• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Adopsi Pupuk Bioorganik Di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Adopsi Pupuk Bioorganik Di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADOPSI

PUPUK BIOORGANIK DI KECAMATAN PRACIMANTORO

KABUPATEN WONOGIRI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

Jurusan/ Program Studi Penyuluhan Dan Komunikasi Pertanian

Oleh :

Dewi Aprilia Pasolina

H0407029

Dosen Pembimbing :

1. Ir. Sugihardjo, MS

2. Arip Wijianto, SP., MSi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik

di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

yang dipersiapkan dan disusun oleh

Dewi Aprilia Pasolina

H 0407029

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal : 20 Oktober 2011

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Surakarta, Oktober 2011

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1001 Ketua

Ir. Sugihardjo, MS NIP. 19590305 198503 1 004

Anggota I

Arip Wijianto, SP, MSi NIP. 19771226 200501 1 002

Anggota II

(3)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah serta berbagai kemudahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri”. Penyusunan skripsi ini

bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta,

4. Ir. Sugihardjo, MS, selaku Pembimbing Utama sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta pengetahuan, 5. Arip Wijianto, SP, Msi, selaku Pembimbing Pendamping penulisan skripsi

yang telah memberikan masukan, bimbingan serta pengetahuan,

6. Dr. Ir. Kusnandar, Msi, selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan masukan, saran, dan kritikan yang membangun sehingga penyusunan skripsi menjadi lebih baik.

7. Dosen Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian yang telah memberikan Ilmu-ilmu khususnya dalam bidang pertanian, sebagai tempat diskusi masalah

akademik,

(4)

commit to user

iv

9. Kepala Kesbanglinmas Kabupaten Wonogiri yang telah mempermudah perizinan penelitian dan pengumpulan data,

10. Kepala Kecamatan Pracimantoro yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di Kecamatan Pracimantoro,

11. Penyuluh di Kecamatan Pracimantoro yang telah membantu mempermudah pengumpulan data,

12. Segenap responden yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data.

13. Kedua orangtua penulis, Bapak Iswahyudi dan Ibu Parni yang senantiasa memberikan doa, motivasi serta kasih sayangnya,

14. Kakakku tercinta (Mas Eko, Mbak Mimin, Mas Dita dan Mas Sony) dan adikku tersayang (Bandong) yang juga selalu memberi semangat dan motivasi,

15. Keluarga Hj. Ratini, Amk, yang telah memberikan tempat tinggal sementara penulis selama menempuh kuliah di UNS dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

16. Sahabat-sahabat penulis (Ayu, Sofa, Vera, Titin, Arin, Arum, Wury, Wawan, Dicky, Budy, Sixtuz, Mas Lilik, Mas Rama, Nian dan Diki) terimakasih untuk persahabatan yang telah dibangun selama ini dan terimakasih telah bersedia membantu dan memberi dukungan kepada penulis.

17. Seluruh kawan-kawan PKP’07, kakak tingkat dan adik tingkat yang telah memberi semangat dalam setiap langkah penulis,

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan secara keseluruhan, yang telah membantu berjalannya penelitian ini.

Penulis selalu berusaha membuat karya ini dengan baik, saran dan masukan selalu diharapan untuk kesempurnaan karya ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk memajukan

dunia pertanian.

Surakarta, Oktober 2011

(5)

commit to user

v DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Kegunaan Penelitian ... 4

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Pertanian Organik ... 5

2. Inovasi ... 7

3. Adopsi Inovasi ... 10

4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Inovasi ... 13

5. Petani ... 19

6. Pupuk Bioorganik ... 21

7. Aplikasi Penggunaan Pupuk Bioorganik ... 24

B. Kerangka Berpikir ... 25

C. Hipotesis Penelitian ... 27

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 28

(6)

commit to user

vi III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian ... 36

B. Metode Penentuan Lokasi ... 36

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 37

D. Jenis dan Sumber Data ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

F. Metode Analisis Data ... 39

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Umum Wilayah Penelitian ... 41

B. Keadaan Penduduk ... 42

C. Keadaan Pertanian ... 46

D. Keadaan Sarana Perekonomian ... 48

E. Gambaran Umum Tentang Keadaan Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik . 52 B. Adopsi Pupuk Bioorganik ... 67

C. Hubungan antara Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri ... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(7)

commit to user

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Pengukuran Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan

Pracimantoro Kabupaten Wonogiri... 31

Tabel 2.2 Pengukuran Variabel Adopsi Pupuk Bioorganik ... 34

Tabel 3.1 Data Pengguna Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro ... 37

Tabel 3.2 Data Pengguna Pupuk Bioorganik di Setiap Kelompok Tani di 3 Desa Penelitian (Gebangharjo, Watangrejo, Tubokarto) ... 38

Tabel 3.3 Distribusi Jumlah Sampel ... 39

Tabel 4.1 Penggunaan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2010 ... 41

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2010... 43

Tabel 4.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2010 ... 44

Tabel 4.4 Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2010 ... 46

Tabel 4.5 Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2010 ... 47

Tabel 4.6 Jenis Ternak di Kecamatan Pracimantoro ... 48

Tabel 4.7 Sarana Perekonomian di Kecamatan Pracimantoro ... 49

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 52

Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ... 54

Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Nonformal ... 55

Tabel 5.4 Luas Penguasaan Lahan Responden ... 57

Tabel 5.5 Distribusi Petani menurut Pendapatan dari Usahatani dan Non Usahatani Selama Satu Musim Tanam... 58

Tabel 5.6 Distribusi Rata-Rata Petani menurut Pendapatan dari Usahatani dan Non Usahatani Selama Satu Musim Tanam.. 60

Tabel 5.7 Persepsi Petani terhadap Sifat Inovasi Pupuk Bioorganik ... 61

(9)

commit to user

ix

Tabel 5.9 Persepsi Petani terhadap Kesesuaian Pupuk Bioorganik ... 63 Tabel 5.10 Persepsi Petani terhadap Kerumitan Pupuk Bioorganik ... 64 Tabel 5.11 Persepsi Petani terhadap Ketercobaan Pupuk Bioorganik .. 66 Tabel 5.12 Persepsi Petani terhadap Keteramatan Pupuk Bioorganik .. 67 Tabel 5.13 Adopsi Pupuk Bioorganik berdasarkan Ketepatan Dosis ... 68 Tabel 5.14 Adopsi Pupuk Bioorganik berdasarkan Ketepatan Waktu . 69 Tabel 5.15 Adopsi Pupuk Bioorganik berdasarkan Ketepatan Cara .... 70 Tabel 5.16 Adopsi Pupuk Bioorganik berdasarkan Ketepatan Tempat 72 Tabel 5.17 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuisioner Penelitian ... 83

Lampiran 2: Identitas Responden ... 91

Lampiran 3: Tabulasi Frekuensi ... 97

Lampiran 4: NonparametricCorrelations ... 99

Lampiran 5: Peta Kecamatan Pracimantoro ... 105

Lampiran 6: Dokumentasi ... 106

(11)

commit to user

xi RINGKASAN

Dewi Aprilia Pasolina, H0407029. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Di bawah bimbingan Ir. Sugihardjo, MS dan Arip Wijianto, SP, Msi.

Pada masa revolusi hijau, penggunaan pupuk kimia dianggap sebagai suatu jaminan akan keberhasilan petani untuk usahataninya. Lambat laun penggunaan pupuk kimia ternyata diketahui mempunyai efek merusak tanah. Dengan adanya permasalahan tersebut, pemerintah beserta masyarakat mencoba membuat terobosan dengan berbagai alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari dampak penggunaan pupuk kimia tersebut, serta dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan. Suatu alternatif teknologi pertanian yang dirasa dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan pupuk bioorganik. Petani biasanya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengadopsi sebuah inovasi. Adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri sebagai suatu proses hingga akhirnya petani memutuskan untuk menerapkan atau tidak menerapkan inovasi berhubungan dengan banyak faktor. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pacimantoro Kabupaten Wonogiri.

Penelitian ini bertujuan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri. Mengkaji adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kecamatan Wonogiri. Mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kecamatan Wonogiri.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purpossive). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode

proportional Random Sampling dengan sampel sebanyak 40 responden. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro digunakan uji korelasi rank Spearman (rs).

(12)

commit to user

xii SUMMARY

Dewi Aprilia Pasolina, H0407029. "The Factors that correlated with Adoption of Bioorganic Fertilizer in Pracimantoro District Wonogiri Regency". Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University. Under Guidance of Ir. Sugihardjo, MS and Arip Wijianto, SP., Msi.

During the green revolution, the use of chemical fertilizers is considered as a guarantee of the success of farmers for farming. Gradually the use of chemical fertilizers was known to have deleterious soil effects. Given these problems, governments and citizens trying to make inroads with the various alternatives that can provide a way out of the impact of the use of chemical fertilizers, and not forgetting to environmental stewardship. An alternative agricultural technologies were deemed able to overcome these problems is to use a bioorganic fertilizer. Farmers usually takes a relatively long time to adopt an innovation. Bioorganic fertilizer adoption in District Pracimantoro Wonogiri Regency as a process until finally the farmers decide to apply or not apply the innovations associated with many factors. Therefore, in this research will examine the factors associated with the adoption of bioorganic fertilizer in Pacimantoro District Wonogiri Regency.

The aims of research to assess the associated factors with the adoption of bioorganic fertilizer in Pracimantoro District Wonogiri Regency. To assess the adoption of bioorganic fertilizer use in Pracimantoro District Wonogiri Regency. To assess the relationship between the associated factors with the adoption of bioorganic fertilizer with bioorganic fertilizer adoption in Pracimantoro District Wonogiri Regency.

The basic method of this research is descriptive. The location of this research selected by purpossively. The sample was taken by proportional of Random Sampling method with the amount of sample are 40 respondents. To determine the relationship between the associated factors with the adoption of bioorganic fertilizer with bioorganic fertilizer adoption in the Pracimantoro’s District was used correlation test of Rank Spearman(rs).

(13)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa revolusi hijau, penggunaan pupuk kimia dianggap sebagai suatu jaminan akan keberhasilan petani untuk usahataninya. Tanpa pupuk kimia, hampir dipastikan kegiatan pertanian tidak akan berhasil secara optimal. Lambat laun penggunaan pupuk kimia ternyata diketahui mempunyai efek merusak tanah. Struktur tanah yang secara alami remah, setelah mendapat perlakuan dengan pupuk kimia secara terus menerus akhirnya menjadi sangat keras dan kesuburan tanah pun menurun. Dengan adanya permasalahan tersebut, pemerintah beserta masyarakat mencoba membuat terobosan dengan berbagai alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari dampak penggunaan pupuk kimia tersebut, serta dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan.

Suatu alternatif teknologi pertanian yang dirasa dapat mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan pupuk bioorganik. Pupuk bioorganik atau yang sering disebut dengan pupuk hayati adalah hasil

rekayasa bioteknologi yang berguna bagi pertanian secara umum dengan kandungan utamanya adalah mikroorganisme-mikroorganisme yang menguntungkan bagi kesuburan lahan dan pertumbuhan tanaman baik secara vegatatif maupun generatif.

Pupuk bioorganik sangat bermanfaat baik untuk perbaikan lahan pertanian maupun untuk tanaman. Perbaikan lahan dalam hai ini meliputi memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta menyediakan hara esensial tanaman. Selain itu bioorganik juga dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah sehingga proses penyerapan hara menjadi lebih efisien. Manfaat bioorganik bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Penggunaan pupuk bioorganik dirasakan lebih praktis bila dibandingkan dengan pupuk kimia, karena didalam pupuk bioorganik mengandung

(14)

commit to user

komposisi-komposisi yang bermanfaat selain untuk pertumbuhan tanaman (biofertilizer) pupuk bioorganik juga bermanfaat untuk mengembalikan kondisi tanah yang rusak/menyuburkan kondisi tanah (bioremediasi) Penggunaan pupuk kimia yang tidak berimbang akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan merusak keseimbangan biota tanah. Permasalahan yang ditimbulkan akibat dari penggunaan pupuk kimia ini dapat

diatasi dengan menggunakan pupuk bioorganik yang sudah dikemas sedemikian rupa mengandung mikrobia-mikrobia yang bermanfaat untuk tanaman dan memperbaiki kondisi lahan.

Suatu inovasi tidak akan berguna tanpa adanya adopsi. Demikian juga dengan adanya pupuk bioorganik yang merupakan pendukung pengembangan pertanian organik tidak akan berguna tanpa adanya adopsi oleh masyarakat, petani khususnya. Terkait dengan hal tersebut, Kecamatan Pracimantoro merupakan kecamatan yang mengembangkan pertanian organik. Selama tiga tahun terakhir ini sudah banyak petani di wilayah ini yang menggunakan pupuk bioorganik, meskipun dalam penerapannya masih ada beberapa petani yang masih tergantung dengan pupuk kimia. Hal ini disebabkan dalam pengambilan keputusan terhadap penggunaan suatu inovasi baru setiap petani berbeda-beda. Petani biasanya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengadopsi sebuah inovasi. Adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri sebagai suatu proses hingga akhirnya petani memutuskan untuk menerapkan atau tidak menerapkan inovasi berhubungan dengan banyak faktor. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pacimantoro Kabupaten Wonogiri.

B. Rumusan Masalah

(15)

commit to user

sikap terhadap inovasi. Selanjutnya tahap keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Akhirnya, berlanjut pada tahap konfirmasi, dimana seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuat untuk terus melanjutkan penerapan inovasi tersebut atau pada akhirnya tidak menerapkan.

Bioorganik merupakan inovasi yang penting untuk mendukung

pengembangan pertanian organik, namun tidak serta merta inovasi tersebut diadopsi. Tidak semua petani memperoleh pesan mengenai bioorganik memutuskan untuk menerima dan menggunakan inovasi tersebut. Setiap petani dalam proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi pupuk bioorganik masing-masing berbeda-besa. Biasanya petani tidak begitu saja menerima inovasi tersebut ketika pertama kalinya mereka mendengar inovasi tersebut. Mereka membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengadopsi sebuah inovasi.

Begitu juga dengan petani di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri yang cukup sulit terlepas dari penggunaan pupuk kimia dalam kegiatan usahataninya. Pupuk bioorganik telah dikenalkan oleh para penyuluh kepada petani di Kecamatan Pracimantoro sejak empat tahun yang lalu. Penyuluh melakukan sosialisasi kepada petani melalui penyuluhan dan mengadakan demplot untuk meyakinkan petani agar beralih ke pertanian organik dengan menggunakan pupuk bioorganik. Banyak petani di Kecamatan Pracimantoro yang mengadopsi pupuk bioorganik tersebut setelah adanya sosialisasi. Adopsi pupuk bioorganik oleh petani tentunya berkaitan dengan beberapa faktor yang berhubungan dengan adopsi seperti di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kecamatan Wonogiri ?

(16)

commit to user

3. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kecamatan Wonogiri ?

C. Tujuan Penelitian

Selaras dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kecamatan Wonogiri?

2. Mengkaji adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kecamatan Wonogiri ?

3. Mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kecamatan Wonogiri?

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi penggunaan pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri adalah :

1. Bagi peneliti, agar dapat memahami lebih jauh tentang adopsi inovasi bioorganik, sehingga diharapkan dapat memberi masukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi inovasi tersebut. 2. Bagi pemerintah dan instansi yang terkait diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya.

3. Bagi peneliti lain, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yang terkait dengan judul penelitian ini.

(17)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pertanian Organik

Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman. Von uexkull (1984) dalam Sutanto (2002), memberikan istilah “membangun kesuburan tanah”. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomasa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi

akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Sutanto, 2002).

Menurut Riquier, 1977 dalam Suripin, 2004, sumber alam utama, yaitu tanah dan air pada dasarnya merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh (1) kehilangan unsur hara dan bahan organik didaerah perakaran, terkumpulnya garam didaerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tanaman, (3) penjenuhan oleh air dan erosi. Kerusakan oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman atau menghasilkan barang atau jasa.

(18)

commit to user

Sebagai sumberdaya alam, untuk pertanian, tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan, dan (2) sebagai pendukung tanaman, atau matrik tempat akar tumbuhan berjangkar sehingga tumbuhan tetap bisa tumbuh keatas, dan air tanah tersimpan, dan tempat-tempat unsur hara dan air ditambahkan. Kedua fungsi tersebut dapat menurun atau hilang. Hilangnya atau menurunnya

fungsi tanah inilah yang kita sebut kerusakan tanah atau degradasi tanah. Hilangnya fungsi yang pertama dapat terus –teris diperbaharui dengan pemupukan. Tetapi hilangnya fungsi ke dua tidak mudah diperbaharui oleh karena diperlukan waktu yang sangat panjang, puluhan bahkan ratusan tahun untuk pembentukan tanah (Suripin, 2004).

Pengembalian bahan organik kedalam tanah adalah hal yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif. Dua alasan yang selama ini sering ditemukan para ahli adalah (1) pengolahan tanah yang dangkal selama bertahun-tahun mengakibatkan menurunnya kandungan C dan N-organik, (2) penggunaan pupuk kimia seperti urea , KCL, dan TSP telah melampaui batas efisiensi teknis dan ekonomis sehingga efisiensi dan pendapatan bersih yang diterima petani dari setiap unit pupuk yang digunakan semakin menurun. Kedua alasan tersebut memberikan dampak buruk bagi pertanian dimasa yang akan datang jika tidak dimulai antisipasinya (Musnamar, 2003).

Menurut Bahar, 2007 pertanian organik dapat diartikan sebagai praktek pertanian secara alami menggunakan pupuk organik dan sedikit mungkin melakukan pengolahan tanah. Bila sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya. Oleh karena itu, pilihan yang dilakukan

(19)

commit to user

Seymour (1997) dalam Salikin (2003) menjelaskan kriteria sistem pertanian organik yang diberikan oleh IFOAM (International Federation of Agriculture Movement) setidaknya harus memenuhi enam kriteria standar. Sebagai berikut:

1) Lokalita, pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi lokalita yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan

memanfaatkan bahan baku dari sekitanya.

2) Tanah, pertanian organik berupaya menjaga, merawat, dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui pemupukan organik, pergiliran tanaman, konservasi lahan, dan sebagainya.

3) Meredam polusi, pertanian organik dapat meredam polusi air dan udara dengan menghindari pembuangan limbah dan pembakaran sisa-sisa tanaman secara sembarangan serta menghindari penggunaan bahan sintetik yang dapat menjadi sumber polusi.

4) Kualitas produk, pertanian organik menghasilkan produk-produk pertanian berkualitas yaitu produk dapat menyesuaikan diri terhadap iklim dan jenis tanah setempat, citarasanya disenangi dan memiliki harga yang tinggi di pasar lokal, daya hasil tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit dan tahan rebah dan memenuhi standar mutu gizi dan aman bagi lingkungan serta kesehatan.

5) Pemanfaatan energi, pengelolaan pertanian organik menghindari sejauh mungkin penggunaan energi dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil (pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar minyak).

Kesempatan kerja, para petani organik memperoleh kepuasan dan mampu menghargai pekerja lainnya dengan upah yang layak.

2. Inovasi

(20)

commit to user

antara individu satu dengan yang lain. Dengan demikian, maka suatu pandangan inovasi mungkin berupa suatu teknologi baru, cara organisasi yang baru, cara pemasaran pertanian yang baru dan sebagainya.

Rogers dan Shoemaker (1971) berpendapat bahwa:

“An innovation is an idea, practice, or object that is perceived as new by an individual or other unit of adoption”.

Mengartikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluh. Pengertian baru yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan selalu berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah lama dikenal, diterima, digunakan atau diterapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu yang masih baru (Mardikanto, 1993).

Inovasi adalah suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau suatu kelompok. Persepsi adalah suatu hasil kegiatan yang membuat seseorang memperhatikan obyek disekitarnya baik yang diam maupun yang bergerak. Teknologi yang diterapkan melalui sebuah penelitian itulah yang disebut inovasi (Ray, 1998).

Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas

menjadi sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan, dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu. Yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan disegala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto, 1993).

(21)

commit to user

satu atau lebih praktek pertanian baru, walaupun praktek adopsi telah dicoba dan diteskan melalui penelitian dan mungkin pada pertanian progresif lainnya (Lionberger, 1960).

Inovasi sebagai sesuatu yang baru, di dalam komunikasi pembangunan selalu diusahakan agar dapat diketahui, diterima dan digunakan (diterapkan, dilaksanakan) oleh segenap warga masyarakat.

Untuk itu, setiap inovasi harus memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang mencerminkan kualifikasi inovasi yang bersangkutan untuk dapat diterima dan digunakan. Mardikanto (1993), membagi dua kelompok besar karakteristik inovasi, yaitu :

1) Sifat intrinsik inovasi yang meliputi :

a) Informasi ilmia yang melekat/dilekatkan pada inovasinya.

b)Nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan(teknis, ekonomis, sosial-budaya dan politis) yang melekat pada inovasinya.

c) Tingkat kerumitan (komleksitas inovasi) d)Mudah/tidaknya dikomunikasikan

e) Mudah atau tidaknya inovasi itu dicobakan f) Mudah atau tidaknya inovasi itu diamati.

2) Karakteristik ekstrinsik, yaitu karakteristik yang tergantung atau dipengaruhi oleh kondisi masyarakat penggunan atau lingkungannya, yaitu :

a) Kesesuaian atau kecocokannya b)Keuntungan relatif

Menurut Suprapto dan Fahrianoor (2004), inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru. Kebaruan inovasi beru tersebut diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya.

(22)

commit to user

3. Adopsi Inovasi

Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini

mengandung arti tidak sekedar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau ketrampilannya (Mardikanto, 1993).

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan). Manifestasinya dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metode maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya (Mardikanto dan Sutarni, 1982).

Dalam mengadopsi suatu inovasi tidak semua orang mengadopsi pada tingkat yang sama. Ada orang yang melakukannya bahkan setelah bertahun-tahun. Dalam hal ini biasanya pengadopsi dibagi menjadi 5 kategori: (1) inovator, (2) pengadopsi, (3) mayoritas awal, (4) mayoritas lambat, (5) kelompok lambat (Van den Ban, 1999).

Menurut Mosher (1978), menyatakan bahwa dalam proses adopsi atau menerima inovasi terdapat 5 tahap yaitu :

1). Awareness

(23)

commit to user 2). Interest

Tahap kedua terhadap adopsi inovasi. Tumbuhnya minat pada sasaran terhadap inovasi yang ditandai dengan keinginan untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai inovasi itu.

3). Evaluation

Sasaran mulai berfikir dan melakukan penilaian terhadap inovasi itu

yang dihubungkan dengan dirinya sendiri saat ini dan masa mendatang serta menentukan mencobanya atau tidak.

4). Trial

Pada tahap ke empat tahap adopsi inovasi, sasaran sudah berani untuk menerapkan inovasi itu dalam sekala kecil untuk menentukan keuntungan dan manfaatnya sesuai dengan situasi dirinya.

5). Either Repeated use or rejection

Tidak semua petani yang telah melalui tahap pertama, kedua, ketiga dan ke empat dapat dikatakan petani telah mengadopsi suatu inovasi. Akan tetapi pada tahap ke lima ini petani baru akan memutuskan untuk kembali menggunakan (adopsi) inovasi atau malah menolak inovasi baru tersebut.

Ibrahim et al (2003) menggolongkan adopter berdasarkan kecepatan adopsi terhadap suatu inovasi menjadi lima golongan, yaitu: a. Inovator (golongan perintis atau pelopor). Golongan perintis

jumlahnya tidak banyak dalam masyarakat. Karakteristik golongan ini gemar mencoba inovasi dan berani mengambil resiko (risk taker). Pendidikannya lebih tinggi dari rata-rata pada masyarakatnya serta aktif mencari informasi, baik melalui tulisan, audio visual maupun ke sumber-sumber teknologi secara langsung. Umurnya setengah baya

dan memiliki status sosial yang tinggi, serta ditunjang sumber keuangan yang mapan. Pada umumnya berpartisipasi aktif dalam menyebarkan inovasi.

(24)

commit to user

mendengarkan radio, memiliki faktor produksi non lahan yang yang relative lengkap sehingga dapat menerapkan suatu inovasi. Golongan pengetrap dini memiliki status sosial sedang karena pada umumnya berusia muda antara 25-40 tahun. Selain itu memiliki status ekonomi yang baik. Pada umumnya golongan ini memiliki prakarsa besar, aktif dalam kegiatan masyarakat dan suka membantu pelaksanaan

pembangunan di daerahnya. Golongan ini dapat dijadikan mitra penyuluh pertanian dalam menyebarkan inovasi sehingga mempercepat proses adopsi kelompok sosialnya.

c. Early majority (golongan pengetrap awal). Golongan ini mempunyai tingkat pendidikan rata-rata seperti anggota masyarakat lainnya. Golongan ini dapat menerima inovasi selama inovasi tersebut memberikan keuntungan kepadanya. Golongan pengetrap awal mempunyai status sosial ekonomi sedang. Pada umumnya memiliki umur lebih dari 40 tahun dan berpengalaman. Pola hubungan yang dilakukan cenderung lokalit dan kurang giat mencari informasi mengenai inovasi. Keputusan menerima adopsi diperhitungkan dengan teliti, sebab kegagalan penerapan inovasi sangat mempengaruhi penghidupan dan kehidupannya.

d. Late majority (golongan pengetrap akhir). Golongan ini pada umumnya berusia lanjut dan memiliki pendidikan yang rendah. Status sosial ekonominya sangat rendah dan lambat menerapkan inovasi. Salah satu faktor penghambat diri dalam penerapan inovasi ini adalah pengalaman pahit masa lalunya. Dengan status ekonomi yang rendah, kegagalan penerapan suatu inovasi akan mengancam penghidupan dan kehidupannya. Pola hubungan yang dilakukan lokalit, sehingga

akselerasi penerapan inovasi dapat dilakukan, apabila golongan penerap awal juga menerapkan inovasi yang disuluhkan.

(25)

commit to user

rendah dan tidak suka perubahan-perubahan. Pola hubungan yang dilakukan sangat lokalit sekali.

Keputusan inovasi dibuat melalui suatu analisis perkiraan biaya dimana masalah terbesar adalah ketidakpastian. Orang-Orang akan mengadopsi suatu inovasi tersebut jika mereka percaya, bahwa semua pertimbangan untuk meningkatkan keuntungan mereka. Sehingga mereka

dapat percaya bahwa inovasi bisa menghasilkan manfaat terhadap ide yang digantikan (Rogers, 1995).

4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Inovasi

Adopsi suatu teknologi oleh petani berkaitan erat dengan perilaku petani sebagai pengelola usahataninya. Perilaku petani sebagai pengelola usahataninya akan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yaitu meliputi faktor sosial antara lain tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah anggota keluarga. Faktor ekonomi misalnya tingkat pendapatan dan faktor kelembagaan, misal status penguasaan lahan (Syafa’at, 1990).

Mardikanto (1996) menambahkan bahwa faktor eksternal petani yang mempengaruhi perubahan-perubahan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi. Adapun lingkungan sosial yang mempengaruhi adalah kebudayaan, opini publik, pengambil keputusan dalam keluarga dan kekuatan lembaga sosial. Sedangkan kekuatan-kekuatan ekonomi yang berkembang dimasyarakat meliputi: a). Tersedianya dana atau kredit usahatani, b). Tersedianya sarana produksi dan peralatan usahatani, c). Perkembangan teknologi pengolahan hasil, dan d). Pemasaran hasil.

Menurut Soekartawi (1988) dalam proses pengambilan keputusan, apakah seseorang menolak atau menerima suatu inovasi adalah banyak

(26)

commit to user

Hanafi (1987) mengatakan bahwa antara adopter yang inovatif dengan yang kurang inovatif memiliki ciri-ciri sosial ekonomi yang berbeda. Dibandingkan dengan adopter yang lebih lambat, anggota sistem yang lebih inovatif itu:

a. Lebih berpendidikan, termasuk lebih menguasai kemampuan baca tulis.

b. Mempunyai status sosial yang lebih tinggi. Status sosial ditandai dengan pendapatan, tingkat kehidupan, kesehatan, prestise pekerjaan atau jabatan, pengenalan diri tehadap kelas sosial tersebut.

c. Mempunyai tingkat mobilitas keatas lebih besar, yakni kecenderungan untuk lebih meningkat lagi status sosialnya.

d. Mempunyai ladang yang lebih luas (jika ia petani).

e. Lebih berorientasi pada ekonomi komersial, dimana produk-produk yang dihasilkan ditujukan untuk dijual bukan semata-mata untuk konsumsi sendiri, karena barang kali mereka mengadopsi inovasi untuk lebih meningkatkan produksi sehingga pendapatan juga meningkat.

f. Memiliki sikap lebih berkenan terhadap kredit. g. Mempunyai pekerjaan yang lebih spesifik.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi antara lain :

Menurut Nasution (1998) kecepatan adopsi inovasi ditentukan oleh Sifat inovasi, yang terdiri dari :

a. Keuntungan relatif (relative advantages)

Apakah cara-cara atau gagasan baru ini memberikan sesuatu keuntungan relatif bagi mereka yang kelak menerimanya.

b. Keserasian (Compatibility)

(27)

commit to user c. Kerumitan (complexity)

Apakan inovasi baru tersebut dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderung dirasakan merupakan tambahan beban baru.

d. Dapat dicobakan (triability)

Bahwa suatu inovasi akan lebih cepat diterima bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran kecil sebelum seseorang terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Ini adalah cerminan prinsip manusia yang selalu ingin menghindari suatu resiko yang besar dari perbuatannya

e. Observabilitas

Jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk mempertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi tersebut berupa sesuatu yang abstrak yang hanya dapat diwujudkan dalam pikiran atau hanya dalam bayangan..

Adapun faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kecepatan adopsi tergantung dari faktor internal dari adopter itu sendiri, antara lain : 1. Umur

Soekartawi (1988) menyatakan bahwa makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui. Sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.

2. Pendidikan formal

Menurut Soekartawi (1988) yaitu mereka yang berpendidikan

(28)

commit to user

kemampuan baca tulis. Orang yang cepat berhenti dari penggunaan inovasi itu pendidikannya kurang, status sosialnya rendah, kurang berhubungan dengan agen pembaharu.

Menurut Mardikanto (1994), bahwa didalam proses adopsi teknologi baru akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani dan masyarakat pedesaan pada umumnya. Hal ini disebabkan karena

adopsi teknologi akan dapat berkembang dengan cepat bila petani mempunyai dasar pendidikan dan keterampilan yang memadai. Pendidikan formal petani dapat diperoleh melalui sekolah-sekolah formal yang pernah dialami petani.

Salah satu faktor yang dapat merubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rasional pola pikir dan jasa nalarnya. Dengan pendidikan yang semakin tinggi diharapkan, makin berkembang wawasan berpikirnya dan semakin baik keputusannya dalam menentukan cara-cara berusahatani yang lebih baik. Menurut Madigan (1962) dalam Cruz (1987) Petani yang mencapai pendidikan lebih tinggi mempunyai tingkat adopsi yang lebih tinggi daripada mereka yang mencapai tingkat pendidikan yang rendah. Seorang agen pembaharu dapat mendapatkan hasil yang terbaik ketika berhadapan dengan orang yang tingkat pendidikannya lebih tinggi.

Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Krasner dan Ullman (1973), yang menyatakan bahwa sebuah pendidikan penting dan diperlukan untuk setiap orang. Tujuan dari pendidikan adalah memberikan pengalaman yang akan mengubah seseorang menuju arah yang lebih baik. Definisi dari baik bisa dalam arti perkembangan secara

(29)

commit to user

selalu mengikuti dalam kehidupan. Bagaimanapun, pendidikan merupakan sebuah perisiapan yang baik untuk kehidupan yang lebih baik atau suatu kehidupan yang baik akan membuat seseorang menjadi berbeda dengan yang lain, sebagai contoh sifat alamiah yang berkaitan dengan perilaku.

3. Pendidikan nonformal

Pendidikan non formal mengarah pada pada pendidikan yang bertempat di luar dari aturan non formal. Khususnya, istilah atau ungkapan pendidikan non formal digunakan pada orang dewasa yang buta huruf dan pendidikan lanjutan untuk orang dewasa (Spencer, 1981). Menurut Kartasapoetra (1991), penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal atau suatu sistem pendidikan di luar sistem persekolahan yang biasa.

Menurut Suhardiyono (1992), pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar sistem pendidikan formal bagi sekelompok orang yang memenuhi keperluan khusus. Salah satu contohnya adalah penyuluhan pertanian. Penyuluhan merupakan sistem pendidikan yang bersifat nonformal atau sistem pendidikan diluar sistem persekolahan.

Selanjutnya, menurut Hollander (1970). pendidikan non formal bisa diperoleh dari kelompok-kelompok dimana seseorang berada, Persepsi sosial dengan kompetensi dalam perilaku interpersonal dan dengan efisiensi kelompok. Yang pertama dari proposisi-proposisi ini menyatakan bahwa individu yang memiliki pengetahuan lebih tentang niat, preferensi, dan keyakinan orang lain, semakin efektif untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan kelompok dengan orang-orang lain.

(30)

commit to user

diharapkan orang lain. Seringkali, seperti dalam kasus kelompok kerja, peran satu peserta tidak dapat diundangkan kecuali orang lain memberlakukan peran mereka dengan baik, dan kinerja yang tidak memadai dari setiap peran yang seseorang mungkin akan menganggu seluruh sistem.

4. Luas lahan

Adopter yang lebih inovatif mempunyai ladang yang lebih luas. Lebih berorientasi pada ekonomi komersial, dimana produk-produk yang dihasilkan ditujukan untuk dijual bukan semata-mata untuk konsumsi sendiri. Untuk itu mereka yang mengadopsi inovasi lebih meningkatkan produksi (Hanafi, 1987). Menurut Mardikanto (1993) semakin luas penguasaan lahan biasanya semakin cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.

Menurut Hernanto (1993), berdasarkan luas penguasaan lahan petani dapat digolongkan sebagai berikut :

1) Golongan petani luas (lebih dari 2 hektar) 2) Golongan petani sedang (0,5-2 hektar)

3) Golongan petani sempit (kurang dari 0,5 hektar) 4) Golongan buruh tani tidak bertanah.

5. Pendapatan

Petani dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi. Pendapatan akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan, seperti untuk kegiatan produktif (biaya produksi periode selanjutnya), kegiatan konsumtif (untuk pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan pajak-pajak), pemeliharaan investasi serta tabungan dan

(31)

commit to user

Rendahnya tingkat pendapatan di sektor pertanian salah satunya disebabkan oleh tingkat kepemilikan lahan pertanian yang sempit akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah dari waktu ke waktu, sehingga ketersediaan lahan pertanian semakin berkurang akibat dibangunnya pemukiman baru di pedesaan (Gustaman, 2004). Secara umum pendapatan petani memang rendah pada usahatani

tanaman pangan dan tanaman tahunan, untuk petani di Jawa ataupun di luar Jawa dan transmigran, pendapatan mereka relatif rendah (Hernanto, 1993).

5. Petani

Petani adalah mereka yang untuk sementara waktu atau tetap menguasai sebidang tanah pertanian, menguasai sesuatu cabang usaha tani dan mengerjakan sendiri, baik dengan tenaga sendiri maupun tenaga bayaran. Petani bukanlah bawahan penyuluh, berarti tidak ada pula sifat perintah dan tugas serta kewajiban tertentu sesuatu hal, tidak pula sesuatu sangsi jabatan terhadap hasil kerja yang telah diperlihatkan oleh petani (Samsudin, 1982).

Petani merupakan penduduk atau orang-orang yang secara de facto

memiliki atau menguasai sebidang lahan pertanian serta mempunyai kekuasaan atas pengelolaan faktor-faktor produksi pertanian (meliputi tanah berikut faktor alam yang melingkupinya, tenaga kerja termasuk organisasi dan skill, modal dan peralatan) di atas lahannya tersebut secara

mandiri (otonom) atau bersama-sama dengan pihak lain (Mardikanto dan Sri Sutarni, 1982).

Menurut Soekartawi (1988), petani dicirikan oleh karakteristik sebagai berikut:

a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari 240 kg beras per kapita per tahun.

(32)

commit to user

mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,50 Ha di Jawa atau 1,00 Ha di luar Jawa.

c. Patani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas. d. Petani yang memiliki pengetahuan yang terbatas.

Kemampuan petani untuk menerima sesuatu hal baru sifatnya tidak sama, tergantung kepada keadaan status sosial, status ekonomi, psikologis

dan juga tingkat pendidikan mereka. Pemasukan hal-hal baru yang selalu memakan waktu, sesuai tahapan-tahapan proses adopsi. Dengan demikian tahapan antara petani yang satu dengan yang lainnya pada suatu saat yang sama mungkin akan tidak sama. Sifat-sifat petani pada umumnya dipengaruhi pola pertanian daerahnya, luas pemilikan tanah, letak desa, topografi, tingkat pendidikan, status sosial dan tingkat ekonominya. Pada umumnya segala sesuatu tindakan petani selalu dipengaruhi oleh keadaan luar yang ada dalam lingkungannya.

Hal-hal yang mempengaruhi petani tersebut : a. Pengaruh Dari Susunan Keluarga Sendiri

Banyaknya jumlah anggota keluarga dalam satu rumah, tingkat perbedaan umur dan tingkat pendidikan dalam keluarga selalu mempengaruhi bentuk tindakan dan kegiatan usaha tani. Jika jumlah keluarganya banyak, petani tidak akan terlalu sibuk dibanding dengan petani yang jumlah keluarganya sedikit. Pembagian kerja akan lebih terarah jika tingkat umur dan pendidikan keluarga petani tidak banyak berbeda satu sama lain.

b. Pengaruh Masyarakat Sekitar

Susunan masyarakat, norma-norma sosial masyarakat dan rata-rata status sosial ekonomi biasanya mempengaruhi kegiatan usaha tahi

(33)

commit to user c. Pengaruh Agama dan Kepercayaan

Banyak kegiatan dan bentuk usaha tani yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan adat istiadat masyarakat setempat misalnya dengan sesajen.

(Samsudin, 1982).

6. Pupuk bioorganik

Pupuk bioorganik adalah hasil rekayasa bioteknologi yang berguna bagi pertanian secara umum dengan kandungan utamanya adalah mikroorganisme-mikroorganisme menguntungkan bagi kesuburan lahan dan pertumbuhan tanaman baik secara vegetatif maupun generatif. Pupuk bioorganik tidak mengandung Nitrogen, Phospat, maupun Kalium. Akan tetapi mikroorganisme yang terkandung di dalamnya, apabila di dalam tanah dapat menghasilkan Nitrogen yang ditambatkan dari udara, menguraikan P dan K yang terikat dengan senyawa lain. Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas (tidak bersimbiosis).

Mikroba pelarut P dilaporkan oleh orang rusia bernama Pikovskaya pada tahun 1948 yaitu Bacillus megatherium var. Phosphaticum dan mulai digunakan sebagai inokulum pertanian sejak tahun 1950-an. Beberapa mikroba yang diketahui dapat melarutkan P dari sumber-sumber sukar larut ditemukan baik dari kelompok fungi atau dari krlompok bakteri.

Mikroba lain yang juga sering digunakan adalah Mikoriza, yang terdiri dari dua kelompok utama yaitu: endomikoriza dan ektomikoriza. Mikoriza bersimbiosis dengan tanaman. Secara mudahnya endomikoriza berarti mikoriza yang ada di dalam dan ektomikoriza adalah mikoriza yang

(34)

commit to user

Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk bioorganik dikemas dalam bahan pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk bioorganik juga ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam-macam mikroba. Pupuk bioorganik ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.

Dalam melakukan pemupukan harus diperhatikan berbagai hal yang

meliputi ketepan dosis, waktu dan cara agar pemupukan dapat efektif dan efisien. Jumlah pupuk yang digunakan biasanya tergantung dari kebutuhan tanaman akan N. Pemberian pupuk paling baik digunakan pada waktu sebelum pengolahan tanah, sehingga pupuk dapat terus diolah ke dalam tanah (Rinsema, 1993).

Untuk menanggulangi kekurangan unsur makro pada tanaman, akhir-akhir ini bermunculan pupuk mikro yang rata-rata diberikan lewat daun. Belakangan pupuk yang kemudian dikenal dengan sebutan pupuk daun ini tidak saja berisi insur mikro, tetapi sudah dilengkapi dengan unsur makro. Bisa dimaklumi kalau pupuk daun yang berisi unsur hara lengkap tersebut disukai petani. Selain pemberian lebih praktis, khasiatnyapun lebih cepat terlihat. Ada satu hal kelebihan yang paling mencolok dari pupuk daun, yaitu penyerapan haranya berjalan lebih cepat dibanding dengan pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya, tanaman akan lebih cepat menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak. Oleh karena itu, pemupukan lewat daun dipandang lebih berhasil guna dibanding lewat akar (Lingga dan Marsono, 2002).

Salah satu penyebab kegagalan dalam menyuburkan tanah dengan menggunakan pupuk adalah akibat dari salah pupuk. Pupuk itu semacam racun. Pupuk, khususnya pupuk buatan, tak lain adalah bahan-bahan kimia

(35)

commit to user

Perlakuan benih adalah mencampur benih yang akan ditanam dengan pertisida. Pestisida yang digunakan umumnya pestisida sistemik, jika bertujuan untuk melindungi tanaman muda. Bila tujuannya hanya untuk melindungi benih saja, maka dapat digunakan pestisida nonsistemik. Takaran yang digunakan adalah dosis pestisida perkilogram benih. Benih yang akan dicampur dengan pestisida dimasukkan kedalam wadah

tertentu. Kemudian benih tersebut dimasukkan kedalam larutan pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Sesudah itu, benih yang sudah dimasukkan kedalam larutan pestisida tersebut diaduk dengan pestisida hingga merata dan siap untuk ditanam (Djojosumarto, 2000).

Sesuai dengan kegiatan kepentingan berbagai proses fisiologisnya, tanaman memerlukan unsur hara yang cukup. Berdasarkan kegiatan kepentingannya itu perlu pemupukan (pemberian unsur hara) yang sesuai dengan keperluannya yang menurut hasil-hasil penyelidikan berada dalam kekurangan tersedianya dalam tanah. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa pemupukan itu tidak boleh dilakukan sembarang waktu, harus memperhatikan waktu dibutuhkannya serta macamnya unsur hara yang berada dalam keadaan defisiensif. Dengan demikian pula maka pemberian pupuk akan bermanfaat (Sutejo dan Kartasapoetra, 1990).

Masa penyemprotan pupuk dapat dilakukan sekali setiap 10 hari. Setelah beberapa kali disemprot, biasanya tanaman akan memunculkan tunas-tunas baru yang nantinya menjadi ranting dan daun. Kalau tunas sudah muncul, penyemprotan dapat dihentikan. Ini disebabkan tunas muda sangat peka terhadap pupuk, apalagi jika dosisnya terlalu banyak. Nanti setelah tunas-tunas tersebut sudah menjadi ranting dan daun yang sudah

cukup kuat, barulah tanaman disemprot kembali

(Lingga dan Marsono, 2002)

(36)

commit to user

diencerkan dengan air, yang digunakan untuk menyemprot hama atau penyakit dengan luas tertentu (Sudarmo, 1992).

Dosis dalam pengertian kedua adalah jumlah larutan yang diperlukan setiap tanaman. Biasanya pengertian dosis ini hanya petani profesional dan ahli saja yang paling mengingat. Mengenai jumlah larutan yang disemprotkan tersebut sangat penting diketahui agar dosisnya jangan

berlebihan. Kalau berlebihan, akibatnya akan sangat buruk. Sebaliknya

kalau kekurangan, tanaman tidak akan mengalami perubahan (Lingga dan Marsono, 2002).

7. Aplikasi Penggunaan Pupuk Bioorganik Pada Tanaman Jagung

a. Perlakuan benih

1) Melarutkan 2 tutup botol (20 ml) pupuk bioorganik ke dalam 2 liter air.

2) Benih dirandam selam 1 jam.

3) Setelah direndam, benih dapat langsung ditanam pada lahan yang sudah disiapkan.

b. Pengolahan tanah

1) Lahan dicangkul halus dan dibuat baris dengan jarak 80 cm. Kebutuhan pupuk kandang (kompos) sebanyak 3 ton. Digunakan untuk menutup benih pada tugalan. Pupuk urea sebanyak setengah dari dosis anjuran (± 50 kg/ha) dan SP-36 sebanyak setengah dari dosis anjuran (± 50 kg/ha), diberikan pada jarak 5 cm dari lubang benih.

2) Setelah benih ditanam, larikan disemprot dengan larutan pupuk bioorganik 2-3 tutup botol per tangki.

c. Pemeliharaan tanaman

1) Aplikasi pada umur 10 hari setelah tanam.

(37)

commit to user

2) Aplikasi pada umur 20 hari setelah tanam.

Melarutkan 1-3 tutup botol (10-30 ml) pupuk bioorganik per tangki air. Penyemprotan dilakukan merata pada permukaan bawah daun dan tanah sekitar tanaman.

3) Aplikasi pada umur 25 hari setelah tanam

Memberikan pupuk urea sebanyak ½ dari dosis anjuran (± 75

kg/ha), tanam dengan jarak 10 cm dari batang. 4) Aplikasi pada umur 30 hari setelah tanam.

Melarutkan 1-3 tutup botol (10-30 ml) pupuk bioorganik per tangki air. Penyemprotan merata pada permukaan bawah daun dan tanah sekitar tanaman.

5) Aplikasi pada umur 40 hari setelah tanam.

Melarutkan 1-3 tutup botol (10-30 ml) pupuk bioorganik per tangki air. Penyemprotan merata pada permukaan bawah daun dan tanah sekitar tanaman.

6) Aplikasi pada umur 40 hari setelah tanam

Memberikan pupuk urea sebanyak ½ dari dosis anjuran (±75 kg) dan KCL sebanyak setengah dari dosis anjuran (±25 kg/ha), tanam dengan jarak 15 cm dari batang.

B. Kerangka Berpikir

Adopsi atau penerapan terhadap suatu inovasi memerlukan proses waktu yang lama, yang nantinya akan berpengaruh pada perubahan perilaku seseorang (pengetahuan, sikap, keterampilan) dalam menerapkan suatu inovasi. Dimana perubahan perilaku tersebut tergantung pada sifat inovasi, sejauh mana inovasi itu mudah diterapkan dan tergantung pada individu petani.

(38)

commit to user

berbeda-beda dalam mengadopsi inovasi, termasuk dalam penggunaan pupuk bioorganik. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang melatar belakangi petani itu sendiri, baik faktor internal maupun kondisi lingkungan disekitar mereka.

Proses adopsi pupuk bioorganik tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik intern maupun ekstern. Cepat tidaknya proses adopsi

inovasi sangat tergantung dari faktor intern adopter itu sendiri. Faktor-faktor tersebut yang nantinya akan mementukan tercapainya pertanian organik melalui proses adopsi yaitu ketepatan penggunaan pupuk bioorganik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi pupuk bioorganik antara lain umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, luas usahatani, pendapatan, serta sifat inovasi. Kaitannya dengan adopsi, semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka lebih cepat melakukan adopsi walaupun dengan pengalaman yang masih kurang. Pendidikan formal dan nonformal akan berpengaruh pada kecepatan adopsi. Semakin tinggi pendidikan formal yang di tempuh atau semakin banyak petani mengikuti pendidikan nonformal maka adopsi inovasi akan dilakukan dengan cepat karena pengetahuan yang lebih luas. Luas usahatani berpengaruh juga dalam kecepatan adopsi karena petani yang memiliki lahan yang luas biasanya memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. Sifat inovasi memegang peranan yang sangat penting dalam adopsi karena sifat inovasi (keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, ketercobaan dan keteramatan) dapat digunakan alasan petani untuk mengadopsi atau tidak suatu inovasi.

Kecamatan Pracimantoro telah empat tahun menerapkan pupuk bioorganik. Akan tetapi ketepan penggunaan pupuk bioorganik belum dapat

(39)

commit to user

Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat skema kerangka berfikir sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1:

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.

C. Hipotesis Penelitian

Diduga ada hubungan yang signifikan antara umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, luas usahatani, pendapatan, serta sifat inovasi dengan adopsi pupuk bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi penggunaan pupuk bioorganik :

1. Umur

2. Pendidikan formal 3. Pendidikan nonformal 4. Luas usahatani 5. Pendapatan 6. Sifat inovasi

Adopsi penggunaan pupuk bioorganik :

(40)

commit to user

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1.Definisi Operasional

a. Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik. 1) Umur adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan yang

dinyatakan dalam tahun.

2) Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan formal yang pernah

ditempuh responden.

3) Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang diperoleh responden diluar pendidikan formal, seperti ketika mengikuti penyuluhan petanian. Diukur dengan frekuensi mengikuti penyuluhan pertanian dalam satu musim tanam.

4) Luas usahatani adalah luas lahan pertanian yang dimiliki responden. Dinyatakan dalam satuan Ha.

5) Pendapatan adalah pendapatan dari kegiatan usahatani dan diluar usahatani per satu musim tanam.

6) Sifat inovasi, yaitu sifat-sifat yang melekat pada inovasi yang secara langsung naupun tidak langsung keberadaannya dapat mendorong atau menghambat dalam adopsi bioorganik yang meliputi:

a) Keuntungan relatif (relatif advantages), yaitu tingkat dimana bioorganik dianggap sebagai inovasi yang memberikan keuntungan secara teknis dan ekonomi. Keuntungan relatif ini dapat diukur melalui keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari bioorganik melalui persepsi petani responden terhadap keuntungan relatif bioorganik.

(41)

commit to user

c) Kerumitan (complexity), yaitu tingkat dimana inovasi bioorganik dirasa sulit atau tidaknya untuk diterapkan oleh petani. Kerumitan diukur melalui persepsi petani responden terhadap tingkat kerumitan bioorganik dalam hal mendapatkan pupuk bioorganik, dan penggunaannya.

d) Dapat dicobakan (triability), yaitu tingkat dapat dicobanya inovasi bioorganik oleh petani. Diukur melalui persepsi petani responden terhadap dapat atau tidaknya inovasi bioorganik digunakan di lahan dalam skala kecil

e) Dapat dilihat (observability), yaitu tingkat dapat dilihatnya hasil dari inovasi bioorganik oleh petani. Diukur melalui persepsi petani terhadap dapat atau tidaknya inovasi bioorganik dilihat atau diamati tehadap hasil.

Persepsi petani responden tersebut diukur dengan pernyataan-pernyataan positif dan negatif dengan kriteria sebagai berikut:

Pernyataan Positif

Sangat setuju (ST) : skor 5

Setuju (S) : skor 4

Tidak tahu/ragu-ragu (TT) : skor 3 Tidak setuju (TS) : skor 2 Sangat tidak setuju (STS) : skor 1 Pernyataan Negatif

Sangat setuju (ST) : skor 1

Setuju (S) : skor 2

Tidak tahu/ragu-ragu (TT) : skor 3

Tidak setuju (TS) : skor 4 Sangat tidak setuju (STS) : skor 5 b. Adopsi inovasi penggunaan pupuk bioorganik

(42)

commit to user

pertanyaan yang merupakan indikator dari dosis pemupukan yang dilakukan oleh petani.

2) Tepat waktu yaitu saat pemupukan yang dilakukan petani sesuai denga rekomendasi. Diukur dari pernyataan atau pertanyaan yang merupakan indikator dari waktu pemupukan yang dilakukan oleh petani.

3) Tepat cara yaitu teknik pemupukan yang dilakukan petani sesuai dengan rekomendasi.

(43)

commit to user

2. Pengukuran Variabel

a. Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik.

Tabel 2.1 Pengukuran Variabel Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri

Variabel Indikator Kriteria Skor

1. Umur

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

(44)

commit to user e. Sangat tidak setuju a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

(45)

commit to user

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju

a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju a. Sangat tidak setuju b. Tidak setuju

c. Tidak tahu/ragu-ragu d. Setuju

e. Sangat setuju

(46)

commit to user

Tabel 2.2 Pengukuran Variabel Adopsi Pupuk Bioorganik

Variabel Indikator Kriteria Skor tidak sesuai dosis yang dianjurkan

(47)

commit to user 4. Tepat tempat Ketepatan pada obyek

yang diberi pupuk tepat dan disemprotkan tidak merata.

1. Faktor faktor yang berhubungan dengan adopsi pupuk bioorganik yang diteliti meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, luas usahatani, pendapatan serta sifat inovasi.

(48)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan data-data dan menyajikan, menganalisis serta menginterpretasikan data yang dikumpulkan (Narbuko dan Achmadi, 1999).

Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik survei, yaitu teknik penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data dengan maksud menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun dan Effendi, 1985).

B. Metode Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu pemilihan lokasi penelitian melalui pilihan-pilihan berdasarkan kesesuaian karakteristik yang dimiliki calon sampel atau responden dengan kriteria tertentu yang

ditetapkan atau dikehendaki oleh peneliti, sesuai tujuan penelitian (Mardikanto, 2001).

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pracimantoro dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pracimantoro telah menerapkan pertanian

organik tetapi belum semua petani di kecamatan tersebut mengadospi pupuk bioorganik. Bahkan ada sebuah kelompok tani yang telah membuat sendiri pupuk organik untuk diaplikasikan ke lahan usahataninya. Oleh karena itu, peneliti memandang perlu dilakukan penelitian mengenai adopsi pupuk bioorganik.

(49)

commit to user

C. Metode Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani di Kecamatan Pracimantoro yang menggunakan pupuk bioorganik. Adapun data persentase pengguna pupuk bioorganik di Kecamatan pracimantoro sebagaimana dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Data Pengguna Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Desa Total Jumlah

Sumber : Data BPP Kecamatan Pracimantoro Tahun 2010

Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa persentase pengguna pupuk bioorganik terbanyak dari 18 desa di Kecamatan Pracimantoro adalah di

Desa Watangrejo, Desa Gebangharjo dan Desa Tubokarto. Lebih dari 50 % petani di 3 desa tersebut telah menggunakan pupuk bioorganik.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dengan menggunakan metode

(50)

commit to user

Tabel 3.2 Data Pengguna Pupuk Bioorganik di Setiap Kelompok Tani di 3 Desa Penelitian (Gebangharjo, Watangrejo, Tubokarto).

Nama Desa Kelompok Tani Jumlah

Anggota

Tubokarto Ngudi Darmo mulyo

Marsudi Mulyo

Sumber : BPP Kecamatan Pracimantoro Tahun 2010

Berdasarkan tabel 3.2, sampel terdiri dari 3 desa yaitu Desa Gebangharjo, Desa Watangrejo dan desa Tubokarto dan diambil masing-masing 1 kelompok tani tiap desa yang didasarkan pada prosentase terbanyak pengguna pupuk bioorganik yaitu kelompok tani Sedyo Makmur, Manggolorejo dan Ngudi Makmur. Kemudian jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 responden dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

㠘 骘 x 40

Keterangan :

(51)

commit to user

nk : jumlah petani yang menggunakan pupuk bioorganik dari masing-masing Kelompok Tani

N : jumlah petani dari ke-3 Kelompok Tani Tabel 3.3 Distribusi Jumlah Sampel

No Nama Desa Kelompok Tani Jumlah Anggota Jumlah Sampel

1. Gebangharjo Sedyo Makmur 84 7

2. Watangrejo Manggolorejo 244 22

3. Tubokarto Ngudi Makmur 124 11

Jumlah 452 40

Sumber: Data BPP Kecamatan Pracimantoro Tahun 2009

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau dari

pihak-pihak yang terkait dengan penelitian

2. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan:

a. Wawancara, wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam mengadopsi penggunaan pupuk bioorganik.

b. Obervasi, teknik observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan

langsung terhadap obyek yang akan diteliti sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti.

c. Pencatatan, teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat hasil wawancara

pada kuisioner dan mencatat data sekunder dari instansi yang terkait dengan penelitian.

F. Metode Analisis Data

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Faktor-Faktor yang Berubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri  .................................................................
Tabel 5.9 Persepsi Petani terhadap Kesesuaian Pupuk Bioorganik .....
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir Faktor Faktor yang Berhubungan
Tabel 2.1 Pengukuran Variabel Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Pupuk Bioorganik di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Termasuk orang yang memiliki kekayaan tetapi tidak dapat memanfaatkan kekayaan itu karena sesuatu hal, misalnya ditahan oleh penguasa atau berada di tempat yang

Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya adalah suatu pengorbanan sumber ekonomi yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya yang diukur dalam satuan uang

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terhadap siswa kelas VII MTs Al- Furqon Sanden Bantul untuk mengetahui prestasi belajar fiqih diperoleh

Atas berkat rahmat Allah SWT dengan takdir dan ketetapannya, penghargaan atas junjungan kita Baginda Rasullullah SAW yang meneladani umatnya dalam pengelolaan ego,

[r]

Dalam hal ini penulis ingin melihat bagaimana program kebijakan Rencana Strategis dari Dinas Pendapatan Propinsi Riau, Renstra juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI

Dan dari hasil pengujian chi square test menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,001 yang artinya p-value ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan