Ramadhan
Bersama Nabi
g
Panduan Puasa, Shalat Tarawih, Lailatul
Qadar, I’tikaf, dan Dzikir Ramadhan
Penulis
Pesantren Darush Sholihin, Dusun Warak RT.08 / RW.02, Desa Girisekar, Panggang,
Panduan Puasa, Shalat Tarawih, Lailatul
Qadar, I’tikaf, dan Dzikir Ramadhan
Penulis
Muhammad Abduh Tuasikal
Editor
Athirah Mustadjab
Desain Sampul dan Perwajahan Isi
Rijali Cahyo Wicaksono
Cetakan Pertama
Muqoddimah
Muqoddimah
Segala puji bagi Allah b. Salawat dan salam kepada Nabi Mu-hammad, keluarga, dan sahabatnya.
Alhamdulillah, buku Ramadhan Bersama Nabi g akhirnya sele-sai disusun. Buku ini sebenarnya adalah versi ringkas dari buku
Panduan Ramadhan yang pernah kami tulis dan sudah diterbitkan oleh Pustaka Muslim Yogyakarta sebanyak delapan kali cetakan. Kali ini buku tersebut beralih kepada Penerbit Rumaysho dalam versi ringkas.
Buku ini berisi panduan puasa, shalat tarawih, i’tikaf, dan lailatul qadar serta ditambahkan pula dengan dzikir pada bulan Ramad-han. Mudah-mudahan menjadi bekal bagi kaum muslimin yang membacanya.
Kami sarankan Anda agar memiliki buku versi lengkapnya yaitu
Panduan Ramadhan, juga buku Mutiara Nasihat Ramadhan yang terdiri dari dua jilid, serta Panduan Zakat agar Anda bisa mem-peroleh faedah ilmu yang lebih lengkap mengenai Ramadhan.
Kami tak lupa menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu dan memberikan semangat demi terbitnya buku sederhana ini. Terutama kepada orang tua tercinta (Usman Tuasikal, S.E. dan Zainab Talaohu, S.H.) serta istri tersayang (Rini Rahmawati, A.Md.) dan anak-anak tercinta (Rumaysho, Ruwaifi’, dan Ruqoyyah) yang selalu mendukung dan mendoakan kami untuk bisa terus berkarya.
Muqoddimah
ingin disempurnakan. Karenanya, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu dinanti demi semakin baiknya buku ini.
Umar bin Al-Khatthab berkata, “Semoga Allah merahmati orang yang telah menunjukkan aib-aib kami di hadapan kami.”
Kami memohon pada Allah dengan nama dan sifat-Nya yang sempurna, moga Allah menjadikan amalan ini ikhlas mengharap wajah-Nya. Moga amalan ini bermanfaat bagi hidup dan mati kami. Moga kaum muslimin bisa meraih manfaat dari buku ini.
Hasbunallah wa ni’mal wakiil.
Muhammad Abduh Tuasikal
Semoga Allah mengampuni dosanya, kedua orang tuanya, serta istri dan anaknya.
Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul.
Diselesaikan pada malam Kamis (Kliwon), 17 Jumadats Tsaniyyah 1438 H (bertepatan dengan
Daftar Isi
Daftar Isi
Muqoddimah ...vii
Daftar Isi ...ix
Keutamaan Bulan Ramadhan ...1
Keutamaan Puasa ...5
Hukum Puasa Ramadhan ...11
Menentukan Awal Ramadhan ...13
Syarat Wajib Puasa ...17
Yang Mendapatkan Keringanan untuk Tidak Berpuasa ...19
Rukun Puasa ...23
Pembatal-Pembatal Puasa ...27
Yang Dibolehkan ketika Puasa ...33
Sunnah-Sunnah Puasa ...39
Jangan Biarkan Puasa Kita Sia-Sia ...45
Qadha’ Puasa dan Fidyah...47
Panduan Shalat Tarawih ...51
Lailatul Qadar...59
Panduan I’tikaf Ramadhan ...65
Tuntunan Dzikir pada Bulan Ramadhan ...69
Keutamaan Bulan Ramadhan
Keutamaan Bulan
Ramadhan
1. Ramadhan adalah bulan
diturunkan-nya Al-Quran
Allah b berfirman,
َن ِم ٍتاَنِّيَب َو ِساَّنلِل ى ًدُه
ُنَآ ْرُقْلا ِهيِف َلِزْز�ُأ ي ِذَّلا َناَضَمَر ُرْ َش� ﴿
﴾١٨٥
ُه ْم ُصَيْلَف َر ْ َّش�لا ُ ُكْن ِم َد ِ
َش� ْنَ َز� ِناَقْرُفْلاَو ى َدُْلا
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu berada (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan tersebut maka hendaklah ia berpuasa saat itu.”
(QS. Al-Baqarah: 185)
2. Setan-setan dibelenggu,
pintu-pin-tu neraka dipintu-pin-tupintu-pin-tup dan pinpintu-pin-tu-pinpintu-pin-tu
surga dibuka ketika Ramadhan tiba
Keutamaan Bulan Ramadhan
ِراَّنلا ُباَوــْب
أ ْت َقِّلُغَو ِةَّنَجْلا ُباَوــْب
َ
أ ْت َحِّتُف ُنا َض َمَر َءا َج اَذِإ
َ
ُز ي�ِطاَي َّشلا ِت َدِّف ُصَو
”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”1
3. Terdapat malam yang penuh
kemuli-aan dan keberkahan
Allah b berfirman,
ُة َلْيَل
٢
ِر ْد
َقْلا ُة َلْيَل اَم َكا َرْدَأ اَمَو ١
ِر ْد
َقْلا ِة َلْيَل ي ِز� ُهاَنْلَزْز�َأ َّز�ِإ ﴿
﴾٣
ٍر ْ
َش� ِفْلَأ ْنِم ٌ ْي� َخ ِر ْدَقْلا
”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”
(QS. Al-Qadr: 1-3)
Allah b juga berfirman,
﴾٣
َز ي� ِر ِذْنُم اَّنُك َّز�ِإ ٍةَك َراَبُم ٍة َلْيَل ي ِز� ُهاَنْلَز ْز�
أ َّز�ِإ ﴿
َ
”Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringat-an.” (QS. Ad-Dukhan: 3). Yang dimaksud malam yang diberka-hi adalah malam lailatul qadar2.
Keutamaan Bulan Ramadhan
4. Bulan Ramadhan adalah salah satu
waktu dikabulkannya doa
Dari Jabir bin ‘Abdillah; Rasulullah g bersabda,
ِّ ُكِل َّنِإ َو, َناَضَمَر ِرْ َش� ِز� ِراَّنلا َنِم َءاَقْتِع ٍمْوَي ِّ ُك ِز� ِ ِّل َّنِإ
ُ َل ُبْي ِجَت ْسَيَف اَ ِج� ْوُع ْدَي ًةَوْعَد ٍِل ْسُم
”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan, dan apabila setiap muslim
memanjatkan doa maka pasti dikabulkan.”3
Keutamaan Puasa
Keutamaan Puasa
1. Puasa adalah jalan meraih takwa
Allah b berfirman,
َز ي� ِذ
َّلا َلَع َبِتُك اَ َك ُماَي ِّصلا ُ ُكْيَلَع َبِتُك اوُنَمَآ َز ي� ِذَّلا اَُّي�َأ َي� ﴿
﴾١٨٣
َنو ُقَّتَت ْ ُكَّل َعَل ْ ُكِلْبَق ْن ِم
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
2. Puasa adalah penghalang dari siksa
neraka
Dari Jabir bin ‘Abdillah h; Rasulullah g bersabda,
ِرا
َّنلا َن ِم ُدْبَعْلا اَ ِج� ُّن ِجَت ْسَي ٌةَّن ُج ُماَي ِّصلا اَ َّز�ِإ
”Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka.”4
Keutamaan Puasa
3. Amalan puasa akan memberikan
syafaat pada hari kiamat kelak
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr h; Rasulullah g bersabda,
ِّبَر ْى
أ ُماَي ِّصلا ُلوُقَي ِة َماَيِقْلا َم ْوَي ِدْب َعْلِل ِنا َعَف ْشَي ُنآ ْرُقْلاَو ُماَي ِّصلا
َ
ُنآ ْر ُقْلا ُلو ُقَي َو .ِهيِف ِز� ْعِّف َشَف ِراََّز�ل ِج� ِتاَوَ َّش�لاَو َماَعَّطلا ُهُتْعَنَم
ِنا َع
َّف َشُيَف َلاَق .ِهيِف ِز�ْعِّف َشَف ِلْيَّلل ِج� َمْوَّنلا ُهُتْعَنَم
”Puasa dan Al-Quran itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata, ’Wahai Rabbku, aku telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya.’ Al-Quran pun berkata, ’Aku telah melarangnya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya.’
Beliau bersabda, ’Maka syafaat keduanya diperkenankan.’“5
4. Orang yang berpuasa akan
menda-patkan pengampunan dosa
Dari Abu Hurairah h; Rasulullah g bersabda,
ِه ِب
ْنَذ ْن ِم َم َّدَقَت اَم ُ َل َرِفُغ ًج�ا َسِتْحاَو ًز�اَ ي�ِإ َناَضَمَر َما َص ْنَم
5 HR. Ahmad, 2:174. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini
Keutamaan Puasa
”Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya pada masa lalu
akan diampuni.”6
5. Puasa menjadi pengekang syahwat
Dari Ibnu Mas’ud h; Rasulullah g bersabda,
ُّضَغ
أ ُهَّنِإ
َ
َف ْجَّوَز َة�َيْلَف َةَءاَبْلا ُ ُكْنِم َعاَطَت ْسا ِنَم ِباَب َّشلا َ َش�ْعَم َي�
ٌءا َجِو ُ َل ُهَّنِإَف ِم ْو َّصل ِج� ِهْيَلَعَف ْعِطَت ْسَي ْ َل ْنَمَو ِجْرَفْلِل ُن َصْح
أَو ِ َصَب
َ
ْلِل
«Wahai para pemuda7, barang siapa yang memiliki baa-ah8maka
menikahlah, karena itu akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka
berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”9
6 HR. Bukhari, no. 38 dan Muslim, no. 760.
7 Syabab (pemuda) menurut ulama Syafi’iyah adalah yang telah baligh namun belum melampaui usia 30 tahun. Lihat Syarh Shahih Muslim, 9:154.
8 Imam Nawawi berkata, tentang makna baa-ah dalam hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali kepada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi, bukan hanya mampu ber-jima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya kemampuan finansial lalu menikah. Para ulama berkata, “Barang siapa yang tidak mampu ber-jima’ karena ketidakmampuannya untuk memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang syahwatnya.” (Idem)
Keutamaan Puasa
6. Pintu surga Ar-Rayyan bagi orang
yang berpuasa
Dari Sahl bin Sa’ad dari Nabi g; beliau bersabda,
َم ْوَي َنو ُ ِئ�ا َّصلا ُهْن ِم ُل ُخ ْدَي ، ُن َّي� َّرلا ُ َل ُلا َقُي ًج� َج� ِةَّن
َ
جْلا ِز� َّنِإ
َنو ُمو ُقَيَف َنو ُ ِئ�ا َّصلا َز ْي�
أ ُلا َقُي ْ ُهُ ْي�َغ ٌد َح
َ
أ ُهْن ِم ُل ُخ ْدَي َلا ، ِة َماَي ِقْلا
َ
ُهْن ِم ْل ُخ ْدَي ْ َلَف ، َقِلْغ
أ اوُل َخ َد اَذِإ
ُ
َف ، ْ ُهُ ْي�َغ ٌدَحَأ ُهْنِم ُل ُخ ْدَي َلا ،
ٌد َحَأ
«Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut ‹Ar-Rayyan›10.
Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Orang yang berpuasa akan diseru, ‘Mana orang yang berpuasa?’ Lantas mereka pun berdiri; selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, pintu itu akan
tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.”11
10 Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Ar-Rayyan dengan mem-fathah-kan huruf ra’ dan men-tasydid huruf ya’, mengikuti wazan fi’il (kata kerja) dari kata ‘ar-riyy’ yang maksudnya adalah nama salah satu pintu di surga yang hanya dikhususkan untuk orang yang berpuasa. Dari sisi lafal dan makna ada kaitannya karena kata ar-rayyan adalah turunan dari kata
ar-riyy yang artinya bersesuaian dengan keadaan orang yang berpuasa. Orang yang berpuasa kelak akan memasuki pintu tersebut dan tidak pernah merasakan haus lagi.” (Fathul Bari, 4:131)
Keutamaan Puasa
7. Orang yang berpuasa memiliki
wak-tu mustajab (terkabulnya doa)
Dari Abu Hurairah; Nabi gbersabda,
ُةَو ْع َدَو ُل ِدا َعْلا ُما َمِإلااَو َرِط
ْفُي َّة�َح ُ ِئ�ا َّصلا ُمُ ُة� َوْعَد ُّدَ ُة� َلا ٌةَثَلاَث
ِموُل ْظ َ ْلا
“Tiga orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalimi.”12
Hukum Puasa Ramadhan
Hukum Puasa
Ramadhan
Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan “shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari makan, minum, ber-bicara, nikah, dan berjalan. Adapun secara istilah, shaum bermakna menahan diri dari segala pembatal dengan tata cara yang khusus.13
Puasa Ramadhan itu wajib bagi setiap muslim yang baligh (de-wasa), berakal, dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak bersafar)14.
Yang menunjukkan bahwa puasa Ramadhan itu wajib adalah dalil Al-Quran, As-Sunnah, bahkan kesepakatan para ulama (ijma’ ulama)15.
Di antara dalil dari Al-Quran adalah firman Allah b,
َز ي� ِذ
َّلا َلَع َبِتُك اَ َك ُماَي ِّصلا ُ ُكْيَلَع َبِتُك اوُنَمَآ َز ي� ِذَّلا اَُّي�َأ َي� ﴿
﴾١٨٣
َنو ُقَّتَت ْ ُكَّل َعَل ْ ُكِلْبَق ْن ِم
13 Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 28:7.
14 Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 28:20 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2:88. Ada ulama yang menambahkan syarat wujub shaum (syarat wajib puasa)
Hukum Puasa Ramadhan
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 183)
Dalil dari As-Sunnah adalah sabda Nabi g,
ُلو ُسَر ا ًد َّمَ ُم َّن
أَو ُ َّلا َّلاِإ َ
َ
َلِإ َلا ْنَأ ِةَداَ َش� ٍسْ َز� َلَع ُمَلا ْسِإلاا َ ِز�ُب
َنا َضَمَر ِم ْو َصَو ،
ّجَْلاَو ، ِة َك َّزلا ِءاَتيِإ َو ، ِةَلا َّصلا ِماَقِإ َو ، ِ َّلا
ِ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan
zakat; menunaikan haji; dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”16
Wajibnya puasa ini juga sudah ma’lum minad dini bidhoruroh yaitu secara pasti sudah diketahui wajibnya karena puasa adalah bagian dari rukun Islam17. Oleh sebab itu, seseorang bisa jadi kafir jika
mengingkari wajibnya hal ini.18
16 HR. Bukhari, no. 8 dan Muslim, no. 16; dari ‘Abdullah bin ‘Umar. 17 Ad-Dararil Mudhiyyah, hlm. 263.
Menentukan Awal Ramadhan
Menentukan Awal
Ramadhan
Cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan:
1. Melihat hilal Ramadhan.
2. Menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.
Dasar dari hal ini adalah firman Allah b,
﴾١٨٥
ُه ْم ُصَيْلَف َر ْ َّش�لا ُ ُكْن ِم َد ِ
َش� ْنَ َز� ﴿
”Karena itu, barang siapa di antara kamu yang menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan tersebut.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar; Nabi gbersabda,
ْ ُكْيَل َع َّ
ُز� ْنِإَف ، ُهْوََة� َّة�َح اوُموُصَت َلاَف ، ًةَلْيَل َنوُ ْش�ِعَو ٌع ْسِت ُرْ َّش�لا
َز ي�ِثَلاَث َة َّد ِعْلا اوُلِْكَأَف
Menentukan Awal Ramadhan
Apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”19
Menurut mayoritas ulama, jika satu orang yang ‘adl (shalih) dan terpercaya melihat hilal Ramadhan, beritanya diterima. Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar k; ia berkata,
-لسو هيلع الله لص- ِ َّلا َلو ُسَر ُتْ َج� ْخ
أَف َلَلاِْلا ُساَّنلا ى َءاَ َة�
َ
ِه ِماَي ِصِب َساَّنلا َر َم
أَو ُه َما َصَف ُهُتْي
َ
أ َر ِّز�
َ
أ
َ
«Manusia sedang memperhatikan hilal. Lalu aku mengabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‹alaihi wa sallam bahwa aku telah melihat hilal. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan kaum muslimin
untuk berpuasa.”20
Adapun untuk melihat hilal Syawal mesti dengan dua orang saksi. Inilah pendapat mayoritas ulama berdasarkan hadits,
اوُلِ
ْكَأَف ْ ُكْيَلَع َّ ُز� ْنِإَف اََل اوُك ُسْناَو ِهِتَي ْؤُرِل اوُرِطْفَأَو ِهِتَي ْؤُرِل اوُموُص
او ُر ِطْف
أَو او ُمو ُصَف ِنا َد ِها َش َد ِ
َ
َش� ْنِإَف َز ي�ِث َلاَث
«Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya, dan sembelihlah kurban karena melihatnya. Jika hilal itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari. Jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.”21
19 HR. Bukhari, no. 1907 dan Muslim, no. 1080.
20 HR. Abu Daud, no. 2342. Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram berkata bahwa hadits ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Menentukan Awal Ramadhan
Dalam hadits ini dipersyaratkan dua orang saksi ketika melihat hilal Ramadhan dan Syawal. Namun untuk hilal Ramadhan cukup dengan satu saksi karena hadits ini dikhususkan dengan hadits Ibnu ‘Umar
yang telah disebutkan sebelumnya.22
Puasa dan Hari Raya Bersama
Dari Abu Hurairah; Rasulullah g bersabda,
َنو ُّح َضُت َم ْوَي َ ْز�َئلااَو َنو ُرِطْفُت َم ْوَي ُرْطِفْلاَو َنوُمو ُصَت َم ْوَي ُم ْو َّصلا
“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, hari raya Idul Fitri ditetapkan tatkala mayoritas kalian berhari raya, dan Idul
Adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul Adha.”23
Imam At-Tirmidzi ketika menyebutkan hadits ini berkata,
َّن
أ ا َذَه َز� ْع َم ا َ َّز�ِإ
َ
َلاَقَف َثي ِدَْلا ا َذَه ِْلِعْلا ِلْهَأ ُضْعَب َ َّ�َفَو
ِسا
َّنلا ِم ْظُعَو ِةَعاَمَجْلا َعَم َرْطِفْلاَو َم ْو َّصلا
“Para ulama menafsirkan hadits ini. Mereka berkata, ‘Maksud hadits ini adalah bahwa puasa (Ramadhan) dan hari raya Idul Fitri dilaksanakan bersama al-jama’ah (jamaah kaum muslimin) dan
mayoritas manusia (kaum muslimin).’”
Imam Ahmad berkata,
ِ ْي�
َغْلاَو ِوْح َّصلا ي ِز� َز ي�ِِل ْسُ ْلا ِةَعاَ َج�َو ِماَمِإْلاا َعَم ُمو ُصَي
22 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2:92.
Menentukan Awal Ramadhan
“Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian), baik ketika melihat hilal dalam keadaan
cuaca cerah atau pun mendung.”
Imam Ahmad juga mengatakan,
ِة َعا َمَجْلا َل َع ِ َّلا ُدَي
“Allah akan senantiasa bersama jamaah kaum muslimin.”24
Syarat Wajib Puasa
Syarat Wajib
Puasa
1. Sehat, tidak dalam keadaan sakit.
2. Menetap, tidak dalam keadaan
ber-safar.
Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah b,
﴾١٨٥ َر َخ
أ ٍم َّي�
ُ
أ ْن ِم ٌة َّد ِعَف ٍر
َ
َف َس َلَع ْوَأ ا ًضي ِرَم َن َك ْنَمَو ﴿
“Dan barang siapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (dia wajib berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 185)
3. Suci dari haid dan nifas.
Dari Mu’adzah; dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid meng-qadha’ puasa dan tidak meng-qadha’ shalat?’ Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah?’ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah; aku hanya bertanya.’ Aisyah menjawab,
Syarat Wajib Puasa
«Kami dulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk meng-qadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha’
shalat.”25
Wanita haid dan nifas diharamkan berpuasa dan punya kewajiban meng-qadha’ ketika suci.26
25 HR. Muslim, no. 335.
Yang Mendapatkan Keringanan untuk Tidak Berpuasa
Yang Mendapatkan
Keringanan untuk
Tidak Berpuasa
1. Orang yang sakit
Allah b berfirman,
َ﴾١٨٥ر َخ
أ ٍم َّي�
ُ
أ ْن ِم ٌة َّد ِعَف ٍر
َ
َف َس َلَع ْوَأ ا ًضي ِرَم َن َك ْنَمَو ﴿
“Dan barang siapa sakit atau berada dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)
2. Orang yang bersafar
Dalil seorang musaf ir boleh tidak berpuasa adalah f irman Allah
b (yang artinya), “Dan barang siapa sakit atau berada dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 185)
Musafir punya pilihan boleh tidak puasa ataukah tetap berpuasa.27
Dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Jabir bin ‘Abdillah; mereka berkata, “Kami pernah bersafar bersama Rasulullah g, maka ada yang tetap
Yang Mendapatkan Keringanan untuk Tidak Berpuasa
berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Namun mereka tidak saling mencela satu dan lainnya.”28
Namun manakah yang lebih utama bagi musafir, apakah berpuasa ataukah tidak? Jawabannya bisa dilihat menurut tiga kondisi:
a. Jika musafir merasa berat untuk berpuasa atau sulit mela-kukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak berpuasa.
b. Jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak menyu-litkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa. Alasannya karena lebih cepat terlepasnya beban kewajiban dan lebih mudah berpuasa dengan orang banyak daripada sendirian.
c. Jika tetap berpuasa malah membahayakan kondisi diri, maka wajib tidak puasa.29
3. Orang yang sudah tua renta (sepuh)
Perincian ini selain berlaku bagi orang tua renta (sepuh) yang tidak mampu puasa, juga berlaku untuk orang yang sakit yang tidak bisa sembuh sakit lagi dari sakitnya (tidak bisa diharapkan sembuhnya).
Dalil dari hal ini adalah firman Allah b,
﴾١٨٤
ٍز ي�ِك ْس ِم ُما َع
َط ٌةَي ْدِف ُهَنوُقيِطُي َز ي� ِذَّلا َلَعَو ﴿
28 HR. Muslim, no. 1117.
29 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2:120-121.
Yang Mendapatkan Keringanan untuk Tidak Berpuasa
“Dan orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan satu orang
miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
4. Wanita hamil dan menyusui
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah gbersabda,
َلْبُ ْلا ْن َعَو َم ْو َّصلاَو ِة َلا َّصلا َف ْصِن ِرِفا َس ُ
ْلا ْنَع َع َضَو َ َّلا َّنِإ
ِع ِضْر
ُ ْلاَو
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”30
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin berkata, “Lebih tepat wanita hamil dan menyusui dimisalkan seperti orang sakit dan musafir yang punya kewajiban qadha’ saja (tanpa fidyah). Adapun diamnya Ibnu ‘Abbas tanpa menyebut qadha’ karena sudah dimak-lumi bahwa qadha’ itu ada.”31 Kewajiban qadha’ saja merupakan
pendapat Atha’ bin Abi Rabbah dan Imam Abu Hanifah.32
Dengan demikian, wanita hamil dan menyusui terkena ayat (yang artinya), “Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
30 HR. An-Nasa’i, no. 2274 dan Ahmad, 5:29. Syaikh Al-Albani dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan. 31 Syarhul Mumthi’, 6:350. Lihat pula pendapat Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
Baz dalam Majmu’ Al-Fatawa Ibnu Baz, 15:225 dan Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman bin Jibrin dalam Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 576-577. 32 Dalam masalah qadha’ dan fidyah bagi wanita hamil dan menyusui, para
Al-Yang Mendapatkan Keringanan untuk Tidak Berpuasa
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Rukun Puasa
Rukun Puasa
Rukun atau fardhu puasa ada dua yaitu imsak (menahan diri) dari melakukan berbagai pembatal puasa dan berniat.33
Tentang kewajiban imsak disebutkan dalam firman Allah b,
ِطْيَز ْلا َن ِم ُضَيْب
لاا ُطْيَز ْلا ُ ُكَل َز َّي�َبَتَي َّة� َح اوُب َ ْش�اَو اوُ ُك َو ﴿
َئ ْ
﴾١٨٧
ِلْي
َّللا َلِإ َماَي ِّصلا اوُّ ِة�َأ َُّش� ِر ْجَفْلا َنِم ِدَو ْسَئ ْلاا
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Yang dimaksud dari ayat adalah terangnya siang dan gelapnya malam, bukan yang dimaksud benang secara hakiki.
Adapun perintah berniat adalah berdasarkan hadits ‘Umar bin Khatthab; Rasulullah g bersabda,
ِةَّيِّنل ِج�
ُلاَ ْعَئلاا اَ َّز�ِإ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.”34
Niat puasa harus ada untuk membedakan dengan menahan lapar lainnya, juga untuk membedakan (puasa fardhu/wajib) dengan
Rukun Puasa
puasa sunnah.35 Namun letak niat adalah di hati, bukan di lisan.
Imam Nawawi berkata,
َلاِب ُق
ْطُّنلا ُطَ َة� ْشُي َلاَو ُبْلَقلا اَهُّلَ َمَو ِةَّيِّنل ِج� َّلاِإ َمْو َّصلا ُّح ِصَي َلا
ٍف َلا ِخ
«Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Dalam masalah ini
tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.”36
Untuk puasa wajib pada bulan Ramadhan harus ada niat pada malam hari (setelah matahari tenggelam). Jika niatnya dilakukan sebelum tenggelamnya matahari, maka tidaklah sah. Begitu pula jika baru berniat setelah masuk waktu fajar (subuh), juga tidaklah sah.37 Kewajiban berniat pada malam hari adalah berdasarkan hadits
dari Ibnu Umar kdari Hafshah, istri Nabi g; Nabi g bersabda,
ُ َل َماَي ِص َلاَف ِر ْجَفْلا َلْبَق َماَي ِّصلا ِعِمْجُي� ْ َل ْنَم
“Barang siapa yang tidak berniat sebelum fajar (subuh) maka puasanya tidak sah.”38
Aisyah meriwayatkan, “Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‹alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, ‹Apakah kamu mempunyai
ma-35 Lihat Al-Iqna’, 1:405. 36 Raudhatuth Thalibin, 1:502. 37 Raudhatuth Thalibin, 1:503.
38 HR. Abu Daud, no. 2454; At-Tirmidzi, no. 730; dan An-Nasa’i, no. 2333. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Rukun Puasa
kanan?› Kami menjawab, ‹Tidak ada.› Beliau berkata, ‹Kalau begitu, saya akan berpuasa.› Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, ‹Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa hais (makanan yang terbuat dari kurma, samin, dan keju).› Maka beliau pun berkata, ‹Bawalah kemari! Sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.›”39
Tentang hadits riwayat Aisyah tersebut, Imam Nawawi r mengatakan, “Dalil di atas adalah dalil bagi mayoritas ulama bahwa boleh berniat pada siang hari sebelum waktu zawal (matahari bergeser ke barat) pada puasa sunnah.”40
Imam Nawawi r berkata, «Menurut Mazhab Syafi›i, niat mesti ada pada setiap hari puasa, baik ketika melakukan puasa Ramadhan, puasa qadha›, puasa kafarah, puasa nazar, maupun puasa sunnah. ... Karena puasa antara hari yang satu dan hari lainnya tidak berkaitan satu dan lainnya. Jika satu hari puasa batal, maka tidak merusak lainnya. Ini berbeda dengan ibadah haji dan rakaat-rakaat shalat.”41
ziyadah (tambahan) yang bisa diterima, sebagaimana dikatakan oleh ahli ilmu ushul dan ahli hadits. Pendapat seperti ini pun dipilih oleh sekelompok ulama, namun diselisihi oleh yang lainnya. Ulama yang menyelisihi tersebut berdalil tanpa argumen yang kuat.” (Ad-Dararil Mudhiyyah, hlm. 266)
Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Irwaul Ghalil, no. 914 (4:26).
Pembatal-Pembatal Puasa
Pembatal-Pembatal Puasa
1. Makan dan minum dengan sengaja
Yang disebut makan dan minum sebagai pembatal puasa adalah segala hal yang sudah makruf (dikenal) dengan sebutan makan dan minum, (yaitu) memasukkan zat makanan ke dalam perut (lambung) dan hal tersebut dapat menguatkan tubuh (menge-nyangkan)42.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Orang yang berpuasa dilarang makan dan minum karena keduanya dapat menguatkan tubuh. Padahal maksud meninggalkan makan dan minum adalah karena kedua aktivitas ini menyebabkan mengalirnya darah ke dalam tubuh; darah adalah tempat mengalirnya setan, dan
Pembatal-Pembatal Puasa
lah disebabkan karena melakukan injeksi (injeksi non-makanan) atau bercelak.”43
Jika orang yang berpuasa lupa, keliru, atau dipaksa, maka puasanya tidaklah batal. Dari Abu Hurairah h; Nabi g bersabda,
ُهاَق َسَو ُ َّلا ُه َم َعْطَأ ا َ َّز�ِإَف ، ُهَمْو َص َّ ِة�ُيْلَف َبِ َش�َو َ َك
أَف َ ِسَن اَذِإ
َ
“Apabila seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, hendaklah dia tetap menyempurnakan puasanya karena Allah telah memberinya
makan dan minum.”44
2. Muntah dengan sengaja
Dari Abu Hurairah h; Nabi g bersabda,
ِض
ْقَيْلَف َءاَقَت ْسا ِنِإ َو ٌءاَضَق ِهْيَلَع َسْيَلَف ٌ ِئ�اَص َوُهَو ٌءْ َة� ُهَعَرَذ ْنَم
«Barang siapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja) maka dia wajib membayar
qadha.’”45
43 Majmu’ Al-Fatawa, 25:245.
44 HR. Bukhari, no. 1933 dan Muslim, no. 1155.
Pembatal-Pembatal Puasa
3. Mendapati haid dan nifas
Dari Abu Sa’id Al-Khudri h; ketika Nabi g ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau bersabda,
ْ ُصَت ْ َل َو ِّل َصُت ْ َل ْت َضا َح اَذِإ َسْيَل
أ
َ
“Bukankah jika wanita haid maka dia tidak shalat dan tidak puasa?”
(HR. Bukhari, no. 304 dan Muslim, no. 79)
Syaikh Musthafa Al-Bugha berkata, “Jika seorang wanita menda-pati dirinya haid dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendamenda-pati haid atau nifas itu pada siang hari, puasanya batal. Dia wajib meng-qadha’ puasa untuk hari tersebut.”46
4. Jima’ (bersetubuh) dengan sengaja
Yang dimaksud di sini adalah memasukkan pucuk zakar atausebagiannya secara sengaja dengan pilihan sendiri dan dalam keadaan tahu bahwa hal tersebut haram. Yang termasuk pembatal di sini bukan hanya jika dilakukan di kemaluan, termasuk pula menyetubuhi di dubur manusia (anal sex) atau selainnya, seperti pada hewan (dikenal dengan istilah zoophilia). Menyetubuhi di sini termasuk pembatal puasa meskipun orang yang ber-jima’
tidak sampai mengeluarkan mani.
Jika jima’ dilakukan dalam keadaan lupa dan tidak mengetahui bahwa hal tersebut haram, maka puasanya tidak batal sebagaimana
Pembatal-Pembatal Puasa
pembahasan tentang pembatal puasa berupa makan (yaitu, makan tanpa sengaja atau karena lupa, pen.).47
Dalil yang menunjukkan bahwa bersetubuh (jima’) termasuk pembatal puasa adalah firman Allah b,
ْ ُة�ْن
أَو ْ ُكَل ٌساَبِل َّنُه ْ ُكِئا َسِن َلِإ
َ
ُثَفَّرلا ِماَي ِّصلا َة َلْيَل ْ ُكَل َّل ِحُأ ﴿
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istrimu; mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu ketika kamu sedang beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
Pembatal-Pembatal Puasa
Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187).Dalam ayat ini diterangkan bahwa pada malam hari puasa dibolehkan untuk hubungan intim, namun tidak untuk siang hari puasa. Hubungan intim pada siang hari, yaitu sejak terbit fajar
subuh hingga tenggelam matahari, itu terlarang.
5. Keluar mani karena bercumbu
Muhammad Al-Hishni r berkata, “Termasuk pembatal jika mengeluarkan mani, baik dengan cara yang haram seperti menge-luarkan mani dengan tangan sendiri (onani) atau melakukan cara yang tidak haram seperti onani lewat tangan istri atau budaknya.” Lalu beliau katakan bahwa bisa dihukumi sebagai pembatal karena maksud pokok dari hubungan intim (jima’) adalah keluarnya mani. Jika jima’ saat puasa diharamkan dan membuat puasa batal walau tanpa keluar mani, maka mengeluarkan mani seperti tadi tentu lebih bisa dikatakan sebagai pembatal. Beliau juga menambah-kan bahwa keluarnya mani dengan berpikir atau karena ihtilam
(mimpi basah) tidak termasuk pembatal puasa. Para ulama tidak berselisih dalam hal ini, bahkan ada yang mengatakan sebagai
ijma’ (konsensus ulama).”48
Konsekuensi karena Melakukan
Pem-batal Puasa
Orang yang batal puasanya karena makan dan minum, muntah dengan sengaja, mendapati haid dan nifas, dan keluar mani karena bercumbu, wajib meng-qadha’ puasa saja.
Adapun orang yang batal puasanya karena jima’ (bersetubuh) pada siang bulan Ramadhan, ia punya kewajiban qadha’ dan wajib
Pembatal-Pembatal Puasa
menunaikan kafarah yang dibebankan kepada laki-laki49. Kafarah
atau tebusannya adalah memerdekakan satu orang budak. Jika ti-dak ada buti-dak yang bisa dimerdekakan, maka (kafarahnya adalah) berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka dia wajib memberi makan untuk enam puluh orang miskin.50
49 Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 28:59-60 dan Shahih Fiqih Sunnah, 2:108.
50 Kewajiban kafarah tersebut dijelaskan pada hadits Abu Hurairah berikut, “Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat Nabi g kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau g. Lalu pria tersebut mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, celaka aku!’ Nabi g berkata, ‘Apa yang terjadi padamu?’ Pria tadi lantas menjawab, ‘Aku telah menyetubuhi istriku, padahal aku sedang berpuasa.’ Kemudian Rasulullah g
bertanya, ‘Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?’ Pria tadi menjawab, ‘Tidak.’ Lantas Nabi g bertanya lagi, ‘Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?’ Pria tadi menjawab, ‘Tidak.’ Lantas beliau g bertanya lagi, ‘Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?’ Pria tadi juga menjawab, ‘Tidak.’ Abu Hurairah berkata, Nabi g lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi g. Kemudian beliau g berkata, ‘Di mana orang yang bertanya tadi?’ Pria tersebut lantas menjawab, ‘Ya, aku.’ Kemudian beliau g mengatakan, ‘Ambil ini dan sedekahkan!’ Kemudian pria tadi mengatakan, ‘Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah daripada keluargaku.’ Nabi g lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau g
berkata, ‘Berilah makanan tersebut kepada keluargamu.’” (HR. Bukhari, no. 1936 dan Muslim, no. 1111)
Yang Dibolehkan ketika Puasa
Yang Dibolehkan
ketika Puasa
1. Mendapati waktu fajar dalam
kea-daan junub
‘Aisyah i berkata,
َنا َض َمَر ِز� ُر ْجَفْلا ُه ُكِر ْدُي -لسو هيلع الله لص- ِ َّلا
ُلو ُسَر َن َك ْدَق
.ُمو ُصَي َو ُل ِسَت ْغَيَف ٍ
ُلُح ِ ْي�َغ ْنِم ٌبُن ُج َوُهَو
“Rasulullah g pernah menjumpai waktu fajar pada bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau
g mandi dan tetap berpuasa.”51
2. Bersiwak ketika berpuasa
Dari Abu Hurairah h; Nabi g,
ٍءو ُضُو ِ
ّ ُك َدْنِع ِكاَو ِّسل ِج� ْمُُة� ْرَمَئلا ِة�َّمُأ َلَع َّق ُشَأ ْنَأ َلاْوَل
Yang Dibolehkan ketika Puasa
“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali berwudhu.”52
Penulis Tuhfatul Ahwadzir mengatakan, “Hadits-hadits yang semakna dengan di atas yang membicarakan keutamaan bersiwak adalah hadits mutlak yang menunjukkan bahwa siwak dibolehkan setiap saat. Inilah pendapat yang lebih tepat.”53
3. Berkumur-kumur dan memasukkan
air ke dalam hidung asalkan tidak
berlebihan
Nabi g bersabda,
ا ً ِئ�ا َص َنوُكَت ْن
أ َّلاِإ ِقا
َ
َشْنِت ْسِلاا ِز� ْغِل َج� َو
“Bersungguh-sungguhlah dalam beri-stinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa.”54
Ibnu Taimiyyah r menjelaskan, “Adapun berkumur-kumur dan ber-istinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan bagi orang yang berpuasa dan hal ini disepakati oleh para ulama. Nabi g dan para sahabat juga berkumur-kumur dan ber-istinsyaq
52 Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Shahih-nya secara
mu’allaq (tanpa sanad). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Khuzaimah, 1:73 dengan sanad lebih lengkap. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
53 Tuhfatul Ahwadzi, 3:345.
Yang Dibolehkan ketika Puasa
ketika berpuasa. ... Akan tetapi, dilarang untuk berlebih-lebihan ketika itu.”55
4. Bercumbu dan mencium istri selama
aman dari keluarnya mani
Dari Jabir bin ‘Abdillah, dari ‘Umar bin Al Khatthab; beliau berkata,
-لسو هيلع الله لص- َّ ِج�َّنلا ُتْي
َتَأَف ٌ ِئ�ا َص َز�َأَو ُتْلَّبَقَف امْوَي ُت ْش َشَه
ِ َّلا ُلو ُسَر َلا َقَف ٌ ِئ�ا َص َز�
أَو ُتْلَّبَق ً ي� ِظَع ًار ْم
َ
أ َم ْوَيْلا ُت ْعَن َص ُتْل ُقَف
َ
ٌ ِئ�ا َص َتْن
أَو ٍءا َ ِج� َت ْض َم ْض َ َة� ْو
َ
َل َتْيَأ َرَأ « -لسو هيلع الله
« -لسو هيلع الله لص- ِ َّلا ُلو ُسَر َلا َقَف َكِل
َذِب َس ْئَج� َلا ُتْلُق .»
» َ ي�ِف
َف
“Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku mendatangi Nabi g dan aku berkata, ‘Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal aku sedang berpuasa.’ Rasulullah g bertanya, ‘Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?’ Aku menjawab, ‘Seperti itu tidak mengapa.’ Kemudian Rasulullah g bersabda, ‘Lalu apa
masalahnya?’”56
55 Majmu’ Al-Fatawa, 25:266.
Yang Dibolehkan ketika Puasa
5. Bekam dan donor darah, selama
ti-dak membuat lemas
Dari Ibnu ‘Abbas k berkata bahwa Nabi g berbekam dalam keadaan berihram dan berpuasa.57
Anas bin Malik hditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.”58
Termasuk dalam pembahasan bekam ini adalah hukum donor darah karena keduanya sama-sama mengeluarkan darah sehingga hukumnya pun di-qiyas-kan (dianalogikan).59
6. Mencicipi makanan selama tidak
masuk dalam kerongkongan
Dari Ibnu ‘Abbas k; ia mengatakan, “Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.”60
Yang termasuk dalam mencicipi adalah mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan seperti membantu mengunyahkan makanan untuk anak kecil. Agar tidak tertelan, mengunyah bisa menggunakan gigi seri, bukan gigi geraham.
57 HR. Bukhari, no. 1938 58 HR. Bukhari, no. 1940
59 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2:113-114.
Yang Dibolehkan ketika Puasa
7. Bercelak dan menggunakan tetes
mata
Bercelak dan memakai tetes mata61
tidaklah membatalkan puasa62 . Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Orang yang berpuasa tidak mengapa bercelak.”63
8. Mandi dan menyiramkan air di
kepa-la untuk membuat segar
Dari Abu Bakr bin ‘Abdirrahman; beliau berkata, “Sungguh, aku melihat Rasulullah g di Al-‘Araj mengguyur kepalanya – karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik – dengan air, dan ketika itu beliau sedang berpuasa.”64
9. Menelan dahak
Menurut Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah, menelan dahak65 tidak membatalkan puasa karena dianggap sama seperti air ludah dan bukan sesuatu yang asalnya dari luar tubuh.66
61 Tetes mata di-qiyas-kan (dianalogikan) dengan bercelak.
62 Lihat Shifat Shaum Nabi, hlm. 56 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2:115. 63 Dikeluarkan oleh ‘Abdur Razzaq dengan sanad yang shahih. Lihat
Fathul Bari, 4:154. 64 HR. Abu Daud, no. 2365.
65 Dahak adalah sesuatu yang keluar dari hidung atau lendir yang naik dari dada.
Yang Dibolehkan ketika Puasa
10. Menelan sesuatu yang sulit
dihin-dari
Seperti masih ada sisa makanan yang ikut di air ludah dan itu jumlahnya sedikit serta sulit dihindari, juga seperti darah pada gigi yang ikut bersama air ludah dan jumlahnya sedikit, maka seperti ini tidak mengapa jika tertelan. Namun jika darah atau makanan lebih banyak daripada air ludah yang tertelan, puasanya menjadi batal.67
Sunnah-Sunnah Puasa
Sunnah-Sunnah
Puasa
1. Makan sahur dan mengakhirkannya
Dari Anas bin Malik h; Rasulullah g bersabda,
ًةَكَ َج� ِروُح َّسلا ِز� َّنِإَف اوُرَّح َسَت
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”68
Imam Nawawi r mengatakan, “Karena dengan makan sahur maka tubuh akan semakin kuat melaksanakan puasa.”69
Makan sahur hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air, sebagaimana sabda Nabi g,
ٍءا َم ْن ِم ًةَعْر َج
ُْك ُدَحَأ َعَر ْجَي� ْنَأ ْوَلَو ُهوُع َدَت َلاَف ٌةَك ََج� ُه ُْكَأ ُروُح َّسلا
َز ي�ِر ِّح َسَتُلا َلَع َنوُّل َصُي ُهَتَكِئَلاَمَو َّل َجَو َّزَع َ َّلا َّنِإَف
“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya dengan minum seteguk
Sunnah-Sunnah Puasa
air, karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bersalawat untuk orang-orang yang makan sahur.”70
Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar berdasarkan hadits Anas berikut,
َزْج� َدْي َز َو - لسو هيلع الله لص - َِّلا َِّج�
َن َّنَأ ٍكِلاَم ِزْج� ِسَن
أ ْن َع
َ
هيلع الله لص - ِ َّلا ُّ ِج�
َن َماَق اَ ِهِروُ َس ْنِم اَغَرَف اََّلَف ، ا َرَّح َسَت ٍتِب َش�
ْن ِم ا َم ِ ِز�ا َر
َف َز ْي�َب َن َك ْ َك ٍسَنَئلا اَنْلُق . َّل َصَف ِةَلا َّصلا َلِإ - لسو
َز ي� ِسْ َز� ُل ُجَّرلا
أ َر ْقَي ا َم ُر ْدَق َلاَق ِةَلا َّصلا ِز� ا َم ِ ِلو ُخُدَو اَ ِهِرو ُ َس
ُ
ًةَيآ
Dari Anas bin Malik, “Nabi Allah g dan Zaid bin Tsabit pernah bersama makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi pun berdiri untuk pergi shalat, lalu beliau shalat. Kami berkata kepada Anas, ‘Berapa lama jarak antara waktu selesai makan sahur dan waktu pengerjaan shalat?’ Beliau menjawab, ‘Sekitar waktu yang
diperlukan seseorang untuk membaca 50 ayat.’”71
2. Menyegerakan berbuka puasa
Dari Sahl bin Sa’ad h; Rasulullah g bersabda,
َرْطِفْلا اوُلَّجَع ا َم ٍ ْي�َز ِج� ُساَّنلا ُلاَز َي� َلا
Sunnah-Sunnah Puasa
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”72
Nabi g biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat magrib dan bukanlah menunggu hingga shalat magrib selesai dikerjakan. Sebagaimana Anas bin Malik h berkata, “Rasulullah g biasanya berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthab, beliau berbuka dengan tamer (kurma kering). Jika tidak ada yang demikian, beliau berbuka dengan seteguk air.”73
Hadits Anas di atas juga mengajarkan mengenai anjuran berbuka puasa dengan kurma. Yang dianjurkan ketika berbuka adalah dengan ruthab (kurma basah), lalu tamer (kurma kering). Jika tidak didapati kurma, maka boleh digantikan dengan makanan yang manis-manis. Di sini dianjurkan dengan yang manis-manis ketika berbuka karena yang manis tersebut semakin menguatkan orang yang berpuasa. Adapun berbuka puasa dengan air bertujuan untuk menyucikan atau menyegarkan. Jika berada di Makkah, dianjurkan berbuka dengan air zam-zam.74
3. Berdoa ketika berbuka
Perlu diketahui bersama bahwa masa berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya doa. Nabi g bersabda,
ُةَو ْع َدَو ُر ِطْفُي َز ي� ِح ُ ِئ�ا َّصلاَو ُل ِدا َعْلا ُما َمِإلاا ُمُ ُة� َوْعَد ُّدَ ُة�
َلا ٌةَثَلاَث
ِموُل ْظ َ ْلا
72 HR. Bukhari, no. 1957 dan Muslim, no. 1098.
73 HR. Abu Daud, no. 2356 dan Ahmad, 3:164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Sunnah-Sunnah Puasa
“Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak: (1) pemimpin yang adil, (2) orang yang berpuasa ketika dia berbuka, dan (3) doa orang yang terzalimi.”75 Masa berbuka puasa adalah waktu terkabulnya doa
karena saat itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri (kepada Allah).76
Dari Ibnu Umar k; bahwa ketika Rasulullah g berbuka beliau membaca doa berikut ini,
ُ َّلا َءا َش ْنِإ ُر ْج
لاا َتَب
َئ
ث َو ُقو ُر ُعْلا ِتَّلَتْباَو
َ
أ َم َّظلا َبَهَذ
ُ
“Dzahabazh zhomaa-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaallah (artinya: Rasa haus telah hilang, urat-urat telah basah, dan pahala
telah ditetapkan insyaallah).”77
4. Memberi makan kepada orang yang
berbuka
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani; Rasulullah g bersabda,
ِر ْج
أ ْن ِم ُص ُقْنَي َلا ُهَّن
َ
أ َ ْي�َغ ِه ِر ْج
َ
أ ُلْث ِم ُ َل َن َك ا ً ِئ�ا َص َرَّطَف ْن َم
َ
اًئْي َش ِ ِئ�ا َّصلا
75 HR. At-Tirmidzi, no. 2526 dan Ibnu Hibban, 16:396. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
76 Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7:194.
Sunnah-Sunnah Puasa
“Siapa saja yang memberi makan orang yang berpuasa, baginya ada pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala
orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”78
5. Lebih banyak berderma dan
beriba-dah pada bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas k; ia berkata, “Nabi g adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih banyak lagi pada bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam pada bulan Ramadhan (untuk membaca-kan Al-Quran) hingga Al-Quran selesai dibacamembaca-kan untuk Nabi g. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya, tatkala itu beliau
adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dibandingkan angin yang berembus.”79
Ibnul Qayyim rmengatakan, “Nabi g lebih banyak lagi melakukan kebaikan pada bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al-Quran, shalat, dzikir, dan i’tikaf.”80
78 HR. At-Tirmidzi, no. 807; Ibnu Majah, no. 1746; dan Ahmad, 5:192. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Jangan Biarkan Puasa Kita Sia-Sia
Jangan Biarkan
Puasa Kita Sia-Sia
Puasa bukanlah menahan lapar dan dahaga saja. Namun orang yang berpuasa hendaknya menahan diri dari hal-hal yang diha-ramkan dan sia-sia. Jika tidak demikian, puasanya tidak bernilai di sisi Allah. Yang dia dapat bisa jadi hanya lapar dan dahaga. Nabi g bersabda,
ُشَطَعلاَو ُعْوُجلا ِهِماَي ِص ْنِم ُه ُّظَح ٍِئ�اَص َّبُر
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan apa pun dari puasanya tersebut melainkan hanya rasa lapar dan dahaga.”81
Sejelek-jelek puasa adalah yang hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus dilakukannya pada bulan Ramadhan. Sebagian salaf berkata,
ِما َعَّطلا َو ِبا َ
َّش�لا ُكْ َة� ُماَي ِّصلا ُنَوْهَأ
“Tingkatan puasa yang paling rendah adalah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”82
Dari Abu Hurairah; Rasulullah g bersabda,
81 HR. Ahmad, 2:373. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid.
Jangan Biarkan Puasa Kita Sia-Sia
َع َدَي ْن
أ ِز� ٌة َجا َح ِ َّ ِل َسْيَل
َ
َف ِهِب َلَمَعْلاَو ِروُّزلا َلْوَق ْع َدَي ْ َل ْنَم
ُهَبا َ َش
�َو ُه َما َعَط
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, bahkan malah mengamalkannya, Allah tidak butuh rasa lapar dan haus yang
dia tahan.”83
Dari Abu Hurairah; Rasulullah g bersabda,
ِثَف َّرلاَو ِو
ْغَّللا َن ِم ُماَي ِّصلا اَ َّز�ِإ ، ِبَ َّش�لاَو ِ ْك
لاا َن ِم ُماَي ِّصلا َسْيَل
َئ
ٌ ِئ�ا َص ي ِّز�ِإ ، ٌ ِئ�ا َص ي ِّز�ِإ : ْلُقَتْلَف َكْيَلَع َلُ َج� ْو
أ ٌد َح
َ
أ َكَّبا َس ْنِإ
َ
َف ،
“Puasa bukan hanya menahan makan dan minum. Puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil kepadamu, katakanlah
kepadanya, ‘Aku sedang puasa. Aku sedang puasa.’”84
Maksiat secara umum mesti ditinggalkan saat berpuasa. Seba-gaimana kata Al-Baidhawi, “Maksud dari puasa bukanlah me-nahan lapar dan dahaga semata. Dalam puasa seseorang mestilah menahan diri dari nafsu jelek, mengekang jiwa yang mendorong kepada kejelekan, dan diarahkan kepada perihal yang baik-baik. Jika tidak demikian, Allah tidak akan memandang dan menerima amalannya.”85
83 HR. Bukhari, no. 1903.
84 HR. Ibnu Khuzaimah, 3:242. Al-A’zhami mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih.
Qadha’ Puasa dan Fidyah
Qadha’ Puasa dan
Fidyah
Siapakah yang Terkena Qadha’ Puasa?
Yang dimaksud dengan qadha’ adalah mengerjakan suatu ibadah yang memiliki batasan waktu di luar waktunya.86 Adapun orang
yang terkena qadha’ puasa adalah orang yang sakit dan sakitnya membuat dia kesulitan untuk mengerjakan puasa, wanita hamil dan menyusui apabila dia berat untuk puasa, seorang musafir, juga wanita yang mendapati haid dan nifas.
Barang siapa Meninggal Dunia, Namun
Dia Masih Memiliki Utang Puasa
Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah,
ُهُّيِلَو ُهْنَع َما َص ٌماَي ِص ِهْيَلَعَو َتاَم ْنَم
“Barang siapa yang meninggal dalam keadaan masih memiliki ke-wajiban puasa maka ahli warisnya yang nanti akan menunaikan puasanya.”87 Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah kerabat, menurut
Imam Nawawi88. Ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud
Qadha’ Puasa dan Fidyah
adalah ahli waris89. Namun hukum membayar puasa di sini bagi ahli
waris tidak sampai wajib, hanya disunnahkan.90
Boleh beberapa hari qadha’ puasa dibagi kepada beberapa ahli waris. Kemudian mereka (boleh laki-laki atau pun perempuan) mendapatkan satu atau beberapa hari puasa. Boleh juga dengan serempak beberapa ahli waris membayar utang puasa tersebut dalam satu hari.91
Yang dibayarkan puasa di sini adalah orang yang ketika hidupnya mampu dan punya kesempatan untuk meng-qadha’ namun belum dia lakukan hingga meninggal dunia.92
Cara Pembayaran Fidyah
Orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit yang sakitnya tidak kunjung sembuh wajib membayar fidyah.
89 Lihat Tawdhihul Ahkam, 2:712 dan Syarhul Mumthi’, 6:451-452. 90 Lihat Syarh Shahih Muslim, 8:25.
91 Lihat Syarhul Mumthi’, 6:450. 92 Lihat Syarhul Mumthi’, 6:451.
Qadha’ Puasa dan Fidyah
Cara pembayaran fidyah adalah sebagai berikut:
1. Ukuran fidyah adalah dilihat dari ‘urf (kebiasaan yang layak) di masyarakat setempat. Selama dianggap memberi makan kepada orang miskin, maka itu dikatakan sah.93
2. Fidyah harus dengan makanan, tidak bisa diganti uang karena inilah perintah yang dimaksud dalam ayat Al-Quran.94
3. Satu hari tidak puasa berarti memberi makan satu orang miskin.
4. Bisa diberikan berupa makanan mentah (ditambah lauk) atau makanan yang sudah matang.95
5. Tidak boleh mendahulukan fidyah sebelum Ramadhan.96
6. Waktu penunaian fidyah boleh setiap kali tidak puasa (fidyah ditunaikan per hari, pen.), atau bisa pula dia-khirkan pada hari terakhir Ramadhan lalu ditunaikan semuanya sekaligus.97
93 Lihat Syarhul Mumthi’, 6:338 dan At-Tadzhib, hlm. 115.
94 Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3:140. Dinukil dari
Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 66886. 95 Lihat Syarhul Mumthi’, 6:325-326. 96 Syarhul Mumthi’, 6:326.
Panduan Shalat Tarawih
Panduan Shalat
Tarawih
Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat rakaat. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan pada bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih adalah shalat malam yang dilakukan pada bulan Ramadhan.98
Para ulama sepakat bahwa hukum shalat tarawih adalah sunnah (dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan.99
‘Aisyah i mengabarkan, “Rasulullah g pada suatu malam ke-luar sewaktu tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid. Orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul semakin banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid sema-kin bertambah banyak, lalu Rasulullah g keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jamaah hingga akhirnya beliau keluar
98 Lihat Al-Jami’ li Ahkamish Shalah, 3:63 dan Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:135.
Panduan Shalat Tarawih
hanya untuk shalat subuh. Setelah beliau selesai shalat subuh, beliau menghadap kepada orang banyak, membaca syahadat, lalu bersabda,
َضَرْفُت ْن
أ ُتي ِش َخ ِّز�ِك
َ
َل ، ْ ُكُن َكَم َّ َلَع َفْز َي� ْ َل ُهَّنِإَف ُدْعَب اَّمَأ
اَ ْز� َع او ُز ِج ْعَت
َف ْ ُكْيَلَع
‘Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi, aku takut shalat tersebut akan diwajibkan
atas kalian, sementara kalian tidak mampu.’”100
Imam Syafi’i, mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhal (utama) shalat tarawih dilaksanakan secara berjamaah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al-Khatthab dan para sa-habat hm. Kaum muslimin pun terus-menerus melakukan shalat tarawih secara berjamaah karena itu merupakan syiar Islam yang begitu tampak sehingga serupa dengan shalat ‘ied.101
Waktu pelaksanaan shalat tarawih adalah antara shalat isya dan shalat subuh. Shalat ini dilaksanakan sebelum shalat witir.102
Keutamaan Shalat Tarawih
1. Akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.
Dari Abu Hurairah; Rasulullah g bersabda,
ِه ِب
ْنَذ ْن ِم َم َّدَقَت اَم ُ َل َرِفُغ ًج�ا َسِتْحاَو ًز�اَ ي�ِإ َناَضَمَر َماَق ْنَم
100 HR. Bukhari, no. 924 dan Muslim, no. 761. 101 Lihat Syarh Shahih Muslim, 6:36.
Bila shalat tarawih dilakukan secara sendirian, tetap sah. (Lihat Al-Fiqhu Al-Manhaji, hlm. 238)
Panduan Shalat Tarawih
“Barang siapa melakukan qiyam Ramadhan karena beriman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”103
Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi.104
2. Shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.
Dari Abu Dzar; Nabi g pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
ًة َلْيَل ُماَيِق ُ َل َبِتُك َفِ َصْنَي َّة�َح ِماَمِإلاا َعَم َماَق ْنَم ُهَّنِإ
“Barang siapa yang shalat bersama imam sampai selesai, ditulis untuknya pahala shalat satu malam penuh.”105
Shalat Tarawih Rasulullah
g
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman; dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya kepada ‘Aisyah i, “Bagaimana shalat malam Rasulullah g pada bulan Ramadhan?” ‘Aisyah mengatakan,
ِز� َلاَو َنا َض َمَر ِز� ُدي ِز َي� - لسو هيلع الله لص - ِ َّلا
ُلو ُسَر َن َك اَم
ًةَعْك َر َة َ ْش�َع ى َدْحِإ َلَع ِهِ ْي�َغ
103 HR. Bukhari, no. 37 dan Muslim, no. 759. 104 Syarh Shahih Muslim, 6:36.
Panduan Shalat Tarawih
“Rasulullah g tidak pernah menambah jumlah rakaat dalam shalat malam, pada bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya,
lebih dari 11 rakaat.”106
Ibnu Hajar Al-Haitsami mengatakan, “Tidak ada satu hadits
shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi g melaksanakan sha-lat tarawih sebanyak 20 rakaat. Adapun hadits yang mengatakan bahwa Nabi g biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 rakaat, ini adalah hadits yang sungguh sangat lemah.”107
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Tidak
Di-batasi
Ibnu ‘Abdil Barr r mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah rakaat tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan yang baik. Siapa saja boleh mengerjakan dengan sedi-kit rakaat. Siapa saja yang mau juga boleh mengerjakan dengan jumlah rakaat yang banyak.”108
Shalat tarawih tidaklah dibatasi jumlah rakaatnya dengan bebe-rapa alasan:
1. Rasul g sendiri tidak membatasinya.
Nabi gditanya mengenai shalat malam; beliau menjawab,
ًة َع ْك َر َّل َص َحْب ُّصلا ُ ُك ُد َح
أ َ ِشس َخ اَذِإ
َ
َف ، َز�ْثَم َز�ْثَم ِلْيَّللا ُةَلاَص
َّل َص ْدَق اَم ُ َل ُِة�وُت ، ًة َد ِحاَو
106 HR. Bukhari, no. 1147 dan Muslim, no. 738. 107 Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:141.
Panduan Shalat Tarawih
“Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika kalian khawatir menabrak waktu subuh maka kerjakanlah satu rakaat. Dengan demikian, berarti
kalian menutup shalat tadi dengan witir.”109
Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam memiliki batasan tertentu, pasti Nabi gakan menjelaskannya.
2. Kita diperintahkan untuk memperbanyak sujud (artinya: memperbanyak shalat sunnah).
Nabi gbersabda,
ِدو ُج ُّسلا ِة َ
ْش�َكِب َك ِسْفَن َلَع ِّز�ِعَأَف
“Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (yaitu memperbanyak shalat sunnah, pen).”110
Begitu pula sabda Nabi g,
َكْن َع َّط َحَو ًة َجَر َد اَ ِج� ُ َّلا َك َع
َفَر َّلاِإ ًة َدْج َس ِ َِّل ُد ُج ْسَت َلا َكَّنِإَف
ًةَئيِط َخ اَ ِج�
“Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan satu sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu.”111 Dalil-dalil ini dengan sangat jelas menunjukkan
bahwa kita dibolehkan memperbanyak sujud (artinya: memperbanyak
109 HR. Bukhari, no. 990 dan Muslim, no. 749; dari Ibnu ‘Umar. 110 HR. Muslim, no. 489
Panduan Shalat Tarawih
shalat sunnah dengan banyak rakaat) dan sama sekali tidak diberi batasan.
3. Rakaat shalat diperbanyak agar shalat malam bisa lebih lama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah r mengatakan, “Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 rakaat kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat. Namun ketika itu bacaan setiap rakaat lebih ringan dengan diganti rakaat yang ditambah, karena melakukan hal semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu rakaat dengan bacaan yang begitu panjang.”112
Shalat Witir menjadi Penutup Shalat
Malam
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar; Rasulullah g bersabda,
اً ْة� ِو ِلْي
َّلل ِج� ْ ُكِتَلاَص َر ِخآ اوُلَع ْجا
«Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir.»113
Jumlah rakaat shalat witir minimal 1 rakaat, maksimal 11 rakaat. Jika berwitir dengan tiga rakaat, maka shalat witir itu bisa dilakukan dengan dua rakaat salam, lalu ditambah dengan satu rakaat salam. Boleh pula shalat tersebut dilakukan dengan tiga rakaat langsung salam. Cara yang kedua, yaitu dengan melakukan sekali tasyahud, bukan dua kali tasyahud. Jika dijadikan dua kali tasyahud maka
112 Majmu’ Al-Fatawa, 22:272