• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak) Semester Genap 20182019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak) Semester Genap 20182019"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Page 1 of 52

Manual Praktikum

MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak) Semester Genap 2018/2019

Oleh :

Laboratorium Epidemiologi

LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

Page 2 of 52

Manual Praktikum

MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak) Semester Genap 2018/2019

Materi I

ELEKTROFORESIS Dasar Teori

Elektroforesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti transport atau perpindahan protein melalui perbedaan potesial partikel-partikel listrik. Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik (titik isoelektrik). Pergerakan molekul dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia dari molekul (Titrawani, 1996). Molekul terlarut dalam medan listrik bergerak atau migrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Sebagai contoh jika dua molekul mempunyai massa dan bentuk yang sama, molekul dengan muatan lebih besar akan bergerak lebih cepat ke elektrode (David G. Watson, 2007). Bila arus listrik dialirkan pada suatu medium penyangga yang telah berisi protein plasma maka komponen-komponen protein tersebut akan mulai bermigrasi secara berangsur-angsur (Ricardson dkk. 1986) sesuai dengan porusitas gel.

Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan pewarnaan (mis: Commasie Blue) atau autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer. Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus listrik yang digunakan.

Dasar elektroforesis adalah pembentukan suatu ketidakhomogenan atau gradasi konsentrasi sepanjang sistem. Koloid, protein enzim menunjukkan mobilitas elektroforesis spesifik dan titik isoelektrik yang dapat digunakan untuk identifikasi zat-zat spesifik. Pemisahan dapat dilakukan bila senyawa-senyawa yang telah terpisah tidak secara spontan bercampur kembali akibat sirkulasi konvektif. Pada elektroforesis, medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Sebagai akibatya adalah terbentuk pita (band) yang dapat diwarnai agar mudah dilakukan identifikasi.

(3)

Page 3 of 52 Menurut Stenesh dalam Titrawani (1996) teknik elektroforesis dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu : elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah (zone electrophoresis). Pada teknik elektroforesis larutan, larutan penyangga yang mengandung makro-molekul ditempatkan dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi dari makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari molekul (terlihat seperti pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik elektroforesis daerah adalah menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media penunjang yang berisi (diberi) larutan penyangga. Media penunjang yang biasa dipakai adalah gel agarose, gel pati, gel poliakrilamida dan kertas sellulose poliasetat. Adapun menurut Sargent & George (1975) elektroforesis daerah disebut sebagai elektroforesis gel dengan dua buah model yaitu horizontal dan vertikal. Metode yang biasa digunakan adalah model horizontal, karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu peralatan yang digunakan sangat sederhana, relatif murah dan pemisahan untuk enzim tertentu dapat menghasilkan pemisahan yang lebih baik.

Elektroforesis biasanya memerlukan media penyangga sebagai tempat bemigrasinya molekul-mulekul biologi. Media penyangganya bermacam-macam tergantung pada tujuan dan bahan yang akan dianalisa. Media penyangga yang sering dipakai dalam elektroforesis antara lain yaitu kertas, selulose, asetat dan gel. Gel poliakrilamid dan agarosa merupakan matriks penyangga yang banyak dipakai untuk separasi protein dan asam nukleat.

Beberapa faktor mempengaruhi kecepatan migrasi dari molekul protein yakni: (Soedarmadji, 1996)

1. Ukuran molekul protein

Migrasi molekul protein berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil. 2. Konsentrasi gel

Migrasi molekul protein pada gel berkosentrasi rendah lebih cepat daripada migrasi molekul protein yang sama pada gel berkosentrasi tinggi.

3. Buffer (penyangga) dapat berperan sebagai penstabil medium pendukung dan dapat mempengaruhi kecepatan gerak senyawa karena ion sebagai pembawa protein yang bermuatan. Kekuatan ion yang tinggi dalam buffer akan meningkatkan panas sehingga aliran listrik menjadi maksimal. Hal ini dapat mempercepat gerakan molekul protein. Kekuatan ion rendah dalam buffer akan menurunkan panas sehingga aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi molekul protein sangat lambat.

4. Medium penyangga

Medium pendukung ideal untuk elektroforesis adalah bahan kimia inert yang bersifat relatif stabil, mudah ditangani dan mempunyai daya serap yang baik, sebagai migrasi elektron atau penyaringan berdasarkan ukuran molekul seperti gel poliakrilamid (Sudarmadji, 1996).

Jika ukuran pori dari medium kira-kira sama dengan molekul, maka molekul yang lebih kecil akan berpindah lebih bebas di dalam medan listrik, sedangkan molekul yang lebih besar akan dibatasi dalam migrasinya. Besarnya pori-pori dapat diatur dengan mengubah konsentrasi penyusun gel poliakrilamidnya yaitu akrilamid dan bisakrilamid.

5. Kekuatan voltase

 Voltase yang dipakai rendah (100-500) V, kecepatan migrasi molekul sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan.

(4)

Page 4 of 52 6. Temperatur medium disaat proses elektroforesis berlangsung. Jika temperatur tinggi akan mempercepat proses bermigrasinya protein dan sebaliknya jika temperatur rendah akan mengurangi kekuatan bermigrasinya protein.

Elektroforesis gel

Elektroforesis gel digunakan untuk memisahkan atau melihat kemurnian DNA atau protein yang tidak bisa diperoleh dengan metode lain seperti gradient sentrifugasi. Media yang banyak dipakai dalam proses pemisahan ini adalah agarose atau akrilamid. Agarose digunakan untuk memisahkan molekul-molekul yang lebih besar karena memiliki ukuran partikel yang lebih besar. Sehingga daya pisah dari agarose (resolusi) lebih kasar (lebih lemah) dibandingkan akrilamid. Akrilamid memiliki ukuran partikel yang lebih halus sehingga daya pemisahannya lebih baik.

Elektroforesis melalui gel agarosa atau poliakrilamid merupakan Teknik ini merupakan teknik yang sederhana, cepat, dan dapat memisahkan molekul yang diinginkan dari matriksnya yang tidak dapat dilakukan oleh prosedur lainnya, seperti sentrifugasi gradient. (David G. Watson, 2007).

Jenis-jenis Elektroforesis Gel a. Elektroforesis gel agarosa

Metode standar yang digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan memurnikan fragmen DNA adalah elektroforesis gel agorose. Teknik ini sederhana, cepat terbentuk, dan mampu memisahkan campuran potongan DNA sesuai dengan ukurannya secara akurat, dibanding dengan densitas gradient sentrifugasi. (Maniatis T. et al, 1982)

Agarosa yang disari dari ganggang laut merupakan polimer dengan dasar struktur D-alaktosa dan 3,6 –anhidro L-galaktosa. DNA dari 200 basa sampai 50 kilo basa dapat dipisahkan dengan gel agarosa dengan berbagai konsentrasi agarosa. Gel agarosa biasanya dilakukan dalam konfigurasi horizontal dalam kekuatan medan listrik dan arah tetap. (David G. Watson, 2007)

Gel agarosa dibuat dengan melelehkan agarosa dengan buffer dan kemudian dituangkan pada cetakan dan diamkan sampai dingin. Setelah mengeras, agarosa membentuk matriks dengan kerapatan yang ditentukan oleh konsentrasi agarosa. Jika medan magnet diberikan antara kedua ujung gel, DNA yang bermuatan negatif pada pH netral, bergerak ke anoda. Kecepatan migrasi ini ditentukan oleh ukuran (panjang) DNA, konformasi DNA, konsentrasi agarosa dan besaran tegangan yang digunakan. (David G. Watson, 2007)

Molekul DNA untai ganda linear, yanag diletakkan pada salah satu ujung gel, bergerak melalui matriks gel pada kecepatan yang berbanding terbalik terhadap log jumlah asam basa. Molekul yang lebih besar bergerak lebih lama karena terjadi gesekan lebih besar. (David G. Watson, 2007)

Hal ini disebabkan DNA harus melewati pori-pori gel sehingga kurang efisien lajunya daripada molekul yang lebih kecil.Fragmen DNA linear dengan panjang tertentu bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda pada gel yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda.

Cara yang paling mudah untuk mendeteksi adanya DNA dengan menggunakan etidium bromide, suatu senyawa berfluoresensi yang biasanya digunakan untuk mendeteksi DNA pada gel agarosa atau poliakrilamid. (David G. Watson, 2007)

b. Elektroforesis Gel Poliakrilamid

(5)

Page 5 of 52 Gel poliakrilamid dibuat dengan cara menuangkan antar dua lempeng kaca yang dipisahkan dengan pembatas dengan ketebalan tertentu. Gel poliakrilamid berukuran dari 5 cm sampai 50 cm panjangnya tergantung pada keperluannya dan dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal. (David G. Watson, 2007)

c. Elektroforesis Gel Poliakrilamid-SDS ( SDS-PAGE)

Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan elektroforesis gel poliakrilamid dengan system gerak. Sebelumnya, campuran protein dipanasi dengan natrium dedosil suldat (SDS), suatu detergen anionik utnuk menyelubungi molekul protein. Penyelubungan ini menyebabkan interaksi nonkovalen terganggu sehingga molekul protein dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul SDS untuk dua residu asam amino. . (David G. Watson, 2007)

Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk mereduksi ikatan disulfida. Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif yang sebanding dengan ukuran protein. Muatan negatif yuang terdapat pada ikatan SDS ini jauh lebih besar daripada muatan pada protein asli. Kompleks protein SDS kemudian dielektroforesis, sehingga semua molekul protein bergerak menuju kutub positif. Ketika elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak atau zat warna seperti Coonassie biru, yang akan menampakkan beberapa pita. (David G. Watson, 2007).

Analisis Protein Protein

Protein berasal dari bahasa Yunani proteios yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.

Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein terdapat baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein yang terlibat dalam reaksi biokimiawi sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada kompartemen dari organel sel.

Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil. Untuk mempertahankan fungsi dan nya, setiap jenis protein membutuhkan kondisi tertentu ketika diekstraksi dari normal biological milieu. Protein yang diekstraksi hendaknya dihindarkan dari proteolisis atau dipertahankan aktivitas enzimatiknya.

(6)

Page 6 of 52 Sebagian besar protein merupakan molekul yang mudah rusak bila tidak berada pada kondisi fisiologisnya. Karena itu, untuk mempertahankan struktur dan fungsi protein, fraksinasi dilakukan pada suhu rendah (0-40C) dalam buffer dan pH tertentu (tergantung dari jenis protein yang akan dianalisa).

Hasil homogenasi yang dinamakan homogenat biasanya masih berupa larutan keruh yang terdiri dari debris sel (bagian sel yang tidak hancur), organel-organel sel dan makromolekul penyusun sel diantaranya yaitu protein. Dengan sentrifugasi, debris dan organel sel akan mengendap di dasar tabung sentrifus (dinamakan pellet), sedangkan makromolekul (termasuk di dalamnya protein) yang ukurannya jauh lebih kecil daripada debris dan organel sel tidak akan mengendap tetapi terlarut dalam buffer (dinamakan supernatan yang bening). Supernatan inilah yang dipakai sebagai sampel untuk analisa protein dalam jaringan.

Untuk analisa protein yang di dalam plasma atau serum darah, prosedur fraksionasi (1) dan (2) tidak diperlukan karena protein sudah terlarut dalam plasma darah, sedangkan sentrifugasi tetap diperlukan untuk mengen-dapkan sel-sel darah sehingga protein yang terlarut dalam plasma atau serum terdapat sebagai supernatan.

Beberapa teknik analisa protein membutuhkan prosedur isolasi yaitu memisahkan protein dari makromolekul yang lain atau memisahkan protein dengan sifat tertentu dari protein lain yang tidak diinginkan dalam analisa. Suatu teknik isolasi dan identifikasi protein harus mempertimbangkan sifat-sifat fisik, kimiawi dan kelistrikan suatu protein sedemikian rupa sehingga konformasi dan aktifitasnya tidak berubah. Pada tahap awal isolasi, biasanya digunakan metode yang memiliki daya pemisah terendah seperti pengendapan dengan amonium sulfat. Pengendapan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jumlah dan posisi gugus polar, berat molekul, pH dan temperatur larutan.

Protein hasil sentrifugasi homogenat masih terdiri dari berbagai jenis protein (atau dinamakan crude protein) ataupun protein hasil pengendapan amonium sulfat (jenis protein lebih spesifik) selanjutnya dapat dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisa kuantitatif protein biasanya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang tertentu tergantung pada jenis protein dan pereaksi yang dipakai. Dengan spektrofotometer dapat diketahui banyaknya atau jumlah protein dalam suatu sampel (biasanya dinyatakan dalam mg prot

sampel atau dalam satuan ppm tergantung dari satuan yang dipakai pada saat membuat kurva standar). Analisa kualitatif protein dapat menggunakan kromatografi ataupun elektroforesis tergantung pada tujuan analisa. Dalam prakteknya, baik analisa kualitatif maupun kuantitatif dapat dipakai secara terpisah ataupun dipakai secara bersamaan dalam suatu rangkaian analisa.

Presipitasi Protein Menggunakan Amonium Sulfat

Metode ini dapat dipakai untuk memisahkan protein albumin dari protein globulin dalam plasma darah. Kelarutan protein dalam garam amonium sulfat sangat bervariasi tergantung pada kekuatan ioniknya dan konsentrasi amonium yang ditambahkan. Proses ini dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu salting in dan salting out. Pada salting in, garam yang ditambahkan tidak jenuh atau pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan menjadi larut dalam larutan garam. Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan kon-sentrasi garam. Bila konsentrasi garam diting-katkan terus, maka justru kelarutan protein menjadi turun. Bahkan pada konsentrasi garam yang lebih tinggi lagi atau jenuh, protein akan mengendap. Proses penambahan garam amo-nium sulfat jenuh pada isolasi protein ini dinamakan salting out.

(7)

Page 7 of 52 kekuatan ionik garam semakin kuat sehingga garam lebih dapat mengikat molekul air. Dengan demikian, tidak cukup banyak air yang terikat pada protein sehingga gaya tarik menarik antar molekul protein lebih menonjol dibandingkan dengan tarik menarik antara air dan protein. Dalam kondisi seperti itu protein akan mengendap.

Setiap jenis protein mempunyai ke-larutan yang berbeda pada amonium sulfat jenuh. Karena itu, salting out biasa dipakai untuk mengisolasi protein tertentu. Dengan metode salting out protein globulin akan mengendap sebagai pelet, sedangkan protein albumin terlarut dalam garam amonium sulfat sebagai supernatan. Hal ini disebabkan karena perbedaan kelarutan albumin dan globulin dalam garam amonium sulfat.

Garam amonium sulfat juga diper-gunakan dalam pemurnian enzim. Garam ini sangat larut dalam air, relatif murah dan dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi serta tidak menurunkan aktifitas molekul yang dianalisa.

Selama proses salting out berjalan, sangat penting untuk menjaga konsentrasi garam agar tidak menurun dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara protein yang ingin dimurnikan dengan protein yang tidak diinginkan (protein pencemar). Dengan demikian selalu dilakukan pengadukan selama penambahan garam dalam prosedur salting out.

Untuk mendapatkan hasil pengendapan yang sempurna dan maksimal, penambahan amonium sulfat ke dalam larutan protein dilakukan secara bertahap. Pada setiap tahap penambahan garam, endapan protein selalu dipisahkan dengan sentrifugasi. Endapan yang diperoleh disuspensikan dengan larutan bufer fosfat pH 8,2.

Dalam keseluruhan proses pemurnian protein, salting out tidak hanya dilakukan sebagai tahap awal melainkan sering juga dilakukan sebagai tahap akhir. Penambahan garam pada proses akhir pemurnian bertujuan untuk memperoleh protein yang lebih pekat. Karena itu cara yang terakhir ini tidak ditujukan untuk memurnikan dan mengidentifikasi protein melainkan ditujukan untuk memekatkan protein hasil.

1. Sampel protein ditambah dengan Reducing Sample Buffer (RSB) 1:1 dalam tabung Eppendorf.

2. Kemudian sampel dipanaskan pada 100oC selama 5 menit

3. Setelah dingin, bila sampel tidak langsung digunakan, sampel bisa simpan pada -20oC

B. Menyiapkan separating dan stacking gel

(8)

Page 8 of 52  Siapkan tabung polipropilen 50 ml

 Masukkan 3,125 ml stock acrilamid dalam tabung polipropilen  Masukkan 2,75 ml 1 M Tris pH 8.8, tabung ditutup lalu tabung

digoyang secara perlahan

 Masukkan aquabidest 1,505 ml, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan

 Masukkan 75µl SDS 10%, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan

 Masukkan 75 µl APS 10 %, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan

 Masukkan 6,25 µl TEMED, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara perlahan

 Segera tuang larutan ke dalam plate pembentuk gel menggunakan mikropippet 1 ml (dijaga jangan sampai terbentuk gelembung udara) sampai batas yang terdapat pada plate

 Perlahan tambahkan aquadest diatas larutan diatas larutan gel dalam plate agar permukaan gel tidak bergelombang

3. Biarkan gel memadat selama kurang lebih 30 menit (ditandai dengan terbentuknya garis transparan diantara batas air dan gel yang terbentuk ). Setelah itu,air yang menutup separating gel dibuang.

4. Sesudah separating gel memadat, stacking gel 3% disiapkan dengan cara

C. Memasukkan sampel pada sumur gel

1. Plate yang sudah berisi gel dimasukkan dalam chamber elektroforesis 2. Running buffer dituang sampai bagian atas dan bawah gel terendam

3. Bila terbentuk gelembung udara pada dasar gel atau diantara sumur sampel harus dihilangkan

4. Marker standar sebanyak 3-5 µl dimasukkan pada salah satu sumur (bisa disumur yang paling tepi atau pada sumur yang tengah)

5. Sampel sebanyak 10-20 µl (yang kandungan proteinnya minimal 0,1 µg dan maksimal 20-40 µg) dimasukkan hati-hati ke dalam dasar sumur gel, menggunakan Hamilton syringe

6. Syringe dibilas sampai 3x dengan menggunakan air atau dengan running buffer sebelum dipakai untuk memasukkan sampel yang berbeda pada sumur gel berikutnya

D. Running sampel

(9)

Page 9 of 52 power supply

2. Running dilakuakn pada constant current 20 mA selama kurang lebih 40-50 menit atau sampai tracking dye mencapai jarak 0,5 cm dari dasar gel 3. Setelah selesai, running buffer dituang dan gel diambil dari plate

E. Pewarnaan Gel

1. Untuk tahap ini diperlukan larutan staining untuk mewarnai protein gel, pewarnaan yang dipakai adalah Comasie Brilliant Blue atau Silver Stain tergantung kegunaan. Staining dilakukan selama 30 menit

2. Larutan destaining untuk menghilangkan warna pada gel dan memperjelas band protein yang terbentuk.

KENDALA PADA ELEKTROPHORESIS Gel mengeras memerlukan waktu lama

 Terlalu sedikit APS atau TEMED. Naikkan komposisi sekitar 50%

 Suhu terlalu rendah. Pembuatan gel sebaiknya dilakukan di suhu ruang

 APS dan TEMED sudah terlalu lama. Gunakan yang baru

 Kulaitas akrilamida yang buruk. Gunakan akrilamida electrophoresis-grade

 Ada bahan yang tidak dimasukkan. Pastikan bahan untuk pembuatan gel terdaftar dalam list sehingga mudah dipantau

 Konsentrasi bahan yang tidak sesuai. Periksa konsentrasi supaya sesuai dengan protokol Gel terlalu lunak

 Kualitas akrilamida yang buruk

 Pembentukan ikatan silang yang terlalu sedikit. Perhatikan konsentrasi bahan-bahan penyusun

Tidak terjadi polimerisasi  Suhu terlalu rendah

 APS dan TEMED yang terlalu sedikit atau sudah lama

 Kualitas akrilamida yang buruk Ada lekukan di permukaan gel

 Katalis yang berlebihan sehingga gel membeku terlalu cepat. Turunkan konsentrasi APS dan TEMED masing-masing sekitar 25%

 Inhibisi gel karena polimerisasi memerlukan waktu lebih dari 1 jam. Naikkan APS dan TEMED sekitar 50%

Gel mudah patah

 Terlalu banyak ikatan silang. Periksa konsentrasi gel Gel berwarna putih

 Terlalu banyak bis-akrilamida. Periksa konsentrasi bis Kebocoran gel saat pembuatan

 Terdapat keretakan atau patahan kecil pada kaca plate. Periksa kaca plate dan apabila keretakan tidak terlalu parah maka bisa ditambal menggunakan parafilm

 Pemasangan kaca plate yang tidak sesuai. Pastika bagian bawah telah sejajar dan rata sehingga tidak ada larutan yang bisa keluar

Gel retak saat polimerisasi

(10)

Page 10 of 52

 Konsentrasi gliserol yang kurang pada buffer sampel

 Sisir yang dilepas terlalu cepat saat gel dalam proses polimerisasi sehingga terjadi webbing pada sumur. Pastikan gel terpolimerisasi sempurna sekitar 30 menit sebelum digunakan Larutan sampel berwarna kuning

 Larutan terlalu asam. Tambahkan sedikit NaOH supaya larutan berwarna biru

 Bromofenol biru yang terlalu sedikit pada buffer sampel Gel lepas dari kaca selama elektroforesis

 Kaca yang kurang bersih. Setelah dibersihkan dengan akuades, pastikan tidak ada sisa-sia tetesan air di dalam cetakan

Dasar sumur tampak melengkung ke bawah saat elektroforesis

 Umum terjadi apabila tedapat molekul dengan massa molekul besar dan bermuatan terjebak di sumur. Biasanya ditemukan pada sampel yang mengandung asam nukleat dengan jumlah banyak. Periksa kandungan asam nukleat pada sampel dan bersihkan sampai ke jumlah yang sewajarnya

Sumur yang buruk

 Sumur dapat rusak atau terdistorsi apabila sisir tidak dilepas dengan hati-hati. Lepaskan sisir dengan gerakan vertikal

 Apabila sisir sulit dilepaskan dari gel penahan, turunkan konsentrasi gel penahan

Webbing di sumur dapat disebabkan sisir yang terlalu longgar atau gel mengeras terlalu cepat. Pastikan sisir sesuai dengan cetakan kaca yang tersedia dan periksa konsentrasi APS dan TEMED

Gel retak saat elektroforesis

 Kondisi elektroforesis yang terlalu hangat. Hal ini umum terjadi pada gel dengan konsentrasi tinggi

Beberapa pita tidak bergerak turun

 Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan gelembung udara pada jalur pergerakan pita. Pastikan tidak ada gelembung saat menuang gel

Bagian atas gel yang terlalu lengket

 Terjadi penetrasi etanol yang digunakan untuk meratakan gel pemisah ke dalam gel. Pada saat meratakan gel, jangan sampai etanol ikut tercampur. Jangan membiarkan etanol tertinggal terlalu lama pada gel yang terlah terpolimerisasi atau bisa etanol bisa digantikan dengan air

Resolusi pita protein yang tidak sempurna

 Waktu elektroforesis yang tidak cukup. Tambahkan waktu running

 Ukuran pori-pori gel pemisah tidak sesuai dengan ukuran protein yang akan dianalisa. Atur konsentrasi gel pemisah

Pita protein memiliki ketebalan yang tidak seragam

(11)
(12)
(13)

Page 13 of 52

Proses Pembuatan Gel

(14)

Page 14 of 52

(15)

Page 15 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(16)

Page 16 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(17)

Page 17 of 52

Materi II

Haemacytometer Dasar Teori

Haemocytometer adalah alat awalnya dirancang untuk penghitungan sel darah . Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis lainnya. Hemositometer ini ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari tebal kaca slide mikroskop dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. ruang ini diukir dengan laser-terukir grid garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini juga diketahui. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan.(Wiki, 2011).

PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH LEUKOSIT / ERITROSIT

Menghitung jumlah sel-sel leukosit perliter darah (System International Units = SI unit) atau per satu mmk darah. Nilai normalnya 4000 - 11000 / mmk.Untuk penerapan hitung leukosit ada dua metode, manual dan elektronik. Pada umumnya metode elektronik belum digunakan secara umum.

Peralatan dan Bahan : 1. Haemocytometer

 bilik hitung

 pipet leukosit

 pipet eritrosit (untuk menghitung eritrosit)

Neubauer Improve : luas seluruh bilik 3 x 3 mm2. tinggi/dalam 0,1 mm. di dalam bilik terdapat : kotak besar : 1 x 1 mm2

Darah vena atau darah kapiler Cara Kerja

Mengisi pipet Leukosit

 Isaplah darah kapiler (kapiler, EDTA, atau oxalat) sampai pada garis tanda “0,5″ tepat.  Hapus kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet

 Masukkan ujung pipet kedalam larutan TURK sambil mempertahankan darah tetap pada garis tanda.

 Pipet dipegang dengan sudut 45 derajat dan larutan TURK dihisap perlahan-lahan sampai garis tanda “11″ tepat. Hati-hati jangan sampai terjadi gelembung udara.

(18)

Page 18 of 52  Kocoklah pipet tadi selama 15-30 detik. jika tidak segera akan dihitung letakkan pipet dalam posisi horizontal.

Mengisi kamar hitung

 Letakkan kamar hitung yang telah benar-benar bersih dengan kaca penutup yang terpasang mendatar di atas meja.

 Kocoklah pipet yang berisi tadi selama 3 menit terus menerus (jangan samapai ada cairan yang terbuang dari pipet saat mengocok)

 Buang semua cairan yang ada pada batang kapiler pipet (3 – 4 tetes) dan kemudian sentuhkan ujung pipet (sudut 30 derajat) dengan menyinggung pinggir kaca penutup pada kamar hitung.  Biarkan kamar hitung tersebut terisi cairan perlahan-lahan dengan gaya kapilaritasnya sendiri.  Biarkan kamar hitung yang sudah terisi tersebut selama 2-3 menit agar leukkosit-leukosit mengendap. jika tidak akan dihitung segera, simpan kamar hitung tersebut dalam cawan peti tertutup yang berisi kapas basah.

Cara menghitung sel

 Pakailah lensa objektif kecil (pembesaran 10x). turunkan lensa kondensor atau kecilkan diafragma mikroskop meja mikroskop harus datar.

 Kamar hitung dengan bidang bergaris diletakkan di bawah objektif dan fokus mikroskop diarahkan pada garis-garis bagi tersebut. Dengan sendirinya leukosit-leukosit akan jelas terlihat.

 Hitunglah semua leukosit yang terdapat dalam keempat “bidang besar” pada sudut-sudut “seluruh permukaan yang dibagi”.

 Mulailah menghitung dari sudut kiri atas, terus ke kanan, kemudian turun ke bawah dan dari kanan ke kiri dan seterusnya.

 Kadang ada sel yang menyinggung garis suatu bidang, sel-sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri atau garis atas haruslah di hitung.

 Sebaliknya sel-sel yang menyinggung garis sebelah kanan dan bawah tidak boleh dihitung. Perhitungan

 Pengenceran yang dilakukan pada pipet adalah 20 kali.

 Jumlah semua sel yang dihitung dalam keempat bidang itu dibagi 4 menunjukkan jumlah leukosit dalam 0,1 µl. Kalikan angka tersebut dengan 10 (untuk tinggi) dan 20 (untuk pengenceran) untuk mendapatkan jumlah leukosit dalam 1 ul darah. Singkatnya : Jumlah sel yang terhitung dikali 50 = jumlah leukosit per µl darah.

Catatan :

(19)

Page 19 of 52

Gambar kamar hitung Luasan untuk menghitung jumlah sel Leukosit

(20)

Page 20 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(21)

Page 21 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(22)

Page 22 of 52

Materi 3

Keselamatan Kerja di Laboratorium

Upaya Pencegahan dan Tindakan Terhadap Kecelakaan

1. Kebakaran

Bahan kimia atau reagensia yang mudah terbakar antara lain: benzena, alkohol, eter, aseton. Tindakan pencegahan agar tidak terjadi kebakaran:

 Tempat penyimpanan bahan kimia terpisah dari laboratorium

 Ruangan dirancang agar ventilasi baik, bebas dari sumber percikan listrik, asap rokok, bersuhu dingin dan kering (tidak lembab)

 Perlu diperhatikan bahwa bahan-bahan ini dapat berinteraksi dan bereaksi sehingga mampu menimbulkan ledakan atau kebakaran, sehingga bahan-bahan ini harus isimpan dengan urutan yang terpisah. Misalnya: asam sulfat dengan klorat, perklorat, permanganat, air, asam asetat dengan asam kromat, asam nitrat, perklorat, peroksida, Na-nitrat dengan amonium nitrat, kalium permanganat dengan etilen, asam sulfat, gliserin.

Tindakan yang dilakukan apabila terjadi kebakaran:

 Segera memindahkan bahan kimia yang menyebabkan kebakaran dan menjauhkkan bahan kimia lain yang mudah terbakar

 Untuk memadamkan api digunakan alat pemadam kebakaran atau pasir. Penyebab kebakaran dari bahan kimia CCl4 dan NaHCO3 dapat dipadamkan dengan alat pemadam kebakaran. Jika memungkinkan tidak menggunakan air sebagai alat pemadam, kecuali bila kobaran api sudah meluas.

 Korban kebakaran harus segera diselamatkan melalui pertolongan darurat.

 Jika seseorang pekerja laboratorium terbakar, pakaian segera di lepas, penderita dilarang berlari karena mengundang angin yang kan memperbesar nyala api. Luka bakar diambil tindakan pertama dengan mendinginkan dengan air dingin, kebersihan luka dijaga, dan menutup dengan kain bersih. Bila kuka bakar melepuh jangan dgaruk dan segera dibawa ke rumah sakit.

 Jika api telah padam, pintu, jendela dibuka untuk sirkulasi udara.

 Bahan-bahan yang rusak dibersihkan dan dilakukan observasi terhadap bagian-bagian yang rusak.

 Dalam keadaan luka bakar ringan, daerah luka sebaiknya didinginkan dengan air dingin, jaga kebersihan dan luka korban ditutup dengan kain yang bersih. Bila luka bakar berat, penderita sebaiknya berbaring dan ditenangkan. Setelah baju diambil dengan gunting, tindakan darurat selanjutnya adalah menghubungi dokter atau membawa ke rumah sakit.

2. Kaca Pecah

Tindakan yang harus dilakukan apabila terkena kaca:  Pecahan kaca di dalam luka harus diambil

 Setelah itu luka diberi desinfektan, agen penekan dan hemostatis serta diberi obat yang dapat menghentikanhemorhagi.

 Luka yang besar dan diikuti dengan pendarahan harus di bawh pengobatan dokter.  Jika serpihan kaca masuk ke dalam mata, jangan diusap tetapi dicuci dengan air. Dan

(23)

Page 23 of 52 3. Bahan Kimia Tumpah Pada Kulit

Bahan kimia yang dapat merusak kulit adalah asam dan basa keras. Dalam melaksanakan tugas di laboratorium disarankan, sebagai berikut:

 Pada saat menuang bahan kimia dari botol harus hati-hati jangan sampai menetes ke meja dan tertinggal di meja.

 Pada saat menggunakan bahan kima, jangan meletakkan bahan kima tersebut dekat dengan mata, dan jangan mengocok karena dapat tumpah

 Melarutkan asam sulfat dengan air harus sedikit dmei sedikit agar gelas tidak pecah.  Pipet atau buret harus digunakan untuk pengambilan asam atau basa yang pekat.  Tindakan terhadap bhan kimia yang mengenai bagian kulit dapat dicuci dengan air

yang cukup. Demikian juga bila terpercik dengan bahn kimia, tidak boleh menggosok (mengucek), tetapi harus dicuci dengan air yang mengalir. Selanjutnya dibasahi dengan larutan penetral berupa asam atau basa yang lemah.

 Apabila bahan kimia mengenai mata, maka dicuci dengan air secukupnya, tanpa diberikan penetral.bila rasa sakit yang berlanjut maka diperlukan pertolongan dokter. Khusus gas amonia perlu perhatian serius karena dapat menyebabkan kebutaan.

4. Menghirup Gas Berbahaya

Pada saat melaksnakan pencampuran bahan-bahan kimia berikut ini akan menimbulkan gas beracun. Karena itu dikerjakan dengan hati-hati. Misalnya: senyawa nitrat dengan asam sulfat menimbulkan gas nitrogen oksida, senyawa sulfida dengan asam menimbulkan gas asam sianida. Gas beracun yang berasal dari bahan kimia masuk melalui pernapasan, korban merasa tercekiki, karena menyumbat saluran pernapasan. Upaya pencegahan dan pertolongan pertama yang dapat diberikan:

 Jangan sekali-kali menghirup gas beracun

 Melengkapi laboratorium dengan lemari asam (fume hood), pintu jendela yang dapt dirancang denganventilasi yang baik sehingga membatasi pemaparan gas beracun.  Upaya penyelamatan, korban harus segera dipindahkan ke tempat yang berudara

terbua dan segar serta dijauhkan dari bau gas beracun. Ditidurkan telentang dan diberi selimut.

5. Menelan Bahan Kimia yang Beracun

Upaya pencegahan dan pertolongan pertama yang dilakukan:

 Pada saat memipet bahan kimia harus dilakukan dengan hati-hati.  Bila terlanjur masuk ke dalam mulut, harus segera diludahkan.

 Bila sudah tertelan maka harus diupayakan agar korban muntah sehingga bahan kimia beracun keluar dari muut dengan menggunakan obat muntah (emetics), misalnya larutan garam 20%

 Bila berhasil (sembuh), perawatan lebih lanjut diberikan obat penawar racun (antidotes) seperti: air susu.

6. Tersengat Aliran Listrik

Kejadian tersengat listrik dapat dicegah dengan cara:  Menggunakan sepatu sebagai alas kaki

(24)

Page 24 of 52 Korban yang tersengat listrik sampai (shock) atau pingsan, sumber listrik harus dicabut terlebih dahulu dan baru penderita ditenangkan. Apabila sampai menderita luka bakar, perlu diberikan tindakan darurat dan kmudian dibawa ke dokter atau rumah sakit.

7. Ledakan

Upaya menurunkan bahaya ledakan pada pekerja laboratorium dengan membuat dinding besi, beton atau kaca. Sumber ledakan biasanya berasal dari:

 Pemanasan bahan kimia yang mudah terbakar  Proses destilasi bahan kimia

 Senyawa keras (caustics), seperti: metal Na, KclO,H2O2, yang dicampur dengan pelarut yang mudah menguap seperti: eter, gas metana, asetilin.

 Bahan kimia yang inkompatibel disimpan berdekatan.

Jika ledakan luka robek dan terbakar sebaiknya diberikan tindakan darurat dan korban sebaiknya dibawa ke dokter atau ke rumah sakit setelah distabilkan.

Saran Dalam Penggunaan Alat Agar Aman:

Dalam penggunaan alat disarankan untuk melaksanakan hal-hal berikut

 Tangan harus dicucui bersih dan dijaga kering.

 Jangan mengambil cawan untuk ditimbang dengan menggunakan tangan, namun harus dengan forceps.

 Sering terjadi tutup desikator lepas saat diangkat, oleh karena itu memegang desikator harus penuh hati-hati. Tutup desikator tidak boleh diletakkan terbuka di atas meja. Plate (bagian bibir desikator) harus bersih dan terbebas dari bahan sampel yang dikeringkan. Sampel yang dikeringkan dalam desikator jangan terlalu penuh.

 Timbangan analitis harus dalam keadaan kering dan pintu tertutup. Dihindari bahan yang lembab, kotor dan berlemak disekitar tempat menimbang (balance pan). Jangan memegang batu timbangan dan sampel yang ditimbang dengan tangan.

 Penggunaan oven harus sesuai instruktur kerja atau yang telah didemonstrasikan oleh teknisi atau instruktur.

Saran Sebelum Melaksanakan Analisis

Sebelum melaksanakan analisi disarankan, sebagai berikut:

 Belajar dari teknisi atau instruktur tentang prosedur analisis yang dilaksanakan.

 Dilarang memulai analisi sebelum mengerti prosedur analisi, setelah mengerti baru menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.

 Peraturan penggunaan laboratorium harus memakai sepatu tertutup dan jas laboratorium.  Setelah selesai menimbang, alat harus dibersihkan.

 Hati-hati dlaam menuang bahan kimia dari botol. Jangan meninggalkan tetesan di luar botol dan mengenai label.

 Perhatikan apakah pipet yang digunakan itu loop pipet (pipet yang harus di tiup)

 Bila memanaskan atau memasak bahan dalam laeutan harus dimulai dengan api yang kecil terlebih dahulu.

 Jangan melaksanakaan pencampuran asam pekat dengan basa pekat.

 Bila melarutkan asam atau basa pekat dengan air, maka asam atau basa pakai itu dituangkan ke dalam air, jangan sebaliknya (Berbahaya!)

 Jangan melarutkan KOH dan NaOH ke dalam air panas

(25)

Page 25 of 52  Perlu diperhatikan dalam pelaksanaan analisis, ada istilah:

1. Air: adalah aquadestilata, kecuali secara spesifik disebut air kran

2. Alkohol: adalah etil alkohol 95%. Bila ingin membuat alkohol yang lebih encer, misalnya a% dapat dibuat dengan mengencerkan a ml alkohol 95% tersebut dengan air sehingga menjadi 95ml

3. Etil eter: etil eter yang bebas peroksida

4. Tanda (1+1), (1+2) dan seterusnya: angka pertama adalah volume kimia yang digunakan dan angka kedua adalah volume air.

 Bila menggunakan tanur untuk pengabuan sampel harus dimulai dari suhu rendah secara bertahap naik ke suhu tinggi yang diinginkan.

 Gelas piala, cawan dan alat dari gelas yang masih panas jangan dimasukkan langsung ke dalam air tetapidiletakkan di atas kayu yang disediakan. Jangan diletakkan dia atas meja yang diat atau di atas segel porselin.

 Alat-alat yang dipecahkan harus segera diganti, bila praktikan yang melakukan maka harus segera mengganti

 Setelah selesai analisi, alat yang digunakan dicuci sampai bersihdan bila perlu beberapa alat dikeringkan, kemudian disimpan pada tempat yang disediakan

(26)

Page 26 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(27)

Page 27 of 52

Manual Praktikum

MK Teknik Analisis Laboratorium (Nutrisi dan Makanan Ternak) Semester Genap 2018/2019

Oleh :

Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

LABORATORIUM NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2018

(28)

Page 28 of 52

MK Teknik Analisis Laboratorium (Nutrisi dan Makanan Ternak) Semester Genap 2018/2019 hemiselulosa, dan protein yang berikatan dengan dinding sel. Bagian yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai Detergent Soluble (NDS) yang mewakili isi sel dan mengandung lipid, gula, asam organik, non protein nitrogen, peptin, protein terlarut dan bahan terlarut dalam air. Serat kasar terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin, sehingga nilai ADF lebih kurang 30 persen lebih tinggi dari serat kasar pada bahan yang sama.

Prosedur kerja analisis kadar ADF, NDF, selulosa, hemiselulosa dan lignin menurut Van Soest, (1976) :

Penentuan Kadar Acid Detergent Fiber (ADF)

1. Timbang sampel 0,3 gram (a gram) kemudian masukkan kedalam tabung reaksi 50 ml 2. Tambahkan 40 ml laritan ADF kemudian tutup rapat tabung reaksi tersebut

3. Refluks dalam air mendidih selama 1 jam

4. Saring dengan sintered glass yang telah diketahui beratnya (b gram) sambil diisap dengan pompa vacum

5. Cuci dengan lebih kurang 100 ml air mendidih sampai busa hilang dan 50 ml alkohol 6. Ovenkan pada suhu 100oC selama 8 jam atau dibiarkan bermalam

7. Dinginkan dalam eksikator lebih kurang ½ jam kemudian timbang (c gram) Perhitungan:

Penentuan Neutral Detergen Fiber (NDF) 1. Timbang sampel 0,2 gram (a gram)

2. Masukkan kedalam tabung reaksi 50 ml

3. Tambahkan 25 ml larutan NDS, kemudian tutup rapat tabung reaksi tersebut 4. Refluks dalam air mendidih selama 1 jam

5. Saring dengan sintered glass yang telah diketahui beratnya (b gram) sambil diisap dengan pompa vacum

6. Cuci dengan lebih kurang 100 ml air mendidih hingga busa hilang 7. Cuci dengan lebih kurang 50 ml alkohol

8. Ovenkan pada suhu 100oC selama 8 jam atau dibiarkan bermalam

9. Dinginkan dalam eksikator lebih kurang ½ jam kemudian timbang (c gram) Perhitungan:

(29)

Page 29 of 52 1. Sintered glass yang berisi ADF diletakkan diatas petridisk

2. Tambah 20 ml H2SO4 72%

3. Sekali-kali diaduk untuk memastikan bahwa serat terbasahi dengan H2SO4 72% tersebut 4. Biarkan selama 3 jam

5. Hisap dengan pompa vacum sambil dibilas dengan air panas secukupnya 6. Ovenkan selama 8 jam pada suhu100oC atau dibiarkan bermalam

7. Masukkan ke dalam deksikator kemudian timbang (d gram)

8. Masukkan kedalam tanur listrik atau panaskan hingga 500oC selama 2 jam, biarkan agak dingin kemudian masukkan kedalam deksikator selama ½jam

(30)

Page 30 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(31)

Page 31 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(32)

Page 32 of 52

Materi II

Pengukuran Kecernaan In vitro (Tilley dan Terry, 1963) Dasar Teori

Alat :

- Labu ukur 3500 ml

- Penangas yang dilengkapi dengan stirer - Inkubator Kecernaan secara in vtro dengan menggunakan cairan rumen sapi sebagai media percobaan untuk mengukur kecernaan BK dan BO (Tilley dan Terry, 1963), yang dimodifikasi oleh Van der Meer (1980).

Cara Kerja :

1. Kedalam Labu ukur 3500 ml dimasukan : - 520 ml larutan a

- 5,2 g MgCl2 (larutan b) - 5,2 g CaCl2 (larutan c)

Kemudian ditambahkan aquades sampai tepat 2069,6 ml, ambil dikocok. Diukur pH nya (Ph = 6,9) pada temperatur 38-39 0C.

2. Mengambil cairan rumen yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam larutan buffer dengan perbandingan cairan rumen : larutan buffer 1 : 4. Selanjutnya dialiri gas CO2 dan dipanaskan di atas penangas yang dilengkapi dengan stirer pada suhu 39 0C selama 20 menit.

3. Menimbang 0,5 gram sampel (BK 88-92 %), lalu dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang diberi nomor (untuk setiap sampel dilakukan 2 kali ulangan), dan dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 39 0C (sekitar 1 hari sebelum pelaksanaan). Ukuran sampel 0,5 – 1,0 mm.

4. Kedalam tabung fermentor yang telah ditambahkan sampel 0,5 gram ditambahkan 50 ml campuran larutan buffer dan cairan rumen dengan perbandingan 4 : 1. Sebelum tabung ditutup dengan karet, dialiri lebih dahulu dengan CO2 selama kurang lebih 15 detik agar kondisi an-aerob. Tabung-tabung tersebut dimasukkan rak dan dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 39 0C.

(33)

Page 33 of 52 6. Dibuat 4 tabung yang terdiri dari 2 tabung untuk balnko dan 2 tabung untuk standar berupa

rumput gajah yang telah diketahui kecernaan secara in vivo.

7. Setelah inkubasi berlangsung selama 48 jam tabung-tabung diambil dari inkubator dan aktifitas mikroba dihentikan dengan cara direndam dalam air es.

8. Dilakukan centrifuge pada 2500 rpm selama 15 menit.

9. Residu sampel yang hasil centrifuge pada 2500 rpm selama 15 menit akan ditambah dengan 50 ml larutan HCL – Pepsin, dimasukkan kembali ke dalam inkubator pada suhu 39 0C, selanjutnya diinkubasikan selama 48 jam, tanpa penutup bunsen valve dan dikocok 2 kali sehari.

10.Kemudian didigeti selama 48 jam, tabung diambil dan dipindahkan isi tabung fermentor ke dalam kertas saring yang telah ditimbang.

11.Kertas saring dan residu dikeringkan dalam oven 105 0C satu malam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kehilangan bahan kering.

12.Bahan organik diperoleh dengan mengabukan kertas saring dan residu dalam tanur pada suhu 550 0C selama 4 jam atau sampai sampel berwarna putih, didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang.

Dihitung presentase KcBK dan KcBO dikalikan kecernaan sampel standar sebagai faktor korelasi. Berikut rumus kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO) yaitu :

1. Kecernaan Bahan Kering (KcBK) (%)

= BK sampel − (BK residu − BK blangko)BK sampel x 100 % x KcBK standar in − vitroKcBK standar in − vivo 2. Kecernaan Bahan Organik (KcBO) (%)

(34)

Page 34 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(35)

Page 35 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(36)

Page 36 of 52

Materi III

Pengukuran produksi gas (Makkar et al. 1995) Dasar Teori

Alat-alat :

1. Syringe (diameter 32 mm, panjang 200 mm, volume 100 ml) 2. Waterbath Selanjutnya sebelum piston dimasukka ke dalam syiringe, terlebih dahulu diolesi dengan dengan vaselin. Ujung dari syringe dihubungkan dengan selang karet silicon panjangnnya sekitar 5 cm dan dapat ditutup dengan klep plastik. Cairan rumen yang digunakan dalam pengukuran gas tersebut berasal dari 1 ekor sapi PFH jantan yang berfistula, yang telah disaring terlabuh dahulu. Cairan rumen sebelum dimasukkan dalam sringe dicampur terlebih dahulu dengan larutan buffer dangan perbandingan 1:3.41 (v/v).

Larutan buffer (tipa 1 liter) terdiri dari : NaHCO335 gram + NH4HCO3 4 gram, dilarutkan dalam 1 liter aquadest. Larutan makro mineral (tiap 1 liter) terdiri dari : Na2HPO4 5,7 gram + KH2HPO4 6,2 gram + MgSO4 7 H2O 0,6 gram + NaCL 2,22 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest. Larutan mikro mineral (tiap 100 ml) terdiri dari CaCL2 2 H2O 13,2 gram+MNCL2 4 H2O 10 gram+CoCl2 6 H2O +FeCL3 6 H2O 0,8 gram, dilarutkan dalam aquadest sampai volumenya 100 ml. Larutan resazurin : 0,1 gram resazurin dilarutkan dengan aqudest sampai volumenya 100 ml. Redukter solvent (di- buat sesaat sebelum mengambil cairan rumen) terdiri dari Na2S 9H2O 0,58 gram + NaOH 1 M 3,7 ml.

(37)

Page 37 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

- Aquadest : 1095 ml - Buffer : 730 ml - Makro mineral : 365 ml - Mikro mineral : 0,23 ml - Resazurin : 1 ml - Reduktor : 60 ml

Larutan buffer campuran ini dimasukkan dalam labu, dicampur dan dipanas-kan pada suhu 390C dalam waterbath. Gas CO2 dialirkan, sementara itu reduktor ditambahkan. Larutan yang berwarna kebiru-biruan akan berubah menjadi agak merah kemudian menjadi tidak berwarna. Cairan rumen dari cairan feses sebanyak 660 ml masing-masing dimasukkan kedalam labu, dan CO2 tetap dialirkan dalam labu. Larutan buffer campuran dengan cairan rumen tersebut dimasukkan dalam syringe dengan menggunakan pipet otomatis sebanyak 50 ml. Gelembung-gelembung udara yang ada dalam syringe dikeluarkan secara perlahan melalui selang silikon selanjutnya klip plastik pada selang silikon ditutup dan dibaca volumenya (V0), kemudian syringe ditempatkan dalam waterbath pada suhu 390 C. Blanko dibuat dengan cara seperti diatas hanya tanpa penambahan sampel. Pada pengukuran volume produksi gas dicatat setelah inkubasi 2, 4, 8, 12, 24, dan 48 jam. Produksi gas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

V

blanko

= V

blanko t

V

O

(38)

Page 38 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(39)

Page 39 of 52

Laporan Sementara :

(40)

Page 40 of 52

Amonia (NH3) akan menguap apabila bereaksi dengan Natrium Karbonat (NaCO3), kemudian ditangkap oleh asam borat (H3BO4) berindikator Metil Merah dan Brom Kresol, kemudian dilakukan titrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai warna semula, banyaknya H2SO4 untuk merubah warna merupakan indikasi banyaknya kandungan NH3.

Alat-alat:

Petridish volume Conway, pipet ukur, beaker glass, buret dan PH meter. Bahan:

Sampel cairan rumen, vaselin, H2SO4 pekat, larutan H3BO3 4% berindikator metal merah dan brom kresol hijau, Na2CO3 jenuh dan H2SO4 0,005 N.

Prosedur Kerja:

1. 5 ml cairan rumen dari syringe setelah pembacaan produksi gas pada inkubasi jam 24 jam ke botol yang telah diisi 5 tetes H2SO4 pekat guna menghenti kan proses fermentasi mikroba serta mengikat N agar tidak menguap.

2. Sebelumnya cawan Conway dan tutupnya telah diolesi vaselin

3. kemudian sebanyak 1 ml cairan supernatan dimasukkan kedalam salah satu ujung alur cawan, sedangkan pada ujung yang lain dimasukkan 1 ml NaCO3 jenuh.

4. Pada bagian tengah cawan dimasukkan 1 ml larutan H3BO3 berindikator metil merah dan Brom Kresol hijau ber PH 5,2.

5. Cawan conway ditutup dengan cepat dan rapat lalu cawan dimiringkan dengan harapan larutan Na2CO3 jenuh dapat bercampur dengan supernatan.

6. Setelah disimpan selama 24 jam dalam suhu kamar, dilakukan titrasi pada larutan H3BO3 dengan menggunakan larutan H2SO4 0,005 N hingga warna berubah dari biru menjadi merah jingga (seperti warna semula).

Kadar NH3 mg/100 ml cairan rumen dihitung dengan rumus:

Konsentrasi NH3 = ml titrasi H2SO4 x n H2SO4 x BM NH3 (mg/ml cairan rumen) ml sampel

ml H2SO4 = Titrasi H2SO4

n H2SO4 = Normalitas H2SO4 (0,005 N)

(41)

Page 41 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(42)

Page 42 of 52

Laporan Sementara :

(43)

Page 43 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

Materi I

Pengambilan Sampel Pakan, Feses dan Urin Dasar Teori

Pada periode pengumpulan data, pakan yang diberikan pada tiap ekor ternak dan yang tersisa, urine dan juga feses yang dikeluarkannya ditimbang setiap hari dan sampel masing-masing diambil. Kemudian sampel yang terkumpul dianalisa kandungan zat makanannya di laboratorium. Alat yang digunakan : 1. Pengambilan sampel bahan pakan :

 Sampel hijauan 200 g, diambil setiap kali pemberian pakan dimasukkan dalam kantong plastik dan diberi label

 Sampel konsentrat 50 g, diambil satu kali karena kandungan nutrisinya konstan, masukkan dalam kantong plastik dan diberi label

2. Pengambilan sampel sisa pakan  Diambil pada pagi hari

 Ditimbang seluruh sisa pakan dan diambil sampel sisa pakan sebanyak 10 % dari bobot sisa pakan, dimasukkan dalam kantong plastik dan diberi label

3. Pengambilan sampel urine

 Diambil pagi hari seluruh urine

 Disaring urine dan dimasukkan dalam gelas ukur (ukur volume)  Diambil sampel sebanyak 10 %

 Dimasukkan botol, ditetesi dengan H2SO4 dan diberi label 4. Pengambilan sampel feses

 Diambil feses pada pagi hari dan ditimbang  Diambil sampel sebanyak 10 % dari bobot feses

(44)

Page 44 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(45)

Page 45 of 52

Laporan Sementara :

(46)

Page 46 of 52

Kecernaan In Vivo Dasar Teori

Pengukuran daya cerna secara in vivo merupakan cara pengukuran daya cerna suatu pakan dengan menggunakan hewan percobaan. Pakan yang diuji diberikan secara langsung pada hewan percobaan, kemudian diukur berapa jumlah yang dikonsumsi dan yang dikeluarkan lewat feses. Pakan yang dikonsumsi merupakan selisih antara jumlah pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang tersisa. Pengukuran ini menggunakan kandang khusus yang disebut kandang metabolis, yaitu kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan tempat koleksi feses serta urine.

Dalam pelaksanaannya, pengukuran daya cerna dengan cara ini dilakukan paling sedikit selama 14 hari yang dibagi menjadi dua periode yaitu periode pendahuluan (preliminary period) dan periode pengumpulan data (collecting period). Periode pendahuluan dilakukan sedikitnya selama 7 hari atau sampai hewan percobaan terbiasa dengan pakan yang sedang diuji. Hal ini ditandai dengan konsumsi pakan yang relatif konstan setiap hari. Tujuan periode ini adalah agar terjadi penyesuaian hewan percobaan terhadap pakan yang sedang diuji dan untuk meniadakan pengaruh pakan yang dikonsumsi oleh ternak pada beberapa waktu sebelumnya. Setelah periode pendahuluan dilaksanakan maka diikuti dengan periode pengumpulan data yang dilakukan selama 7-14 hari. Pada periode ini, pakan yang diberikan pada tiap ekor ternak dan yang tersisa dan juga feses yang dikeluarkannya ditimbang setiap hari dan sampel masing-masing diambil sebanyak kurang lebih 10 %. Kemudian sampel yang terkumpul dianalisa kandungan zat makanannya di laboratorium.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : - Timbangan

- Kandang metabolis sebanyak ternak yang digunakan

- Ember penampung/pengumpul feses masing-masing kandang 1 buah - Ember pengumpul urine masing-masing kandang 1 buah

- Kantong plastik tempat sampel urine, feses, pakan hijauan dan konsentrat - Sebuah freezer atau kulkas

- Spidol permanen untuk memberi tanda - Gelas ukur 10 ml

- Chopper untuk hijauan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : - Kambing

- Pakan ternak kambing (hijauan dan konsentrat) - Air minum

(47)

Page 47 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(48)

Page 48 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(49)

Page 49 of 52

Materi III

Kecernaan In Sacco Dasar Teori

Untuk mengetahui nilai manfaat suatu pakan perlu dilakukan percobaan kecernaan pakan pada

ternak, karena dari hasil analisis kimia terhadap suatu pakan hanya menggambarkan nilai zat-zat

makanannya tanpa nilai manfaatnya. Kecernaan in sacco merupakan pengukuran kecernaan pakan dengan

memasukkan bahan pakan dalam kantong nilon ke dalam alat pencernaan ruminansia. Kecemaan secara in

sacco dengan menggunakan metode kantong nilon adalah suatu metode yang sederhana untuk mendapatkan

informasi dasar tentang nilai nutrisi pakan (kecernaan), dengan cara menempatkan kantong nilon berisi

sampel pakan di dalam rumen selama waktu tertentu. Pori-pori kantong nilon berkisar antara 20- 50m yang

ditempatkan dalam rumen temak ruminansia meialui canula, berat sampel yang di masukkan kedalam

kantong nilon berkisar 2,5-5 gram bahan kering. Faktor yang mempengaruhi kecemaan in sacco antara lain :

lama inkubasi, ukuran sampel dan saat pencucian. Masa inkubasi pakan di dalam rumen meialui percobaan

kecemaan in sacco adalah 12-36 jam untuk konsentrat, 24-60 jam untuk hijauan bemilai nutrisi baik dan

48-72 jam untuk hijauan berserat kasar tinggi, sehingga dengan mengetahui jumlah pakan yang hilang dari

kantong nilon, maka dapat diketahui koefesien kecemaan dan laju degradasi.

Penentuan degradasi bahan pakan di dalam rumen pada berbagai masa inkubasi telah dijelaskan oleh Ørskov et al. (1980).

Penyiapan sampel

Materi yang digunakan adalah satu ekor sapi berfistula rumen dengan diameter bagian dalam 1 cm. Selama percobaan, sapi diberi makanan basal yang mengandung bahan pakan sesuai perlakuan secara ad libitum. Kantung yang digunakan dalam percobaan berbahan polyester dengan ukuran 6 cm x 12 cm dengan lubang pori-pori lebih kurang 60 mikron. Berat kantung nilon kering sekitar 0,5 g-1,0 g. Setiap kantung diberi nomor sebagai tanda perlakuan, dan setiap bahan pakan membutuhkan dua kantung untuk pengamatan secara duplo. Sampel yang digunakan adalah bahan pakan kering udara (as fed basis) dan telah dihaluskan dengan hammer mill sampai berukuran 1 mm.

Prosedur Teknik Kantung Nilon

Teknik kantung nilon ini dapat digunakan untuk menyaring pakan pada tingkat taksiran awal nilai gizinya. Prosedur teknik kantung nilon adalah sebagai berikut:

1. Timbang kantung nilon kering, kemudian catat bobot kantung (a gram).

2. Timbang 3 gram untuk bahan pakan hijauan atau 5 gram untuk bahan pakan sumber protein (biji-bijian), kemudian catat bobot bahan (b gram).

3. Ikat kantung nilon pada tali plastik yang telah diberi pemberat. ƒ

4. Masukkan ke dalam rumen untuk inkubasi pada waktu yang berbeda-beda. Masa inkubasi

(50)

Page 50 of 52 1. Keluarkan kantung nilon beserta tali dari dalam rumen dan masukkan ke dalam timba yang berisi air hangat untuk menjaga fermentasi dan mencuci partikel-partikel pakan keluar dari kantung.

2. Lepas kantung nilon dari tali pengikat dengan menggunakan gunting. 3.Cuci kantung nilon dengan air mengalir sampai air berwarna jernih.

4. Keringkan kantung nilon pada 60ºC selama 18-24 jam atau sampai beratnya tidak berubah.

5. Timbang kantung nilon beserta bahan pakan, catat bobot sampel (c gram). 6. Persentase residu sampel dapat dihitung menggunakan rumus:

Laju degradasi BK dapat dihitung menggunakan persamaan Ørskov dan McDonald (1979):

p = a + b (1- e -ct), di mana: p = degradabilitas pada waktu t.

a = bagian yang dapat larut dalam air (%, waktu 0 jam) b = bagian yang potensial dapat didegradasi (%) c = laju degradasi dari b (%/jam)

e = konstanta eksponensial t = waktu inkubasi (jam)

(51)

Page 51 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

(52)

Page 52 of 52 Tanda Tangan Dosen/Asisten :

……… ……….

Gambar

Gambar Elektroforesis Mini-Protean 3

Referensi

Dokumen terkait