• Tidak ada hasil yang ditemukan

UUD 1945 Pasca Perubahan 1 4 Tahun 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UUD 1945 Pasca Perubahan 1 4 Tahun 1999"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MENDEDAH KETERWAKILAN DAERAH1 Oleh: Laurel Heydir2

Latar Belakang

Merujuk kepada Kerangka Acuan Seminar Nasional Kelompok DPD di MPR, beberapa isu yang dikemukakan meliputi:

1. Desain kedaulatan rakyat menurut UUD 1945 pasca-amandemen merujuk kepada konsep perwakilan politik dan perwakilan daerah, sehingga sistem ketatanegaraan Indonesia seharusnya mengejawantahkan konsep demokrasi—desentralistik.

2. Sejak bergulirnya Reformasi dua dekade yang lalu, telah dilakukan beberapa upaya perbaikan sistem ketatanegaraan Indonesia, diawali dengan dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, diikuti dengan berbagai produk legislasi, penataan untuk merevitalisasi kelembagaan negara, pembenahan sumberdaya manusia penyelenggara negara, dst. Namun, upaya tersebut belum mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. DPD tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal karena terkendala oleh sistem keparlemenan yang menempatkannya pada posisi yang lemah (yang kewenangan legislasinya dan pengawasannya terbatas). Padahal, dalam dimensi keterwakilannya yang berdasarkan daerah-daerah, DPD memiliki karakter keterwakilan yang lebih luas daripada DPR. Karena itulah perlu dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi kedudukan dan peran antara DPD dan DPR yang dalam konteks bikameralisme kedua lembaga perwakilan tersebut semustinya berimbang.

4. Beberapa isu di atas itulah yang melatarbelakangi penyelenggaraan Seminar Nasional ini. Kelompok DPD di MPR mengajak segenap elemen bangsa untuk menjawab secara bersama pertanyaan, “Sampai sejauh manakah desain kelembagaan lembaga perwakilan di Indonesia saat ini telah berperan dalam upaya mencapai cita-cita bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945?”

Tema dan Topik Bahasan

1 Disampaikan pada Seminar Nasional Kelompok DPD di MPR RI di Palembang, 21 Maret 2018

(2)

Berdasarkan Kerangka Acuan, seminar ini bertemakan, “Negara Hukum dan Kebutuhan Desain Besar Lembaga Perwakilan.” Kiranya, pencantuman ‘negara hukum’ tersebut untuk menekankan bahwa pembahasan tentang desain lembaga perwakilan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip negara Indonesia sebagai negara hukum.

Selanjutnya, tema tersebut dijabarkan melalui tiga topik bahasan, secara berturut-turut:

1. Negara hukum Indonesia: Diskursus pemikiran negara hukum dalam konstitusi Indonesia.

2. Problematika lembaga perwakilan dalam konteks checks and balances.

3. Mendudukkan DPD dalam [meng]akomodasi partisipasi masyarakat dan daerah.

Ketiga topik tersebut memang terjalin berkelindan satu dengan yang lainnya. Pemahaman terhadap aturan konstitusi tentang sistem hukum dan kelembagaan negara merupakan pengantar untuk memahami tentang kelembagaan DPD secara proporsional. Sebaliknya dapat dikatakan bahwa pemahaman seseorang tentang kelembagaan DPD tergantung pada pemahaman yang bersangkutan atas ketentuan-ketentuan konstitusi Indonesia tentang ketatanegaraan dan kelembagaan negara.

Kelembagaan Negara berdasarkan UUD 1945

Empat kali amandemen terhadap UUD 1945 (pada tahun 1999–2002) telah mengubah institusi kenegaraan. Ada lembaga [negara] yang dihapuskan, ada yang tetap berlanjut dengan tupoksi yang diubah, dan ada pula lembaga yang baru diadakan.

Berikut ini adalah lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945 pasca-amandemen. Urutannya mengikuti urut-urutan penyebutannya dalam UUD 1945 pasca-amandemen —yang tetap menggunakan struktur pem-Bab-an UUD sebelumnya (pra-amandemen).

Nama Lembaga Keterangan

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Lembaga lama, posisi & perannya diubah (tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara yang memilih Presiden/Wakil Presiden)

Pemerintahan Negara

Presiden Lembaga lama, rekrutmennya diubah

(melalui pemilu) Wakil Presiden

Duta & Konsul Lembaga lama (penyebutannya dalam

ketentuan tentang kewenangan Presiden) Dewan Pertimbangan [Presiden]

(WanTimPres)

(3)

Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

Tiga jabatan menteri tersebut yang disebutkan dalam UUD

Pemerintahan Daerah

Pembagian daerah dalam Provinsi & Kabupaten/ Kota baru disebutkan dalam UUD

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Perangkat Pemerintahan Daerah (Provinsi & Kabupaten/Kota) yang telah ada yang baru disebutkan dalam UUD

Gubernur Jabatan Kepala Daerah Provinsi yang telah

ada yang baru disebutkan dalam UUD

Bupati/Walikota

Jabatan Kepala Daerah Kabupaten/Kota yang telah ada yang baru disebutkan dalam UUD

Lembaga Perwakilan

Dewan Perwakilan Rakyat Lembaga lama, kewenangannya ditingkatkan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Lembaga baru Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lembaga baru

Bank Sentral

Lembaga yang telah ada (dengan nama Bank Indonesia seperti dalam Penjelasan UUD 1945 pra-amandemen)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Lembaga lama, tupoksi diubah Kekuasaan Kehakiman

Mahkamah Agung (MA) Lembaga lama

Badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum

Badan peradilan di bawah MA yang telah ada yang baru disebutkan dalam UUD Badan peradilan dalam lingkungan

Hakim Agung Jabatan yang telah ada yang baru

disebutkan dalam UUD Ketua & Wakil Ketua MA

Komisi Yudisial (KY) Lembaga baru (pengusul pengangkatan Hakim Agung)

(4)

UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran parpol & perselisihan hasil pemilu)

Hakim Konstitusi Jabatan baru

Ketua & Wakil Ketua MK Jabatan baru Pertahanan & Keamanan Negara Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Lembaga yang telah ada yang baru disebutkan dalam UUD

- Angkatan Darat - Angkatan Laut - Angkatan Udara

Kepolisian Negara Republik Indonesia

Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, dinyatakan bahwa semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan UUD 1945 dan belum diadakan yang baru menurut UUD 1945.

Tidak ada penjelasan lebih lanjut terhadap segenap institusi yang disebutkan dalam UUD 1945 pasca-amandemen—karena UUD 1945 pasca-amandemen tidak memiliki lampiran Penjelasan. Sehingga, pengertian masing-masing lembaga negara tersebut sepenuhnya merujuk ke redaksi UUD 1945 itu sendiri. Kategorisasi kelembagaan negara semisal lembaga negara utama (primary state institution), lembaga negara pendukung (secondary state institution), dan lembaga negara tambahan (auxiliary state institution) adalah pemahaman yang bersifat teoretis saja. Demikian juga dengan relasi antar lembaga negara yang disebut checks and balances, itu istilah yang bukan berasal dari penjelasan otentik.

Kelembagaan Lembaga Perwakilan

Lembaga perwakilan terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)—yang pesertanya partai politik—dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)—yang pesertanya adalah perseorangan. [Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 (pasca-amandemen) merupakan perangkat Pemerintahan Daerah]

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

(5)

dan (3); Pasal 23 ayat (2) dan (3); Pasal 23E ayat (2) dan (3); Pasal 23F ayat (1); Pasal 24A ayat (3); Pasal 24B ayat (3); Pasal 24C ayat (2) dan (3) UUD 1945 (pasca-amandemen).

Ketentuan-ketentuan konstitusi tersebut mengatur tentang DPR sebagai berikut:

- DPR pemegang kekuasaan membuat UU. Dalam pembahasan RUU APBN, DPR menyetujui atau tidak menyetujui RUU yang diajukan oleh Presiden tersebut—yang bila RUU APBN tidak disetujui, maka digunakan APBN tahun yang lalu. Dalam pembahasan RUU APBN tersebut, DPR memperhatikan pertimbangan DPD. DPR juga menerima RUU yang diajukan oleh DPD.

- Selain fungsi legislasi (yang dijalankan bersama Presiden), DPR juga memiliki fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Termasuk dalam kewenangan pengawasan tersebut, DPR dapat mengusulkan (kepada MPR) pemberhentian Presiden karena melanggar ketentuan konstitusi—yang pengujian atas pelanggarannya diputuskan oleh MK. DPR juga menerima hasil pengawasan DPD. DPR juga menerima (dan menindaklanjuti) hasil pemeriksaan keuangan negara (oleh BPK)—yang tindak lanjutnya dilakukan oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan UU.

- DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

- DPR memberikan persetujuan kepada Presiden atas pernyataan perang, perjanjian internasional (yang memiliki akibat luas/mendasar bagi rakyat), Perpu (yang diterbitkan oleh Presiden), pengangkatan/pemberhentian anggota KY, dan persetujuan terhadap calon Hakim Agung (yang diajukan oleh KY).

- DPR memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk pengangkatan/penerimaan duta, pemberian amnesti dan abolisi.

- DPR memilih anggota BPK (dengan memperhatikan pertimbangan DPD), mengajukan tiga anggota Hakim Konstitusi (yang penetapannya oleh Presiden).

- Posisi DPR tidak bisa dibubarkan oleh Presiden. DPR dapat menggantikan MPR dalam menyaksikan sumpah jabatan Presiden. DPR berkewajiban untuk bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

(6)

Yang kemudian membuat penyelenggaraan kewenangan DPR tampak ekspansif karena UUD mendelegasikan berbagai pengaturan lebih lanjut dengan UU dan kekuasaan membuat UU dipegang oleh DPR.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Berbagai ketentuan konstitusi yang mengatur DPD terdapat pada Pasal 2 ayat (1); Pasal 22C ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 23E ayat (2) dan (3); dan Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 pasca-amandemen.

Ketentuan tentang DPD tersebut mengatur tentang:

- Anggota DPD dipilih melalui pemilu yang diikuti oleh perseorangan. Jumlah anggota DPD per provinsi sama dan jumlah anggota DPD tidak melebihi sepertiga dari jumlah anggota DPR. Anggota DPD (bersama anggota DPR) adalah anggota MPR. Pemberhentian anggota DPD dari jabatannya diatur dengan UU.

- Susunan dan kedudukan DPD diatur dengan UU. Kewajiban DPD untuk bersidang minimal sekali dalam setahun.

- DPD dapat mengajukan RUU (ke DPR) untuk pengaturan yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

- DPD ikut membahas RUU (bersama DPR) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan/pemekaran/penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

- DPD memberikan pertimbangan (kepada DPR) atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. DPD juga memberikan pertimbangan (kepada DPR) dalam pemilihan anggota BPK.

- DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan/pemekaran/penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Hasil pengawasan DPD tersebut disampaikan kepada DPR.

(7)

Mencermati Beberapa Isu yang Mengemuka

Berikut ini adalah acuan sebagai bahan pembahasan kita bersama dalam seminar ini, yakni tanggapan terhadap beberapa isu yang mengemuka dalam Kerangka Acuan yang disiapkan oleh Panitia Seminar Nasional Kelompok DPD di MPR—sebagaimana ikhtisar yang disampaikan di atas.

Isu 1: Konsepsi demokrasi-desentralistik

Isu ini mengandung tuntutan (lama) tentang otonomi [penuh] bagi daerah. Puncak dari isu desentralisasi ini dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah pendirian Republik Indonesia Serikat (RIS/Republic of the United States of Indonesia) yang merupakan hasil dari kesepakatan Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949 antara delegasi ‘Republik Indonesia,’ BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg/Badan Permusyawaratan Federal) dan Kerajaan Belanda—yang ditandai dengan pemberlakuan Konstitusi RIS per 27 Desember 1949.

Uraian di atas bukan dimaksud untuk mengartikan konsep demokrasi-desentralistik sebagai titisan konsep RIS, namun sekedar untuk menunjukkan tempat isu tersebut dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Beberapa konflik internal di Indonesia adalah juga bukti kesejarahan tentang adanya tuntutan-tuntutan di berbagai daerah untuk memiliki pemerintahan sendiri (yang mandiri).

Kesepakatan RIS tersebut diubah—secara sepihak (oleh ‘Indonesia’)—dengan melebur RIS kembali menjadi negara kesatuan—yang ditandai dengan pemberlakuan Undang Undang Dasar Ssementara per 17 Agustus 1950 (yang dikenal dengan penyebutan: UUDS 1950).

Isu 2: ‘Kegagalan’ Reformasi yang tidak/belum mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan [sosial] bagi seluruh rakyat Indonesia

Isu ini marak sejak publikasi Bank Dunia (World Bank) yang memaparkan hasil kajian mereka tentang ketimpangan di Indonesia (November 2015). Frasa popular yang menandai isu ini adalah pernyataan bahwa: “1% dari jumlah penduduk menguasai lebih dari 50% aset Indonesia.” Konglomerat yang digelari ‘9 Naga’ jelas merujuk ke isu ketimpangan ini—yang sedikit banyak dan lingkaran dekat Isu ini jugalah yang sedikit-banyak menyulut sentimen anti-Cina.

(8)

sebaiknya tidak dicuplik secara sembrono dan/atau dengan sikap partisan—dalam arti untuk memenuhi kepentingan kelompok sendiri karena sebatas memprovokasi publik hanya akan melahirkan aksi-aksi yang bukan hanya tidak produktif (untuk memperbaiki ketimpangan), malah bisa menjadi destruktif bagi keberlanjutan Indonesia raya.

Isu 3: ‘Kefrustasian’ karena ketidakberimbangan kewenangan DPD dibandingkan kewenangan DPR

Ini juga isu yang absah, yang telah mengemuka sejak periode awal DPD (hasil Pemilu 2004).

Per ketentuan konstitusi, musti diakui bahwa DPD ditempatkan sebagai ‘pelengkap’ bagi DPR. Fungsi parlemen memang didominasi oleh DPR, sehingga lumrah jika menimbulkan suasana ‘inferior’ bagi anggota DPD (jika dibandingkan dengan anggota DPR). Karena hal itu merujuk ke ketentuan UUD 1945 (pasca-amandemen), maka perubahannya jelas hanya melalui amandemen konstitusi.

Namun, perihal ketergangguan efektivitas dalam penyelenggaraan negara akibat posisi DPD yang lemah dan perannya yang minor, suatu yang masih dalam perdebatan. Ada kelompok yang mendorong agar DPD setara dengan DPR. Sebaliknya, ada yang beranggapan bahwa peningkatan kewenangan DPD itu tidak diperlukan karena justru akan membuat penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin tidak efektif. Kelompok ini melihat bagaimana manuver para politisi di DPR sangat menguras enersi Pemerintah. Apalagi jika Pemerintah harus menghadapi dua macam manuver—dari DPR dan DPD.

Isu 4: Menyoal tentang desain kelembagaan lembaga perwakilan di Indonesia

Ini adalah inti pembahasan yang menjadi tujuan penyelenggaraan seminar ini. Sebagai akademisi, saya mengusulkan agar DPD melakukannya tidak melalui forum seminar melainkan melalui kajian lapangan (field study) dalam rangka menginventarisasi segenap keberagaman situasi sosial-politik di seantero wilayah Indonesia. Temuan studi lapangan itulah yang kemudian diseminarkan.

Langkah ini akan lebih konstruktif bagi DPD dan niscaya hasilnya akan menjadi sumbangsih substansial DPD bagi penataan kelembagaan lembaga perwakilan Indonesia.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan, kajian mendapati bahawa β -wolastonit (wolastonit bersuhu rendah 950°C) bagi wolastonit yang disintesis daripada sekam padi dan batu kapur adalah yang

Pada tahun 1908, desa Taratara masih berstatus sebagai tempat kedudukan onderdistrik yang masuk distrik Tombariri, namun jarak distrik Tombariri dengan Onderdistrik

Pengejawantahan ciri pribadi kritis (gabungan Iseng, Khas, Peka) disebut sebagai ciri kreasi kelayak anetis-estetis suatu karya.Suatu hasil kreasi yang memiliki

Distribusi spasial diamati berdasarkan kecenderungan jumlah/macam spesies dan jumlah individu setiap spesies yang ditemukan pada setiap tapak dan rentang waktu yang

Tingkat motivasi penggunaan media gadget yang paling tinggi di kalangan mahasiswa prodi komunikasi UAJY adalah motif personal relationship dibanding 3 motif yang lain

Penelitian diawali dengan studi pendahuluan untuk mendapatkan data kesulitan belajar siswa dan kegiatan belajar yang dilakukan yang dilaksanakan di kelas VIII-K SMPN

Rasa menyesal ini muncul karena mahasiswa menggunakan uangnya untuk membeli produk fashion yang tidak menjadi kebutuhan mendesak, padahal disi lain masih memiliki

panjang dengan yang bukan persegi dan bukan persegi panjang dengan mengidentifikasi bangun-bangun geometri dalam berbagai ukuran berdasar tampilan. • Pemahaman Konsep Dasar