• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agamaa sholat dan rekayasa agamaa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Agamaa sholat dan rekayasa agamaa"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminologi/istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala menurut syarat–syarat yang telah ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah Jalla wa’ala yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesaran dan kesempurnaan kekuasaan-Nya.

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan. Tidak hanya itu, Shalat juga merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Sholat ?

2. Bagaimana kedudukan shalat dalam islam ? 3. Apa hukum meninggalkan Shalat ?

4. Apa ancaman bagi yang meninggalkan shalat ? 5. Apa syarat-syarat wajib shalat ?

6. Kapan waktu-waktu mengerjakan shalat ? 7. Apa syarat-syarat sah shalat ?

8. Bagaimana cara mengerjakan shalat ? 9. Apa wajib-wajib dalam shalat ? 10. Apa sunah-sunah dalam Shalat ? 11. Apa hikmah dilaksanakannya shalat ?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui tentang pengertian sholat, dalil tentang wajib sholat, syarat-syarat wajib sholat, kapan mengerjakan sholat,syarat sah sholat, cara mengerjakan sholat dan hikmah dilaksanakannya sholat.

(2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sholat

Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara terminologi/istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala menurut syarat–syarat yang telah ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah Jalla wa’ala yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesaran dan kesempurnaan kekuasaan-Nya.

Menurut A. Hasan (1991) Baqha (1984), Muhammad bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan Rasyid (1976) shalat menurut bahasa Arab berarti berdo’a. ditambahakan oleh Ash-Shiddiqy (1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian. Sedangkan secara hakekat mengandung pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut kepadanya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan, kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaannya.

Allah berfitman dalam surat at taubah ayat 103:

) ٌميِلَع ٌعيِمَس ُ ااَو ْمُهَل ٌنَكَس َكَت َلَص انِإ ْمِهْيَلَع ّلَصَو اَهِب ْمِهيّكَزُتَو ْمُهُرّهَطُت ًةَقَدَص ْمِهِلاَوْمَأ ْنِم ْذُخ 103

(

Artinya:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (9: 103)

Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Agama.

Dalam shalat dikenal yang namanya Wajib, Rukun, Syarat, dan Sunah adapun Perbedaannya ialah :

1. Rukun: sesuatu yang harus ada, dalam shalat, apabila seorang lupa atau sengaja meninggalkan rukun maka shalatnya batal

2. Syarat: hal-hal diluar shalat yang harus ada,apabila tidak ada salah satu syarat maka shalatnya tidak sah.

3. Wajib: Jika menginggalkannya secara sengaja maka batal shalatnya. Jika tidak sengaja maka tidak batal, namun harus menggantinya dengan sujud sahwi.

4. Sunnah: Tidak batal shalat jika ditinggalkan baik secara sengaja maupun tidak. Namun, mengurangi kesempurnaan shalat.

(3)

2.2. Kedudukan Shalat Dalam Islam 1. Shalat adalah Tiang Agama

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kepala segala urusan adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, sementara puncaknya adalah jihad.” (HR At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad, shahih)

2. Shalat adalah Amal yang Pertama Kali Dihitung di Akhirat

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Yang pertama kali ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian kepada shalatnyaa. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung (dalam sebuah riwayat disebutkan: dia akan berhasil). Dan jika shalatnya rusak, dia akan gagal dan merugi.” (HR Ath Thabrani, shahih)

3. Shalat adalah Ibadah yang Terakhir Hilang dari Agama

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tali-tali Islam akan lepas sehelai demi sehelai. Setiap kali sehelai tapi itu lepas, umat manusia akan berpegangan pada tali berikutnya. Yang pertama kali terlepas adalah hukum, dan yang paling terakhir adalah shalat.” (HR Ahmad, shahih)

4. Shalat adalah Wasiat Terakhir Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Ummul Mu’minin Ummu Salamah, berkata, “Wasiat yang terakhir kali disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah shalat, shalat, dan budak-budak yang kalian miliki.” Sehingga Nabiyullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembunyikannya di dalam dada dan tidak beliau sebarluaskan melaluinya. (HR Ahmad, shahih)

5. Allah Memuji Orang yang Mengerjakan dan Mengajak Keluarganya Shalat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Quran Surat Maryam ayat 54-55:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya.”

6. Allah Mencela Orang yang Malas Shalat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Quran Surat Maryam ayat 59:

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”

7. Shalat adalah Rukun Islam Kedua

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima pondasi, bersaksi bahwa tiada Rabb selain Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji, serta berpuasa pada bulan Ramadhan.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

8. Allah Mewajibkan Shalat Tanpa Perantaraan Jibril

Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan ibadah shalat tidak seperti ibadah yang lain. Terkhusus untuk ibadah shalat, Allah sendiri yang memerintahkan ibadah ini dengan mengangkat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ke langit ke tujuh dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, di Sidratul Muntaha

9. Awalnya, Allah Memerintahkan Shalat 50 Shalat Sehari

Dalam lanjutan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu tersebut:

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Aku lalu kembali dengan membawa kewajiban itu hingga kulewati Nabi Musa ‘Alaihis Salam, kemudian ia (Musa ‘Alaihis Salam) berkata kepadaku, ‘Apa yang diwajibkan Allah atas umatmu?’

Aku menjawab, ‘Dia mewajibkan lima puluh kali shalat (dalam sehari semalam).’

(4)

Maka aku pun kembali menghadap Allah, lalu Dia memberi keringanan kepadaku dengan menghapuskan lima kali shalat…’

Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘dan aku terus kembali menghadap Allah dan turun kepada Nabi Musa ‘Alaihis Salam hingga Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, itulah shalat lima waktu sehari semalam. Setiap satu shalat bernilai sepuluh kali shalat. Dengan demikian, pahalanya sama dengan lima puluh kali shalat.’” (HR Al Bukhari dan Muslim) 10.Allah Membuka dan Menutup Amal Orang Beriman yang Beruntung dengan

Menyebutkan Shalat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Quran Surat Al Mu’minun ayat 1-9:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.” 11.Allah Menyuruh Muhammad, dan Pengikutnya Agar Menyruh Keluarganya Shalat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Quran Surat Thaha 132:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Suruh anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena tidak mengerjakannya pada saat mereka berusia 10 tahun. Serta pisahkanlah mereka di tempat tidur.” (HR Abu Dawud dan Ahmad, shahih)

12.Orang yang Tidur dan Lupa Diperintahkan Mengganti Shalatnya

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang lupa mengerjakan shalat, hendaknya dia mengerjakannya pada saat teringat. Tidak ada kafarat baginya, kecuali hanya itu saja.” (HR Al Bukhari)

Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa lupa mengerjakan shalat atau tertidur sehingga tidak mengerjakannya, maka kafaratnya adalah mengerjakannya ketika ia mengingatnya.” (Muttafaqun ‘Alaih).

2.3. Hukum Meninggalkan Shalat

Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Hadits. Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِةَلاصلا ُك ْرَت ِرْفُكْلاَو ِكْرّشلا َنْيَبَو ِلُجارلا َنْيَب

“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(5)

“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُةَلاصلا ُهُدوُمَعَو ُمَلْسِلا ِرْمَلا ُسْأَر

“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi). Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat.

Para sahabat ber-ijma’ (bersepakat) bahwa meninggalkan shalat adalah kafir Umar mengatakan,

َةَلاصلا َكَرَت ْنَمِل َمَلْسِإ َل

“Tidaklah disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat.”

Dari jalan yang lain, Umar berkata,

َةَلاصلا َكَرَت ْنَمِل ِمَلْسِلا يِف اظَحَلو

“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam kitab Sunan-nya, juga Ibnu ‘Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209). Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh karena itu, hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan) sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash Sholah.

Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. Beliau

mengatakan,

ِةَلاصلا َرْيَغ ٌرْفُك ُهُك ْرَت ِلاَمْعَلا َنِم اًئْيَش َن ْوَرَي َل -ملسو هيلع ا لص- ٍدامَحُم ُباَح ْصَأ َناَك

“Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52).

(6)

shalat dengan sengaja adalah kafir (keluar dari Islam). Itulah pendapat yang terkuat dari pendapat para ulama yang ada.

2.4. Ancaman bagi yang meninggalkan Shalat

Pembicaraan orang yang meninggalkan shalat dalam Al Qur’an

Banyak ayat yang membicarakan hal ini dalam Al Qur’an, namun yang kami bawakan adalah dua ayat saja. Allah Ta’ala berfirman,

اًحِلاَص َلِمَعَو َنَمَآَو َباَت ْنَم الِإ اًًيَغ َنْوَقْلَي َفْوَسَف ِتاَوَهاشلا اوُعَباتاَو َة َلاصلا اوُعاَضَأ ٌفْلَخ ْمِهِدْعَب ْنِم َفَلَخَف

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 59-60)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)

Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.

Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,

اًحِلاَص َلِمَعَو َنَمَآَو َباَت ْنَم الِإ

“kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mukmin, tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

ِنيّدلا يِف ْمُكُناَو ْخِإَف َةاَكازلا اُوَتَآَو َة َلاصلا اوُماَقَأَو اوُباَت ْنِإَف

“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9]: 11). Dalam ayat ini, Allah Ta’ala

mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Berarti jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Konsekuensinya orang yang meninggalkan shalat bukanlah mukmin karena orang mukmin itu bersaudara sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

ٌةَوْخِإ َنوُنِمْؤُمْلا اَمانِإ

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al Hujurat [49]: 10)

Adapun berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat, kami rinci sebagai berikut :

(7)

mengingkari hukum wajibnya shalat, orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para ulama.

 Kasus kedua: Meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in. Contoh hadits mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, shahih)

 Kasus ketiga: Tidak rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya]. (Majmu’ Al Fatawa, 7/617)

 Kasus keempat: Meninggalkan shalat dan tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka hukum bagi orang semacam ini adalah

sebagaimana orang jahil (bodoh). Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.

 Kasus kelima: Mengerjakan shalat hingga keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir, namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5) (Lihat Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, Syaikh Abdul Mun’im Salim, hal. 189-190)

2.5. Syarat-syarat Wajib Solat

Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib, dan yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di samping adanya kriteria lain seperti rukun.

Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:

(8)

2. Baligh, anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya: Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).

3. Berakal. Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip dalam menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur ulama alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya:“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”. Namun demikian menurut

Syafi’iyah disunatkan meng-qadha-nya apabila sudh senbuh. Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang tertutup akalnya karena sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut.

2.6. Waktu-waktu Pelaksanaan Sholat

Shalat tidak boleh dilaksanakan di sembarang waktu. Allah SWT. Dan Rasulullah SAW. telah menentukan waktu-waktu pelaksanaan sholat yang benar menurut syariat islam. Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an surat An- Nisa ayat 103 sebagai berikut:

“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

Ayat tersebut menetapkan bahwa shalat dilaksanakan sesuai dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan. Shalat yang lima waktu, memiliki lima waktu yang tertentu. Dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 114 menegaskan sebagai berikut yang artinya:

“Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.

Dalam ayat tersebut terdapat ketentuan waktu shalat, yaitu: 1. Tharfin-nahar, yaitu pagi dan petang;

2. Zulfal-lail, permulaan malam.

Dalam qur’an surat al-isra’ ayat 78 yang artinya:

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.

Ayat Ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya.

Ayat tersebut menetapkan waktu shalat wajib dengan bebereapa waktu, yaitu: 1. Dulukus-syams, yaitu ketika tergelincir matahari;

2. Ghasakul-lail, gelap malam (terbenam matahari);dan 3. Fajar, waktu subuh.

(9)

mulai gelap hingga tak tampak lagi adalah waktu unutk shalat ashar, magrib, dan isya. Adapun datangnya waktu fajar sebagai pertanda telah diwajibkan melaksanakn shalat subuh. Agar lebih terperinci, berikut dijelaskan mengenai waktu-waktu shalat tersebut:

1. Zuhur, sholat zuhur waktunya mulai matahari condong ke arah barat dan berakhir sampai baying-bayang suatu benda sama panjang atau lebih sedikit dari benda tersebut. Hal in idapat dilihat kepada seseorang atau sebuah tiang yang berdiri, bilamana bayang-bayangnya masih persis di tengah atau belum sampai, menandakan waktu zuhur belum masuk.

2. Asar, shalat asar waktunya mulai dari baying-bayang suatu benda lebih panjang dari bendanya hingga terbenam matahari.Kebanyakan ulama berpendapat bahwa shalat ashar di waktu menguningnya cahaya matahari sebelum terbenam hukumnya makruh.

3. Magrib, shalat magrib waktunya mulai terbenam matahari dan berakhir sampai hilangnya cahaya awan merah.

4. Isya, shalat isya waktunya mulai hilangnya cahaya awan merah dan berakhir hingga terbit fajar shadiq.

5. Subuh, shalat subuh, waktunya dari mulai terbit fajar shadiq hingga terbit matahari.

2.7. Syarat-syarat sah sholat

Adapun syarat sah sholat adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui masuk waktu. Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu, shalatnya tidak sah.

2. Suci dari hadas kecil dan hadas besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian hadas besar dengan mandi. Nabi Muhammad SAW bersabda, yang artinya: “ Dari Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak suci. (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari). “ Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang kamu apabila berhadas hingga dia bersuci. (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Suci badan, pakaian dan tempat dari na’jis hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci badan, pakaian dan tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah muakkad.

4. Menutup aurat. Seseorang yang shalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalamkeadaan terang maupun sendiri dalam gelap. Allah SWt berfirman: “pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid”(QS. 4:31).

5. Menghadap kiblat. Ulama sepakat bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman: “Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)

6. Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai syarat sah shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari kalangan Malikiyah.

2.8. Cara Mengerjakan Shalat

Menurut golongan syafi’iyah rukun shalat tiga belas yaitu: 1. Niat,

2. Takbirtul Ihram,

(10)

4. Membaca al-fatihah bagi setiap orang yang shalat kecuali ada uzur seperti terlambat mengkuti imam (masbuq)

5. Ruku’,

6. Sujud dua kali setiap rakaat, 7. Duduk antara dua sujud, 8. Membaca tasyahud akhir, 9. Duduk pada tasyahud akhir,

10.Solawat kepada Nabi SAW setelah tasyahud akhir, 11.Duduk di waktu membaca salawat,

12.Mengucapkan salam, 13.Tertib.

2.9. Wajib-wajib Shalat

1. Semua takbir, kecuali Takbiiratul Ihraam

Sesuai ucapan Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, "Saya melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir di setiap naik dan turunnya, berdiri dan duduknya." (HR. Ahmad, An-Nasa`iy dan At-Tirmidziy menshahihkannya)

Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika imam bertakbir maka bertakbirlah." Ini adalah perintah, sedangkan perintah menunjukkan wajib. 2. Mengucapkan Subhaana rabbiyal 'azhiim saat ruku'

Sesuai dengan hadits Hudzaifah radhiyallahu 'anhu yang menggambarkan shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau dalam ruku'nya mengucapkan, "Subhaana rabbiyal 'azhiim" (Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung) dan pada sujudnya

mengucapkan, "Subhaana rabbiyal a'laa" (Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi) 3. Mengucapkan Sami'allaahu liman hamidah bagi imam dan yang shalat sendiri

Berdasarkan ucapan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mensifati shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasannya beliau mengucapkan Sami'allaahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya) tatkala mengangkat

punggungnya dari ruku'. (Muttafaqun 'alaih)

4. Mengucapkan Rabbanaa walakal hamdu bagi semua (imam, makmum dan yang shalat sendiri) Sesuai kelanjutan ucapan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu pada hadits yang lalu, "Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan berdiri mengucapkan Rabbanaa walakal hamdu."

5. Mengucapkan Subhaana rabbiyal a'laa saat sujud Sesuai hadits Hudzaifah radhiyallahu 'anhu yang lalu. 6. Mengucapkan Rabbighfirlii antara dua sujud

Sebagaimana dalam hadits Hudzaifah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan antara dua sujud Rabbighfirlii. (HR. An-Nasa`iy dan Ibnu Majah)

7. Membaca Tasyahhud awal, dan 8. Duduk untuk tasyahhud awal

(11)

2.10. Sunah-sunah Dalam Shalat 1. Do'a Istiftaah

2. Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada tatkala berdiri sebelum ruku‘

3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari rapat yang tebuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku', bangkit dari ruku', dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka'at ketiga

4. Tambahan dari sekali tasbih dalam tasbih ruku' dan sujud

5. Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku‘

6. Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah (yaitu bacaan Rabbighfirlii) di antara dua sujud

7. Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku‘

8. Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud

9. Mengangkat kedua siku dari lantai ketika sujud

10. Duduk iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan di antara dua sujud.

11. Duduk tawarruk (duduk pada lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka'at

12. Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud

13. Mendo'akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim 'alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal

14. Berdo'a pada tasyahhud akhir

15. Mengeraskan (jahr) bacaan pada shalat Fajar (Shubuh), Jum'at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan), dan pada dua raka'at pertama shalat Maghrib dan 'Isya`

16. Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, 'Ashar, pada raka'at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat 'Isya`

17. Membaca lebih dari surat Al-Fatihah.

(12)

2.11. Hikmah mengerjakan shalat

Dari sudut religious shalat merupakan hubungan langsung antara hamba dengan khaliq-nya yang di dalamnya terkandung kenikmatan munajat, pernyataan ubudiyah, penyerahan segala urusan kepada Allah, keamanan dan ketentraman serta perolehan keuntungan. Di samping itu dia merupakan suatu cara untuk memperoleh kemenangan serta menahan seseorang dari berbuat kejahatan dan kesalahan.

Secara individual shalat merupakan pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah SWT , menguatkan iwa dan keinginan, semata-mata mengagungkan Allah SWT, bukan berlomba-lomba untuk memperturutkan hawa nafsu dalam mencapai kemegahan dan mengumpulkan harta. Di samping itu shalat merupakan peristirahatan diri dan ketenangan jiwa sesudah melakukan kesibukan dalam menghadapi aktivitas dunia.

Allah SWT berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

Sholat mengajar seseorang untuk berdisiplin dan menta’ati berbagai peraturandan etika dalam kehidupan dunia. Hal ini terlihat dari penetapan waktu sholat yang mesti di pelihara oleh setiap muslim dan tata tertib yang terkandung di dalamnya. Dengan demikan orang yang melakukan shalat akan memahami peraturan, nilai dan sopan santun, ketentraman dan mengkonsentrasikan pikiran kepada hal-hal yang bermamfaat, karena shalat penuh dengan pengertian ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai tersebut.

Dari segi social kemasyarakatan shalat merupakan pengakuan aqidah setiap anggota masyarakat dan kekuatan jiwa mereka yang berimplikasi terhadap persatuan dan kesatuan umat. Persatuan dan kesatuan ini menumbuhkan hubungan social yang harmonis dan kesamaan pemikiran dalam menghadapi segalam problema kehidupan sosial kemasyarakatan.

(13)

- Kesimpulan

1. Shalat merupakan penyerahan diri secara talalitas untuk menghadap Tuhan,

denganperkataan dan perbuatan menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara. 2. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali 3. Shalat Merupakan Syarat Menjadi Takwa

Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul – betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya

Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah

4. Shalat Merupakan Benteng Kemaksiatan

Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat

Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat,

merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45

5. Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur

Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan khusus.

6. Shalat Akan membangun etos kerja

Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk, baik dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja

Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas

DAFTAR PUSTAKA

(14)

Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009).

Haryono, Sentot, Psikologi Salat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003).

Ritoga, A. Rahman, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),

Referensi

Dokumen terkait

Karena disadari bahwa pelanggan yang telah membeli Toyota merupakan pelanggan potensial bagi divisi servis selaku departemen yang melakukan perawatan terhadap kendaraan

Pada aspek keterampilan diketahui bahwa kualitas video yang dihasilkan oleh guru- guru berada pada kategori

Nilai-nilai kesenian reyog Ponorogo apabila dilihat dari konsep nilai Max Scheler, meliputi: (a) Nilai-nilai kerohanian yaitu memuat unsur-unsur batiniah seperti

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Magetan dan Ponorogo yang terdaftar resmi di Bank Indonesia. Data diperoleh dari laporan

9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU Perkawinan yang merujuk dalam Pasal 114 KHI dan Pasal 119 KHI, maka alasan permohonan cerai tersebut dapat dikabulkan oleh pihak pengadilan

Selain itu data digital yang diberikan oleh komputer sebagai output juga tidak dapat langsung dikenali oleh perangkat elektronik, sehingga membutuhkan sebuah perangkat

Dalam novel Uncle Tom’s Cabin orang-orang Quaker menjadi tokoh-tokoh yang berperan membantu para budak yang membutuhkan tempat bernaung atau budak yang ingin melarikan diri ke

Desain penelitian merupakan prosedur dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian. Desain dalam penelitian ini menggunakan jenis