalam surat At Taubah ayat 103 mengandung pengertian bahwa setiap muslim yang mempunyai harta benda yang telah cukup nisab wajib membersihkan harta bendanya dengan memberikan sebahagian hartanya kepada orang-orangyang berhak.

Zakat merupakan pemberian wajib yang dikenakan pada kekayaan seseorang beragama Islam, yang telah terakumulasi nisab dan haul dari hasil perdagangan, pertanian, hewan ternak, emas, dan perak, serta berbagai bentuk dari hasil pekerjaan/profesi/investasi/saham dan lain sebagainya(Ahmad Supardi Hasibuan, 2013: 81).

Dari segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak. (Nuruddin Mhd. Ali, 2006 : 6).

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 pasal 1 ayat 2 tentang pengelolaan zakat disebutkan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam, sedangkan Yusuf Qardhawi berkesimpulan bahwa zakat adalah ibadah ma’liyah yang diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan orang-orang yang membutuhkan (Al-Zakah).

(4)

harta yang telah mencapai nishab untuk diserahlkan kepada mustahiq. Menurut ulama Syafi’iyah, zakat adalah nama bagi apa yang dikeluarkan dari harta atau badan melalui ketentuan khusus. Sedangkan menurut ulama Hanabilah zakat adalah sejumlah harta yang wajib diserahkan kepada kelompok (mustahiq) yang telah ditentukan pada waktu yang telah ditentukan pula (Tarmizi Tohor, 2013: 5).

Dari pengertian di atas, zakat dimaknai sebagai bentuk kewajiban mengeluarkan sebagian harta yang diperoleh setiap ummat Islam yang telah sampai pada nisabnya menurut aturan dan ketentuan Islam yang akan diberikan kepada orang tertentu. Orang tertentu tersebut merupakan mereka yang memiliki hak atas dana zakat yang terkumpul oleh lembaga penerima zakat.

3. Jenis-jenis Zakat

Bila ditinjau dari kewajiban zakat, maka zakat dapat diklasifikasikan kepada dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat harta.

a. Zakat Fitrah

Zakat fitrah terdiri dari suku kata, yaitu zakat dan fitrah. Kata zakat berarti

ath-taharah (suci), as-salah (baik), al-barakah (berkah), al-nama’ (tumbuh dan berkembang). Adapun kata fitrah, merupakan isim masdar dari kata aftara-if-taran, yang artinya “jiwa atau diri”. Dengan demikian, secara etimologi zakat fitrah adalah “pensucian jiwa, perbaikan jiwa, keberkatan jiwa, dan menumbuh kembangkan potensi jiwa”. Sedangkan secara terminology, zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan bagi setiap individu (umat Islam), baik anak-anak maupun orang dewasa, merdeka maupun hamba sahaya.

Defenisi di atas menjelaskan bahwa sesungguhnya bahwa zakat fitrah merupakan kewajiban individu yang tidak boleh ditinggalkan, baik oleh orang kaya maupun miskin. Penafsiran selanjutnya, jika seseorang tidak memiliki sesuatu apapun yang dapat dijadikan zakat fitrah, baik berupa makanan pokok maupun uang senilai dengannya, maka diharuskan orang tersebut diharuskan berhutang, sehingga dapat membayar zakat. (Tarmizi Tohor, 2013 : 10-11).

(5)

Kemudian hikmah dari zakat fitrah ada dua. Pertama, menyempurnakan puasa Ramadhan jika di dalamnya ternodai oleh perkataan-perkataan kotor. Kedua, menunjukkan kepada fakir miskin akan perhatian saudara mereka di hari Idul Fitri untuk ikut bergembira bersama mereka. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, Ibnu Abbas r.a berkata :

Artinya : Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih orang yang berpuasa dari perkataan kotor, juga berbagi makanan dengan fakir miskin. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Hakim), (Yusuf Qardawi, 2013 : 86)

b. Zakat Mal (harta)

Mengenai zakat mal (harta), banyak defenisi yang dikemukakan oleh ulama, yaitu bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim, atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Zakat mal, bila ditinjau dari segi harta yang diwajibkan dapat diklasifikasikan kepada emas, perak, logam mulia, uang, surat berharga, perniagaan, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, pertambangan, perindustrian, pendapatan, jasa, dan rikaz.

4. Potensi Zakat di Indonesia

Indonesia yang merupakan Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia sudah seharusnya menerapkan zakat sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi Negara. Hal ini karena zakat memiliki potensi yang sangat besar, jika benar-benar dikumpulkan secara baik dan terkoordinir oleh pemerintah. Sudah banyak contoh pemimpin Islam yang menerapkan zakat pada masa kepemimpinannya dan membuktikan keberhasilannya, seperti para khulafaurasidyn, Umar bin Abdul Aziz dan pemimpin Islam lainnya.

(6)

Namun, potensi zakat yang sangat besar tersebut hanya terserap satu persen saja, seperti penerimaan zakat oleh BAZNAS tahun 2011 hanya 1,7 Triliun. Masih kecilnya penyerapan dan pengelolaan zakat karena berbagai faktor, diantaranya belum tumbuhnya kesadaran akan penting dan manfaat zakat, zakat dianggap sebagai bukan pemberian sukarela bukan sebuah kewajiban, zakat selama ini hanya ditunggu oleh lembaga amil zakat tidak dipungut satu persatu, serta kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat. Selain itu juga, disebabkan oleh sistem akumulasi yang tidak tepat dan tidak dibuat dengan sebaik-bainya oleh Negara, sehingga zakat tidak dapat terkumpul secara maksimal.

Padahal jika umat Islam melihat betapa besarnya potensi zakat apabila dimaksimalkan sistem akumulasinya, maka akan sangat banyak rakyat Indonesia yang miskin terbantu oleh dana zakat tersebut, sehingga rakyat Indonesia khususnya ummat Islam akan sejahtera. Semakin banyaknya rakyat Indonesia yang miskin maka akan banyak pula ummat Islamnya yang miskin, karena rakyat Indonesia mayoritas ummat Islam. Oleh karena itu, sudah sepantasnya potensi zakat yang sangat besar itu dimaksimalkan melalui sistem akumulasi yang baik, selanjutnya sistem pendistribusiannya yang tepat.

5. Revitalisasi Sistem Akumulasi dan Pendistribusian Zakat

a. Sistem Akumulasi Zakat; Belajar dari Sistem Pemungutan Pajak

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS: At-Taubah Ayat: 103)

(7)

diperintahkan agar berdo’a dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan bagian zakatnya.

Dari penjelasan ayat dan tafsir di atas menjelaskan bahwa sesungguhnya zakat itu sudah seharusnya di ambil atau dipungut oleh para petugas amil zakat, bukan seperti yang terjadi sekarang dimana zakat ditunggu oleh para amil zakat untuk di antar muzzaki atas dasar kesadaran sendiri. Padahal zakat sudah wajib diambil sebagaimana layaknya petugas pemungut pajak yang mengambil pajak dari setiap wajib pajak. Dimana saat ini pajak merupakan salah satu primadona sumber penghasilan Negara yang dari tahun ketahun terus meningkat. Bahkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagian besarnya diperoleh dari hasil pemungutan pajak, mulai pajak penghasilan, pajak badan, pajak bumi dan bangunan, dan lain sebagainya.

Akan tetapi, zakat sendiri telah dilupakan dan dikesampingkan sebagai sebuah sumber pembiayaan Negara dalam mensejahterakan rakyatnya. Padahal Indonesia merupakan Negara yang berpenduduk Islam terbesar di dunia, yang mana seharusnya zakatlah yang menjadi primadona sumber penghasilan Negara . Karena jika ditilik dari segi agama dan social zakat memiliki dua hubungan yang pertama habumminallah (hubungan manusia dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan sesame manusia). Artinya selain zakat itu sebagai bentuk kewajiban setiap umat Islam untuk membersihkan hartanya, zakat juga memiliki tujuan yang mulia dalam mensejahterakan ummat Islam. Berbeda dengan pajak yang hanya berdimensi habluminannas dan tujuannya pun tidak jelas. Maksud tidak jelas disini kebanyakan dana pajak itu hanya digunakan untuk membayar hutang Negara.

(8)

siapapun orang yang tidak membayar zakat dianggap musuhnya dan akan diperangi.

Pentingnya zakat dikeluarkan oleh ummat Islam merupakan sebuah sarana ibadah sekaligus membantu kepada sesame manusia yang berkekurangan. Oleh karena itu, sudah saatnya zakat di Indonesia belajar dari sistem pemungutan pajak, yakni dimana zakat perlu dipungut dari para muzzaki bukan ditunggu. Kemudian pemerintah harus mendirikan Direktorat Jendral Zakat dan membuat Undang-Undang dan aturan hukum zakat sebagaimana Undang-Undang-Undang-Undang dan aturan pajak yang berlaku. Mengapa demikian? Karena zakat sebagai sebuah kewajiban ummat Islam sebagai bentuk sempurnanya amalan dan ibadah rukun Islam yang lima.

Pendirian Direktorat Jendral Zakat ini dimaksudkan agar zakat dapat dihimpun atau diakumulasikan secara maksimal dan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Karena apabila zakat dipungut oleh Negara dan memiliki Undang-Undang dan aturan yang jelas sebagaimana pajak yang berlaku di tanah air, dapat dipastikan potensi zakat yang besarnya mencapai 200 triliun lebih itu akan terealisasi dan akan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin sejahteranya ummat Islam dan membayar zakat.

Selain itu, jika zakat hanya dipungut dalam lembaga yang berbentuk badan seperti yang ada sekarang ini tidak akan dapat dimaksimalkan sistem akumulasinya. Karena berbagai factor seperti pandangan ummat Islam tentang zakat sudah banyak yang berubah dari sebagai sebuah kewajiban menjadi sesuatu yang tidak wajib atau sebagai bentuk pemberian sukarela saja serta kurang kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat itu sendiri.

b. Sistem Pendistribusian Zakat; dari Konsumtif Menuju Produktif 1. Pengertian Zakat Bersifat Konsumtif

(9)

Kebutuhan pokok yang bersifat primer ini terutama dirasakan oleh kelompok fakir, miskin, gharim, anak yatim piatu, orang jompo/ cacat fisik yang tidak bisa berbuat apapun untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan mereka memang nampak hanya bisa diatasi dengan menggunakan harta zakat secara konsumtif, umpama untuk makan dan minum pada waktu jangka tertentu,pemenuhan pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan hidup lainnya yang bersifat mendesak.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan fakir miskin yang mendapatkan harta secara konsumtif adalah mereka yang dikategorikan dalam tiga hal perhitungan kuantitatif, antara lain: pangan, sandang dan papan. Pangan asal kenyang, sandang asal tertutupi dan papan asal untuk berlindung dan beristirahat. Pemenuhan kebutuhan bagi mereka yang fakir miskin secara konsumtif ini diperuntukkan bagi mereka yang lemah dalam bidang fisik, seperti orang-orang jompo. Dalam arti kebutuhan itu, pada saat tertentu tidak bisa diatasi kecuali dengan mengkonsumsi harta zakat tersebut.

Nabi dalam suatu haditsnya mengenai zakat konsumtif ini, hanya berkaitan dengan pelaksanaan zakat fitrah yang konsumtif, di mana pada hari itu (hari raya) keperluan mereka fakir miskin harus tercukupi.

Bunyi Hadits:

1503

ض

ض

رضفففض : ل

ض َاقض ، َام

ض ههننع

ض ههلللا ي

ض ض

ض رض رضمضع

ه ن

ض بنا ن

ض ع

ض

-َاع

ع َاففص

ض ر

ض ط

ن فضلنا ةضَاكضزض ملسو هيلع هللا ىلص هضللا ل

ه ُوس

ه رض

ر

ض ك

ض ذللاوض ررحهلناوض دضبنعضلنا ىلضعض رريعضشض ننمض َاععَاص

ض ونأ

ض ، ررمنتض ننمض

ن

ن أض َاففهضبض رضمضأ

ض وض نضيمضلضسنمهلنا نضمض رضيبضكضلناوض رضيغضصللاوض ىثضننلهاوض

(ىرَاخبلا هاور) ةضل

ض ص

ل لا ىلضإض س

ض

َانللا جضورهخه ل

ض بنقض ىدلؤضته

Artinya:“Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sho’ kurma atau satu sho’ sya’ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki dan perempuan, besar kecil dari orang-orang islam, dan beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan sholat Ied”. (HR. Bukhari No.1503).

(10)

menghilangkan beban kesedihan pada hari raya tersebut, juga secara objektif memang ada kebutuhan yang mendesak yang bersifat konsumtif yang harus segera disantuni dan dikeluarkan dari harta zakat. Dalam arti kebutuhan itu pada saat tertentu tidak bisa diatasi kecuali dengan mengkonsumsi harta zakat tersebut. Dalam keadaan demikian harta zakat benar-benar didaya gunakan dengan mengkonsumsinya (menghabiskannya), karena dengan cara itulah penderitaan mereka teratasi.

2. Pengertian Zakat Bersifat Produktif

Zakat produktif ialah zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi, yaitu untuk menumbuhkembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahik. (Abdurrahman Qadir, 1998 : 46).

Kata produktif secara bahasa berasal dari dari bahasa inggris “productive” yang berarti banyak menghasilkan; memberikan banyak hasil; banyak menghasilkan barang-barang berharga; yang mempunyai hasil baik. “productivity” daya produksi.

Secara umum produktif berarti “banyak menghasilkan karya atau barang.” Produktif juga berarti “banyak menghasilkan; memberikan banyak hasil”. Zakat produktif yang artinya zakat dimana dalam pendistribusiannya bersifat produktif lawan dari konsumtif. Lebih tegasnya zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif yang pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode menyampaikan dana zakat kepada sasaran. Cara pemberian yang tepat guna, efektif manfaatnya dengan sistem yang serba guna dan produktif, sesuai dengan pesan syari’at dan peran serta fungsi sosial ekonomis dari zakat.

(11)

3. Pendistribusian Zakat Konsumtif dan Produktif

Dalam hal pendistribusian zakat, adapun orang yang berhak menerima zakat tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi :

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dipujuk hatinya, untuk memerdekakan hamba, orang-orang yang berhutang, untuk dijalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Attaubah : 60)

Ibnu katsir dalam tafsrinya menjelaskan ayat ini turun ketika orang-orang munafik yang bodoh itu mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pembagian zakat , kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah –lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut. Maksudnya ialah bahwa zakat wajib ini berbeda dengan sadaqah mustahabah yang bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada pengkhususan.

(12)

Fisabilillah (orang yang berjuang/bekerja di jalan Allah), Ibnu Sabil (orang yang dalam perjalanan) (Asmak Ab Rahman, 2008 : 77) .

Di Indonesia, selama ini dalam pendistribusian zakat muzakki belum bisa membedakan mana Mustahiq yang layak diberi zakat konsumtif dan mana yang diberi zakat produktif. Sehingga yang seharusnya Mustahiq yang mendapat zakat produktif malah mendapat zakat konsumtif maka tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dana zakat yang selama ini didistribusikan kepada delapan asnaf yang disebutkan dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 hanya sebatas dana yang difungsikan sebagai konsumsi para penerima zakat tersebut. Sifat konsumtif pada penggunaan zakat selama ini tidak menimbulkan dampak yang begitu baik dalam perekonomian umat Islam.

Sudah seharusnya dana zakat yang terkumpul itu dimanfaatkan secara tepat, yakni pengunaan dan pengelolaan secara produktif. Walaupun bila diperhatikan keadaan fakir miskin, anak yatim, orang jompo, dan yang lainnya zakat yang sifatnya konsumtif tetap masih dibutuhkan. Sebab mereka tidak mungkin melakukan kegiatan yang bersifat produktif seperti membuka usaha dan lain sebagainya.

Sebenarnya pembicaraan tentang zakat produktif kian hari makin hangat dibicarakan, baik itu di kalangan akademisi, praktisi bahkan telah menyentuh lapisan masyarakat umum. Munculnya pembicaraan tentang zakat produktif ini, tidak terlepas dari kekecewaan masyarakat tentang zakat yang seyogyanya adalah salah satu elemen penting dalam mengentaskan kemiskinan, ternyata tidak kunjung terlihat membuahkan hasil dalam mengurangi angka kimiskinan di ranah Indonesia.

(13)

pemenuhan kebutuhan sesaat saja, lalu diubah penyaluran dana zakat yang telah dihimpun itu kepada hal-hal yang bersifat produktif dalam rangka pemberdayaan umat. Dengan kata lain dana zakat tidak lagi diberikan kepada mustahik lalu habis dikonsumsi. Akan tetapi, dana zakat itu diberikan kepada mustahik untuk mengembangkan sebuah usaha produktif dimana pelaksanaanya tetap dibina dan dibimbing oleh pihak yang berwenang.

Karena jika tetap bertahan pada sistem pendistribuisan zakat yang bersifat konsumtif, maka keinginan dan cita-cita untuk cepat mengurangi dan menghapus kemiskinan di Indonesia ini hanya akan jadi mimpi belaka. Karena mustahik yang menerima zakat pada tahun ini akan kembali menerima zakat pada tahun tahun berikutnya. Dengan kata lain, mustahik saat ini akan melahirkan mustahik-mustahik baru dari keturunanya. Hal ini tentu tidak akan bisa menggambarkan bahwa zakat itu adalah salah satu media untuk mencapai pemerataan kesejahtaraan masyarakat.

Nah, jika kita sedikit ingin merubah tata cara pendistribusian zakat kepada yang bersifat produktif, maka diharapkan zakat sebagai salah satu instrumen penting dalam pengentasan kemiskinan, sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghapuskan kemiskinan di Republik ini. Dengan adanya zakat produktif ini akan bisa memunculkan muzakki-muzakki baru. Dengan bahasa lain, mereka yang tahun ini adalah penerima zakat, mungkin dengan adanya zakat produktif akan bisa membayar zakat satu, dua atau tiga tahun ke depan. Tidak hanya itu, dengan adanya kebijakan zakat prduktif ini juga akan bisa mengenjot laju pertumbuhan ekonomi umat.

(14)

penerima zakat ia akan berganti posisi menjadi pemberi zakat, dikarenakan ia telah memiliki ekonomi yang baik dari hasil produktifitas dana zakat yang dikelola secara baik. Karena tujuan dari zakat produktif ialah untuk merubah status dari mustahik menjadi muzakki dan pengembangan dari harta zakat. (Ali Hasan, 2000 : 23)

Selanjutnya agar zakat produktif ini dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki, maka ada beberapa hal yang harus dilakukakan oleh pemerintah dan umat Islam, yakni :

1. Membuat Direktorat Jenderal Zakat agar lebih kuat dalam sistem akumulasinya.

2. Mengatur dengan tepat prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang memadai sebagai indokator praktek keadilan

3. Mengatur sistem seleksi mustahiq dan penetapan kadar zakat yang dialokasikan untuk yang bersifat zakat konsumtif atau zakat produktif

4. Membuat sistem informasi muzzaki dan mustahik (Mursyidi, 2003 : 180) 5. Membuat sistem dokumentasi dan pelaporan yang akuntabel dan

transparansi.

Dengan lima hal di atas, diharapkan mampu memberikan hasil yang ingin dicapai, dan prinsip akuntabilitas pun dapat dilaksanakan. Jika konsep di atas dapat diterapkan dengan baik, maka akan dapat dilihat betapa besarnya potensi zakat itu, sehingga perolehan zakat dapat membantu ummat dalam upaya pengentasan kemiskinan di tanah air, yang akhirnya upaya meningkatkan kesejahteraan umat bisa tercapai

6. Penutup

a. Kesimpulan

(15)

yang memang wajib diambil atau dipungut seperti pemungutan pajak oleh Negara, kemudian juga sebagai bentuk proses belajar dari sistem akumulasi pajak yang telah sukses dan berkembang dengan pesat dari segi kuantitasnya, walaupun jika ditilik secara kualitasnya hanya digunakan untuk membayar hutang Negara.

Referensi

Dokumen terkait

Dimensi jangkauan mempertanyakan tentang sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu (Stoltz, 2005: 158). Respon-respon dengan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rekrutmen tenaga kerja pada suatu proyek dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan biaya tenaga kerja, dimana masalah pada kurang

Kemudian bagi manusia yang memiliki lebih dari satu kebajikan tertentu dalam dirinya akan disebut sebagai divergent.. Para divergent akan diasingkan dan

Zakat produktif dengan demikian adalah zakat dimana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahiq tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan

Zakat adalah ibadah wajib yang berkaitan dengan harta benda. 1 Zakat merupakan salah satu sendi pokok ajaran Islam. Bahkan al-Qur'an menjadikan zakat dan shalat

Dengan demikian, dalam penelitian ini pemanfaatan dana zakat produktif adalah harta atau uang zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan

1) Mengambil koleksi yang akan dialihmediakan. 3) Menghubungkan tape recorder dengan komputer.. 4) Membuka program Magix Audio Cleaning Lab , adalah software yang telah

Granul effervescent temulawak yang dibuat dalam tiga formula dengan kosentrasi kadar pemanis alami stevia yang berbeda memnuhi syarat evaluasi granul dan satu