PENGARUH PEMBERIAN PUPUK HAYATI DAN AMANDEMEN TERHADAP KETERSEDIAAN HARA P DAN KOLONISASI ARBUSCULAR VESICULAR
MIKORIZA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq.) DI TANAH GAMBUT KEBUN AJAMU PTPN IV
SKRIPSI
Oleh :
M. FAUZAN AGUSTIAN 060303001
ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK HAYATI DAN AMANDEMEN TERHADAP KETERSEDIAAN HARA P DAN KOLONISASI ARBUSCULAR VESICULAR
MIKORIZA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq.) DI TANAH GAMBUT KEBUN AJAMU PTPN IV
SKRIPSI Oleh :
M. FAUZAN AGUSTIAN 060303001
ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
( Ir.T. Sabrina M. Agr. Sc. PhD) (Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf. MP) Ketua Anggota
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Dan Amandemen Terhadap Ketersediaan Hara P Dan Arbuscular Vesicular Mikoriza pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Tanah Gambut Kebun Ajamu PTPN IV
Nama : M. Fauzan Agustian NIM : 060303001
Departemen : Ilmu Tanah
Minat Studi : Bioteknologi Tanah Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
( Ir. T. Sabrina M. Agr. Sc. PhD) (Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf. MP) Ketua Anggota
Mengetahui
ABSTRACT
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Hayati dan Amandemen terhadap Ketersediaan hara dan Serapan Hara P dan
Kolonisasi Vesicular dan Arbuscular Mikoriza pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Gueenensis Jacq.) di Tanah Gambut Kebun Ajamu PTPN IV. Rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 2 ulangan. Faktor pertama ialah faktor pupuk hayati (M) yang terdiri dari tanpa mikroba (M0), dengan isolat MOS (M1), dengan isolat mikoriza (M2), dengan mikoriza + MOS (M3) dan Faktor perlakuan kedua ialah faktor amandemen (A) yang terdiri dari 6 taraf dosis yang terdiri dari tanpa amandemen (A0), dengan kapur 5 ton/ ha dolomit (A1), dengan kapur 10 ton/ ha dolomit (A2), dengan lumput laut setara 5 ton/ ha Dolomit (A3), dengan lumpur laut setara 10 ton dolomit (A4), dengan dolomit + lumpur laut (50% + 50%) (setara 10 ton/ ha kapur). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa interaksi pemberian pupuk hayati dan amandemen berpengaruh peningkatan terhadap ketersediaan P- tanah, P- total tanah, C/ N tanah. Sementara pH tanah dan Derajat infeksi hanya berpengaruh peningkatan pada pemberian amandemen sedangkan pada interaksinya tidak berpengaruh peningkatan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Agustus 1987 dari Bapak Drs. Banisril Agustian. AK dan Ibu Erna Habib. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara. Riwayat Pendidikan :
- SD Negeri Impres Medan lulus tahun 2000. - SLTP Negeri 6 Medan lulus tahun 2003. - SMA Al - Ulum Medan lulus tahun 2006.
- Lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melalui jalur SPMB pada tahun 2006 dan memilih program studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian.
Aktifitas Selama Perkuliahan :
- Asisten di Laboratorium untuk mata kuliah Dasar Ilmu Tanah Hutan tahun 2008
- Asisten di Laboratorium untuk mata kuliah Biologi Tanah tahun 2007-2009.
- Asisten di Laboratorium untuk mata kuliah Bioteknologi Tanah tahun 2007- 2009
- Pengurus Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) FP USU tahun 2006- 2009
- Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Kebun Sarang Giting Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari skripsi ini adalah“Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Dan Amandemen Terhadap Ketersediaan Hara P Dan
Kolonisasi Arbuscular Mikoriza Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Gueenensis Jacq, L) Di Tanah Gambut Kebun Ajamu PTPN IV ”
sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ir. T Sabrina. M.Agr.Sc, PhD., dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan sarannya, juga kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Asmaharlaily Sahar Hanafiah, MS. DAA atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama
melaksanakan penelitian serta ketua Departemen Ilmu Tanah Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan khususnya pada Ayahanda Drs. Banisril Agustian. AK dan ibunda Erna Habib, Nenek ku Hj. Nurbayati dan
Adekku M. Fadly Agustian serta Abang dan Kakak ku Faisal dan Novita Sari Tanjung, dan kekasihku Yullis Lubis dan seluruh keluaga besar saya
kepada Bapak Alm Prof. Dr. Oelim Hanfiah, MS. DAA yang telah membantu saya di lapangan dan juga mengucapkan terima kasih kepada rekan – rekan ilmu tanah ‘’ Viva soil solid ” yang telah banyak mebantu penulis baik di lapangan maupun di laboratorium: Hadi Wijoyo, Surya Affandi, Andrifan Dwi Prabowo, SP, Wan Riski Fauzi, SP, M. Rosyiadi Batubara, Hendra Gunawan Tanjung, Windi Lesmana, SP. Rahmat Wibowo, Sry Malyana Frisci Gultom, SP, Diani Pertiwi Hsb, SP, Fitria Susanti, SP, Putri Melati Samosir, SP, Sari Marito Sianturi,Yusra Parinduri, Ahmad Fauzan Lubis, Mirzha andika, Harinariunisa Lubis, Regina, Mimi Handayani. Makasih atas bantuan dan kebersamaanya selama ini dan memberikan semangat penulis untuk mengerjakan skripsi tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI Hal
ABSTRACT………. i
ABSTRAK………... ii
RIWAYAT HIDUP………. iii
KATA PENGANTAR………... iv
DAFTAR ISI………... vii
DAFTAR TABEL……….. ix
DAFTAR GAMBAR………... xi
DAFTAR LAMPIRAN……….. xii
PENDAHULUAN……….. 1
Latar Belakang... 1
Perumusan Masalah ………. 2
Tujuan Penelitian ………. 3
Hipotesis Penelitian... 3
Kegunaan Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA……….. 5
Tanah gambut... 5
Budidaya kelapa sawit (elaeis gueenensis Jacq, L)………... 16
Pembibitan……… 16
Penanaman……… 17
Pemupukan……… 18
Pengendalian hama dan penyakit………. 19
Pemeliharan tanaman……… 19
Panen dan produksi……….. 20
Manajemen lahan gambut………... 21
Pengaturan tata air……….… 21
Teknik menjaga kelembaban tanah gambut……….. 22
Pembuatan saluran drainase……….. 23
Amandemen... 24
Kapur dolomit……….. 24
Lumpur laut……….. 26
Pupuk hayati………... 27
Pupuk Hayati Penambat Nitrogen simbion……… 27
Mikoriza……….. 29
Mikoriza Vesicular Arbuscular (MVA)……….. 29
BAHAN DAN METODE……….... 32
Tempat dan Waktu Penelitian... 32
Metode Penelitian... 32
Pelaksanaan Penelitian... 34
Peubah yang diukur... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 36
Hasil………. 36
Pembahasan……….. 55
KESIMPULAN DAN SARAN…...………59
Kesimpulan……… 59
Saran……….. 59
DAFTAR PUSTAKA……….. 60
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Nilai rataan pH Tanah gambut pada perlakun amandemen setelah inkubasi ... 36
2. Nilai rataan P- Total tanah gambut pada perlakuan amandemen setelah inkubasi ... 38
3. Nilai rataan P- Tersedi tanah gambut pada perlakuan mikoriza dan amandemen setelah inkubasi ... 40
4. Nilai rataan C/ N tanah gambut pada perlakuan mikoriza dan amandemen setelah inkubasi ... 42 5. Nilai rataan pH Tanah gambut pada perlakuan amandemen setelah panen .... 44 6. Nilai rataan P- Total tanah gambut pada perlakuan mikoriza dan amandemen setelah panen ... 46 7. Nilai rataan P- Tersedia Tanah pada perlakuan mikoriza dan amandemen setelah panen ... 48
8. Nilai rataan C/ N tanah pada perlakuan mikoriza dan amandemen setelah panen ... 50
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Grafik pH Tanah gambut terhadap perlakuan
amandemen setelah inkubasi ... 37
2. Grafik P- total tanah gambut terhadap perlakuan amandemen setelah inkubasi ... 39
3. Grafik P- tersedia tanah gambut terhadap perlakuan pupuk hayati dan amandemen setelah inkubasi ... 41
4. Grafik C/ N tanah gambut terhadap perlakuan pupuk hayati dan amandemen setelah inkubasi ... 43
5. Grafik pH Tanah gambut terhadap perlakuan amandemen setelah panen ... 45
6. Grafik Grafik P- total tanah gambut terhadap perlakuan amandemen setelah panen ... 47
7. Grafik C/ N tanah gambut terhadap perlakuan pupuk hayati dan amandemen setelah inkubasi ... 49
9. Grafik Derajat infeksi Terhadap Perlakuan Amandemen Setelah Panen ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Analisis Awal Tanah Setelah Perlakuan ... 60
2. pH Tanah Setelah Inkubasi ... 60
3. pH Tanah Setelah Panen ... 64
4. Derajat Infeksi Setelah Panen ... 68
5. Daftar Sidik Ragam Analisis pH Tanah Setelah Inkubasi ... 60
6. Tabel Dwikasta Analisis pH Tanah Setelah Inkubasi ... 61
7. Daftar Sidik Ragam P- Total Tanah Setelah Inkubasi ... 61
8. Tabel Dwikasta P- Total Tanah Setelah Inkubasi ... 61
9. Daftar Sidik Ragam Analisis P- Tersedia Tanah Setelah Inkubasi ... 62
10.Tabel Dwikasta P- Total Tanah Setelah Inkubasi ... 61
11.Daftar Sidik Ragam Analisis C/N Tanah Setelah Inkubasi ... 63
12.Tabel Dwikasta C/ N Tanah Setelah Inkubasi ... 64
13.Daftar Sidik Ragam Analisis pH Tanah Setelah Panen ... 64
14.Daftar Sidik Ragam P- Tersedia Tanah Setelah Panen ... 67
15.Tabel Dwikasta Analisis P- Tersedia Tanah Setelah Panen ... 68
16.Daftar Sidik Ragam Analisis P- Total Tanah Setelah Panen ... 66
17.Tabel Dwikasta Analisis P- Total Tanah Setelah Panen ... 67
18.Daftar Sidik Ragam Analisis C/N Tanah Setelah Panen ... 67
19.Tabel Dwikasta Analisis C/ N Tanah setelah Panen ... 68
20.Tabel Dwikasta Analisis Derajat Infeksi Setelah Panen ... 68
21.Daftar Sidik Ragam Analisis Derajat Infeksi Setelah Panen ... 69
22.Tabel Kriteria Tanah Menurut Balai Penelitian Tanah ... 69
ABSTRACT
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Hayati dan Amandemen terhadap Ketersediaan hara dan Serapan Hara P dan
Kolonisasi Vesicular dan Arbuscular Mikoriza pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Gueenensis Jacq.) di Tanah Gambut Kebun Ajamu PTPN IV. Rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 2 ulangan. Faktor pertama ialah faktor pupuk hayati (M) yang terdiri dari tanpa mikroba (M0), dengan isolat MOS (M1), dengan isolat mikoriza (M2), dengan mikoriza + MOS (M3) dan Faktor perlakuan kedua ialah faktor amandemen (A) yang terdiri dari 6 taraf dosis yang terdiri dari tanpa amandemen (A0), dengan kapur 5 ton/ ha dolomit (A1), dengan kapur 10 ton/ ha dolomit (A2), dengan lumput laut setara 5 ton/ ha Dolomit (A3), dengan lumpur laut setara 10 ton dolomit (A4), dengan dolomit + lumpur laut (50% + 50%) (setara 10 ton/ ha kapur). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa interaksi pemberian pupuk hayati dan amandemen berpengaruh peningkatan terhadap ketersediaan P- tanah, P- total tanah, C/ N tanah. Sementara pH tanah dan Derajat infeksi hanya berpengaruh peningkatan pada pemberian amandemen sedangkan pada interaksinya tidak berpengaruh peningkatan.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Di Indonesia tanah gambut merupakan jenis tanah terluas kedua setelah Podsolik dan merupakan negara ke-4 dalam luasan gambut setelah negara Kanada, Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Penyebaran tanah gambut di Indonesia meliputi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Rajagukguk, 1993).
Dewasa ini, lahan gambut dipergunakan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam upaya ektensifikasi. Dalam pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan dijumpai berbagai masalah baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah antara lain kesuburan tanah rendah, cepat mengalami degradasi kesuburan, memiliki ratio C/N tinggi, unsur hara P yang rendah, serta rendahnya jumlah dan aktifitas mikrorganisme heterotrof pada tanah tersebut sehingga menyebabkan laju pematangan gambut menjadi lambat. Semua masalah itu merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman disamping dibutuhkan biaya yang yang
relatif mahal untuk menjadikan lahan gambut sebagai lahan perkebunan (Noor, 2001 ).
Pupuk hayati adalah mikroorganisme yang mampu meningkatkan ketersediaan hara serta pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati yang dapat diberikan langsung ke tanah atau diaplikasikan ke biji. Perkembangan penggunaan pupuk hayati seperti isolat Mikroorganisme selulotik (MOS), isolat mikoriza, isolat MOS + mikoriza di latarbelakangi oleh makin berkurang efektifnya pemupukan dengan menggunakan pupuk buatan saja. Disamping juga untuk menekan biaya produksi
Pada tanah mineral biasanya digunakan kapur dolomit sebagai amandemen tanah yang mengandung Ca dan Mg untuk meningkatkan pH tanah, sedangkan pada tanah gambut digunakan amandemen sebagai unsur hara yang dapat mengikat asam – asam organik di tanah gambut tersebut. Penggunaan bahan lain yang mengandung unsur yang sama yang dikandung kapur seperti lumpur laut dapat digunakan sebagai alternative peningkatan pH tanah. Pemanfaatan lumpur laut tersebut haruslah diperhatikan secara seksama pengelolaannya karena perlu diingat bahwa lumpur laut memiliki tingkat kegaraman (salinitas) yang tinggi yang dapat menganggu fisiologi tanaman dan bahkan menyebabkan kematian pada tanaman tersebut.
Unsur fosfor (P) pada tanah gambut sebagian besar dijumpai dalam bentuk P- organik, yang selanjutnya akan mengalami proses mineralisasi menjadi P- inorganik oleh jasad mikro. Sebagian besar senyawa P- organik berada dalam bentuk ester ortofosfat, sebagian lagi dalam bentuk mono dan diester. Ester yang telah diidentifikasi terdiri atas inositol fosfat, fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula fosfat, Ketiga senyawa pertama bersifat dominan.
Perumusan Masalah
Pemanfaatan tanah gambut sebagai lahan pertanian alternatif memiliki banyak kendala seperti pH rendah, ketersediaan unsur hara yang rendah dan KTK tinggi sedangkan kejenuhan basanya rendah.
pengganti dolomit sebagai amandemen akan berpengaruh positif jika tepat dan seksama dalam penggunaan dan pengelolaan lumpur tersebut.
Oleh karena itu, dikaji sejauh mana pengaruh rhizobia dan amandemen tersebut terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk hayati (isolat MOS, isolat mikoriza, isolat MOS + mikoriza) terhadap ketersediaan hara P dan kolonisasi arbuscular dan vesicular mikoriza pada akar tanaman kelapa sawit (guineensis Jacq.) di tanah gambut
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian amandemen (Kapur dolomit dan lumpur laut) terhadap ketersediaan hara P dan kolonisasi arbuscular dan vesicular mikoriza pada akar tanaman kelapa sawit (guineensis Jacq.) di tanah gambut
3. Untuk mengetahui pengaruh pupuk hayati (isolat MOS, isolat mikoriza, isolat MOS + mikoriza) dan amandemen (Kapur dolomit dan lumpur laut) terhadap ketersediaan hara P dan kolonisasi arbuscular dan vesicular nikoriza pada akar tanaman kelapa sawit (guineensis Jacq.) di tanah gambut
Hipotesis Penelitian
2. Pemberian amandemen (Kapur dolomit dan lumpur laut) dapat meningkatkan ketersediaan hara P dan kolonisasi akar tanaman kelapa sawit (guineensis Jacq.) oleh mikoriza pada tanah gambut.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai alternatif pengganti lahan kering yakni dengan pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman kelapa sawit (guineensis Jacq.).
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan ini dilakukan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan. Penelitian ini dilakukan dengan ketinggian tempat + 20 m dpl pada
Juli 2009 sampai Juni 2011.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah tanah gambut dari PTPN IV Ajamu
Rantau Parapat, kecambah kelapa sawit berasal dari PPKS, media steril campuran
tanah gambut dan pasir dengan perbandingan 3 : 1, larutan Pupuk Urea
(2gr/100 mL air), Rock fhosfat (113,33gr/Polibag), KCL (3,863gr/Polibag),
Mikroorganisme selulotik (MOS) diberikan sebanyak (20cc/L air). Amandemen
yang diberikan kapur Dolomit dan lumpur laut daerah Belawan. Selain itu
digunakan bahan kimia untuk keperluan analisis dan untuk pengendalian hama
serta penyakit tanaman digunakan Round up dan Gramaxone.
Peralatan yang digunakan yaitu karung goni, cangkul, tali plastik, gembor,
polibag hitam, plastik transparan, handsprayer, erlenmeyer, pipet tetes, pH meter,
dan alat laboratorium lainnya untuk keperluaan analisis.
Metoda Penelitian
Percobaan ini dilakukan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan 2 faktor
perlakuan yaitu pupuk hayati dan amandemen yang diulang 2 kali. Masing-masing
1. Faktor Pupuk Hayati (M)
M0 = Tanpa mikroba
M1 = Dengan isolat MOS
M2 = Dengan isolat mikoriza VA
M3 = Dengan mikoriza + MOS
2. Faktor Amandemen (A)
A0 = Tanpa amandemen
A1 = Dengan kapur 5 ton / Ha (dolomit)
A2 = Dengan kapur 10 ton / Ha (dolomit)
A3 = Dengan lumpur laut (setara dengan 5 ton kapur)
A4 = Dengan lumpur laut (setara dengan 10 ton kapur)
A5 = Dengan kapur + lumpur laut (50 % + 50 % ) (setara 10 ton)
Adapun bagan percobaan di lapangan antara lain:
M0A0 M1A0 M2A0 M3A0
M0A1 M1A1 M2A1 M3A1
M0A2 M1A2 M2A2 M3A2
M0A3 M1A3 M2A3 M3A3
M0A4 M1A4 M2A4 M3A4
M0A5 M1A5 M2A5 M3A5
Dengan demikian jumlah unit percobaan adalah 4 x 6 x 2 = 48 unit
Model linear Rancangan Acak Kelompok Faktorial :
Yij = µ + σi + є j + γk + єγjk + ∑ijk
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan blok ke- I dengan perlakuan Pupuk hayati ke- j dan Amandemen ke- k
µ = Nilai rerata harapan
σi = Pengaruh blok ke- i
єj = Pengaruh Pupuk hayati ke- j∑
єγjk =Pengaruh Interaksi Pupuk hayati ke- j dan Amandemen ke- k
∑ijk = Faktor galat ke- I, Pupuk hayati ke- j, dan Amandemen ke- k
Data- data yang di peroleh analisis secara statistik berdasarkan analisa varian
pada setiap pengubah amatan yang di ukur dan di uji lanjutan perlakuan yang
nyata dengan menggunakan Uji Beda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5 %
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Media Tumbuh
Tanah gambut yang digunakan adalah lapisan atas hingga kedalaman
30 cm sebanyak 17 kg tanah gambut kering udara (kadar air 80%) dimasukkan ke
dalam polybag, kemudian polybag diletakkan di atas baskom yang berisi air
kemudian disusun di lapangan bagan penelitian.
Pemberian Amandemen
Kapur atau lumpur laut diberikan dengan cara menabur diatas permukaan tanah
sedalam lapisan olah tanah yaitu 20–25 cm selama tiga minggu sebelum tanam.
Pemupukan
Sebagai pupuk dasar digunakan KCl dengan dosis (55% K2O), Maroko
fosfat (10% P2O5). Pupuk fosfat alam diberikan sehari sebelum tanam dan
diberikan pada lobang tanam. Selain itu diberi pupuk hara makro dalam bentuk
Pemberian Inokulum dan Penanaman
Inokulum mikroba selulotik diberikan sebelum tanam dalam bentuk cair.
Bibit kelapa sawit yang telah berumur 3 bulan (Pre Nursery) di tanam di dalam
polybag yang telah berisi tanah gambut sebagai media tanam. Inokulum mikoriza
diberikan dalam bentuk inokulum tanah, diberikan 100 g inokulum / polybag
diletakkan pada lubang tanam. Penyiangan rumput dan pengendalian hama
penyakit dilakukan selama pertumbuhan tanaman. Setelah tanaman berumur dua
belas bulan pemanenan untuk menganalisis pengaruh perlakuan
Variabel Yang Diamati
pH Tanah Metode Ekstrak dengan perbandingan (1 : 2,5 mL) P-Tersedia Tanah Metode Bray II
Derajat infeksi Mikoriza
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis kimia tanah setelah inkubasi
Tanah gambut yang menjadi objek penelitian memiliki pH 4.04,
P- tersedia 16.05, P- total 00.64, C/N 13.92 sesuai Lampiran 1.
1. pH Tanah (Setelah inkubasi selama 2 minggu)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 2 memperlihatkan bahwa perlakuan
amandemen berpengaruh nyata terhadap pH tanah, sedangkan interaksi keduanya
tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Berdasarkan kriteria BPPM (1982)
nilai pH tanah gambut ini tergolong masam, dengan nilai pH yang terukur
berkisar 3.28 – 4.54. .
Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk hayati dan amandemen
terhadap pH tanah gambut setelah inkubasi selama 2 minggu di sajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh pupuk hayati dan amandemen terhadap pH tanah gambut setelah inkubasi selama 2 minggu
Ket :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
DMRT α 0.05
.
Pemberian amandemen kapur dolomit (A2) 10 ton/ Ha mengakibatkan pH
tanah gambut meningkat, yang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuaan
lainnya dan kontrol (A0) (Tabel 1). A
M Amandemen
Total Rataan
A0 A1 A2 A3 A4 A5
P
u
p
u
k
H
ayati
M0 3.28 3.96 4.16 3.39 3.29 4.32 22.41 3.73
M1 3.34 4.11 4.37 4.17 3.28 3.80 23.08 3.84
M2 3.84 4.00 4.54 3.26 3.95 3.85 23.45 3.90
M3 3.43 3.94 4.25 3.24 3.66 4.37 22.91 3.81
Total 13.9 16.0 17.32 14.07 14.10 16.36 91.86 15.31
ton/Ha pemberian jauh lebih rendah dibandingkan P- total pada kontrol
(Gambar 2).
3.P – Tersedia tanah (Setelah inkubasi selama 2 minggu)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 4 memperlihatkan bahwa perlakuan
pupuk hayati dan amandemen berpengaruh nyata terhadap P- tersedia tanah,
sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap P- tersedia tanah.
Berdasarkan kriteria BPPM (1982) nilai P-tersedia tanah gambut ini tergolong
sangat tinggi, dengan nilai P-tersedia tanah yang terukur berkisar
13.5 – 396 ppm.
Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk hayati dan amandemen
terhadap P- tersedia tanah gambut setelah inkubasi selama 2 minggu di sajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh pupuk hayati dan amandemen terhadap P- tersedia tanah gambut setelah inkubasi selama 2 minggu
Ket :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
DMRT α 0.05.
Tanpa pemberian pupuk hayati dan amandemen (Kontrol) mengakibatkan
P- tersedia tanah gambut tinggi bahkan lebih rendah dibandingkan jika lahan
gambut diberi pupuk hayati maupun amandemen (Tabel 3). A
M
Amandemen
Total rataan
A0 A1 A2 A3 A4 A5
P
u
p
u
k
H
ayati
M0 152 37 198 201.5 145.5 73 1007 167.8
M1 265.5 59. 178 17 50.0 113 682.5 113.7
M2 276.5 13.5 16.5 45.5 162.5 43 944.5 157.4
M3 396 169 37.5 37.5 228.5 149.5 1018 169.6
Total 1090.0 278.5 430.0 301.5 586.5 965.5 3652 608.6
Analisis kimia tanah setelah panen
1. pH Tanah (Setelah panen selama 12 bulan)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 6 memperlihatkan bahwa perlakuan
amandemen berpengaruh nyata terhadap pH tanah, sedangkan interaksi keduanya
tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Berdasarkan kriteria BPPM (1982)
nilai pH tanah gambut ini tergolong masam, dengan nilai pH yang terukur berkisar
3.7 – 4.8.
Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian amandemen terhadap pH tanah
gambut setelah panen selama 12 bulan di sajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh pupuk hayati dan amandemen terhadap pH tanah gambut setelah panen selama 12 bulan
Ket :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
DMRT α 0.05.
Pemberian (A2) kapur dolomit 10 ton/ Ha mengakibatkan pH tanah
gambut yang nyata lebih tinggi di bandingkan perlakuan lainnya dan kontrol
(Tabel 5).
A M
Amandemen Total Rataan
A0 A1 A2 A3 A4 A5
P
u
p
u
k
H
ayati
M0 4.28 4.44 4.76 4.22 4.11 4.75 26.58 4.43
M1 3.79 4.85 4.87 4.46 4.48 4.79 27.26 4.54
M2 4.28 4.59 4.65 4.36 4.14 4.49 26.51 4.41
M3 4.58 4.60 4.76 4.23 4.32 4.70 27.20 4.53
Total 16.94 16.94 18.49 19.04 17.27 17.06 18.74 107.55
Pemberian amandemen lumpur laut + kapur dolomit dengan isolat VA
mikoriza, isolat MOS + VA mikoriza walaupun tanpa isolat dapat meningkatkan
P- total tanah gambut lebih tinggi daripada kontrol maupun perlakuan lainnya.
Pemberian amandemen 5 ton/Ha (A3) mampu meningkatkan P- total tanah
gambut lebih tinggi daripada kontrol asalkan tidak diberi pupuk hayati. Pemberian
pupuk hayati pada perlakuan (A3) menekan menurunkan P- total tanah gambut
(Gambar 6).
3. P- Tersedia tanah (Setelah panen selama 12 bulan)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 8 memperlihatkan bahwa perlakuan
pupuk hayati dan amandemen berpengaruh nyata terhadap P- tersedia tanah,
sedangkan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap P- tersedia tanah.
Berdasarkan kriteria BPPM (1982) nilai P- tersedia di tanah gambut ini tergolong
sangat tinggi, dengan nilai P- tersedia tanah yang terukur berkisar 18 – 609 ppm.
Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk hayati dan amandemen
terhadap P- Tersedia tanah gambut setelah panen selama 12 bulan di sajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh pupuk hayati dan amandemen terhadap P- tersedia tanah gambut (ppm) setelah panen selama 12 bulan
Ket :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
DMRT α 0.05.
A M
Amandemen Total Rataan
A0 A1 A2 A3 A4 A5
P
u
p
u
k
H
ay
at
i
M0 295 32 60.5 34 79.5 221.5 1029 171.5
M1 334 73.5 193 21 58.5 118 798 133
M2 282 18 20 19.5 73 268.5 681 113.5
M3 609 214 178.5 46.5 41 233.5 1323 220.5
Total 1520 337.5 452 428 252 841.5 3831.5 638.5
4.C/N Tanah (Setelah panen selama 12 bulan)
Hasil sidik ragam pada Lampiran 9 memperlihatkan bahwa perlakuan
pupuk hayati dan amandemen berpengaruh nyata terhadap C/N tanah, sedangkan
interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap C/N tanah. Berdasarkan kriteria
BPPM (1982) nilai C/N tanah gambut ini tergolong sangat tinggi, dengan nilai
C/N Tanah yang terukur berkisar 18.6 – 36.5.
Hasil uji beda rataan pengaruh pemberian pupuk hayati dan amandemen
terhadap C/N tanah gambut setelah panen selama 12 bulan di sajikan pada Tabel 8
Tabel. 8 Pengaruh pupuk hayati dan amandemen terhadap C/N tanah gambut setelah panen selama 12 bulan
Ket :Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata pada
DMRT α 0.05.
Pemberian (M3A0) pupuk hayati dan amandemen mengakibatkan C/N
tanah gambut yang nyata lebih tinggi C/N tanah gambut dibandingkan perlakuan
lainnya dan kontrol (M0A0) (Tabel 8). A
M Amandemen
Total Rataan
A0 A1 A2 A3 A4 A5
P
u
p
u
k
H
ayati
M0 24.9 21.4 25.3 29.1 22.4 22.2 145.4 24.24
M1 25.4 23.9 33.7 25.4 24.9 24.2 157.6 26.27
M2 22.0 22.8 18.6 20.8 29.7 26.0 140.0 23.33
M3 36.5 24.2 27.4 29.9 22.3 24.5 165.0 27.500
Total 108.9 92.4 105.05 105.4 99.3 97.0 608.10 101.35
Pembahasan
pH Tanah
pH tanah gambut setelah panen selama 12 bulan pemberian kapur dolomit
10 ton/ Ha (A2) meningkatkan pH menjadi 4.6, pH setelah inkubasi selama 2
minggu pada pemberian (A2) kapur dolomit 10 ton/Ha tanah gambut menurunkan
pH sebesar 4.3. Hal ini dikarenakan dolomit mengandung unsur Ca dan Mg yang
dapat bereaksi melepaskan ion OH- sehingga pH rata – rata tanah bisa meningkat.
Hal ini sesuai literatur Tarigan (2001) bahwa penambahan lumpur laut dari 5 ton/
Ha menjadi 10 ton/Ha tidak mempunyai efek yang lebih baik terhadap
peningkatan pH tanah gambut. Lumpur laut memiliki nilai positif dan negatif.
Nilai positif yaitu adanya garam – garam berupa kombinasi kation basa
(K, Ca, Mg) dan anion sulfat, bikarbonat dan klor. Nilai negatif yaitu dapat
mengakibatkan situasi reduktif, menyebabkan terbentuknya hidrogen sulfida.
Kemasaman tanah gambut disebabkan oleh asam – asam organik dan firit
(senyawa sulfur). Rendahnya pH tanah gambut disebabkan oleh disosiasi dari H+
dari gugus karboxyl, phenolik dan grup asam amino dalam bahan organik,
sehingga kompleks koloid tanah gambut tersebut jenuh akan ion H+ Sedangkan
menurut Darmandono (1976), rendahnya pH tanah gambut ini diakibatkan oleh
tercucinya beberapa ion mineral pada saat berlangsungnya proses humifikasi.
Tingginya karbon organik di dalam lahan gambut tidak berfungsi sebagai
penyangga kemasaman tanah.
P- Tersedia Tanah
P- tersedia tanah gambut setelah panen selama 12 bulan pada pemberian
gambut meningkatkan P- tersedia tanah yaitu 609.5 ppm, sedangkan P- tersedia
setelah inkubasi selama 2 minggu pada pemberian menurunkan P- tersedia
inkubasi pada pemberian (A0) (kontrol) 0.00 gram/ polibag tanah gambut hanya
272. 5 ppm. Hal ini menurut Stevenson (1982) dikarenakan komposisi unsur P di
dalam tanah dipengaruhi oleh antara lain: i) komposisi bahan organik di lahan
gambut sebagai humus di dalam tanah, ii) komposisi bahan anorganik didalam
tanah gambut unsur P diikat oleh Ca, Mg, Fe, Al dan mineral liat, iii) komposisi
bahan organik dan anorganik P di dalam tanah gambut mreupakan penyusun
dalam biomassa tanah. Mikroorganisme berperan terhadap pembentukan P
organik dan mineral liat tanah gambut. Proses pembentukan unsur P ditanah
gambut melalui proses mineralisasi dan immobilisasi. Proses mineralisasi yaitu
proses perubahan P- organik menjadi P- anorganik yang dapat diserap oleh
tanaman dan tidak tersedia bagi tanaman khususnya tanaman kelapa sawit,
sedangkan proses immobilisasi adalah proses perubahan P- anorganik menjadi P-
organik yang dapat diserap tanaman dan tersedia bagi tanaman terutama tanaman
kelapa sawit. Reaksi proses mineralisasi dan immobilisasi di dalam tanah gambut:
Organik P mineralisasi PO4 immobilisasi
P- Total Tanah
P- total tanah gambut setelah panen selama 12 bulan pada pemberian
(M2A5) pupuk hayati dan amandemen tanah gambut meningkatkan P- total
menjadi 4.98%, Sedangkan P- total setelah inkubasi selama 2 minggu pada
pemberian (M2A5) pupuk hayati dan amandemen tanah gambut menurunkan P-
total sebesar 3.95%. Hal ini menurut Stevenson (1982) dikarenakan amandemen
mengandung fosfat, ii) kapur dolomit (CaMgCO3) tidak mengandung fosfat
sedangkan pemberian lumpur laut sebagai amandemen mengurangi konsenterasi
fosfat di gambut. Pupuk hayati yang diberikan Isolat MOS, Isolat Mikoriza, Isolat
Mos + Mikoriza tidak dapat meningkatkan P- total. Fungsi pupuk hayati bukanlah
meningkatkan unsur hara atau kandungan hara hanya berfungsi ketersediaan hara
khususnya hara P- total di gambut.
C/N tanah
Rasio C/N tanah gambut setelah inkubasi selama 2 minggu pada
pemberian (M3A0) pupuk hayati dan amandemen tanah gambut meningkatkan
C/N menjadi 45.2, Sedangkan C/N setelah panen selama 12 bulan pemberian
(M3A0) pupuk hayati dan amandemen menurunkan C/N sebesar 36.5. Hal ini
menurut Foth dan Turk (1972) dikarenakan Dari hasil analisis, nisbah C/N tanah
gambut yang digunakan dalam penelitian ini tergolong sangat sangat tinggi.
nisbah C/N termasuk tinggi yang menggambarkan bahwa proses humifikasi dan
mineralisasi belum berlangsung sempurna. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
tanaman kelapa sawit pada tanah gambut membutuhkan N yang relatif tinggi.
Bahwa pemupukan Nitrogen perlu diberikan untuk tanaman sebelum N hasil
dekomposisi bahan organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Derajat infeksi
Derajat infeksi setelah panen selama 12 bulan pada pemberian (A5)
kapur + lumpur laut (50% + 50%) meningkatkan derajat infeksi sebesar 61. Hal
ini menurut Pakphan (2004) dikarenakan jenis serta jumlah MVA yang ditemukan
pada tanah Ajamu Labuhan Batu sangat sedikit yaitu hanya mencapai 5 genus dari
populasi MVA sedikit. Kandungan air yang tertinggi pada tanah gambut
menyebabkan berkurangnya populasi MVA. Selain itu Glomus sp merupakan
jenis spora yang dominan pada tanah gambut, walaupun Glomus sp memiliki
sebaran yang banyak tetapi belum tentu memiliki infektifitas yang tinggi sebab
infeksi MVA dipengaruhi oleh faktor lingkungan, cahaya, musim, kelembaban
tanah, dan pemupukan. Hal ini menurut Fakura (1988) bahwa intensitas MVA
dipengaruhi faktor pemupukan, pestisida, intensitas cahaya matahari, musim,
kelembaban tanah dan tingkat kerentanan tanman. Brundret (1995) juga
menjelaskan intensitas cahaya matahari dan suhu berpengaruh terhadap kapasitas
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan Amandemen Setelah Inkubasi berpengaruh nyata meningkatkan: pH
Tanah, P- Tersedia Tanah, Derajat Infeksi.
2. Perlakuan Interaksi antara pupuk hayati dan amandemen setelah panen nyata
meningkatkan: P- Total Tanah, P- Tersedia Tanah, C/N Tanah.
Saran
Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya lebih mengutamakan dosis untuk
melihat respon dimana batas suatu amandemen atau pupuk hayati mempengaruhi
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah gambut
Gambut mempunyai banyak istilah padanan dalam bahasa Inggris antara
lain disebut ‘’ Peat, Bog, atau Fen’’ istilah ini berkenan dengan perbedaan jenis
atau sifat gambut antara satu tempat dan tempat lainnya. Istilah gambut diambil
alih dari kosa kata bahasa Kalimantan Selatan (Suku Banjar). Menurut Andriese
(1992), gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi tidak berarti bahwa
tanah organik adalah tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering
digunakan yaitu rawa gambut yang diartikan kadang- kadang sebagai lahan basah.
Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan kedalam ordo Histosol atau
sebelumnya dinamakan Organosol yang mempunyai ciri dan sifat yang berbeda
dengan jenis tanah mineral umumnya. Tanah gambut mempunyai sifat beragam
karena perbedaan bahan asal, proses pembentukan, dan lingkungannya
(Noor, 2001).
Gambut dalam taksonomi tanah (Soil Survey Staff, 1975) didefenisikan
sebagai tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 20%
(bila tanah tidak mengandung liat) atau lebih dari 30%
(bila tanah mengandung liat 60% atau lebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih
dari 40 cm. Deposit gambut dijumpai hampir di seluruh dunia dan 60% berada
Rusia. Di Kanada dijumpai 136 juta Ha, jerman 2 juta Ha, Swedia 2,4 juta Ha dan
Irlandia 1,2 juta Ha (Goeswono, 1983). Menurut Darmawijaya (1990) bahwa
tanah gambut didefenisikan sebagai tanah yang mengandung lebih dari 50%
lapisan tanah dalam 80 cm, merupakan tanah organik dan bila sudah di usahakan
dengan ketebalan lebih dari 130 cm disebut tanah rawa bergambut dan bila
kurang dari 130 cm disebut tanah bergambut dengan klasifikasi sebagai berikut:
i) Tanah Gambut, mengandung bahan organik lebih dari 65%.
ii) Tanah Bergambut, mengandung bahan organik 35 – 65%
iii) Tanah Humus, mengandung bahan organik 12 – 35%
Berdasarkan pembentukannya, gambut dibedakan atas :
a) Gambut Ombrogen, yaitu gambut yang pembentukannya dipengaruhi curah
hujan. Gambut ini tergolong kurang subur, karena terbentuk dari tanaman
pepohonan yang kadar kayunya tinggi. Selain itu karena pengaruh pasang
surut air sungai atau laut yang tidak mencapai wilayah ini, maka kondisi
lahan miskin hara.
b) Gambut Topogen, yaitu Gambut yang pembentukannya dipengaruhi keadaan
topografi dan air tanah. Gambut ini berada dikawasan tropik dan mempunyai
kesuburan lahan relatif lebih baik (Noor, 2001)
Lahan gambut dalam keadaan alami selalu tergenang air sepanjang tahun
sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan budidaya, kecuali
terlebih dahulu diadakan reklamasi. Dengan kondisi alami yang selalu basah maka
proses perombakan atau pematangan tanah gambut menjadi terhambat. Oleh
karena itu diperlukan perbaikan tata air dengan tujuan memberikan suasana yang
kondusif bagi proses perombakan atau pematangan tanah gambut dengan
masuknya oksigen. Proses perombakan atau pematangan tanah penting untuk
meningkatkan kesuburan tanah (Indranada, 1989).
sebesar 335 ribu hektar (1,8%) dari total 18,48 juta hektar yang terdapat di
indonesia. Kedalamannya lahan gambut yang tergolong sangat dalam
(tebal antara 4 -12 m) sekitar 3,16 juta hektar, lahan gambut dalam sampai sangat
dalam (Tebal antara 2 - 4 m) sekitar 1,30 juta hektar dan lahan gambut dalam
campuran dengan jenis tanah lainnya sekitar 4,34 juta hektar (Euroconsult, 1984).
Gambut tengahan (1 - 2 m) sebesar 3,721 juta hektar dan gambut dangkal (<1m)
sebesar 4,262 juta hektar. Tanah gambut sebagai salah satu contoh dari lahan
basah mempunyai banyak permasalahan. Dalam Semilokanas Pengolahan Lahan
Gambut untuk Pengembangan Perkebunan mengatakan bahwa umumnya gambut
mempunyai reaksi masam sampai sangat masam, kandungan unsur hara berada
pada kisaran rendah sampai sangat rendah, dan KTK sangat tinggi sedangkan
kejenuhan basanya sangat rendah. Gambut juga mengandung asam- asam organik
yang bersifat racun bagi tanaman (Noor, 2001).
Susunan kandungan senyawa organik dan hara mineral dari tanah gambut
sangat beragam. Tergantung pada jenis jaringan penyusun gambut, lingkungan
pembentukan dan perlakuan reklamasi. Senyawa organik utama terdapat dalam
gambut antara lain hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Selain senyawa tersebut
jugat terdapat senyawa tanin dan resin dalam jumlah kecil. Kadar senyawa
polisakarida, hemiselulosa dan tanin menurun relatif cepat jika gambut makin
dalam sampai jeluk 40 cm dan selanjutnya menurun sangat kecil, kecuali
hemiselulosa dari hutan alami. Selulosa meningkat secara perlahan jika gambut
makin dalam kecuali hutan alami (Yonebayashi et al., 1997 dalam Noor, 2001). Tanah gambut tropis mempunyai kandungan mineral yang rendah dengan
masam (pH dibawah 4). Gambut dangkal memiliki pH lebih tinggi (4,0 – 5,1),
gambut dalam (200 – 300 cm), gambut dangkal (50 – 100 cm), gambut tengahan
(100 – 200cm), gambut sangat dalam (> 300cm). Kandungan N total tinggi tetapi
tidak tersedia bagi tanaman kelapa sawit karena memiliki rasio C/N yang tinggi
(Ardjakusuma dkk, 2001).
Kapasitas tukar kation (KTK) gambut adalah tinggi akan tetapi kejenuhan
basa (KB) yang rendah menunjukkan adanya status hara yang tidak berimbang.
Unsur hara mikro seperti Zn, Cu dan B juga rendah dan beberapa tanaman
budidaya pada gambut seperti kelapa sawit sering menunjukan gejala bercak
kekuningan (orange fround disease) akibat defesiensi unsur hara
(Pangudijatno, 1989).
Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman pada
tanah gambut adalah pirit dan asam – asam organik. Setelah mengalami reklamasi
maka pH tanah gambut menurun dibandingkan dengan sebelum reklamasi. Kadar
N pada tanah gambut relatif tinggi, sedangkan kadar P beragam. Namun sebagian
N dan P dalam bentuk organik sehingga memerlukan proses mineralisai untuk
dapat digunakan tanaman. Kapasitas Tukar kation (KTK) tanah gambut lebih
besar dibandingkan dengan tanah mineral, tetapi nilai KTK perlu dikoreksi oleh
faktor perbedaan dalam kerapatan lindak. KTK tanah gambut berdasarkan bobot
antara 900 – 200 cmol (+) kg (berat)-1, tetapi berdasarkan volume tanah hanya
berkisar 8- 60 cmol (+) kg (volume)-1 (Noor, 2001).
Masganti (2003) menulis bahwa sifat kimia tanah gambut seperti tingkat
keasaman tinggi merupakan kendala yang harus dihadapi dalam usaha menjadikan
dilakukan Masganti menunjukkan efisensi dan efektivitas pemupukan P tanaman
jagung lebih tinggi pada tanah gambut saprik dibandingkan tanah gambut fibrik.
Hal itu disebabkan oleh daya penyimpanan dan daya penyediaan P dalam tanah
gambut saprik lebih tinggi daripada fibrik.
Morfologi kelapa sawit
Akar
Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari
dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya
berdiameter 6–10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal
dan menghujam kedalam tanah dengan sudut beragam. Akar primer bercabang
membentuk akar sekunder yang diameternya 2 - 4 mm. Akar sekunder bercabang
membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7- 1,2 mm dan umumnya bercabang
lagi membentuk akar kuartener (Pahan, 2007).
Akar kuartener tidak mengandung lignin, panjangnya hanya 1- 4 mm
dengan diameter 0,1 – 0,3 mm. Biasanya, akar kuartener ini diasumsikan sebagai
akar absorpsi utama (feeding root), walaupun hanya sedikit bukti – bukti langsung
terhadap pernyataan tersebut. Dari akar tersier juga ada cabang akar yang
panjangnya sampai 2 cm dengan diameter 0,2 – 0,8 mm yang dinamakan akar
kuartener. Namun sebenarnya akar tersebut lebih tepat disebut
“ cabang akar tersier” karena mengandung lignin serta strukturnya lebih tebal dari
akar kuartener (Pahan, 2007).
Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan
disebut radikula, panjangnya 10 – 15 mm. Pertumbuhan radikula mula – mula
menggunakan makanan cadangan yang ada dalam endosperm, yang kemudian
batang ribuan jumlahnya. Akar primer yang mati segera diganti dengan yang baru.
Diameter akar primer berkisar berkisar antara 8 dan 10 mm, panjangnya dapat
mencapai 18 mm, tetapi kebanyakan bergerombol tidak jauh dari batang. Akar
sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2- 4 mm. Dari akar sekunder
tumbuh akar tersier berdiameter 0,7 – 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15
cm. Dari akar tersier tumbuh akar kuarter yang berdiameter 0,1 – 0,5 mm dan
panjangnya sampai 1 – 4 mm. Akar tersier dan kuarter berjumlah sangat banyak
dan membentuk massa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Kelapa sawit
tidak memiliki rambut (bulu) akar, sehingga diperkirakan bahwa penyerapan
unsur hara dilakukan oleh akar – akar kuarter (Semangun, 2008).
Batang
Pembengkakan pangkal batang terjadi karena internodia (ruas batang)
dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang, sehingga pangkal – pangkal
pelepah daun yang tebal berdesakan. Bongkol batang ini membantu
memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Dalam satu
sampai dua tahun pertama perkembangan batang lebih mengarah kesamping,
diameter batang dapat mencapai 60 cm. Setelah itu perkembangan mengarah
keatas, sehingga diameter batang hanya sekitar 40 cm, dan pertumbuhan meninggi
berlangsung lebih cepat (Semangun, 2008).
Pohon kelapa sawit hanya memiliki satu titik tumbuh terminal.
Percabangan jarang sekali terjadi, ujung batang (apex) berbentuk kerucut (conical)
diselimuti oleh daun – daun muda yang masih kecil dan lembut. Pada ujung
batang ini terdapat meristem batang (apical meristem). Pemanjangan batang
pemanjangan sedemikian kecilnya sehingga hanya cukup untuk
mengkomodasikan penempelan pangkal daun pada batang. Sehingga walaupun
batang mempunyai ruas (internodia), pada batang pohon – pohon dewasa yang
daunnya telah rontok hanya terlihat susunan bekas – bekas pangkal daun
(Semangun, 2008).
Batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh – pembuluh yang terikat secara
diskrit dalam jaringan parenkim. Meristem pucuk terletak dekat ujung batang,
dimana pertumbuhan batang sedikit agak membesar. Aktivitas meristem pucuk
hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi
utamanya yaitu menghasilkan daun dan infloresen bunga. Seperti umumnya
tanaman monokotil, penebalan sekunder tidak terjadi pada batang (Pahan, 2007).
Penebalan dan pembesaran batang terjadi karena aktivitas
“ penebalan meristem primer” yang terletak dibawah meristem pucuk dan ketiak
daun. Pada tahun pertama atau kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan
membesar terlihat sekali pada bagian pangkal, dimana diameter batang bisa
mencapai 60 cm. Setelah itu, batang akan mengecil biasanya hanya berdiameter
40 cm tetapi pertumbuhan tingginya menjadi lebih cepat. Umumnya pertambahan
tinggi batang bisa mencapai 35 – 75 cm per tahun tergantung pada keadaan
lingkungan tumbuh dan keragaman genetik. Laju produksi daun kemungkinan
tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan batang. Di Afrika (Pantai gading)
yang produksi daunnya terakumulasi pada musim hujan saja, panjang buku
(internode) batang pada beberapa progeni berkisar antara 14 – 33 mm. Sementara
panjang buku batang berkisar dari 15 mm (tanaman umur 4,5 tahun) dan 25 mm
pada tanaman umur 10,5 tahun (Pahan, 2007).
Daun
Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut :
Kumpulan anak daun (leaftlets) yang mempunyai helaian (lamina) dan
tulang anak daun (midrib).
Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat.
Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang.
Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup
dan memberikan kekuatan pada batang
(Pahan, 2007).
Bentuk seludang daun yang terlihat pada daun dewasa sudah tidak lengkap
dan merupakan sisa dari perkembangan yang ada. Pada daun yang sedang
berkembang, seludang berbentuk pipa dan membungkus daun muda secara
sempurna. Namun, karena daun berkembang terus – menerus sedangkan seludang
sudah tidak berkembang lagi, serabut – serabut seludang menjadi robek dan
tercerai membentuk barisan duri (spine) sepanjang tepi – tepi petiole yang
merupakan pangkal dari serabut tersebut. Sejumlah kecil jaringan serabut ini juga
dijumpai pada bagian ketiak daun (Pahan, 2007).
Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset
(lanceolate) beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua (bifurcate)
dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate) atau menyirip.
Misalnya pada bibit berumur lima bulan susunan daun terdiri 5 lanset, 4 berbelah
(nyiur) yaitu membentuk daun menyirip. Letak daun pada batang mengikuti pola
tertentu yang disebut filotaksis. Daun yang berurutan dari bawah ke atas
membentuk suatu spiral dengan rumus daun 1/8. Terdapat dua pola filotaksis yang
secara sederhana dapat dikatakan yang satu berputar ke kiri dan yang lain berputar
ke kanan (Semangun, 2008).
Daun terdiri dari atas tangkai daun (petiole) yang pada kedua tepinya
terdapat dua baris duri (spines). Tangaki daun bersambung dengan tulang daun
utama (rachis), yang jauh lebih panjang dari tangkai dan pada kiri – kananya
terdapat anak – anak daun (pinna pinnata), tiap anak daun terdiri atas tulang anak
daun (lidi) dan helaian daun (lamina). Anak daun yang terpanjang (pada
pertengahan daun) dapat mencapai 1,2 m. Jumlah anak daun dapat mencapai 250
– 300 helai per daun. Jumlah produksi daun adalah 30 – 40 daun per tahun pada
pohon – pohon yang berumur 5 – 6 tahun setelah itu produksi daun menurun
menjadi 20 – 25 per tahun (Semangun, 2008).
Bunga
Tanaman kelapa sawit dilapangan mulai berbunga pada umur 12 – 14
bulan sebagian dari tandan bunga akan gugur (aborsi) sebelum atau sesudah
antesis. Seperti yang telah disinggung di muka kelapa sawit adalah tumbuhan
berumah satu (monoecious) artinya karangan bunga (inflorescence) jantan dan
betina berada pada satu pohon tetapi tempatnya berbeda. Semua bakal karangan
bunga berisikan bakal bunga jantan maupun betina, namun pada pertumbuhan dini
salah satu jenis kelamin menjadi rudimenter dan berhenti tumbuh sehingga
berkembang adalah jenis kelamin yng satu lagi. Dengan demikian sebenarnya
betina pada satu pohon biasanya tidak “ matang’’ pada saat bersamaaan sehingga
bunga betina pada satu pohon diserbuki oleh serbuk sari dari pohon lain. Oleh
karena itu ditinjau dari penyerbukannya (polinasi) kelapa sawit menyerupai
tumbuhan berumah dua (dioecious) (Semangun, 2008).
Karangan bunga tumbuh dari ketiak daun (axil) semua ketiak daun
menghasilkan bakal karangan bunga tetapi sebagian di antaranya mengalami
aborsi pada stadium dini sehingga tidak semua ketiak daun menghasilkan tandan
bunga. Sejak terbentuknya bakal karangan bunga (primordia) sampai terlihatnya
karangan bunga pada pohon dibutuhkan waktu sekitar matang untuk penyerbukan
sekitar 33 – 34 bulan (Semangun, 2008).
Bunga kelapa sawit merupak bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan
spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Bunga jantan
maupun bunga betina mempunyai ibu tangkai bunga (peduncle/rachis) yang
merupakan struktur pendukung spikelet. Umumnya dari pangkal rachis muncul
sepanjang daun pelindung (spathes) yang mebungkus infloresen sampai dengan
saat – saat menjelang terjadinya anthesis. Dari rachisb ini terbentuk struktur
triangular bract yang kemudian membentuk tangkai – tangkai bunga (spikelets)
(Pahan, 2007).
Infloresen dibedakan berdasr morfologi spikelet walupun infloresen
digolongkan sebagai “ jantan dan betina” kenyataannya infloresen betina juga
menghasilkan bunga jantan sedangkan infloresen jantan biasanya mempunyai
beberapa bunga betina pada bagian dasar spikelet. Berdasarkan irisan bunga yang
struktur yang sama. Inisasi primordia stamen (organ jantan) dan karpel
(organ betina) terbentuk secara bersamaan (Pahan, 2007)
Buah
Secara botani buah kelapa sawit digolongkan sebagi buah drupe terdiri
dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp
(yang secara kaprah biasanya disebut pericarp) dan endocarp (cangkang) yang
mebungkus 1- 4 inti/ kernel (umumnya hanya satu inti). Inti memiliki testa (kulit)
endosperm yang padat dan sebuah embrio. Berdasarkan tipe buah yang abnormal
dikenaljuga jenis kelapa sawit poissoni dan diwakka wakka mempunyai dua
lapisan daging buah yang menyelimuti buah utama. Lapisan daging buah ini
merupakan perkembangan androecium bunga betina dan di dalamnya kadang –
kadang dijunpai struktur yang sifat mirip dengan cangkang dan kernel
(Pahan, 2007).
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe) menempel dan
bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600
berbuntuk lonjong sampai membulat. Panjang buah 2 – 5 cm, beratnya sampai 30
gram bagian – bagian buah terdiri atas eksokarp (exocarp) atau kulit buah,
mesokarp (mesocarp) atau sabut dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp
(pericarp). Biji terdiri dari atas endokarp (endocarp) atau cangkang dan inti
(kernel) sedangkan inti sendiri terdiri dari atas endosperm (endosperm) atau putih
lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plamula) haustorium dan
bakal akar (radikula) (Semangun, 2008).
Bagian – bagian buah yang menghasilkan minyak adalah (1) mesokarp,
mengandung minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil/ PKO). Buah kelapa sawit
mencapai kematangan (siap untuk panen) sekitar lima setengah bulan setelah
terjadinya penyerbukan (Semangun, 2008).
Budidaya Kelapa sawit
Pembibitan
Pembibitan kelapa sawit merupakan langkah pemulaan yang sangat
menentukan keberhasilan penanaman dilapangan, sedangkan bibit unggul
merupakn modal dasar dari perusahaan untuk mencapai produktivitas dan mutu
kelapa sawit yang tinggi. Untuk memperoleh bibit yang benar – benar baik, sehat,
seragam harus dilakukan sortasi yang ketat. Keberhasilan penanaman kelapa sawit
yang dipelihara selam 25 tahun di lapangan tidak luput dari sifat – sifat bahan atau
bibit yang dipakai (Semangun, 2008).
Pembibitan adalah suatu proses untuk menumbuhkan dan
mengembangkan biji atau benih menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Pada
beberapa jenis tanaman termasuk kelapa sawit proses pembibitan diperlukan
karena dipandang jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan pennanaman
benih langsung dilapangan (Semangun, 2008).
Sistem pembibitan kelapa sawit terdiri dari sistem pembibitan di lapangan
dan sistem pembibitan di kantong plastik polythene (polibag). Umumnya
pembibitan dilapangan tidak dipakai lagi karena memerlukan areal yang luas dan
perawatan yang lebih intensif pada fase – fase awal pennanman kecambah. Selain
itu pemindahan tanaman dari pembibitan dan transportasi bibit ke lapangan akan
Penanaman
Pembuatan larikan tanaman cukup mudah karena letak ajir tanaman sangat
beraturan. Letak ajir tanaman dapat berbentuk segiempat (bujr sangkar) atau
segitiga sama sisi. Arah larikan tanaman kelapa sawit pada dasarnya adalah
Utara – Selatan pada tanah datar atau relatif datar, sedangkan pada areal berbukit
arahnya mengikuti garis kountur. Jarak tanam kelapa sawit 9 x 9 x 9 m yang
menghasilkan populasi 142 – 143 pohon/ Ha. Jarak tanam dianggap standar jadi
prakteknya dapat divariasikan menurut kondisi lahan (jenis tanah, bahan baku
tanam (bibit), faktor – faktor iklim. Variasi jarak tanam dan konsekuensinya pada
jarak tanam 9 x 9 x9 m jarak antar tanaman dalam barisan 9 m dengan jarak antar
barisan 7,8 m (Semangun, 2008).
Pada pelaksanaanya mula – mula dibuat garis lurus yang berfungsi sebagai
baris awal. Baris awal ini di tandai dengan pancang tanaman berjarak 9 m. Ini
mewakili larikan tanaman yang pertama kemudian disediakan tali plastik atau
rantai besi yang panjang nya 18 m dan ditengah – tengahnya diberi tanda pancang
(pasak). Untuk memudahkan kedua ujung tali plastik ditancapkan ke tanah pada
posisi pohon pertama dan kedua dari baris awal dan kemudian tali plsatik
direntang sampai tegang dengan memegang pancang pada titik tengah ke arah
larikan tanaman kedua (Semangun, 2008).
Pemupukan
Salah satu tindakan yang amat penting dalam kultur teknik tanaman
kelapa sawit adalah pemupukan. Tujuan pemupukan adalah menambah
ketersediaan unsur hara di dalam tanah agar tanman dapat menyerap sesuai
sedangkan bagan pemupukan dibuat berdasarkan hasil percobaan pemupakan
tanaman kelapa sawit pada jenis tanah tertentu (Semangun, 2008).
Untuk areal TBM (Tanaman belum menghasilkan) pada umur satu bulan
pupuk Za diberikan dengan penaburan secara merata sampai sekitar 3 – 40 cm
dari pangkal batang. Untuk bulan – bulan selanjutnya ZA, RP, MOP, dan Kieserit
ditaburkan secara merta sampai sejauh lebar tajuk, sedangkan pupuk borat
(HGF Borate) diberikan penaburan merata pada ketiak pelepah daun pada lingkar
kesatu dan kedua sesudah daun tombak (daun teratas). Jika umur TBM hanya
berlangsung 30 bulan, Pemupukan bulan ke- 32 tidak dilaksanakan dan berlaku
pedoman pemupukan untuk areal TM (Semangun, 2008).
Untuk areal TM (Tanaman menghasilkan) berumur kurang dari 8 tahun
pupuk urea dan ZA ditabur merata mulai sejauh 50 cm dari pangkal batang sampai
pinggir piringan. Pupuk lainnya (MOP, Kieserit, dan RP) ditabur merata mulai
dari jari – jari 1 m sampai 2,50 m dari pangkal batang. Untuk tanaman yang
berumur 8 tahun atau lebih pupuk ZA, MOP, dan Kieserit ditabur merata mulai
dari jari – jari 2,5 m dari pangkal batang. Pupuk RP disebar di gawangan pada
tanaman umur 8 tahun atau lebih pupuk MOP dapat diganti dengan abu janjangan
dengan dosis 1,5 – 2 kali lipat MOP penyebaranya dengan MOP (Pahan, 2007).
Pengendalian hama dan penyakit
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi tandan buah segar
adalah adanya serangan hama, penyakit, dengan persaingan dengan gulma.
Dengan cara pemantauan atau pengamatan dengan memakai GIS
(Global Information System) dapat dipetakan dengan cepat status serangan hama,
bahkan setiap tanaman dipetakan berdasarkan status serangan akibat dilakukan
aplikasi pestisida pada interval tertentu misalnya sekali tiap tiga bulan
(Semangun, 2008)
Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Integrated Pest Management)
Berkembang pesat dan diterapkan secara meluas setelah timbulnya kesadaran
yang lebih mantap tentang bahaya – bahaya yang diakibatkan penggunaan
pestisida secara tidak bijaksana serta dampaknya yang sangat negatif terhadap
kelestarian lingkungan. Prinsip PHT adalah memadukan berbagai langkah
mencakup: (1) Pencegahan kemungkinan timbulnya serangan organisme
penggangu tumbuhan (OPT), (2) Menekan perkenmbangan populasi organisme
penggangu tanman bila serngan timbul juga, (3) Pengambilan langkah – langkah
pemberantasan bila populasi hama pengganggu berkembang kearah terjadinya
ledakan (ekplosi) (Semangun, 2008).
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharan tanaman secara optimal dilakukan mulai dari pembibitan
(penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit).
Pada tanaman belum menghasilkan (TBM) pengendalian gulma di piringan , hama
dan penyakit, pemupukan dan membangun tanamn pentup tanah kacangan.
Sedangkan pada tanaman menghasilkan (TM) pengendalian gulma di piringan,
hama, dan penyakit “ memburu” alang – alang dan mikania, membabat gawangan,
pemupukan, memelihara parit drainase dan jalan pengangkutan (Semangun, 2008)
Pemeliharan pembibitan merupakan faktor utama yang menentukan
unggul sekalipun tidak akan bisa mengekspresikan keunggulan dan semuanya
akan sia – sia (Pahan, 2007).
Panen dan Produksi
Persiapaan panen merupakan pekerjaan mutlak yang dilakukan sebelum
TBM dimutasikan menjadi TM. Persiapan panen yang baik tercapainya target
produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal – hal yang perlu dilakukan
di dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan potong buah yaitu (1) persiapan
kondisi areal, (2) penyedian tenaga potong buah, (3) pembagian seksi potong buah
dan (4) penyediaan alat – alat kerja (Pahan, 2007).
Dalam melaksanakan pekerjaan panen, para pemanen dapat
diorganisasikan dengan pembentukan tim – tim pemanen. Tiap tim terdiri dari
2 – 3 orang dari setiap tim bagian pekerjaan mulai dari penentuan tandan – tandan
yang akan dipanen sampai pelaksanaanya kemudian dilakukan pengangkutan hasil
panen ke TPH. Dengan cara ini tiap tim yang terdiri dari dua orang akan mampu
mengerjakan dua petak secara lebih dan efesien daripada bila kedua petak tersebut
dikerjakan sendiri – sendiri (Semangun, 2008)
Manajemen lahan gambut
Pengaturan tata air
Dalam suplai / penyerapan air tanah ada dua fenomena yang perlu
diperhatikan dalam pemenuhan kecukupannya, yaitu :
i. Pada kondisi jenuh (tegangan air rendah) dalam periode lama, akan terjadi
defisiensi oksigen yang mengganggu respirasi akar.
ii. Laju adsorbsi air akan rendah apabila kadar air tanah mendekati koefisien
Jumlah tenaga pancaran matahari (panjang hari) sangat berkaitan dengan
awan serta curah hujan yang turun. Makin banyak awan atau makin tinggi curah
hujan, penyinaran matahari biasanya makin pendek. Dan ini akan berarti keadaan
air dalam tanah akan makin baik (bercukupan) akan tetapi keadaan penyinaran
matahari yang diterima tanaman akan makin kurang, padahal sinar matahari
sangat diperlukan pula dalam tanaman (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1988).
Sesuai kondisi pembentukan tanah gambut, yang terbentuk di dataran
rawa menyebabkan tanah ini mengalami penggenangan secara permanen,
sehingga pertanian tanah yang kering tidak mungkin dapat dilakukan bila tidak
dilakukan usaha pembuangan air (drainase). Dalam keadaan alami lahan gambut
selalu basah dan sebagaian secara permanen dalam keadaan tergenang air. Sifat
dan keadaan tata air lahan gambut dipengaruhi oleh perilaku pasang surut
sungai/ laut, iklim, dan topografi. Perilaku pasang surut adalah manifestasi
pengaruh gaya tarik benda – benda langit sehingga secara silih berganti terjadi
pasang dan surut. Dalam hal ini, secara berkala terjadi pasang tunggal atau pasang
tinggi (spring tide) sebanyak dua kali setiap sebulan yaitu pada hari ke – 1 (bulan
mati) dan ke – 14 (bulan purnama). Pada rentang waktu antara dua pasang tinggi
terjadi pasang ganda (neap tide) dengan ketinggian air yang berfluktuasi menurut
hari dan jam. Pasang ganda terjadi dua kali dalam 1 x 24 jam. Perbedaan
ketinggian air antara pasang tertinggi (high tide) dan surut terendah (low tide)
berkisar 2,0 – 2,5 m (Noor, 2001).
Ketinggian air tanah di lahan gambut pasang surut sangat dipengaruhi oleh
musim. Pada musim hujan permukaan air di lahan gambut dapat mencapai 0,5 m
dibawah permukaan tanah. Muka air di pusat kubah lahan gambut ombrogen
serawak antara April – Oktober mencapai 19 cm dan di bagian pinggir hanya 10
cm. Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan topografi dan laju aliran limpas
dari wilayah pusat kubah ke wilayah pinggir. Sekalipun laju aliran limpas dan
pergerakan lateral di lahan gambut cukup tinggi, tetapi aliran air secara vertikal
dan lateral melalui gambut sangat lambat (Rieley et al, 1996). Teknik menjaga kelembaban tanah gambut
Kelembaban tanah gambut pada tanaman perkebunan kelapa sawit,
gambut harus dipertahankan dan jangan sekali – kali membiarkan lahan gambut
dalam keadaan kering sehingga gambut akan berubah sifat fisknya
menjadi keras seperti pasir dan tidak dapat menyerap air lagi, memiliki sifat tidak
balik (Irreversibel). Didaerah bergelombang, drainase tanah lebih baik sehingga
pengaruh iklim (curah hujan suhu) lebih jelas dan pelapukan serta pencucian
berjalan cepat. Di daerah yang berlereng curam kadang – kadang terjadi terus –
menerus erosi permukaan sehingga terbentuklah tanah – tanah dangkal
(Noor, 2001).
Tingkat kelembaban gambut ini perlu diperhatikan, karena dengan tingkat
kematangan ini sifat fisik dan kimia tanah akan lebih baik bila sudah lanjut.
Tingkat kelembaban gambut ditentukan oleh tingkat pelapukan dan sifat bahan
tumbuhan yang menyusunnya. Gambut yang berasal dari bahan kayu umumnya
Pembuatan saluran drainase
Dalam mengusahakan tanah gambut untuk pertanian yang harus ditur
adalah letah muka air tanah atau ketinggian air tanah (water stand). Permukaan air
tanah untuk tanah organik adalah sekitar 40 – 60 cm. dari atas permukaan tanah
kebawah. Tanah gambut mempunyai sifat memegang air sanagt tinggi baik atas
dasar volume maupun berat isi. Kebanyakan air tertahan dalam pori – pori kasar
(air gravitasi) atau dalam pori – pori halus sehingga tidak tersedia dan tidak dapat
dipergunakan untuk melarutkan zat – zat hara yang diperlukan oleh tanaman.
Dengan demikian hara yang ada pada lapisan gambut menjadi tidak tersedia bagi
tanaman (Munir, 1984).
Sifat menahan air yang tinggi menyebabkan tanah gambut akan mengkerut
bila kering dan yang tinggal adalah sisa – sisa bahan – bahan vegetasi atau
tanaman yang mudah terbakar. Mantel air terletak pada pasir semu yang tidak
akan basah kembali bila diberi air dan kandungan air bersifat physical dan tanah
demikian bersifat irreversible. Penggunaan tanah gambut untuk pertanian harus
dilakukan perbaikan drainase. Pembuatan saluran drainase dimaksudkan untuk
memperlancar proses oksidai, humifikasi, menaikan pH tanah dan mengatur tinggi
rendahnya air tanah (Munir, 1984).
Perbaikan drainase akan menyebabkan terjadinya penyusutan volume
tanah. Besarnya penyusutan (subsidence) dipengaruhi lebar dan dalamnya saluran,
bahan pembentuk gambut dan tingkat pelapukan. Untuk daerah pasang surut tipe
A, B, C, D, pembuatan saluran menjadi sangat penting. Naik turunya air di dalam
saluran sebagai akibat tarikan dan dorongan pasang surut sangat menguntungkan