• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGAN (1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

EKOLOGI RESTORASI

BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN PENCEMARAN AKIBAT TAMBANG BATUBARA

OLEH:

ENI ANGRIANI 1406111274

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

(2)

I. PENDAHULUAN

Tanah merupakan sumberdaya alam yang bersama-sama dengan hutan dan air membentuk suatu ekosistem yang sangat mempengaruhi aktivitas manusia. Pendayagunaan sumberdaya alam melalui eksploitasi, pemanfaatan pada suatu komponen dalam suatu ekosistem khususnya lahan, pada hakekatnya akan menimbulkan perubahan dalam ekosistem tersebut yang akan berimplikasi pada seluruh jaringan sistem kehidupan.

Setiap pembangunan ekonomi selalu menuntut alokasi sumberdaya, terutama sumberdaya alam. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat mengakibatkan tindakan pemanfaatan sumberdaya alam untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, papan meningkat dengan pesat pula. Dalam prakteknya upaya untuk mencapai target tersebut seringkali menimbulkan masalah-masalah lingkungan yang kompleks, salah satunya sebagai akibat dari penggunaan lahan untuk kegiatan pertambangan. Hal ini merupakan pemicu timbulnya permasalahan degradasi ekosistem yang berawal dari terdegradasinya lahan yang ditunjukkan dengan tingginya tingkat erosi dan menurunnya kemampuan peresapan air yang lebih lanjut mengakibatkan penurunan kesuburan tanah.

Degradasi lahan didefinisikan sebagi kehilangan atau penurunan kegunaan atau perubahan kemampuan lahan yang tidak tergantikan. Degradasi lahan berimplikasi pada menurunnya status sumberdaya alam yang berakibat dari berubahnya kondisi tanah, rusaknya sistem tata air dan berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna atau pergantian suatu bentuk organisma oleh bentuk lain. Dengan demikian terdegradasinya lahan dalam suatu ekosistem pada akhirnya akan membuat terdegradasinya ekosistem secara keseluruhan. Degradasi ekosistem disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti adanya bencana alam dan faktor-faktor antropogenik seperti pertambahan penduduk yang kemudian meningkatkan interaksi manusia dengan lingkungannya.

(3)

perbaikan lahan pra tanam dengan memperbaiki aplikasi prinsip ekologi yang tepat dengan kondisi lingkungan.

Merestorasi ekosistem rusak bertujuan untuk :

1. Protektif; dalam hal ini memperbaiki stabilitas lahan,mempercepat penutupan tanah dan mengurangi surface run off dan erosi tanah,

2. Produktif; yang mengarah pada peningkatan kesuburan tanah (soil fertility) yang lebih produktif, sehingga bisa diusahakan tanaman yang tidak saja menghasilkan kayu, tetapi juga dapat menghasilkan produk non-kayu (rotan, getah, obat-obatan, buah-buahan dan lain-lain), yang dapat di manfaatkan oleh masyarakat disekitarnya, dan

3. Konservatif; yang merupakan kegiatan untuk membantu mempercepat terjadinya suksesi secara alami kearah peningkatan keanekaragaman hayati spesies lokal; serta menyelamatkan dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan potensial lokal yang telah langka (Rahmawaty,2002)

II. KONDISI KERUSAKAN LAHAN KRITIS BEKAS TAMBANG Dalam berbagai upaya yang dilakukan untuk merestorasi lahan kritis bekas tambang, maka perlu diketahui berbagai kondisi sifat fisik, kimia dan biologi lahan yang mengalami kerusakan, sehingga usaha rehabilitasi yang dilakukan dapat berhasil sesuai dengan tujuannya.

2.1 Kondisi Fisik Lahan

(4)

mengurangi produksi asam dan erosi. Lugo (1997) menyatakan bahwa tanah yang ada pada permukaan tanah yang tidak sempurna sangat tidak stabil.

Akibat pemadatan tanah menyebabkan pada musim kering tanah menjadi padat dan keras. Pada tanah yang bertekstur padat ini, penyerapan air ke dalam tanah berlangsung lambat karena pori-pori tanah sangat kecil, sehingga akan dapat meningkatkan laju aliran air permukaan yang berdampak pada peningkatan laju erosi. Kondisi tanah yang keras dan padat sangat berat untuk diolah yang secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kebutuhan tenaga kerja.

2.2 Kondisi Kimia Lahan

Kondisi kimia lahan bekas pertambangan menunjukkan bahwa kesuburan tanah, pH dan keberadaan nutrisi dalam tanah rendah, sedangkan keberadaan metal logam berat tinggi, karena larutan dari metal sulfida. Keadaan unsur hara seperti 5 unsur N dan P yang rendah, reaksi tanah asam atau alkali merupakan masalah utama. pH tanah yang rendah mengakibatkan menurunnya persediaan zat makanan seperti : P, K, Mg dan Ca yang berakibat cukup berbahaya pada tingginya suhu tanah. Akibat keasaman tanah yang tinggi dapat menyebabkan :

1. Rusaknya sistem penyerapan unsur P, Ca, Mg dan K oleh tanaman. Kekurangan unsur P menjadi masalah, karena rendahnya unsur P dalam sisa-sisa penambangan.

2. Meningkat tersedianya Al, Mn dan Fe, Cu, Zn dan Ni.

3. Terciptanya kondisi biotik yang tidak menguntungkan, seperti rusaknya fiksasi atau penyerapan unsur N, khususnya pH dibawah 6, memperkuat aktifitas Mycorrhiza, mengakibatkan kurangnya penyerapan unsur P dan K serta meningkatkan toksisitas tanah (Jordan, 1985).

Sedangkan akibat kebebasan tanah yang tinggi adalah :

1. Merusak pelepasan unsur Fe, Mn, Bo, P, Cu dan Zn dari tanah 2. Meningkat tersedianya unsur Mg, Ca, S dan K

3. Meningkatkan toksisitas tanah.

(5)

emas dan tembaga kandungan logam berat seperti: Cu, Al, Zn dan Fe dapat juga menjadi toksik dan membahayakan pertumbuhan tanaman.

2.2 Kondisi Biologi Lahan

Terkikisnya lapisan topsoil dan serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara dan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. Rendahnya aktifitas mikroba tanah karena pengaruh berbagai faktor lingkungan mikroba tersebut, seperti penurunan pH tanah, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, daya pegang tanah terhadap air dan struktur tanah (Kartasapoetra, 1988).

Adanya mikroba tanah sangat potensial dalam perkembangan dan kelangsungan hidup tanaman.

III. DAMPAK PERTAMBANGAN BATUBARA

Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.

(6)

lapisan batu bara dilakukan secara tidak terkendali dan penumpukan hasil galian (overburden) tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Akibatnya lahan dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan sangat sulit untuk ditumbuhi vegetasi.

Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :

1. Lubang tambang. Pada kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi

2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang

3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.

4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.

5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.

(7)

unsur hara pada lahan tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh logam sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati, 2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan tersebut.

Dampak yang dirasakan akibat AMD tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang terbuat dari besi atau baja menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi baik pada kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup, AMD dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun hidupan yang berada di sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Hal ini menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang kurang memuaskan. Disamping itu, kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia.

(8)

IV. BIOREMEDIASI 4.1 Definisi Bioremidiasi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun (Wikipedia, 2010).

Menurut Anonim (2010) menyatakan bahwa bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).

(9)

bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

4.2 Jenis Bioremediasi

Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

Biostimulasi

Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.

Bioaugmentasi

(10)

beberapa hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal. Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar. Di masa yang akan datang, mikroorganisme rekombinan dapat menyediakan cara yang efektif untuk mengurangi senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya di lingkungan kita. Bagaimanapun, pendekatan itu membutuhkan penelitian yang hati-hati berkaitan dengan mikroorganisme rekombinan tersebut, apakah efektif dalam mengurangi polutan, dan apakah aman saat mikroorganisme itu dilepaskan ke lingkungan.

V. PENANGANAN MASALAH 5.1 Penanggulangan Acid Mine Drainage/AMD

(11)

asam tambang Galian Pit Timur dalam waktu 2 hari dan menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10 hari.

Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada air sedangkan sumber-sumber yang menjadi pangkal terjadinya AMD belum tersentuh. Hal yang sangat penting sesungguhnya adalah upaya pencegahan terbentuknya AMD. Bagaimana mencegah kontak mineral sulfide dengan oksigen dan menghambat pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur (BOS) adalah hal yang paling menentukan dalam menangani AMD. Sebagai contoh PT. Bukit Asam Tbk menghambat kontak mineral-oksigen dengan melapisi lahan bekas tambang dengan blue clay setebal 1-2 m sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini per hektar sungguh fantastis. Tetapi proses AMD secara geokimia jauh lebih lambat dibandingkan dengan proses yang dikatalis oleh BOS. Sehingga di PT. Bukit Asam masih terjadi AMD. Oleh karena itu, pengendalian BOS adalah kunci untuk mengatasi AMD. Bakteri ini tergolong kemo-ototrof, sehingga penambahan bahan organik akan membunuh mikrob tersebut. Bagaimana menyediakan bahan organik pada lahan yang begitu luas? Penanaman lahan yang baik adalah jawaban yang tepat. Bagaimana melakukan penanaman pada lahan yang begitu berat? Jawaban yang tepat juga penambahan bahan organik. Sebab bahan organik dapat berperan sebagai buffer sehingga dapat meningkatkan pH, sebagai sumber unsur hara, dapat meningkatkan water holding capacity, meningkatkan KTK dan dapat mengkelat logam-logam (Stevenson, 1997 dalam Widyati, 2010) yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang. Revegetasi pada lahan bekas tambang yang berhasil dengan baik akan memasok bahan organik ke dalam tanah baik melalui produksi serasah maupun eksudat akar.

5.2 Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan Limbah Pertambangan

Batu Bara

(12)

pospat. Bahan galian untuk bahan bangunan dan batuan ornamen termasuk didalamnya slate, marmer, kapur, traprock, travertine, dan granite.

Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.

Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara. Pembakaran batu bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Hal ini disebabkan oleh oksida-oksida belerang yang timbul akibat pembakaran batubara tersebut sehingga mampu menimbulkan hujan asam. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan).

(13)

Alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi. Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi teroksidasi.

5.3 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat dalam Penanganan Air Asam Tambang

Teknologi bioremediasi dapat juga digunakan untuk mengatasi air asam tambang dan logam berat terlarut terutama dari pertambangan batu bara. Teknologi tersebut mengandalkan aktivitas berbagai bakteri pereduksi sulfat diantaranya Desulfotomaculum orientis ICBB 1204, Desulfotomaculum sp ICBB 8815 dan ICBB 8818 yang mengubah sulfat dalam air asam tambang menjadi hidrogen sulfida dan kemudian bereaksi dengan logam berat. Setelah reaksi belangsung pH (keasaman) air asam tambang yang mula-mula berkisar dari 2 – 3 meningkat mendekati netral (6-7). Sementara logam berat yang terdapat air asam tambang mengendap. Dari hasil penelitian Santosa (2009) selama sembilan (9) tahun diperoleh teknologi yang mampu meningkatkan pH ke netral dan menurunkan konsentrasi berbagai logam berat diantaranya Cr, Pb dan Cd. Teknologi ini efisien, karena hanya membutuhkan biaya 1/10 dari biaya penanganan air asam konvensional.

(14)

dengan genus Desulfovibrio. Sedangkan menurut Feio et al. (1998) dalam Anonim (2010a), menyatakan bahwa media Postgate yang digunakan merupakan media selektif yang paling cocok untuk mengisolasi BPS dari genus Desulfovibrio.

Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.

5.4 Pemanfaatan Sludge Untuk Memacu Revegetasi Lahan Pasca Tambang Batubara

Umumnya, perusahaan tambang menggunakan top (tanah lapisan atas) atau kompos untuk mengembalikan kesuburan tanah. Rata-rata dibutuhkan 5.000 ton per hektar kompos atau top soil. Metode konvensional ini kurang tepat diterapkan pada bekas lahan tambang yang luas. Pemanfaatan sludge limbah industri kertas bisa menjadi alternatif pilihan. Industri kertas menghasilkan 10 persen sludge dari total pulp yang mengandung N dan P (Anonim, 2006a).

Percobaan menunjukkan sludge paper dosis 50 persen dapat memperbaiki sifat-sifat tanah lebih efektif dibandingkan perlakuan top soil. Sludge kertas ini berperan ganda dalam proses bioremediasi tanah bekas tambang batubara yaitu sebagai sumber bahan organik tanah (BOT) dan sumber inokulum bakteri pereduksi sulfat (BPS). Pemberian sludge pada bekas tambang batubara menimbulkan 2 proses yakni perbaikan lingkungan (soil amendment) dan inokulasi mikroba yang efektif.

(15)

5.5 Bioremediasi Tanah Tercemar

Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar, karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Joner dan Leyval, 2001 dalam Madjid, 2009).

Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, et al, 1994 dalam Madjid, 2009)..

Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan “extrahyphae slime” (Aggangan et al, 1997 dalam Madjid, 2009). sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal.

(16)

Eucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah yang diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan Eucalyptus yang tidak tercemar logam berat.

Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis. Oliveira et al, 2001 dalam Madjid, 2009) menunjukkan bahwa Phragmites australis dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover meningkat. Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991) dalam Madjid (2009) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12 diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara tersebut, ditemukan adanya “oil droplets” dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai diserap oleh tanaman.

(17)

diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Khan (1993) dalam Madjid dan Novriani (2009) menyatakan bahwa vesikel arbuskular mikoriza (VAM) dapat terjadi secara alami pada tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik.

5.6 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Terhadap Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Pertambangan Batu Bara

Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :

1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).

2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place).

(18)

4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.

Referensi :

Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi

TanahBekas Tambang Batubara.

http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat_02.html.

Anonim. 2010. Bahan Perkuliahan Teknik Elektro Unand. Sumber Daya Alam. http://bahanelektro.blogspot.com/2010/02/sda-sumber-daya-alam.

Anonim. 2008. Bakteri Thiobacillus Ferrooxidans Sebagai Penanganan

Limbah Pertambangan (Batu Bara).

http://.bioindustri.blogspot.com/2008/09/bakteri-thiobacillus-ferrooxidans.html. Anonim. 2006a. Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara. http://www.ipb.ac.id/Bogor Agricultural University – Limbah Industri Kertas Perbaiki Lahan Tambang Batubara.html.

Anonim. 2006. Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan Yang Berkelanjutan : Leaflet Seminar Nasional. http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20LEAFLET%20SEMINAR%20PKRLT.pdf.

Arifin, H. 2007. Penambangan Batu Bara Dan Kesehatan Lingkungan. http://komunitassumpit.wordpress.com/2007/06/22/penambangan-batu-bara-dan-kesehatan-lingkungan.

Asthary, R. 2008. Pertambangan Batubara : Pro dan Kontra. www.majarimagazine.com/2008/06/pertambangan-batubara-pro-dan-kontra. 25 maret 2010

Debby. V. Pattimahu. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang Sesuai Kaidah Ekologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

(19)

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Bahan Ajar Online : Peran dan Prospek Mikoriza. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Sumatera Selatan. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com

Madjid, A dan Novriani. 2009. Peran dan prospek Mikoriza. http://phospateindo.com/peran-dan-prospek-mikoriza.html.

Rahmawaty. 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang Berdasarkan Kaidah Ekologi . Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Santosa, D.A,. 2009. Teknologi Bioremediasi Pulihkan Lingkungan Tercemar. www.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/22942/2/2009b1403.pdf

Sofyan, H. 2009. Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang Batubara.http:///haniyahsofyan.blogspot.com/2009/11/dampak-lingkungan-ekspoitasi-tambang.html.

Onrizal. 2005. Restorasi Lahan Terkontaminasi Logam Berat. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-onrizal6.pdf. Widyati, E. 2010. Acid Mine Drainage – Momok Lahan Bekas Tambang. Lingkungan Pasca Tambang. http://tambang.blogspot.com/2010/05/air-asam-tambang.html.

Referensi

Dokumen terkait

Studi ini memberikan gambaran imple- mentasi model pembelajaran Integrasi Atribut Asesmen Formatif (IAAF) dalam pembelajaran Biologi Sel. Dalam pelaksanaan pembelajaran,

Bintika Bangunusa Medan masih belum sesuai dengan prinsip dan prosedur yang benar, dimana pada bagian pemisahan tugas pada perusahaan tersebut masih dikerjakan oleh

Tahap persiapan yang dilakukan diawali dengan persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian yang sebelumnya telah disterilkan.Kantong plastik sebagai wadah untuk

Pemikiran tersebut dikritik oleh kelompok Muslim Progressif (Kontekstualis) karena penafsiran yang dihasilkan dari tradisi penafsiran klasik berasal dari metodologi tafsir

undang Siber. Laman ini merupakan laman web yang pertama yang akan membentangkan secara terperinci mengenai Undang-undang Siber. Projek yang dibangunkan ini adalah untuk

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul “Kekerasan dalam Film Animasi Anak: Analisis Isi Kuantitatif Bentuk Pelanggaran Kekerasan dalam Film Larva di RCTI periode 2015” oleh

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah utama dan sub masalah.Masalah utama yaitu seperti apakah bahan ajar yang inovatif pada pelajaran PKn menggunakan