• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM RENDRA LA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM RENDRA LA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM

IMPLEMENTASI KEIMANAN DAN KETAQWAAN

DOSEN : SRI HAIRANI POHAN, S.PdI.,M.Hum

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

1. RENDRA LAKSAMA PUTRA

17041020

2. YUSI HARDIYANTI LUBIS

17041014

3. ANGGI YUSNITA

17041017

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

TA : 2017 / 2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam kami sampaikan kepada Allah SWT, tak lupa pula kita mengirim

salam dan salawat kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita

suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam. Karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat

kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Implementasi

Keimanan dan Ketaqwaan” yang harus diterapkan pada setiap manusi.

Makalah ini dubuat dalan rangka mempersentasikan hasil diskusi kami yang mana akan

kami sampaikan di depan dosen dan para rekan kami. Tak lupa kami ucapkan terima kasih

kepada pengajar matakuliah Pendidikan Agama Islam atas bimbingan dan arahan dalam

penulisan makalah ini. Juga kepada pihak-pihak yang telah mendukung sehingga dapat

diselesaikannya makalah ini.

Diharapkan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat

menambah wawasan kita mengenai implementasi keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan.

Dalam penyusunan, tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan. Oleh karena itu, saran

konstruktif sangat diharapkan dari semua pihak. Atas partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

(3)

DAFTAR ISI

Kata Penghantar... i

Daftar Isi... ii

BAB I

Implementasi Keimanan dan Ketaqwaan...1

1. Pengertian Iman...1

A. Definisi Iman Secara Istilah Syar’i...2

B. Wujud Iman...3

C. Proses Terbentuknya Iman...3

D. Tanda – tanda Orang Beriman...4

2. Pengertian Ketaqwaan...5

A. Hakikat Taqwa...5

B. Jalan Mencapai Sifat Taqwa...6

C. Implementasi Iman dan Taqwa...7

D. Korelasasi Antara Iman dan Taqwa...8

BAB II

PENUTUP...9

Kesimpulan...9

(4)

BAB 1

IMPLEMENTASI KEIMANAN DAN KETAQWAAN

1. Pengertian Keimanan

Menurut nahasa iaman berarti membenarkan dengan hati atau percaya. Adanpun secara syara’, Nabi Muhammad Saw mendefenisikan iman seperti sabdanya sebagai berikut:

Artinya : Iman itu bukanlah dengan angan-angan tetapi apa yang telah mentap di dalam hatimu dan dibuktikan kebenarannya dengan amal ( perbuatan ).

Hadist tersebut menjelaskan bahwa iman itu berawal dari pengakuan hati, setelah itu baru diiringi denga pengucapan lidah dan pengamlan dengan anggota badan. Denga kata lain bahwa pengakuan hati, pengucapan lidah dan pengamalan anggota badan, merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu dengan yang lainnya. Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti percaya. Karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Dalam surat al-Baqarah 165,

َنِمَو ِساّنلا ْنَم ُذِخّتَي ْنِم ِنوُد ِ ّا اًداَدْنَأ ْمُهَنُوِّحُي ّبُحَك ِ ّاۖ َنيِذّلاَو اُُنَمآ ودَشَأ اًُّّح ِ ّ ِلۗ َُْلَو

ىَرَي َنيِذّلا اُُمَلَظ ْذِإ َنْوَرَي َباَذَعْلا ّنَأ َةُُّقْلا ِهّلِلًعيِمَج ّنَأَو َ ّا ُديِدَش ِباَذَعْلا

Artinya: Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu, beriman kepada Allah berarti sangat rindu terhadap ajaran Allah. Oleh karena iu beriman kepada Allah berarti amat sangat terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran dan sunnah rasul.

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (al-Imaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan).

Dalam surat an-Nisa’: 51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/Idealisme) dan thaghut (realita/nasionalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu wallaziina aamanuu bil baathili. Bathil berarti tidak benar menurut Allah.Sementara dalam surat al-Baqarah: 4 iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan oleh Allah.Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau ajaran nya, dikatakan sebagai iman haq, sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya dinamakan iman bathil.

Sedangkan menurut Istilah, Ali Mustafa al-Ghuraby menyatakan:

(5)

Menurut Jumhur Ulama yang dikemukakan oleh al-Kalabadzy:

”Iman itu adalah perkataan, perbuatan dan niat, dan arti niat adalah pembenaran”.

Iman tidak cukup disimpan didalam hati. Iman harus dilahirkan dalam bentuk perbuatan yang nyata dan dalam bentuk amal sholeh atau perilaku yang baik. Disamping itu, pengertian tersebut juga membawa makna bahwa iman tidak sekedar beriman kepada apa yang disebutkan di dalam “rukun iman” saja, yaitu iamn kepada Allah, iamn kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada hari akhir, dan iamn kepada qadha’ dan qadar, tetapi lebih dari itu, cakupan iman meliputi pengimanan terhadap segala hal yang dibawa oleh Nabi Muhammad selain rukun iman tersebut. Misalnya, iman terhadap kewajiban sholat, zakat, puasa, haji, dan juga tentang halal haramnya sesuatu.

A. Definisi Iman Secara Istilah Syar’i

1) Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy rahimahullah berkata :

ناميلا يف عرشلاراّاة نا عييمج فاااطلا ننااّلا ةرااظلاو

“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua ketaatan lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].

An-Nawawiy menukil perkataannya :

ناميلا يف ناسل عرشلا ُا ييدتتلا بلقلاب لمعلاو ناكرلاب

“Iman dalam istilah syar’iy adalah pembearan dengan hati dan perbuatan dengan anggota tubuh” [Syarh Shahih Muslim, 1/146].

2) Imaam Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :

نينب إ لما و ،لماو لُق ناميلا نأ ىلا ثيدحلاو هقفللا لاأ عيمجأ

“Para ahli fiqh dan hadits telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan. Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat” [At-Tamhiid, 9/238].

3) Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

، نقيقح ناميلا نّكرم نم لُق لماو.لُقلاو نامسق:لُق بلقلا، ُاو داقتا ا لُقو ناسللا ، ُاو تلاز هذا

مّلكتلا نملكب امللا لمعلاو نامسق : لمااّلقل، ُاو هتين هاملإو، لماو حراُجلا.اذإف

نعبرلا، لاز ناميلا هلامكب، اذإو لاز ييدت بلقلا، مل عيفلن نيقبتجلااءا

“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35].

(6)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian iman adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah SWT dan rasulNya.

B. Wujud Iman

Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim berbuat amal soleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Seseorang dipandang muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah muslim maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amal saleh. Apabila tidak berakidah, maka segala perbuatannya dan amalnya tidak mengandung arti apa-apa.

Oleh karena itu, menjadi seorang muslim berarti meyakini dan menjalankan segala sesuatu yang diajarkan dalam ajaran Islam.

C. Proses Terbentuknya Iman

Sejak awal seluruh roh manusia ( jamak arwah ) telah mengambil kesaksian bahwa Rabb-nya Allah SWT. Ini berarti setiap manusia telah memiliki benih iman. Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan yang bekesinambungan. (Qs. Ar A’raf : 172 ).ditegaskan lebih lanjut oleh Allah Swt dalam ( Qs. Ar Rum : 30 ) bahwa setiap ciptaan dan dalam hal ini manusia fitrahnya adalah mengesahkan Allah. Artinya, fitrahnya berarti beriman kepada Allah dan berarti pula fitrahnya adalah Islam.Pengaruh pedidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap iman seseorang.

Potensi fitrah atau iman islam tersebut perlu ditindaklanjuti dan yang paling berkompeten menumbuhkan potensi iman tersebut adalah kedua orang tua. Sebagaimana diterangkan dalam hadist Nabi Muhammad Saw yanng artinya:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah orang tuanya berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Imam Al Ghazali menisbahkan, setiap orang mempunyai potensi untuk melihat, tetapi ia tetap tidak bisa melihat apabila tidak ada cahaya yang masuk ke dalam mata. Begitu juga dengan potensi iman yang dimiliki seseorang harus ditindaklanjuti oleh kedua orang tuanya, dan lingkungan mereka

dibesarkan.

Pada dasarnya, proses pembentukan iman diawali dengan proses perkenalan. Megenal ajaran Allah harus dilakukan sediri mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu. Disamping pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, seorang anak harus dibiasakan dari kecil untuk mengenal dan melaksanakan ajaran Allah, agar kelak dapat melaksanakan ajaran -ajaran Allah.

(7)

D. Tanda-tanda Orang yang Beriman

Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:

1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami ayat yang tidak dia pahami sebelumnya.

2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun: 13).

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal:3dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.

4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun: 4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3, 5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.

6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.

7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran Allah dan Sunnah Rasul.

9. Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maududi menyebutkan tanda orang beriman sebagai berikut:

1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.

2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri. 3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat.

4. Senantiasa jujur dan adil.

5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi. 6. Mempunyai pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.

7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut kepada maut.

8. Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.

(8)

2. Pengertian Ketaqwaan

Secara etimologis , kata “taqwa” berasal dari bahasa arab taqwa. Kata taqwa memiliki kata dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi, hati-hati, waspada, memerhatiakn, dan menjauhi. Adapun secara terminologis, kata “taqwa” berarti menjalankan apa yang diperintahankan oleh Allah dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.

Para penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai kepatuhan, kesalihan, kelurusan, perilaku baik, teguh melawan kejahatan, dan takut Tuhan.Allah swt berfirman:

(Q.S.Ali Imran [3]:102)

اَهويَأ اَي َنيِذّلا اُُنَمآ اُُقّ ا َ ّا ّيَح ِهِ اَقُ َ َو ّنُ ُُمَ ّ ِإ ْمُتْنَأَو َنُُمِلْسُم

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.

Bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata,

“Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan

menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan

Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan

tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah

“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan jangan sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama islam” (Q.S. Ali Imran 102).

“Apa yang telah kami ciptakan itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60).

“Sesungguhnya manusia betul-betul berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”. (Q.S. Al-‘Ashri : 1-3).

A. Hakikat Taqwa

Taqwa lahir sebagai konsekwensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muroqobatullah:merasa takut terhadap murka dan adzab-Nya, dan selalu berharap limpahan karunia dan maghrifah-Nya.

(9)

B. Jalan Mecapai Sifat Taqwa

Disini kita cukup membahas faktor-faktor terpenting yang bisa menumbuh suburkan takwa. Mengokohkannya dalam hati dan jiwa seorang muknin dan menyatukannua dengan perasaan.

A.Mu’ahadah (Mengingat Perjanjian)

Kalimah ini diambil dari firman Allah Yang MahaTinggi

”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji..”(an-Nahl[16]:91)

a. Cara Mu’ahadah

Hendaklah seorang mukmin berkhalwat (menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengintrospek diri seraya mengatakan pada dirinya. ”Wahai jiwaku, sesungguhnya kamu telah berjanji kepada Rabbmu setiap hari disaat kamu berdiri membaca.

”Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.”

(al-Fatihah[1]:5)

b. Muroqobah (Merasakan Kesertaan Allah)

Landasan muroqobah dapat Anda temukan dalam surat asy-Syuura, yaitu dalam firman Allah,

”yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan gerak badannya diantara orang-orang yagn sujud”. (asy-syu’raa [26]: 218-219). Maknanya adalah sebagaimana diisyaratkan oleh Al- Qur’an dan hadits, ialah: merasakan keagungan Allah Azza wa jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi ataupun ramai.

c. Cara muroqobah

Sebelum memulai suatu pekerjaan dan di saat mengerjakannya, hendaklah seorang mukmin memeriksa dirinya… Apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan peribadi dan mencari popularitas, ataukah karena dorongan ridha Allah dan menghendaki pahala-Nya?

d. Muhasabah (Introspeksi Diri)

Dasar muhasabah adalah firman Allah:

”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (al-Hasyr [59]: 18). Makna muhasabah sebagaiman

diisyaratkan oleh ayat ini, ialah, hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan…apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha Allah? Atau apakah amalnya

(10)

e. Mu’aqobah (Pemberian Sanksi)

Sanksi yang kita maksudkan adalah apabila seorang mukmin menemukan kesalahan maka tak pantas baginya untuk membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang lain dan akan semakin sulit untuk meninggalkannya. Bahkan sepatutunya dia memberikan sanksi atas dirinya dengan sanksi yang mudah sebagaimana memberikan sanksi atas istri dan anak-anaknya…hal ini merupakan peringatan baginya agar tidak menyalahi ikrar, di samping merupakan dorongan untuk lebih bertakwa dan bimbingan menuju hidup yang lebih mulia.

f. Mujahadddah (Optimalisasi)

Dasar mujahadah adalah firman Allah dalam surat al-Ankabut.

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.(al- Ankabut [29]:69). Makna mujahadah sebagaimana disyariatkan oleh ayat tersebut adalah: Apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi

melaksanakan amal-amal sunah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini harus tegas,serius,dan penuh semangat sehigga pada akhirtya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya.

Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dari kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).

Seseorang akan disebut bertaqwa jika memiliki beberapa ciri. Dia seorang yang melakukan rukun Iman dan Islam, menepati janji, jujur kepada Allah, dirinya dan manusia dan menjaga amanah.

Manisnya taqwa bukan hanya individual sifatnya namun masyarakat juga akan menikmatinya.Adapun 4 cara menuju sifat taqwa adalah:

1. Mu’ahadah (mengingat aperjanjian) 2. Muroqobah (Merasakan kesertaan allah) 3. Muhasabah (Intropeksi Diri)

4. Mu’aqobh (Pemberian Sanksi)

C. Implementasi Iman Dan Taqwa

Masa depan ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan budaya yang dominan. Generasi pelopor penyumbang dibidang pemikiran (aqliyah), dan pembaruan (inovator), perlu dibentuk di era pembangunan.

(11)

Mantapnya pemahaman agama dan adat budaya (tamaddun) dalam perilaku seharian jadi landasan dasar kaderisasi re-generasi. Usaha kearah pemantapan metodologi pengembangan melalui program pendidikan dan pelatihan, pembinaan keluarga, institusi serta lingkungan mesti sejalin dan sejalan dengan pemantapan Akidah Agama pada generasi mendatang. Political action berkenaan pengamalan ajaran Agama menjadi sumber kekuatan besar menopang proses pembangunan melalui integrasi aktif, dimana umat berperan sebagai subjek dalam pembangunan bangsa itu sendiri.

D. Korelasi antara Keimanan dan Ketaqwaan

Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat, sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.

Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya rangsang atau stimulus yang kuat untuk melakukan kebaikan kepada sesama sehingga sifat-sifat luhur dan akhlak mulia itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang yang bertakwa adalah orang yang benar imannya dan orang yang benar-benar beriman adalah orang yang memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang berakhlak mulia merupakan cirri-ciri daro orang yang bertaqwa. Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tahuid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan.

Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.

Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengartian tauhid praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.

Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sampurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.

Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengartian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati,

(12)

BAB II

Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Beriman kepada Allah adalah

kebutuhan yang mendasar bagi manusia untuk merasakan kebahagiaan hidup. Seseorang

dikatakan beriman kepada Allah apabila memenuhi tiga unsure akidah dalam islam. Yaitu: isi

hati, ucapan, dan tingkah laku.

Taqwa adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan – Nya. Diantara sifat orang

bertaqwa adalah : iman pada semua yang dikabarkan Allah dan Rasul – Nya. Mendirikan shalatn

infaq di jalan Allah , beriman kepada kitab – kitab Allah dan Rasul, yakin akan hari

(13)

Daftar Pustaka

Syariah Hafizhoh, Al Hadist, ( Medan, H. M. Kifrawi dan Syariah Mahfizhoh , UINSU, 2016 )

h.18

Pendidikan Agama Islam kelas VIII (Surakarta, Pt. Nyata Grafika Media, 2017) h.19

Reysafara,

implementasi iman dan taqwa dala kehidupan modern, Sabtu – 07 – 10 – 2017 : 21.14

WIB

Anggia peramahani, implementasi iman dan taqwa dala kehidupan modern, Sabtu – 07 – 10 –

2017 : 21.44 WIB

Amrhy, keimanan dan ketaqwaan,

Sabtu – 07 – 10 – 2017 : 21.58 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Vidya Pitaloka, dkk., dalam e-journal Antologi PAUD Vol 3, No 3 (2015) dengan Judul “ Pengembangan Keterampilan motorik Halus Anak Usia

Dari rumusan masalah yang ada, setelah peneliti melakukan penelitian di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa pandangan hakim terhadap perkara permohonan wali ‘adal

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan. Ekonomi Fakultas Pendidikan Ekonomi

View didefinisikan dalam catalog dan digunakan untuk menampilkan data dari tabel asal saat nama view digunakan dalam operasi. • Tidak semua view dapat di update, sehingga

Hal ini ditunjang dengan hasil pengujian tabulasi silang antara dukungan keluarga dengan psychological well being yaitu responden yang terlibat dalam penelitian ini

Berdasarkan hasil perhitungan secara keseluruhan, maka dapat dimaknai dan dibahas sehingga memberikan informasi secara objektif sebagai berikut : a). Secara parsial dan

Selain mencampur metiltestosteron dalam pakan, aplikasi hormon dapat juga dilakukan dengan cara merendam telur pada fase bintik mata atau merendam induk pada masa untuk ikan

• Menggambarkan sketsa hasil pengukuran yang ada pada GPS ke dalam form sketsa kebun dengan memperhatikan arah sisi kebun dan panjang sisi kebun. • Jika memungkinkan, mengupload