• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implikasi Hukum Suksesi Negara Republik Sudan Selatan Ditinjau dari Hukum Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Implikasi Hukum Suksesi Negara Republik Sudan Selatan Ditinjau dari Hukum Internasional"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Putri Purbasari Raharningtyas Marditia

NIM. E 0008412

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan ditinjau dari Hukum Internasional.

Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan. Teknik analisis data adalah metode deduktif.

Hasil penelitian mengenai implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan terhadap perjanjian internasional didasarkan pada perjanjian dimasa transisi yaitu Comprehensive Peace Agreement (CPA). Implikasi hukum terhadap hutang negara adalah masih dalam tahap perundingan antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan. Implikasi hukum Suksesi negara terhadap kewarganegaraan telah mencapai kesepakatan tentang prinsip 'Empat Kebebasan'. Implikasi hukum terhadap arsip negara yang berhubungan dengan wilayah akan berpindah mengikuti kepemilikan wilayah Republik Sudan Selatan dan tanpa disertai pembayaran ganti rugi kepada Republik Sudan . Implikasi hukum terhadap penguasaan public property mengikuti wilayahnya. Implikasi hukum terhadap penguasaan Privat property adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang mementingkan kepentingan Republik Sudan, Republik Sudan Selatan dan pihak swasta. Implikasi hukum terhadap keanggotaan organisasi internasional dilakukan secara terpisah antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan . Implikasi hukum terhadap Claims in Tort & Delict dibebankan kepada presiden Republik Sudan dan dilakukan oleh ICC.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Putri Purbasari Raharningtyas Marditia, E0008412. AN ANALYSIS ON THE LEGAL IMPLICATION OF THE REPUBLIC OF SOUTH SUDAN’S SUCCESSION PURSUANT TO INTERNATIONAL LAW. Thesis. Faculty of Law of Sebelas Maret University.

This research aims to find out the legal implication of the Republic of

South Sudan‟s Succession Pursuant to International Law. This study is a

normative or a doctrinal legal research which is descriptive in nature. This research employes both statute approach and conceptual approach. The type of data used in this research is secondary data. The technique of collecting data is library study; whilethe technique of analysing data is a deductive method.

The result of research shows that the succession of the Republic of South Sudan from The Republic Sudan was based on the agreement of transitional period, namely Comprehensive Peace Agreement (CPA). The legal implication to the state debt still on going at the reconciliation stage between the Republic of the Sudan and the Republic of South Sudan. The legal implication of state succession to citizenship is based on“Four Freedom” principles. The legal implication for

the state‟s archive relating to the territorial jurisdiction is transferred directly to

the Republic of South Sudan‟s territorial paying compensation to the Republic of

the Sudan. The legal implication for public properties is followed the territorial jurisdiction. The transfer of private properties should consider the best interest of the two countries and the private parties Following a succesion. The mempership of the parent state in international organizations is not automatically transferred to the new state. In addition, the charge of crimes against humanity against the President of the Republic of the Sudan will not affect the Republic of South Sudan.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Kehidupan adalah suatu pilihan. Apakah kita mau hidup kaya atau miskin, tergantung atas keputusan dan tindakan kita sepenuhnya.

dan

Kebahagiaan akan timbul dalam diri kita apabila kita melakukan sesuatu yang

benar-benar kita sukai.” (Walter Elias Disney)

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

 Tuhan dan Tuhan Yesus for blessing me always;  Bapakku; who always gave me confidence;  Ibuku, who taught me to never stop dreaming;

 Saudara kembarku, who always keep and raise my spirits;  Bangsa dan Tanah Air ku Indonesia.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang serta diiringi rasa syukur penulis panjatkan, sehingga penulisan hukum (skripsi) dengan judul“ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA

REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM

INTERNASIONAL.” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam setiap proses penyelesaian penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dengan segala kerendahan hati, dan semoga kebaikan pihak-pihak yang telah membantu akan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Terima kasih saya haturkan terutama kepada:

1. Prof. Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberiizin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hokum ini. 2. Bapak Waluyo, S.H., M.Si. selaku Pembimbing Akademik penulis selama

menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada penulis.

3. Ibu Sri Lestari, S.H., M.Hum., Selaku Pembimbing Penulisan Hukum (skripsi) I dan Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan sabar memberikan ilmu, tenaga, dan waktu untuk diskusi, membimbing, dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian penulisan hukum ini.

(10)

commit to user

x

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan.

6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta terima kasih atas bantuannya.

7. Bapak, ibu dan saudara kembarku tercinta, terima kasih atas cinta, doa dan pengorbanannya selama ini hingga sampai detik ini penulis hanya dapat membalas dengan doa dan hanya mampu berucap terima kasih.

8. Kementrian Luar Negeri khususnya Direktorat Hukum, yang telah memberikan Penulis banyak pelajaran dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Terutama terimakasih kepada Bapak Diar Nurbiantoro, SH, MH, Ibu Levi, Bapak Ricky, Bapak Didit, Mba Lisa , Mba Lea, Mas Wawan, Mas Wendy, Mas Faisal, Mas Dimas dan Mas Dumas.

9. Kepada Direktorat Timur Tengah Bapak Bambang dan KBRI di Sudan Bapak Mulyadi terimahkasih atas kerjasamanya dalam pemberian info seputar kondisi Republik Sudan.

10.Devi Nurmalasari, dan Mas Wasis Susilo yang selalu memberi motivasi dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan segala masalah dalam penyusunan penulisan ini.

11.Spesial untuk Mba Pradina Kurnia yang selalu setia menjadi teman seperjuangan disaat susah.

12.Rekan-rekan Magang Kementrian Luar Negeri, Ira, Mohamad Ali, Astri, Lisa, Rani dan yang lainnya.

13.Semua pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dan mengisi hari-hari penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(11)

commit to user BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. Hasil Penelitian………... 1. Gambaran Umum Republik Sudan………. 2. Proses Suksesi Negara Republik Sudan……….. 3. Kondisi Terahkir Republik Sudan Dan Republik

(12)

commit to user

xii

B. Pembahasan………...

BAB IV. PENUTUP……….

A. Simpulan……….

B. Saran………

DAFTAR PUSTAKA………...

(13)

commit to user

xiii BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional yang pertama dan utama, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis negara merupakan subjek hukum yang pertama muncul pada awal mula pertumbuhan hukum internasional, sedangkan secara faktual dalam perkembangannya peranan negara sebagai subjek hukum internasional melalui hubungan internasional banyak melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah penting dalam hukum internasional sehingga menjadikan negara sebagai subjek hukum internasional yang utama (Huala Adolf, 2010: 3).

Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya adalah, negara memiliki kedaulatan atau sovereignity. Melalui kedaulatan tersebut, membuat negara mampu melakukan

perjanjian internasional, mengirim atau menerima duta besar dan menyatakan damai atau perang terhadap negara lain. Negara memiliki unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat diklasifikasikan sebagai subjek hukum yang memiliki legal capacity dalam hukum internasional, yang diatur dalam Pasal 1 Montevideo (Pan

American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 unsur-unsur tersebut

(Huala Adolf, 2010: 9) meliputi : a permanent population , a defined territory, a government; and a capacity to enter into relations with other state.

Eksistensi negara dalam hukum internasional selalu mengalami pembaharuan. Pembaharuan tersebut terlihat dengan munculnya negara-negara baru, antara lain melalui suksesi. Suksesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu proses pergantian kepemimpinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Alvin Hasan dkk, 2003: 300). Sedangkan menurut Black's Law Dictionary (Garner Bryan, 2009: 940), Succession is The act of withdrawing from membership in a group berdasarkan pengertian tersebut

(14)

commit to user

xiv

Suksesi negara menurut The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978, Pasal 2 huruf (b) dinyatakan bahwa perpindahan

suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut, sehingga yang berhubungan dengan suksesi dapat berupa penggabungan, perpisahan, atau pembentukan negara baru dimana konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan (Malcolm Shaw, 2009: 675). Beberapa contoh negara yang muncul dari suksesi misal Jerman sebagai akibat penggabungan Jerman Barat dan Jerman Timur pada 9 November 1989 (Angela Stent E, 1998: 75), atau Timor Leste yang memisahankan diri dari Indonesia pada tahun 1999.

Suksesi dalam prakteknya dibedakan menjadi dua jenis yaitu suksesi pemerintahan dan suksesi negara (Sefriani, 2011: 294). Suksesi pemerintahan adalah terjadinya penggantian pemerintah lama oleh pemerintah baru, baik secara konstitusional atau tidak konstitusional dan bersifat internal dalam suatu negara. Suksesi negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu suksesi negara universal dan suksesi negara parsial. Suksesi negara menimbulkan dua pihak, yaitu predecessor state (negara terdahulu/ negara yang tergantikan) dan successor state (negara baru/ negara yang mengantikan) (Jawahir Thontowi, 2006: 212).

Kenyataannya suksesi negara merupakan casu sui generalis atau suatu peristiwa yang umum, namun memerlukan penanganan khusus dalam prakteknya, karena dalam proses suatu suksesi negara memiliki implikasi hukum yang komplek yang melibatkan perpindahan tanggung jawab suatu predecessor state kepada successor state (Patrick Dumberry, 2007: 192). Implikasi hukum suksesi negara meliputi akibat hukum terhadap perjanjian internasional, privat property, public property, arsip negara, hutang negara, kewarganegaraan, keanggotan

organisasi internasional dan claims in tort & delict (Sefriani, 2011: 296-312). Suksesi negara dalam hukum internasional diatur dalam Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933, The Vienna

Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna

Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and

(15)

commit to user

xv

internasional dalam suksesi negara, karena Konvensi Montevideo 1933 dijadikan sebagai penilaian awal, bagi negara baru tersebut, apakah dapat dikualifikasikan sebagai subjek hukum yang memiliki legal capacity dalam hukum internasional.

Kasus suksesi negara yang terkait dalam penelitian ini yaitu suksesi negara Republik Sudan Selatan yang memisahkan diri dari Republik Sudan pada tanggal 9 Juli 2011. Republik Sudan adalah salah satu negara yang terletak di Afrika Utara (Afrika Timur Laut) sekaligus merupakan negara terbesar di Afrika yang merdeka pada tahun 1956 dari Mesir dan Inggris (Kedutaan Besar Republik Indonesia Khartoum. http://www.kemlu.go.id/khartoum/Pages/Embassies .aspx?IDP=20&l=id [Diakses tanggal 3 Agustus 2011]).

Selama empat dekade kemerdekaan Republik Sudan, Republik Sudan tidak pernah dalam keadaan politik stabil dan terus diguncang perang saudara. Latar belakang lahirnya konflik perang saudara di Republik Sudan adalah karena basis Islam fundamentalis yang ingin diterapkan oleh pemerintah pusat Sudan, yang ditentang oleh penduduk selatan yang mayoritas Kristen dan Animis yang lebih menginginkan pemerintahan sekuler (Amir H. Idris, 2005: 11). Reaksi pertentangan oleh penduduk selatan tersebut diwujudkan dalam sebuah kelompok pemberontak bernama Sudan People‟s Liberation Movement/Army (SPLM/A). Dalam perkembangannya ketegangan SPLM/A dan pemerintah lebih didasari oleh permasalahan ekonomi mengenai perbedaan persepsi tentang kepemilikan minyak dan mineral di wilayah Sudan Selatan (Scopas S. Poggo, 2009: 157).

Konflik yang berkembang tidak hanya antara pemerintah dan SPLM tetapi juga konflik antar penduduk muslim di Darfur karena penduduk Darfur merasa pemerintah Sudan mendiskriminasi penduduk muslim Arab dengan muslim Non Arab di Darfur antara, dengan menganggap penduduk muslim Non Arab di Darfur sebagai teroris. Sehingga akhirnya konflik berkembang di Dafur menjadi konflik ras antara kelompok etnis Fur, Zaghawa, dan Massaleit yang merupakan muslim Non Arab melawan etnis Arab (Amir H. Idris, 2005: 78).

(16)

commit to user

xvi

sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional berhubungan langsung dengan kedaulatan suatu negara. Sehingga Penulis meneliti secara komprehensif terkait implikasi suksesi negara yang ditimbulkan dari proses suksesi negara Republik Sudan Selatan dilihat dari Hukum Internasional terutama pada ketentuan dan prinsip-prinsip Hukum Internasional dengan batas waktu penelitian hingga 5 Mei 2012. Sehingga Penulis memaparkannya ke dalam suatu Penulisan hukum yang berjudul : “ANALISIS IMPLIKASI HUKUM SUKSESI NEGARA REPUBLIK SUDAN SELATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang Penulis paparkan dan agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan mencapai tujuan yang Penulis harapkan, maka perlu adanya perumusan masalah. Adapun perumusan masalah penelitian ini yaitu :

“Bagaimana implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan ditinjau dari Hukum Internasional?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian ada dua macam, yaitu: tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif merupakan tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari peneliti. Tujuan obyektif dan subyektif dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan obyektif

Tujuan obyektif penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui sejauh mana implikasi hukum suksesi negara Republik Sudan Selatan ditinjau dari Hukum Internasional.

2. Tujuan subjektif

(17)

commit to user

xvii

b. Mengetahui pengaturan suksesi negara dalam instrumen-instrumen Hukum Internasional

c. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan Penulis dalam mengkaji masalah di bidang Hukum Internasional.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Penulisan hukum ini Penulis harapkan mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Internasional pada khususnya.

b. Memberi sumbangan pemikiran mengenai prosedur dan akibat hukum yang timbul dari suksesi negara untuk predecessor state dan successor state. c. Memberi sumbangan pemikiran dalam ranah Hukum Internasional. 2. Manfaat praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

b. Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis sekaligus mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.

Metode penelitian merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. Metode penelitian penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

(18)

commit to user

xviii

hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang diteliti yaitu terkait implikasi hukum dalam suksesi negara menurut hukum internasional.

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum yang dilakukan Penulis bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Amiruddin & Zainal Asikin, 2004: 25). Dalam Penulisan ini, Penulis bertujuan untuk menggambarkan mengenai secara tepat keadaan pelaksanaan mengenai implikasi hukum dalam suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan yang sesuai menurut hukum internasional.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Menurut Peter

(19)

commit to user

xix 4. Jenis data dan sumber data

Dalam penelitian ini data yang digunakan Penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 141). Adapun bahan hukum primer dan sekunder tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan bahan hukum primer berupa :

1) Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State

on 1933. Konvensi mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban

negara.

2) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties

on 1978. Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan

dengan Perjanjian Internasional.

3) The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State

Property, Archive and Debst on 1983. Konvensi mengenai Suksesi

Negara dalam tanggung jawab terhadap kekayaan negara, arsip negara dan hutang negara.

b. Bahan hukum sekunder yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, kamus-kamus hukum, jurnal, dan teks mengenai hukum internasional, khususnya terkait dengan implikasi hukum dalam suksesi negara menurut hukum internasional. Salah satu jurnal yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Secession and Voluntary Return in the Comprehensive Peace Agreement between Northern and Southern Sudan

(20)

commit to user

xx 5. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diinventarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku (Johny Ibrahim, 2006: 296). Teknik studi pustaka yang digunakan oleh Penulis dengan cara menginventarisasi dan klasifikasi fenomena dan peristiwa yang terjadi dalam proses suksesi negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan dan implikasi hukumnya, ditinjau dari konvensi-konvensi internasional terkait permasalah yang dibahas.

6. Teknik analisis data

Teknik analisis data yang akan digunakan Penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode deduktif, yaitu cara berpikir berpangkal pada prinsip-prinsip dasar, kemudian penelitian menghadirkan objek yang akan diteliti yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johny Ibrahim, 2006: 393).

Berdasar Teknik analisis bahan hukum dengan metode deduktif, maka penulis akan berpangkal pada prinsip-prinsip dasar dalam hukum internasional terkait dengan suksesi negara yang kemudian menghadirkan permasalah konkrit yaitu suksesi negara negara antara Republik Sudan dan Republik Sudan Selatan yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus yakni dalam implikasi hukum suksesi negara baik meliputi terhadap Perjanjian internasional, hutang negara, kewarganegaraan, arsip negara, public property, privat property, keanggotaan organisasi internasional, dan

(21)

commit to user

xxi

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan hal yang menjadi latar belakang Penulisan hukum terkait fenomena suksesi negara Republik Sudan Selatan pada tanggal 9 Juli tahun 2011 dan pelaksanaan implikasi hukum suksesi negara yang sesuai dengan ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional tersebut. Bab ini juga menjelaskan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika Penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan bahan kepustakaan yang digunakan berupa teori-teori pendukung penelitian dan pembahasan masalah menjadi dasar pijakan Penulis untuk meneliti masalah agar penelitian ini dapat dipastikan kevaliditasnya terkait suksesi negara Republik Sudan Selatan menurut perspektif hukum internasional. Bab ini disajikan menjadi dua sub bab, yaitu pemaparan dalam kerangka teori dan pemaparan dalam kerangka pemikiran. Kajian teoritis dalam tinjauan pustaka meliputi, antara lain: (1) Tinjauan umum negara, terdiri dari: pengertian dan unsur-unsur negara, pengertian self determination, proses terbentuknya negara, dan hak dan kewajiban negara; (2) Tinjauan tentang suksesi negara, terdiri dari: pengertian suksesi negara, macam-macam suksesi negara, prinsip-prinsip suksesi negara, akibat hukum yang timbul dalam suksesi negara.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(22)

commit to user

xxii BAB IV PENUTUP

Bab ini menjelaskan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari analisis yang bersumber pada hukum internasional maupun konsep dalam hukum internasional.

DAFTAR PUSTAKA

(23)

commit to user

xxiii BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan umum negara

a. Pengertian dan unsur-unsur negara

Negara adalah salah satu subjek hukum internasional dan merupakan subjek hukum yang pertama dan utama, baik ditinjau secara historis maupun secara faktual. Dalam United Nations Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property tahun 2004 yang mengatur mengenai hilangnya imunitas negara ketika terjadi pelanggaran HAM yang berat dalam Pasal 2 paragraf 1 (b) memberikan definisi mengenai negara, (Gerhard Hafner, 2006: 2) yaitu:

“i. the State and its various organs of government;

ii. constituent units of a federal State or political

subdivisions of the State, which are entitled to perform acts in the exercise of sovereign authority,and are acting in that capacity;

iii. agencies or instrumentalities of the State or other

entities, to the extent that they are entitled to perform and are actually performing acts in the exercise of sovereign authority of the State;

iv. representatives of the State acting in that capacity;”

Menurut konvensi ini, pengertian bahwa organ dari negara berdaulat adalah pemerintah. Pemerintah tersebut terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pengertian atau definisi mengenai suksesi negara menurut

Black‟s Law Dictionary adalah The political system of a body of people

who are politically organized; the system of rules by which jurisdiction

and authority are exercised over such a body of people (Garner Bryan,

(24)

commit to user

xxiv

“ the state as a person of internationallaw should prossess the following

qualification:

a) A permanent population;

b) A defined territory;

c) A government; and

d) A capacity to enter into relation with other states.”

Berikut ini adalah uraian unsur-unsur negara menurut Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on

1933 yaitu:

1) Penduduk tetap

Adanya penduduk tetap artinya sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satuan masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional. Dimungkinkan sekumpulan masyarakat tersebut berasal dari keturunan yang berlainan, kepercayaan dan kepentingan yang berbeda sehingga dapat saling bertentangan. Penduduk disama artikan sebagai warga negara merupakan unsur pokok karena suatu wilayah yang tidak berpenduduk tidak dapat dikatakan sebagai negara, sebab penduduk menunjukkan adanya kondisi yang berdampingan antara pemerintah dan masyarakat dengan berdasar eksistensi hukum nasional yang menunjukan implikasi kedaulatan negara sehingga tercipta situasi yang stabil. Hukum internasional tidak membatasi jumlah penduduk untuk dapat mendirikan suatu negara (Huala Adolf, 2010: 68).

2) Wilayah atau daerah tetap

(25)

commit to user

xxv

Kepemilikan wilayah oleh suatu negara selain melalui batas-batas wilayah dapat pula ditandai dengan adanya kontrol yang efektif dari pemerintahan negara tersebut (Malcolm N. Shaw, 2009: 410) pendapat ini kemudian diperkuat oleh pernyataan The German-Polish Mixed Arbitral Tribunal dalam kasus Deutsche Continentel

Gas-Gesselschaft V. Polish State yang menyatakan bahwa kepemilikan

wilayah suatu negara dapat diketahui dari konsistensi kontol negara terhadap wilayah tersebut, sekalipun batas wilayahnya belum ditetapkan secara pasti (Jawahir Thontowi, 2006: 107).

3) Pemerintah yang sah dan berdaulat

Pemerintah adalah seseorang atau beberapa orang yang mewakili rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya. Menurut Bengt Borms menyebutkan kriteria ini sebagai „organized government‟ (pemerintah yang terorganisasir) (Huala Adolf, 2010: 6). Artinya sebagai subyek yang dapat memiliki hak dan dibebani kewajiban, negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya. Sebagai pemilik kekuasaan negara hanya melaksanakan kekuasaan tersebut melalui organ-organnya dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Munculnya bentuk pemerintahan yang berbeda-beda karena bergantung pada organ pemerintahannya masing-masing negara (Jawahir Thontowi, 2006: 109).

(26)

commit to user

xxvi

pembatasan-pembatasan dalam pelaksanaannya menurut hukum internasional. Pembatasan tersebut meliputi :

a) Suatu negara tidak dapat menjalankan kedaulatannya diluar wilayah teritorialnya yang dapat mengganggu kedaulatan negara lain.

b) Negara yang memiliki kedaulatan teritorial berkewajiban untuk menghormati kedaulatan teritorial negara lain.

Salah satu yang berkaitan dengan kedaulatan teritorial adalah (servitude). Hak servitude ini lahir karena ada sifat saling ketergantungan antar negara-negara. Servitude adalah hak suatu negara muncul di wilayah hak-hak negara lain. Negara yang menikmati Servitude, berhak untuk melakukan suatu perbuatan di wilayah negara

lain. Sebaliknya negara yang memiliki beban untuk memberikan Servitude kepada negara lain berkewajiban untuk tidak menghalangi

hak-hak negara lain. contoh adalah right of innocent passage (hak lintas damai). Oppenheim membagi servitude menjadi 4 bentuk,

(Huala Adolf, 2010: 131-133) yaitu:

a) Servitude positif : adalah member hak kepada suatu negara untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu di wilayah negara lain. b) Servitude negatif : hak suatu negara untuk meminta Negara lain

untuk tidak melakukan sesuatau di wilayahnya. c) Servitude militer : hak untuk tujuan-tujuan militer.

d) Servitude ekonomi : hak yang diberikan untuk tujuan perniagaan e) Servitude untuk kepentingan internasional : hak yang lahir untuk

kepentingan masyarakat internasional.

(27)

commit to user

xxvii

terlaksana secara independen yang terlepas dari pengaruh negara lain(Martin Dixon, 1996: 101).

Negara boneka tidak dapat digolongkan sebagai negara yang memiliki kedaulatan pemerintahan karena pemerintahannya tidak memiliki kontrol penuh terhadap wilayahnya (Jawahir Thontowi, 2006: 110). Kemungkinan lain adalah kondisi negara kehilangan kemampuan kontrol secara efektif terhadap wilayahnya karena suatu alasan tertentu misal terjadi perang saudara di negaranya, yang menyebabkan negara tersebut kehilangan kemampuan kontrol secara efektif. Hal ini tidak menyebabkan hilangnya status negara, karena pemerintahan tetap memiliki kedaulatan, untuk menjalankan fungsi pemerintahan, baik urusan dalam negeri ataupun luar negeri (Martin Dixon, 1996: 105).

4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.

Unsur ini ditentukan oleh pemerintah yang berdaulat karena pemerintah yang berdaulatlah yang dapat menjalankan yuridiksinya baik permasalahan dalam negeri ataupun permasalahan diluar batas negaranya (Ian Brownlie, 2009: 221).

Di jelaskan pula dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 bahwa yang

dimaksud dengan kedaulatan dalam permasalahan diluar batas negaranya memiliki tiga aspek utama, yaitu:

a) Aspek eksternal terkait dalam kebebasan setiap negara untuk secara bebas menentukan hubunganya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa tekanan atau pengawasan dari negara lain.

(28)

commit to user

xxviii

c) Aspek teritorial adalah kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut.

Munculnya kemampuan berhubungan dengan negara lain selain berdasar pada kedaulatan, juga berdasar pada pengakuan dari negara lain. Pengakuan adalah metode untuk menerima situasi-situasi faktual yang kemudian diikuti oleh konsekuensi hukum (Malcolm N. Shaw, 2009: 208). Pasal 6 Konvensi Montevideo menyebutkan: The recognition of a state merely signifies that the state which recognizes

it accepts the personality of the other with all the rights and duties

determined by international law. Recognition is unconditional and

irrevocable.

Fungsi dari pengakuan adalah untuk menjadikan negara tersebut bagian dari masyarakat internasional artinya suatu negara yang telah menerima pengakuan negara lain harus tunduk dengan hukum internasional. Selain itu mengikatnya suatu hukum internasional terhadap suatu negara hanya dapat dilakukan apabila negara tersebut diakui dan diterima (the binding force of international law derived from this process of seeking to be recognized and acceptance) (James

Crawford, 2006: 84). Namun, pengakuan dari negara lain tidak dapat selalu digunakan sebagai kriteria penilaian kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain karena pemberian pengakuan dari negara lain tersebut melibatkan pertimbangan politis didasarkan kepentingan negara lain (John O‟brien, 2001: 137).

(29)

commit to user

xxix

(James Crawford, 2006: 94). Berdasar jenis pengakuan, pengakuan dibagi menjadi beberapa jenis yakni :

a) Pengakuan secara de facto adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui, untuk sementara dan dengan reservasi dikemudian hari, menurut kenyataannya dianggap telah memenuhi persyaratan untuk ikut serta melakukan hubungan internasional (Sugeng Istanto F, 1998: 24) Contoh dari pengakuan de facto ini adalah Soviet Rusia diakui oleh Inggris secara de facto

pada tahun 1921 dan diakui secara de jure pada tahun 1924.

b) Pengakuan de jure adalah pengakuan yang diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa menurut negara yang mengakui organisasi kekuasaan yang diakui dianggap telah memenuhi persyaratan hukum untuk ikut serta melakukan hubungan internasional (Sugeng Istanto F, 1998: 25).

c) Pengakuan prematur adalah pengakuan yang dilakukan sebelum suatu negara tanpa lengkapnya unsur konstitutifnya (Boer Mauna, 2005: 72).

d) Pengakuan kolektif adalah pengakuan suatu negara yang diwujudkan dalam suatu perjanjian internasional misalnya Helsinki Treaty tahun 1976 negara anggota NATO mengakui kedaulatan Jerman Timur dan sebagai konsekuensinya negara yang tergabung dalam Pakta Warsawa mengakui kedaulatan Jerman Barat (Boer Mauna, 2005: 75).

(30)

(Tesfa-commit to user

xxx

AlemTekle. http://www.Sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizes, 39471. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]).

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Republik Sudan Selatan dapat diklasifikasikan sebagai subyek hukum internasional karena Republik Sudan Selatan yang memenuhi unsur-unsur seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933, yakni; Pertama, adalah penduduk tetap, terdapat 11,000,000–13,000,000 diSudan Selatan (Sudan Tribune, http://www.sudantribune.com/Sudan-census-committee-say,31005

[Diakses tanggal 28 Desember 2011]). Kedua, adalah wilayah yang tetap, ditunjukan dengan adanya peta resmi dari Sudan Selatan (Sudan Tribune. http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492. [ Diakses tanggal 5 Mei 2012]) . Ketiga, adalah Pemerintah yang sah dan berdaulat karena Pemerintah yang sah adalah pemerintah yang dapat menjalankan kedaulatannya baik di dalam negeri atau diluar batas-batas negaranya adalah negara yang merdeka bebas dari penguasaan negara lain. Keempat, adalah Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, dibuktikan dengan pengakuan oleh 60 negara termasuk 6 negara non-anggota PBB dan pengakuan dari Republik Sudan pada tanggal 9 Juli 2011. Pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali, karena pengakuan tersebut dinyatakan secara resmi (Tesfa-AlemTekle. http://www.Sudantribune.com/Sudanese-presidency-recognizes, 39471. [Diakses tanggal 28 Desember 2011]).

b. The right to self determination (Hak bangsa untuk menentukan nasibnya

sendiri).

Negara dibentuk berdasarkan suatu hak yang dikenal dengan hak bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri (self determination). Ungkapan self determination atau the right to self determination sering dipahami

(31)

commit to user

xxxi

kewilayahan. Dalam sejarahnya, self determination muncul kepermukaan didasarkan pada kedaulatan rakyat, yang dimulai dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika tahun 1776 dan Revolusi Perancis tahun 1789, dimana pada masa itu banyak terjadi penyalahgunaan hak, seperti menyatakan self determination tidak dimiliki oleh bangsa terjajah ataupun kaum minoritas (Deon Geldenhuys, 2009: 29).

Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang terkait dengan self determination, yakni Declaration on Granting of Independence to

Colonial Countries and Peoples on 1960. Konvensi tersebut menyatakan

bahwa self determination ditujukan pada negara-negara dan bangsa-bangsa yang tidak memiliki kedaulatan penuh.Selanjutnya the right of self determination juga dimuat dalam Pasal 1 The Declaration on Principles

of International Law Concerning Friendly Relations and Co-Operation

Among State in Accordance with The Charter of United Nations on 1970

yang menyatakan bahwa self determination ini tidak hanya meliputi penjajahan oleh bangsa asing tapi juga meliputi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh bangsa yang melakukan pelanggaran terhadap bangsanya sendiri.Berdasarkan 2 deklarasi tersebut supremasi self determination dalam hukum internasional adalah sebagai jus cogen

(Jawahir Thontowi, 2006: 145).

Terjadi perbedaan pandangan hukum internasional mengenai arti dari self determination, setidaknya ada lima jenis penjelasan mengenai pengertian dari self determination (Marc Weller, 2008: 24) yaitu:

a) Self determination sebagai hak asasi individu

(32)

commit to user

xxxii

b) Self determination sebagai hak kebebasan berserikat dan kebebasan menentukan nasib serikatnya.

Pengertian dari Self determination sebagai hak kebebasan berserikat dan kebebasan menentukan nasib serikatnya adalah hak kaum minoritas untuk dilindungi haknya untuk keberadaaannya, agamanya, dan kebudayaannya. Artinya bahwa self determination memberikan pengakuan pada kaum minoritas yang ada di dalam suatu wilayah negara sehingga dapat memfasilitasi perkembangan identitas kaum minoritas dan memastikan kaum minoritas berpartisipasi dalam kehidupan bernegara (effectively participate in all aspects of public life within the state).

c) Self-determination dan masyarakat adat.

Self-determination, memberikan hak bagi penduduk asli untuk mengajukan hak otonomi khusus berdasar klaim ikatan sejarah yang ada sejak jaman dahulu. Misalnya hak otonomi khusus di bekas negara Yugoslavia seperti Kosovo dimana mayoritas penduduknya adalah etnis Albania yang beragama Islam.

d) Self-determination dalam perpindahan penguasaan teritorial

Perpindahan penguasaan teritorial dimaksud sebagai perpindahan penguasaan suatu wilayah negara yang berdaulat ke negara lain, maka penduduk diwilayah tersebut berhak untuk memutuskan tunduk pada salah satu hukum negara dengan referendum. Contoh adalah kasus perpindahan penguasaan Hongkong dari Inggris ke Cina pada tahun 1997, Cina membebaskan pilihan hongkong untuk tetap di bawah kekuasaan Inggris (Steven Tsang, 2007: 255).

e) Self-determination masyarakat untuk melakukan suksesi negara

(33)

commit to user

xxxiii

dan hak-hak dalam kelompok atau grup, namun dalam poin e ini adalah hak untuk memisahkan diri dari predecessor state.

Mengenai realisasi atas the right of self determination ini secara garis besar terbagi dalam dua kelompok. Pertama, adalah aspek eksternal yang artinya self-determination secara eksternal terealisasi dalam suatu bangsa dalam pelaksanaan kekuasaan yang mandiri tanpa adanya campur tangan bangsa lain atau asing(undue interference). Sebagai contoh adalah terbebasnya negara dari sistem pemerintah kolonial. Kedua, aspek internal artinya suatu bangsa atau negara tidak bisa serta-merta mengklaim telah merealisasi self-determination hanya karena terbebas dari kolonialisme namun, dituntut pula untuk memberikan sebuah sistem politik yang menciptakan partisipasi politik yang bebas bagi para warga negaranya. Sebagai contoh adalah sistem pemerintah yang demokrasi (Jawahir Thontowi, 2006: 120).

Pelaksanaan self determination tidak boleh bertentangan dengan prinsip Integritas teritorial artinya adanya pembatasan pelaksanaan self determination dengan tujuan menjaga persatuan suatu negara dengan mensyaratkan bahawa pelaksanaan self determination harus disertain kesepakatan atau persetujuan dari negara yang bersangkutan mengenai pemberian dan pelaksanaan self determination di negara tersebut (Marc Weller, 2008: 101).

Kesimpulan dari teori self determination adalah hak yang sangat fundamental sebagai perwujudan dari hak asasi manusia sehingga dimungkinkan dilakukan perluasan pengertian yang tidak hanya terbatas pada individu namun juga kelompok masyarakat dan lingkup negara. Namun perlu ditegaskan pelaksanaan self determination yang sesuai dengan prinsip Integritas teritorial adalah apabila negara memberikan kesempatan bagi warga negaranya untuk pelaksanaan self determination melalui suksesi negara (Marc Weller, 2008: 101). Seperti dalam kasus suksesi Republik Sudan Selatan yang diatur dan disepakati dalam

(34)

commit to user

xxxiv

warga Sudan Selatan untuk melakukan referendum guna menentukan nasibnya sendiri.

c. Proses terbentuknya negara

Terbentuknya negara berdasar Self determination dewasa ini, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk misalnya proklamasi kemerdekaan negara, perjanjian internasional dan plebiscite (Burkina Faso, 1991: 35).

Proklamasi kemerdekaan suatu negara adalah pernyataan sepihak dari suatu bangsa bahwa dirinya melepaskan diri dari kekuasaan negara lain dan mengambil penentuan nasibnya ditangannya sendiri. Dengan proklamasi itu bangsa tersebut membentuk organisasi kekuasaan yang berdaulat (Istanto, F. Sugeng, 1998: 19) contoh dari proklamasi adalah negara Republik Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 dari kekuasaan Jepang.

Perjanjian internasional dapat membentuk negara baru.Sebagai contoh adalah negara-negara di Eropa Barat pasca perang dunia kedua yang mana wilayahnya ditentukan oleh kebiasaan dimasa lampau yang terjadi diantara mereka (David Painter.S, 1999: 1).

Plebiscite atau referendum adalah pemungutan suara rakyat di

suatu wilayah tertentu sebagai penyelesaian sengketa antar dua negara atau lebih tentang kedudukan suatu wilayah tertentu. (Marcelo G. Kohem, 2006: 190). Contoh dari plebiscite adalah pemungutan suara di timor leste pada 20 Mei tahun 2002 guna melepaskan diri dari Indonesia dan pemungutan suara di Republik Sudan pada pada tanggal 9 Januari 2011 yang akhirnya menjadikan Republik Sudan Selatan.

d. Hak dan kewajiban negara

(35)

commit to user

xxxv

negara tidak dipenuhi atau terlepas dari pengaruh negara lain. Namun ada juga yang berpendapat bahwa doktrin ini berdasar aliran hukum alam (natural law doctrine) yang menyatakan bahwa hubungan negara sama halnya dengan hubungan antar manusia. sehingga aliran ini berpendapat bahwa hak-hak yang berlaku pada hubungan manusia seperti saling menghormati, persamaan hak dan kemerdekaan berlaku juga pada hubungan antara negara (Mohammed Bedjaoui, 1991: 44).

Menurut Schwarzenberger sebagaimana dikutip oleh J.M Ruda menyatakan hak dan kewajiban adalah dasar atau fundamental apabila memenuhi 3 syarat (J.M Ruda, 1987: 467) :

1) Hak dan kewajiban tersebut harus benar-benar memiliki arti yang penting dalam hukum internasional.

2) Hak dan kewajiban tersebut mengalahkan hal-hal lainnya; dan

3) Hak dan kewajiban tersebut membentuk atau menjadi bagian penting dari sistem yang diketahui atau yang ada sehingga apabila diabaikan maka akan berakibat pada hilangnya karakteristik hukum internasional.

Menurut J.G Starke yang termasuk dalam hak-hak dasar negara adalah sebagai berikut (J.G Starke, 1989: 67) :

1) Kekuasaan untuk mengatur masalah dalam negaranya. 2) Kekuasaan untuk menerima dan mengusir orang lain. 3) Memiliki kekebalan dan hak diplomatik luar negeri;

4) Memiliki yuridiksi terhadap tindakan kriminal dan dilakukan didalam wilayah negaranya.

Upaya masyarakat internasional dalam membahas hak (dasar) negara terlihat dari beberapa kesepakatan-kesepakatan internasional yang muncul (S.Tasrif, 1987: 10) :

1) American Institute of International Law (AIIL) pada tahun 1916

berhasil mengeluarkan „Declaration of The Rights And Duties Of

(36)

commit to user

xxxvi

2) Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State

on 1933.

3) Rancangan Deklarasi Tentang Hak Dan Kewajiban Negara yang disusun oleh Komisi Hukum Internasional (Internasional Law Commission atau ILC) PBB pada tahun 1949.

Dalam penentuan hak dan kewajiban negara menemui banyak kendala dalam hal penerimaan hak dan kewajiban oleh negara-negara. Alasan yang menjadikan sulitnya penerimaan hak dan kewajiban dasar oleh negara-negara disebabkan oleh dua alasan (Huala Adolf, 2010: 34) : 1) Sulit untuk menetapkan hak dan kewajiban apa saja yang

negara-negara di dunia milik dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Kesulitan ini semata-mata karena masing-masing negara memiliki kedaulatan penuh, termasuk kedaulatan untuk menentukan hak dan kewajibannya sendiri dalam melakukan hubungan dengan negara lain. 2) Penentuan hak dan kewajiban suatu negara, lebih banyak terkait

dengan hubungan-hubungan kontraktual antara suatu negara dengan negara lainnya (treaty contract daripada law making treaty). Karena negara-negara lebih menyukai penentuan hak dan kewajiban ini didasarkan pada perjanjian atau kontrak.

Pada 26 Desember tahun 1933 di Montevideo telah dibentuk suatu konvensi tentang hak dan kewajiban negara-negara yang lebih dikenal dengan Montevideo (Pan American) Convention on Rights and Duties of State on 1933 atau dikenal dengan sebutan Konvensi Montenvideo 1933.

Prinsip-prinsip mengenai hak dan kewajiban negara menurut Konvensi Montenvideo 1933 adalah sebagai berikut:

1) Hak – hak negara :

a) Hak atas merdeka (Pasal 1);

b) Hak untuk melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang dan benda yang berada di dalam wilayahnya (Pasal 2);

(37)

commit to user

xxxvii

d) Hak untuk mejalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif (Pasal 12).

2) Kewajiban – kewajiban negara:

a) Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi di negara lain (Pasal 3);

b) Kewajiban untuk tidak menggerakan penggolongan sipil di negara lain (Pasal 4);

c) Kewajiban untuk memerlukan semua orang yang ada di wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia (Pasal 6);

d) Kewajiban menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 7);

e) Kewajiban menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 8);

f) Kewajiban tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata (Pasal 9 );

g) Kewajiban untuk tidak membantu terlaksananya Pasal diatas; h) Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh

melalui cara-cara kekerasan (Pasal 12);

i) Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan otikad baik (Pasal 13); dan

j) Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan hukum internasional (Pasal 14).

Dalam menentukan hak dan kewajiban negara-negara diperlukan

suatu prinsip utama dimana hal tersebut oleh O‟brien dirangkum menjadi 5

prinsip utama, diantaranya prinsip-prinsip tersebut (J. O‟brien, 2001: 560) adalah :

1) Doktrin persamaan antar negara-negara

2) Prinsip kebebasan atau kemerdekaan antar negara-negara 3) Prinsip tidak campur tangan

(38)

commit to user

xxxviii 2. Tinjauan tentang suksesi negara

a. Pengertian suksesi negara

Suksesi negara menurut The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties Tahun 1978, Pasal 2 huruf (b) adalah

perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut, sehingga dapat berupa penggabungan, perpisahan, atau pembentukan negara baru dimana konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan (Malcolm N. Shaw, 2009: 675).

Dalam beberapa hal persoalan suksesi akan diputus melalui perjanjian-perjanjian internasional. Bentuk perjanjian internasional tersebut dapat bermacam-macam seperti perjanjian penyerahan kedaulatan antara Predecessor state terhadap Successor state atau disebut dengan devolution agreement (Boer Mauna, 2005: 41). Contoh prakteknya adalah

The Treaty of St. Germain tahun 1919 suatu perjanjian yang mengatur

mengenai pertanggung jawaban atas hutang-hutang public yang dilakukan kerajaan Austro-Hungaria (O‟Connell, 1976: 178-182).

b. Macam-macam suksesi negara

Secara umum suksesi dibedakan menjadi dua bentuk (Sefriani, 2011: 294-295) yaitu :

1)Suksesi universal

Suksesi universal adalah apabila wilayah suatu negara habis terbagi-bagi menjadi masing-masing bagian atau menggabungkan wilayah negara tersebut dengan negara lain, sehingga suksesi dalam bentuk ini menghilangkan internasional identity dari predecessor state, karena seluruh wilayah predecessor state hilang menjadi successor state. Misal wilayah Uni Soviet yang habis terbagi menjadi

negara-negara baru, dimana beberapa negara-negara kecil melebur menjadi satu. 2)Suksesi parsial

(39)

commit to user

xxxix

memerdekakan diri atau bergabung dengan negara lain. Contoh kasus Republik Sudan Selatan yang memutuskan untuk memisahkan diri dari Republik Sudan. Walaupun Republik Sudan Selatan setelah memisahkan diri dari Republik Sudan namun eksistensi Republik Sudan sebagai predecessor state masih ada dan masih memenuhi kapasitas sebagai subjek hukum internasional.

Menurut J.O‟brien, praktek perubahan terhadap kedaulatan dari suatu

wilayah dalam berbagai cara salah satunya dengan suksesi, dimana suksesi

juga memiliki beberapa variasi (J. O‟brien, 2001: 588) yaitu :

1)Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung ke dalam beberapa negara X, Y, dan Z.

2)Bagian dari negara A menjadi negara baru;

3)Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian dari negara Y;

4)Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru Y, X, dan Z;

5)Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa negara baru yang berdaulat.

c. Prinsip-prinsip suksesi negara

Dalam menentukan hak dan kewajiban negara setelah suksesi negara dikenal beberapa teori (Sefriani,2011: 295) :

1) Common doktrine (universal doctrine)

Teori yang menyatakan setelah terjadi suksesi negara maka dengan sendirinya hak dan kewajiban predecessor state menjadi milik successor state.

2) Clean state doctrine

Teori yang menyatakan bahwa saat terjadi suksesi negara successor state dinilai sebagai lembaran baru dimana segala hak dan kewajiban

(40)

commit to user

xl

3) Teori yang ditentukan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on

1983 .

Teori yang muncul akibat reaksi keberatan dari 2 teori diatas, sehingga diputuskan berdasar Konvensi Wina 1978 dalam kaitan suksesi negara yang terkait dengan perjanjian internasional dan Konvensi Wina 1983 tentang suksesi yang dikaitkan dengan state property, arsip negara dan hutang melalui kesepakatan yang

diwujudkan dalam perjanjian peralihan devolution agreement. d. Akibat hukum yang timbul dalam suksesi negara

1) Akibat suksesi terhadap perjanjian internasional.

Satu aspek terpenting dari suksesi negara adalah pengaruh pergantian kedaulatan terhadap hak-hak dan kewajiban yang muncul dari suatu perjanjian (John O‟brien, 2001: 590). Perjanjian internasional adalah instrumen terpenting dalam pelaksanaan hubungan internasional.

Dasar hukum untuk Akibat suksesi terhadap perjanjian internasional adalah The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 dan kebiasaan internasional (Malcolm N.

Shaw, 2009: 683).

Konvensi ini mengatur mengenai beberapa konsekuensi terjadinya suksesi terhadap perjanjian internasional yang tergantung mengenai substasi perjanjiannya yaitu:

a) Perjanjian mengenai hak atas wilayah atau disebut dispositive treaty, berlaku mengikuti wilayah, artinya tidak mengikuti

(41)

commit to user

xli

the Law of Treaties on 1969). Rebus sic stantibus principle adalah

adalah doktrin hukum yang menetapkan bahwa apabila timbul perubahan yang mendasar dalam kenyataan-kenyataan yang ada pada perjanjian itu diadakan yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perjanjian, maka keadaan yang demikian dapat dijadikan sebagai alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian tersebut (Ian brownlie, 2009: 617). Berlakunya prinsip Rebus sic stantibus principle harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(1) Perubahan keadaan tidak ada pada waktu pembentukan perjanjian.

(2) Perubahan tersebut adalah perihal suatu keadaan yang fundamental bagi perjanjian tersebut.

(3) Perubahan tersebut tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh para pihak.

(4) Keadaan yang berubah merupakan dasar yang terpenting atas mana diberikan persetujuan terikat negara peserta.

(5) Akibat perubahan tersebut haruslah radikal, sehingga merubah ruang lingkup kewajibannya yang harus dilaksanakan menurut perjanjian itu.

Praktek pelaksanaan dispositive treaty dalam suksesi Republik Sudan Selatan berjalan sesuai ketentuan dimana Republik Sudan Selatan tetap menghormati perjanjian perbatasan wilayah yang dibuat oleh Republik Sudan dengan negara-negara yang berbatasan dengan Republik Sudan (Sudan Tribune.

http://www.sudantribune.com/South-Sudan-s-new-official-map,42492 >[ Diakses tanggal 5 Mei 2012]).

(42)

commit to user

xlii

c) Perjanjian internasional mengenai persahabatan, persekutuan atau netralisasi tidak mengikat bagi successor state.

d) Perjanjian multilateral tidak diwajibkan bagi successor state untuk melanjutkan menjadi negara peserta, sedangkan untuk perjanjian bilateral juga dapat berlanjut apabila kedua belah pihak setuju untuk meneruskanya.

e) Perjanjian internasional dimana successor state tersebut merupakan pecahan dari negara peserta atas perjanjian internasional tersebut, maka perjanjian tersebut tetap berlaku.

f) Perjanjian mengenai HAM bersifat mengikatnya lebih komplek dimana successor state muncul dari predecessor state yang merupakan peserta atau pun negara yang menundukkan diri terhadap perjanjian HAM tersebut, maka successor state hasil pecahan predecessor state tersebut tetap dianggap sebagai negara baru yang secara otomatis terikat dalam perjajian HAM.

2) Akibat suksesi terhadap hutang negara.

The Vienna Convention on Succession of State in Respect of

State Property, Archive and Debts on 1983 mengatur mengenai hutang

negara terdahulu terhadap negara selanjutnya. Sebagai berikut:

a) Mengenai perwarisan hutang negara dari predecessor state menegaskan bahwa suksesi tidak akan menghilangkan kewajiban predecessor state sebagai kreditor (Pasal 36). Hutang nasional

adalah hutang yang dimiliki pemerintah pusat sedangkan hutang lokal adalah hutang yang dimiliki pemerintah daerah.

b) Menurut terjadinya transfer sebagai wilayah dari suatu negara terhadap negara lain maka perhitungan dengan cara mendasarkan pada keseimbangan atau aquitable propotion (Pasal 37).

(43)

commit to user

xliii

d) Mengenai masalah penggabungan hutang yang dimana hal tersebut menjadi tanggungan successor state, asalkan merupakan sebuah suksesi parsial dimana penghitungan penanggungan hutang oleh successor state didasarkan pada perhitungan yang adil (Pasal 40

dan Pasal 41).

3) Akibat suksesi terhadap kewarganegaraan.

Akibat hukum terhadap nasionalitas biasanya akan mengikuti

kedaulatan (J.O‟brien, 2001: 597). Sehingga dalam suksesi negara

mengenai masalah kewarganegaraan ditentukan pada tempat kelahiran juga tempat tinggal sehari-hari kecuali ada penolakan. Dengan demikian, warga negara predecessor state yang tinggal

diwilayah successor state dapat memperoleh kewarganegaraan

successor state sepanjang mereka tidak menyatakan penolakan sesuai

Versailles Treaty 1919 (Sefriani, 2011: 311).

Dasar hukum lainnya adalah prinsip dalam Deklarasi HAM Universal 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang behak atas nasionalitas dan Pasal 1 ayat (2) convention on the reduction of the

statelessness on 1961 yang menetapkan bahwa setiap negara

berkewajiban untuk menjamin tidak ada penduduk yang menjadi stateless sebagai akibat adanya suksesi negara.

4) Akibat suksesi terhadap arsip negara.

The Vienna Convention on Succession of State in Respect of

State Property, Archive and Debts on 1983 mengatur mengenai arsip negara terdahulu terhadap successor state, selanjutnya, yaitu :

a) Mengenai benda-benda yang terkait dengan nilai budaya suatu kelompok masyarakat akan jatuh ke successor state (Pasal 29). b)Perpisahan kepemilikan arsip negara mengikuti kepemilikan

wilayah (Pasal 30).

(44)

commit to user

xliv

yang lain akan diserahkan berdasar pertimbangan keadilan dan keadaan yang relevan. (Pasal 31).

5) Akibat suksesi terhadap kepemilikan public property .

Secara yuridis, ada dua jenis aset pasca suksesi yakni, aset milik pemerintah dan aset milik swasta. Pada dasarnya konsekuensi kepemilikan public property hanya berdasar pada kebiasan internasional dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debts on 1983 yang pada prinsipnya kepemilikan public property ditentukan berdasarkan kesepakatan antara predecessor state dan successor state.

Public property menurut The Vienna Convention on Succession

of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983

adalah harta-harta yang berada dibawah kepemilikan lembaga-lembaga negara atau harta negara yang diatur dalam hukum nasional. Beberapa ketentuan mengenai public property yang diatur dalam The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debts on 1983 meliputi:

a) Harta-harta yang tak bergerak bagi negara yang baru merdeka secara langsung akan menjadi milik successor state (Pasal 15 b), b)Harta-harta yang bergerak yang berguna untuk kepentingan lokal,

maka akan secara langsung menjadi milik successor state (Pasal 17 ayat (1) (c)). Sedangkan untuk harta yang berada diluar wilayah tersebut maka akan dibagi menurut prinsip keadilan. (Pasal 17 ayat (1) (c)).

6) Akibat suksesi terhadap kepemilikan privat property

Privat property adalah harta benda atau hak-hak milik

(45)

commit to user

xlv

ingin mengambil alih kepemilikian dari privat property harus memberikan kompensasi kepada pemiliknya.

Beberapa prinsip yang berlaku pada privat property ialah sebagai berikut :

a) Pada prinsipnya successor state wajib menghormati ketentuan privat property yang telah diperoleh oleh hukum predecessor state;

b) Kelanjutan hak atas privat property tetap berlaku asalkan belum ada undang-undang negara successor state yang membatalkan hak tersebut;

c) Perubahan atas privat property tidak boleh bertentangan dengan kewajiban-kewajiban internasional;

d) Dalam pelaksanaan privat property diperlukan pengaturan khusus karena ruang lingkup privat property yang luas.

7) Akibat suksesi terhadap keanggotaan dalam organisasi internasional. Ada beberapa prinsip yang diatur oleh The sixth (legal) Committee yang merupakan bagian dari Majelis Umum PBB mengenai

persoalan suksesi dan keanggotaan organisasian internasional, yang menyebutkan sebagai berikut:

a) Keanggotaan dari PBB tidak berhenti oleh karena hanya disebabkan oleh perubahan dan pergantian konstitusi atau perbatasan, kecuali itu diperlukan pula mengenai personalitas hukumnya.

b) Dalam hal ini successor state menjadi negara baru maka negara tersebut diharuskan mengikuti aturan sebagaimana layaknya negara baru yang ingin menjadi negara anggota kecuali ada izin sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam piagam.

(46)

commit to user

xlvi

walaupun predecessor state-nya Republik Sudan telah menjadi negara anggota PBB.

8) Akibat suksesi terhadap keanggotaan terhadap claims in tort dan delict. Prinsip yang umum berlaku dalam masalah ini adalah bahwa successor state dipandang tidak berkewajiban untuk menerima

tanggung jawab akibat Claims In Tort dan Delict yang dilakukan oleh predecessor state, baik dalam kasus suksesi negara karena penaklukan

(aneksasi) ataupun berintegrasi secara sukarela. Ditambah lagi dalam pengadilan secara tegas menyatakan bahwa sesuatu negara yang memperoleh daerah dengan penaklukan, tidak sekali-kali wajib mengambil tindakan-tindakan tegas untuk memperbaiki suatu kesalahan yang mungkin telah dilakukan oleh predecessor state-nya. Misal adalah Putusan pengadilan internasional dalam kasus Robert E. Brown tahun 1923. Brown adalah warga amerika dan seorang insinyur yang mengajukan gugatan terhadap instansi di Republik Afrika Selatan, yang kemudian gugatanya kandas karena Republik Afrika Selatan menjadi kekuasaan Inggris melalui Boer war (Reports Of International Arbitral Awards. 2006: 11).

B. Kerangka Pemikiran

General principle dalam Hukum Internasional

Suksesi Negara

Suksesi Negara Republik Sudan Selatan dari Republik Sudan

(47)

commit to user

xlvii Keterangan :

Suksesi negara merupakan salah satu cara terbentuknya suatu negara. Proses suksesi negara merupakan perpindahan suatu tanggung jawab dari satu negara ke negara lain dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut. Sehingga yang berhubungan dengan suksesi dapat berupa penggabungan, pemisahan, atau pembentukan negara baru dengan konsekuensinya adalah perubahan kedaulatan.

Dalam hukum internasional pengaturan mengenai suksesi diatur dalam sumber-sumber hukum internasional, meliputi; Montenvideo Convention on Rights and Duties of States of 1933 Konvensi mengenai hak-hak dan

kewajiban-kewajiban Negara, The Vienna Convention on Succession of State in Respect of Treaties on 1978 Konvensi mengenai Suksesi Negara dalam Hubungan dengan Perjanjian Internasional dan The Vienna Convention on Succession of State in Respect of State Property, Archive and Debst on 1983 Konvensi mengenai

Suksesi Negara dalam tanggung jawab terhadap kekayaan negara, arsip negara dan hutang negara.

Pada tanggal 9 Juli tahun 2011 telah resmi terbentuknya negara baru yakni Republik Sudan Selatan yang melalui suksesi negara terhadap Republik Sudan dimana hal ini didasarkan dari hasil referendum. Republik Sudan Selatan pada saat ini merupakan negara termuda di dunia dan anggota termuda di PBB pada tanggal 14 Juli tahun 2011.

Republik Sudan Selatan merupakan contoh nyata pembentukan negara melalui suksesi. Penulis tertarik melakukan penelitian terhadap implikasi hukum internasional pada Republik Sudan Selatan sebagai sucessor state dan Republik Sudan sebagai predecessor state sebagai akibat suksesi negara.

(48)

commit to user

xlviii BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum Republik Sudan

Sudan, atau yang memiliki nama resmi Republik Sudan, adalah salah satu negara yang terletak di Afrika Utara (Afrika Timur Laut). Republik Sudan merdeka dari Inggris pada tanggal 1 Januari tahun 1956 (LB Lokosang, 2010: 17).

Data mengenai Republik Sudan dari segi geografisnya (Kementrian Luar Negeri, http://www.kemlu.go.id/khartoum/ Pages/ Country Profile.aspx? IDP=2&l =id. [Diakses tanggal 12 Agustus 2011]) adalah sebagai berikut : letak dan luas wilayah Sudan terletak di bagian timur laut benua Afrika, terbentang antara 4º dan 23º lintang utara, serta 22º dan 38º bujur timur. Sudan merupakan negara terluas di benua Afrika atau sekitar 1,25% lebih besar dari wilayah Amerika Serikat. Total wilayah Sudan mencakup 2.505.810 km² ( + 1 juta mil²) dan merupakan 8,3% dari seluruh luas benua Afrika. Luas wilayah laut dan sungai 129,810 km² dan luas daratan 2.376.000 km². Aliran sungai Nil Putih dan sungai Nil Biru yang bertemu di kota Khartoum dan melintasi wilayah Sudan menyediakan sumber air yang tiada henti sepanjang tahun, baik untuk keperluan air minum, pertanian maupun pembangkit listrik. Ibukota Republik Sudan terletak di Khartoum. Total Perbatasan Republik Sudan adalah 7,687 km termasuk garis pantai Laut Merah 853 km. Republik Sudan berbatasan langsung dengan 9 negara, yaitu: Mesir (1.273 km), Libya (383 km), Chad (1.360 km), Republik Afrika Tengah (1.165 km), Republik Demokrasi Congo (628 km), Uganda (435 km), Kenya (232 Km), Ethiopia (1.606 km) dan Eritrea (605 km). Dari 9 negara tersebut terdapat 5 negara land-lock, yaitu Chad, Afrika Tengah, Congo, Uganda, dan Ethiopia.

Data mengenai populasi penduduk, dan sistem pemerintahan Republik

Sudan (CIA The World Fact Book,

Referensi

Dokumen terkait

Penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pencurian dalam keluarga yang diatur dalam Pasal 367 KUHP telah berjalan sesuai dengan peraturan dan ketentuan-ketentuan

KEDUDUKAN DAN IMPLIKASI HUKUM SURAT KEPUTUSAN MENTERI AGAMA DALAM PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH DITINJAU DARI SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Maka pembimbing

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN KETENTUAN PASAL 56 KUHAP MENGENAI BANTUAN PENASIHAT

Berdasarkan makna frasa “diatur dengan” tersebut maka terhadap ketentuan UUD 1945 Pasal 24C ayat (6) terkait hukum acara Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang -undang

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara pada Pasal 19 diatur tentang Peran Serta Masyarakat, bahwa:. (1) Peran serta

Implikasi Penggunaan Teknologi Pesawat Siluman (Stealth Fighter) Dalam Kaitannya Dengan Kedaulatan Suatu Negara Atas Ruang Udara Wilayahnya Ditinjau Menurut Hukum

Dalam sistem pembagian kekuasaan negara Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 dikenal adanya 6 (enam) lembaga pemegang kekuasaan negara- Keernm lembaga itulah yang menurut

Implikasi Yuridis Terhadap Status Kepemilikan Tanah Warga Negara Asing Melalui Perjanjian Nominee Berdasarkan Konsep Kepastian Hukum Kitab Udang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata