PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN
PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 12 TAHUN 2011 DI KABUPATEN PASAMAN
Artikel
Oleh:
KHAIRUL EFRI.SH
NPM : 0910018412038
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
PARTISIPASI MASYARAKAT DI KABUPATEN PASAMAN
DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
ABSTRAK
Khairul efri¹, Yuslim², Sanidjar Pebrihariati. R¹
¹Program Studi Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Bung Hatta
²Program studi Ilmu hukum, Universitas Andalas
E-mail :
khairulefri308@yahoo.go.id
Sejalan dengan bergulirnya Era Reformasi dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, dikenal adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke
daerah, dalam berbagai aspek kebijakan, pembentukan Peraturan Daerah oleh
pemerintah daerah apa telah sesuai dengan asas-asas perundang-undangan yang baik,
sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan PeraturanPerundangundangan.dalam pasal 96 ayat (1) yang menyatakan;
bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam
pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pendekatan yang akan digunakan adalah
pendekatan yang bersifat Yuridis Empiris. Dengan penelitian yang berbasis pada
inventarisasi hukum positif, penemuan azas-azas hukum dan penemuan hukum
inconcretto, yang dilengkapi pengamatan operasionalisasi asas-asas hukum secara
empiris di masyarakat, Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :1.Bagaimana Partisipasi masyarakat dalam proses
Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Pasaman? 2.Apa saja yang
mempengaruhi dalam pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Pasaman ?
3.Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman dalam
mewujudkan Peraturan Daerah yang berpihak kepada masyarakat?. untuk menganalisis
apa yang melatar belakangi kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengisi kevakuman
hukum dengan membuat suatu Peraturan Daerah sehingga mengutamakan prinsip
negara hukum yang mengandung kesamaan hak bagi warga negara / daerah. Asas
demokrasi telah diterapkan dalam pembentukan peraturan hukum daerah oleh Kepala
Daerah yang terdapat pada: usulan rancangan peraturan daerah berasal dari
PemerintahDaerah maupun DPRD; proses pembuatan peraturan perundang-undangan
secara terencana,terpadu dan sistematis.
ABSTRACT
PUBLIC PARTICIPATION IN FORMATION REGULATIONS UNDER UNDANG-UNDANG
NOMOR 12 TAHUN 2011 IN PASAMAN WEST SUMATRA PROVINCE
Khairul Efri, Yuslim, Sanidjar Pebrihariati. R
Law Studies Program, Graduate Program University of Bung Hatta
E-mail:
khairulefri308@yahoo.go.id
Regulation (Regulation ) Regulation Legislation was established by Legislative Council
approval along with the Regional Head ( Bupati / Regional Head ) Another definition of
decisions under the provisions of Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 on Regional
Government under pasal 136 is Laws - Invitation formed jointly by the Legislative
Council with Regional Head at both provincial and district / city,such as Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 concerning the establishment of Regulation
Legislation particularly contained in pasal 96 ayat ( 1 ) which states : that the public has
the right to provide input verbally or in writing in the formation of Regulation Legislation
. In connection with the establishment of the Regional Regulation including the techniques
and materials preparation of Local Regulation philosophical, juridical and empirical
depending on each area, with the exclusion of the rule of law, which means that both
elements of local government officials and citizens or residents and the local area that
should always be refers rule of law so that those who violate or ignore these principles will
lead to action in question received legal sanctions . purpose of this study is to analyze what
is behind the authority of local governments to fill the legal vacuum by creating a regional
regulation so that the implementation of the Regional Regulation prioritize the rule of law
containing equal rights for citizens of countries / regions. This study was a descriptive
analytical approach to socio-legal research . the results of this study are expected to
provide input to local governments to better understand Pasaman that product Regional
Legal regulation can be a form of policy that need to be reviewed in its application
because there is a contradiction between local knowledge, formal juridical force with
regional regulation .
Pendahuluan
Sejak berakhirnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, yakni era reformasi sebagai implementasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat,Salah satu kebijakan reformasi berpuncak dengan diamandemen nyadalam Pasal 1 Ayat Undang –Undang
Dasar Negara Republik
IndonesiaTahun 1945 ( UUD 1945 ) menyebutkan bahwa ; Indonesia adalah negara hukum, Adanya ciri / unsur negara hukum membawa konsekwensi di dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban pemerintahan harus berdasarkan atas hukum. Oleh sebab itu dalam rangka mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman dan tertib yang menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan pemerintahan untuk itu perlunya keikutsertaan masyarakat, khusus dalam bidang pembuatan Peraturan Daerah, karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tatanan kehidupan pemerintahan di Era Orde
Baru, disebabkan tidak adanya peran serta masyarakat.1
Sejalan dengan bergulirnya Era Reformasi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dikenal adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke daerah, dalam berbagai aspek kebijakan. Tujuan utama penyerahankewenangan dimaksud adalah wujud nyata otonomi bagi pemerintah daerah, yang bertujuan untuk memperlancar tugas-tugas
pemerintah daerah guna
melaksanakan visi dan misi serta strategi, yang telah dicanangkan oleh pemerintah daerah sebagai implementasi pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu aspek kebebasan bertindak atas nama kebijakan bagi pemerintah daerah, adalah kebebasan bertindak dalam bidang pembuatan Peraturan Daerah.
Pasca Reformasi telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini, nampaknya belum menunjukkan tanda-tanda perobahan untuk mengarah-kan tatanan kehidupan pemerintahan yang stabil, sekalipun lembaga-lembaga negara yang strategis, yaitu lembaga eksekutif dan lembaga-lembaga
1)
Soerjono Soekamto, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat, Penerbit Rajawali Jakarta,1985 :
legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan umum
langsung yang memenuhi
persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.
Secara teoritis negara Indonesia yang menganut konsepsi negara hukum modern membagi kekuasaan negara dalam tiga bagian , yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif . Hal ini sejalan dengan teori klasik dari Montesquieu yang dikenal dengan teori Trias Politika, yakni pemisahaan kekuasaan (separation
of power),2
Timbulnya pemisahan kekuasaan adalah variasi model demokrasi perwakilan bersumber dari perbedaan nilai-nilai dasar bersama yang dianut oleh rakyat pada masing-masing daerah, dan secara khusus tercermin melalui perbedaan pada sistem pembagian kekuasaan dan sifat hubungan antar lembaga-lembaga di daerah (terutama antara Lembaga Legislatif dan Lembaga Eksekutif), yang ditetapkan oleh masing-masing daerah Namun semua variasi model demokrasi perwakilan harus tetap berpegang pada 3(tiga) prinsip, yaitu :
2)ibid,hlm7
1. Prinsip Kedaulatan Rakyat, dimana Konstitusi negara yang bersangkutan harus menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) berada ditangan rakyat ;
2. Prinsip Perwakilan, dimana Konstitusi negara yang bersangkutan harus menetapkan bahwa kedaulatan itu dimiliki oleh rakyat itu sendiri dan dilaksanakan oleh sebuah lembaga perwakilan rakyat ;
3. Prinsip Pemilihan Umum, dimana untuk menetapkan siapakah diantara warganegara yang akan duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat yang menjalankan kedaulatan rakyat itu, harus diselenggarakan melalui pemilihan umum .3
Negara sebagai organisasi yang dibentuk oleh rakyat ,berkewajiban mewujudkan tujuan cita-cita rakyat. Tujuan dan cita-cita tersebut dituangkan dalam kontak sosial yang berwujud konstitusi atau undang-undang dasar negara dan konstitusi tersebut harus ditaati dan dijalankan oleh pemerintah atau penguasa yang diberi mandat untuk menjalankan kekuasaan tersebut demi kepentingan
3)
rakyat . Jika pemerintah tidak mampu menjalan kewajiban itu , kekuasaan yang telah diberikan dapat diambil kembali. Artinya bahwa kedaulatan itu adalah rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi dan menentukan pemimpin atau penguasanya , rakyat tidak hanya berperan sebagai objek kekuasaan , tetapi juga subjek kekuasaan negara. Dalam buku Jean Jacques Rousseau yang berjudul DuContract Social dijelaskan bahwa secara kodrat , manusia merupakan makhluk yang merdeka sejak dilahirkan . Namun manusia juga merupakan makhluk social yang memiliki berbagai kebutuhan dan kepentingan . Menurut Rousseau , negara dibentuk atas kehendak rakyat (Volente generale) melalui kontrak sosial (Social contract) 4 .
Dalam kontrak sosial , individu secara sukarela dan bebas membuat perjanjian untuk membentuk negara berdasarkan pada hasrat keinginan , cita-cita dan kepentingan mereka . Keinginan dan cita-cita rakyat itulah yang menjadi motivasi dan cita-cita negara.
Di alam demokrasi saat ini peran serta dan partisipasi masyarakat sangat penting terutama dalam proses penyusunan peraturan
4)ibid, hlm 8
daerah dan di tuntut “kesadaran dan
kebaikan hati” para birokrat
pemerintahan dan anggota DPRD.
Tujuan dasar dari peran serta
masyarakat adalah untuk
menghasilkan masukan dan presepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public interest) dalam rangka
meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan, karena dengan
melibatkan masyarakat yang
potensial terkena dampak akibat kebijakan dan kelompok kepentingan (interest group), para pengambil
keputusan dapat menangkap
pandangan, kebutuhan dan
pengharapan dari masyarakat dan kelompok tersebut, untuk kemudian
menuangkannya kedalam suatu
konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong pengambil keputusan (stakeholder) untuk menentukan
prioritas, kepentingan dan arah yang pasti dari berbagai faktor. Selain itu, partisipasi publik juga merupakan pemenuhan terhadap etika politik yang menempatkan rakyat sebagai
sumber kekuasaan dan
kedaulatan.Menurut Sad Dian
Utomo danIndra J. Piliang, manfaat
partisipasi masyarakat dalam
dalam pembuatan peraturan
daerah adalah:5
1. Memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan kebijakan publik;
2. Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena warga
mengetahui dan terlibat
dalam pembuatan kebijakan
publik;
3. Meningkatkan kepercayaan warga kepada eksekutif dan legislatif;
4. Efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat
dalam pembuatan kebijakan
publik dan mengetahui kebijakan publik, maka sumber daya yang
digunakan dalam sosialisasi
kebijakan publik dapat dihemat.
Dari penjelasan tersebut diatas jelas menunjukan bahwa dalam proses
pengambilan keputusan,
termasuk pengambilan keputusan
dalam bentuk Peraturan Daerah,
terdapat hak masyarakat untuk
berpartisipasi dalam
proses penyusunan peraturan daerah, yakni memberi masukan secara lisan atau tertulis dalam persiapan
5)
http://didigayo.blogspot.com/2013/11/teori-partisipasi-publik-pentingnya.html., dikutip 21 Jan 2014. Jam 11.30 Wib.hlm 1
maupun pembahasan rancangan
peraturan daerah. 6
Lebih dari itu tidak memungkinkan lagi bagi masyarakat untuk terlibat. Tahap terakhir dari proses legislasi, yaitu proses pengajuan draf ranperda untuk dibahas dalam sidang paripurna sampai penulisannya dalam lembaran daerah.
Pada tahap ini proses bersifat politis dan sangat menentukan nasib dari peraturan yang diajukan pada setiap tahap legislasi sangat berpotensi untuk terjadinya penyimpangan substansi perda. Penyimpangan substansi ini terkait dengan kepentinganstakeholder yang berbeda terhadap peraturan yang sedang disusun, baik yang pro maupun yang kontra. Namun dengan ketelitian, argumentasi dan pendekatan yang baik dan rasional pada saat pembahasan, sehingga penyimpangan dapat dihalangi dan dikembalikan pada substansi yang benar. Secara prosedur formal, seluruh proses penyusunan peraturan daerah adalah bagi masyarakat yang
ingin mengusulkan atau
berpartisipasi dalam penyusunan suatu produk hukum daerah. Masyarakat dapat memberikan usulan untuk penyusunan peraturan
daerah secara formal dengan mengusulkannya melalui Unit Kerja
(SKPD) terkait di
PemerintahanDaerah atau melalui DPRD. Dari pengalaman yang ada,
mengusulkan penyusunan
Rancangan produk hukum daerah melalui DPRD adalah jalan yang paling pendek dan tidak rumit. Yang diperlukan adalah kemampuan untuk meyakinkan anggota DPRD untuk mengakomodasi mereka.7)
Bagi masyarakat untuk mengikuti proses pembahasan dalam proses penyusunn peraturan daerah, sudah selayaknya kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini karena stakeholder lain yang kontra,
yang mempunyai konflik
kepentingan dengan kepentingan masyarakat umum, yang ingin memanfaatkannya hanya untuk kepentingan kelompok atau pribadinya saja, mereka pun akan terus berjuang untuk memasukan agenda atau kepentingan mereka dalam produk hukum yang sedang disusun. Bahkan perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai akhir
pembahasan saja, kalau
memungkinkan mereka akan berusaha untuk mempengaruhi
anggota DPRD untuk
mengakomodasi kepentingan
7)ibid. hlm 3
mereka. Untuk itu perjuangan masyarakat dalam proses penyusunan peraturan daerah tidak boleh berhenti begitu saja setelah diusulkan atau selesai dibahas di Panmus DPRD. Sudah seharusnya mereka pun mencoba untuk menitipkan agenda mereka pada anggota DPRD, bekerjasama dengan mereka, dan memberikan pengertian.
partisipasi masyarakat akan lebih sangat penting apabila partisipasi tersebut diatur dalam suatu peraturan daerah, sehingga adanya jaminan dari pemerintah dan lebih sistematis partisipasi yang mereka bangun.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan pengambilan bagian atau keterlibatan anggota masyarakat dengan cara memberikan dukungan (tenaga, pikiran maupun materi) dan tanggung jawabnya terhadap setiap keputusan yang telah diambil demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama.
Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 Angka 1 dan Angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan
Daerah (Perda) adalah “peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah8. Definisi lain tentang
Perda berdasarkan ketentuan dalam pasal 136 Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahadalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama
8)http://kabar-pendidikan.blogspot.com. tulisan
pengertian partisipasi ,Atik Norhayati Mahasiswa Pascasarjana Universitas Brawijayadikutip tgl 12 nopember 2012 jam 9.45 wib
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik
di Propinsi maupun di
Kabupaten/Kota”Sebagaimana Pasal 96 Ayat (1)Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang undangan terutama sekali yang tertuang dalam BAB XI yang menyatakan ;
“Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.”9).
Dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan, untuk membentuk Peraturan Perundang - undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik,yang meliputi;
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
9) http/ww.djpp.kemenkumham.go.id, makalah ttg
g. keterbukaan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 bahwa Materi muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. pengayoman; b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Peraturan Daerah yang bersangkutan Dalam Pasal 139 ayat (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau
pembahasan rancangan
Perda,ayat(2)Persiapan
pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah termasuk teknik penyusunan Peraturan Daerah yang diatur secara tumpang tindih baik peraturan yang berasal dari, masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, oleh pemerintah pusat yaitu:mengimplementasikan prinsip Negara hukum (rechtsstaat). Prinsip Negara hukum mengisyaratkan bahwa setiap tindakan, baik aparatur pemerintahan pusat, aparatur pemerintahan daerah maupun unsur warga Negara dan atau warga daerah setempat, senantiasa harus bersendikan norma hukum sehingga bagi yang melanggar atau mengabaikan prinsip tersebut, akan mengakibatkan tindakan yang bersangkutan mendapat sanksi hukum yang tegas.
konkrit. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah Daerah perlu diberi kewenangan bertindak untuk mengantisipasi krisis kevakuman hukum, dengan melakukan kreasi membentuk Peraturan Daerah, dengan harapan tindakan yang akan dilakukan menjadi legal.Suatu hal yang sulit dipungkiri, bahwa penggunaankewenangan bertindak yang berlebihan dapat membawa dampak negatif, yakni pemerintah
dapat cenderung lebih
mempergunakan kekuasaan dalam menjalankan tugasnya, dan pada gilirannya dapat terseret atau terjebak pada kondisi Negara kekuasaan (machtsstaat). Oleh karena itu untuk mengeliminasi tindakan pemerintah daerah dalam menjalankan nya (political will), agar tidak terjebak pada kategori Negara kekuasaan (machtsstaat), maka tindakan tersebut harus dikemas dalam bentuk produk hukum berupa Peraturan Daerah, yang pada gilirannya dapat dikategorikan sebagai Negara hukum (rechtsstaat). Dampak lainnya dari penggunaan kekuasaan yang berlebihan oleh pemerintah daerah, dalam menjalankan tugasnya dapat melahirkan tindakan-tindakan negatif antara lain:
tindakan tidak sesuai dengan kaidah hukum (on rechtsmatige
overheidsdaad), tidak
bersendikan wewenang
(onbevoegdheid), sewenang-wenang(willekeur),
menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir), dan wewenang (ultra vires).10
Sejalan dengan semakin populernya nuansa demokratisasi dalam berbagai bidangkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk juga dalam lingkup pemerintah daerah, tentu nuansa demokratisasi tersebut juga erat kaitannya dengan pembentukan peraturan daerah yang benar-benar demokratis.
Dalam pembentukan peraturan daerah apakah telah dilakukan antisipasi secara konseptual yakni pemanfaatan dan implementasi asas-asas umum perundang-undangan yang baik.berpedoman kepada peraturan perundang-undangan di satu sisi memberikan peluang yang cukup luas kepada pemerintah daerah untuk berkreasi yang kemudian dikemasnya dalam bentuk
10)Wignjosoebroto, Soetandijo ; 1994, Sejarah Hukum,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1994, hlm 188
Hadjon, Philipus M., Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Fakultas Hukum Universitas
Peraturan Daerah.disisi lain penggunaan asas kewenangan yang berlebihan dapat mengantarkan pemerintah daerah terjebak pada suatu sikap yang kontra produktif atau negatif, yang pada gilirannya dapat menghasilkan produk hukum berupa ; Peraturan Daerah yang cacat hukum. Dengan demikian eksistensi asas kebebasan bertindak dalam sistem pemerintahan Daerah bersifat dilematik, yakni di satu sisi dapat bersifat positif untuk mengantisipasi kefakuman Hukum di Daerah, di sisi lain dapat bersifat negatif yakni menghasilkan produk hukum yang berbenturan dengan akar budaya yang telah berlaku di daerah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa banyak Peraturan Daerah yang bermasalah dan merugikan bagi publiknya. Untuk sementara dapat disimpulkan bahwa hal itu timbul karena beberapa faktor, di antaranya: instrumen hukum yang ada kurang mendukung untuk melibatkan publik, struktur atau institusi pembuat kebijakan yang kurang siap, dikarenakan sumber daya manusia yang ada tidak memadai, dan budaya atau perilaku eksekutif dan legislatif daerah yang masih bercorak orde baru.11
11)
Philipus M Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif),Facultas Hukum Universitas
Berdasarkan Pasal 127 Ayat (2)
Peraturan tata tertib DPRD
Kabupaten Pasaman,menyatakan
bahwa Reses dipergunakan untuk
menyerap
dan
menghimpun
aspirasi Konstituen / masyarakat
melalui kunjungan kerja secara
berkala, sementara dalam pasal
130 DPRD wajib menerima /
menindaklanjuti dan aspirasi
masyarakat
tentang
sesuatu
sesuai dengan tugas dan
wewenang DPRD , terkait dengan
Tugas dan fungsi Legislasi dalam
membentuk Peraturan Daerah
bersama Kepala Daerah hal ini
belumlah
secara
Konkrit
dilaksanakan , seperti Penetapan
Perda Nomor: 3 tahun 2012
tentang
Pajak
Bumi
dan
Bangunan sektor Perdesaan dan
Perkotaan dan Perda Nomor 5
tahun 2012 tentang Pengelolaan
Tambang yang belum berpihak
kepada Rakyat.
12Perda bermasalah juga tidak
mendukung upaya menciptakan
Airlangga,Surabaya, hlm 4
12)Keputusan DPRD Kabupaten Pasaman No
iklim usaha dan investasi yang
kondusif di daerah. Mendagri
(Mantan Gubernur Sumatera Barat )
menegaskan,ada kecenderungan
bahwa pemda menciptakan pungutan liar (pungli) dengancara menciptakan pajak baru serta memperluas objek pajak dan objek retribusi di luar
ketentuan undang-undang13.
Peraturan Daerah tersebut diatas sebagai sampel ,yang merupakan produk hukum daerah yang belum dilaksanakan sepenuhnya untuk menampung aspirasi sebagai referensi Substansi materi Perda yang akan dibuat sebagaimana yang telah di rekomendasikan oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.14
Untuk mengantisipasi agar Peraturan Daerah di Kabupaten pasaman tidak terjebak sebagai Peraturan Daerah yang cacat hukum, setiap pembentukan peraturan hukum daerah senantiasa harus
13)http://www.kemendagri.go.id/news/2011/01/18
/mendagri-temukan-369- Ttg perda-bermasalah,
dikutip Tgl 24 Januari 2014.Jam 08.54 Wib.
14)Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor; 5234
memperhatikan konsep Negara hukum, asas demokrasi serta partisipasi masyarakat dalam pembentukan Peraturan Daerah dan asas-asas umum perundang-undangan lainnya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagaiberikut :
1. Bagaimana Partisipasi masyarakat dalam proses Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Pasaman ?.
2. Apa saja yang mempengaruhi dalam pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Pasaman ?
3. Upaya apa yang dilakukan
Pemerintah Daerah
Kabupaten Pasaman dalam mewujudkan Peraturan Daerah yang berpihak kepada masyarakat ?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini meliputi berbagai dimensi antara lain :
asas teknik pembentukan Peraturan Daerah telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di implementasikan dalam Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Pasaman.
2.Untuk mengkaji pengaruh dan implementasi dalam proses pembentukan peraturan daerah dengan mengikutsertakan masyarakat oleh Pemerintah Daerah.
3.Untuk mengkaji upaya apa saja yang dilakukan pemerintah Kabupaten Pasaman dalam mewujudkan Peraturan Daerah yang benar-benar aspiratif menuju masyarakat yang dan sejahtera.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan akademis maupun untuk kepentingan Pemerintah Daerah :
1. Manfaat secara Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu hukum pada khususnya di dalam pembutan Peraturan Daerah yang Demokratis
2. Manfaat Praktis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan wacana bagi para penyelenggara
PemerintahanDaerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah khususnya di Kabupaten pasaman dalam pembentukan Peraturan Daerah yang benar-benar berpihak kepada rakyat serta
peranaktif dan
berpartisipasimasyarakat dalam pembentukan Produk hukum daerah yang benar-benar berdasarkan aspirasi dari masyarakat15.
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka teoritis
Peraturan perundang-undangan dilihat dari peristilahan merupakan terjemahan dari wettelijke regeling. Kata wettelijk berartisesuai dengan wet atau berdasarkan wet.Kata wet pada
15) Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian
umumnya diterjemahkan dengan
undang-undang , maka
terjemahan wettelijk regeling ialah peraturan
perundang-undangan, Pembentukan
peraturan perundang-undangan pada hakekatnya ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku keluar dan bersifat umum dalam arti yang luas, maksudnya tidak mengidentifikasikan individu tertentu , sehingga berlaku bagi setiap subjek hukum yang memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam suatu peraturan.
Beberapa teori tentang pembentukan undand-undang (theories of lawmaking), diantaranya ialah yang dikemukakan Yuliandri dan
Otto, dkk mencoba
mengarahkanteori pembentukan undang-undang kepada “ the socio legal consep of real legal certanity “ yang didalamnya terdiri dari lima elemen pencapaian kepastian hukum yang nyata yaitu ;
a.a lawmaker has laid down
clear, accessible andrealistic rules;
b.The administrationfollws these
rules and induces citizens to do the same
c.The majority of people accept
these rules ,in principle ,as just;
d.Serious conflicts are regularly
brought before independent and impartial judges who decide cases inaccordance with those rules;
e.These decisions are actually
complied with defining abjetives of law and development projects inthese terms could help improving their affectiveness;
Pandangan yang diberikan Otto Dkk ini, setidaknya dapat dipakai sebagai
perbandingan dalam
mengukur kualitas
pembentukan undang-undang di Indonesia. 16)
Dikaitkan dengan teori kedaulatan Negara, dalam pembentukan undang-undang,. Kedaulatan ada pada negara terutama terlihat bahwa negaralah yang menciptakan hukum, hukum
16) Yuliandri.,
ada karena adanya negara. Tiada suatu hukum pun yang berlaku jika tidak dikehendaki negara. Penganut ajaran ini, antara lain
George Jellinek dan Jean
Bodinserta Montesquieu terkenal dengan dunia ilmu pengetahuan tentang negara hukum dan kemudian dia mengemukakan state of nature yang diartikan dalamkeadaan alamiah kualitas
hidup manusia
rendah.17)Sedangkan Teori politik
Trias Politika yang dikemukakan
oleh Montesquieu
merupakanlandasan
pembangunan teori demokrasi dalam sistem politik yang menekankan adanya Chek And Balanceterhadap mekanisme pembagian kekuasaan. Demokrasi yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami kekurangan. Untuk memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka dibutuhkan berbagai unsur-unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu sebagai pencetus demokrasi liberal.Ide Negara hukum (rechtsstaat) diintrodusir melalui
Regeerings Reglement (RR)1854,
17)
suwarso1951.files.wordpress.com/2013/03/teori-kedaulatan.docx Tgl 21 Jan 2014. Jam 10.Wib
menurut Ajaran/Teori Demokrasi berkembang dari waktu ke waktu dan berkembang sesuai pula dengan kebutuhan suatu negara tertentu, sejalan dengan yang diucapkan Mac Iver , “..apa yang
kita sebut demokrasi adalah hanya sebuah permulaan dan bukan sesuatu yang bersifat
final….18)”.- Mottonya :Vox
populi vox dei = Suara rakyat (mayoritas) adalah suara Tuhan,
dan Suara yang minoritas
adalah suara setan.”
Salah satu bentuk undang-undang
atau “ statute “ yang dikenal
dalam literatur adalah “ locale statute “ atau “ locale wet “ yaitu undang-undang yang bersifat lokal. Dalam literatur dikenal
pula adanya istilah “ local constitusion “ atau “ locale grondwet “ Di lingkungan negara federal eperti Ameraika serikat , Kanada dan Jerman dikenal adanya pengertian mengenai Konstitusi Federal (fesderal Constitution) dan Konstitusi Negara bagian ( State Constitution ) Seperti di Amerika serikat , misalnya , setiap negara
18)Makalah Muchyar Yara,.Staf Pengajar Hukum Tata
bagian memiliki naskah undang-undang dasar sendiri sendiri , disamping Konstitusi Federal , yaitu the Constituion of the United States of America.19)
Di lingkungan negara-negara yang susunannya berbentuk negara kesatuan ( unitary statie , eenheidsstaat ), konstitusi atau undang-undang dasar hanya dikenal di tingkat seperti dalam pandangan Wolhoff, di daerah daerah di lingkungan negara negara kesatuan , juga terdapat konstitusi tersendiri pula , secara teoritis yang berdfungsi sebagai konstitusi untuk daerah bagian dalam negara kesatuan. Berkaitan
dengan pengertian “ Local Constitution “ atau “ Locale Grondwet “ tersebut diatas, maka Peraturan Daerah juga dapat di lihat sebagai bentuk undang-undang yang bersifat lokal. Meskipun dalam tata urutannya menurut Undang-Undang Nomor
19)Burkens, M.C.,
Beginselen Van De Democratische Rechtsstaat, Tjeenk Willink, Zwole, 1990, hlm 29
12 tahun 2011, Peraturan Daerah (Perda) adalah bentuk peratuan perundang undangan di bawah Undang-Undang dan Perpu , Peraturan Pemerintah dan peraturan Presiden, akan tetapi dari segi isinya mapun
mekanisme pembentukan
Peraturan daerah itu mirip dengan
undang undang dimana
pembentukan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh lembaga Eksekutif dan Legislatif secara bersama-sama.20
2. Kerangka konseptual
Dalam struktur ketatanegaraan Indonesia , yang menganut konsepsi negara hukum modern ( welvaastaat ) eksistensi pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mempunyai peran sentral dalam penyelenggaraan negara bahkan oleh Prtajudi dikatakan
bahwa pemerintah adalah “ pengurus harian “ negara21
Apa yang di jalankan oleh
pemerintah beserta
aparaturnya merupakan tugas
tugas negara yang
20)Jimly asshiddiqie, 2010, Perihal Undang- Undang ,
Raja Wali Pers Divis Buku Perguruan Tinggi PT Raja wali Grafindo Persada. hlm. 63
21)Prajudi Atmosudiro, 1995,
dilimpahkan atau di bebankan kepada pemerintahTugas-tugas negara lainnya dibebankan kepada Badan legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) , Dewan Perwakilan Daerah
(DPD)kepada Badan
Pemeriksa Keuangan( BPK )dan kepada Mahkamah Agung (MA ) serta Mahkamah Konstitusi ( MK )22
Dampak
dianutnya
konsepsi negara hukum
modern
adalah
bertentangan
dengan
kenyataan dimana rakyat
secara langsung dan mutlak
(keseluruhan)
memegang
kendali
pemerintahan
negara.
Karena
justru
kenyataannya menunjukan
bahwa segelintir (sedikit)
oranglah yang memegang
kendali
pemerintahan
negara dan memerintah
kumpulan
orang
yang
banyak,
yaitu
rakyat.
Benturan
yang
tidak
terdamaikan antara Ajaran
22)Ibid.hlm 13
Demokrasi
JJ.Rousseau
(yang bersifat mutlak dan
langsung)
dengan
kenyataan
empirik
kehidupan manusia (yang
sedikit memerintah yang
banyak),
ditambah
lagi
sebagai
akibat
perkembangan
lembaga
negara menjadi “National
State” yang mencakup
wilayah
luas
serta
perkembangan
rakyatnya
yang
menjadi
semakin
banyak
jumlahnya
dan
tingkat kehidupannya yang
komplek,
maka
Ajaran
Demokrasi yang awalnya
dicetuskan
oleh
JJ.Rousseau
ini masih
memerlukan
penyempurnaan-penyempurnaan
tergantung pada kondisi
masing-masing negara yang
bersangkutan.
23Dengan demikian ide dasar Negara hukum Pancasila
23)
seperti Indonesia tidaklah lepas dari ide dasar tentang
“rechtsstaat “. Syarat-syarat dasar rechtsstaatadalah sebagai berikut:
a.Asas legalitas
Setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar peraturan perundang-undangan (wettelijke
grondslag). Dengan
landasan ini,
UndangUndang dalam arti formal dan UUD sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentukan Peraturan Daerah merupakan bagian penting Negara hukum.
b. Pembagian kekuasaan
Syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan Negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan akan tetapi peran serta masyarakat berperan penting arah kebijakan pemerintah untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur .
3. Hak-hak dasar (grondrechten)
Hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum
bagi rakyat dan
sekaligusmembatasi
kekuasaan dalam
pembentukan Peraturan daerah.
a. Pengawasan pengadilan
Bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan(rechtmatigheids
toetsing) tindak
pemerintahan.24
Syarat-syarat dasar tersebut seyogyanya juga menjadi syarat dasar Negara hukum Pancasila. Untuk hal
tersebut kiranya
dibutuhkan suatu usaha besar berupa suatu kajian yang sangat mendasar terutama tentang ide
bernegara bangsa
Indonesia.Untuk
menentukan apakah suatu Negara dapat dikategorikan
sebagai Negara
hukum,biasanya digunakan dua macam asas, yakni :
1.Asas Negara Hukum;
Legalitas merupakan unsur utama suatu Negara hukum. Semua tindakan Negara harus berdasarkan dan bersumber
pada Undang-Undang.
Penguasa tidak boleh keluar dari rel-rel dan batas-batas yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Batas kekuasaan Negara ditetapkan dalam Undang-Undang. Akan tetapi untuk dinamakan Negara hukum tidak cukup bahwa suatu Negara hanya semata-mata bertindak dalam garis-gariskekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Undang-Undang.25 dalam Negara hukum setiap orang yang merasa hak-hak pribadinya dilanggar, diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mencari keadilan
dengan mengajukan
perkaranya itu di hadapan pengadilan. Cara-cara mencari keadilan itu pun dalam Negara hukum diatur dengan Undang-Undang.
2. Asas perlindungan atas kebebasan setiap orang atas hak-hak asasi manusia.
25) Burkens, M.C., Beginselen Van De Democratische
Rechtsstaat, Tjeenk Willink, Zwole, 1990, hlm:29;
Asas perlindungan dalam Negara hukum nampak antara
lain dalam “Declaration ofIndependence”, bahwa orang yang hidup di dunia ini sebenarnya telah diciptakan merdeka oleh Tuhan, dengan dikaruniai beberapa hak yang tidak dapat dirampas atau dimusnahkan, Hak-hak tersebut yang sudah ada sejak orang dilahirkan, perlu mendapat perlindungan secara tegas dalam Negara hukum moderen. C.W. Van der Port menjelaskan bahwa atas dasar
demokratis, “rechtsstaat”
dikatakan sebagai “Negara kepercayaan timbal balik” (de staat van het wederzijds
vertrowen) 26)yaitu
kepercayaan dari
pendukungnya, bahwa
kekuasaan yang diberikan tidak akan disalahgunakan, dia mengharapkan kepatuhan dari rakyat pendukungnya.S.W. Couwenberg menjelaskan bahwa asas-asas demokratis
yang melandasi “rechtaataat” meliputi 5 asas yakni :
26)Siong, Gouw Giok,
− asas hak-hak politik (het beginsel van de politieke grondrechten);
− asas mayoritas;
− asas perwakilan;
− asas pertanggungjawaban;
− asas publik (openbaarheids beginsel).27
Dengan demikian maka atas dasar sifat-sifat tersebut, yakni sifat-sifat liberal dan demokratis,ciri-ciri “rechtsstaat” adalah :
(1).Adanya Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentanghubungan antara penguasa dan rakyat;
(2).Adanya pembagian kekuasaan Negara, yang meliputi : kekuasaan pembuatan Undang-Undang yang berada pada parlemen, kekuasaan kehakiman bebas dan tidak hanya menangani sengketa antara individu rakyat, tetapi juga antara rakyat dan penguasa, dan pemerintah berdasarkan tindakannya yang berlandaskan Undang-Undang (wetmatig bestuur);
(3) Diakui dan dilindunginya hak-hak rakyat yang sering disebut
“vrijheidsrechten
27) Soemitro, Rochmat,
Peradilan Administrasi Dalam Hukum Pajak Di Indonesia, cet. Ke-IV, PT.
ERESCO, Jakarta-Bandung,1976, hlm:1
vanburger”Philipus M. Hadjon menjelaskan, dalam kaitannya dengan ciri-ciri diatas menunjukkan dengan jelas bahwa ide sentral
daripada “rechtsstaat” adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, yang bertumpu atasprinsip kebebasan dan persamaan.
Adanya Undang-Undang Dasar akan memberikan jaminan konstitusioanal terhadap asas kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian kekuasaan untuk menghindarkan penumpukan kekuasaan dalam satu tangan, yang sangat cenderung kepada penyalahgunaan kekuasaan, berarti pemerkosaan terhadap kebebasan dan persamaan.
Dengan adanya pembuatan Undang-Undang yang dikaitkan dengan parlemen, dimaksudkan untuk menjamin bahwa hukum yang dibuat adalah atas kehendak rakyat; dengan demikian hukum tersebut tidak akan memperkosa hak-hak rakyat, tetapi berkaitan dengan asas mayoritas, kehendak rakyat diartikan sebagai kehendak golongan mayoritas.
Dengan prinsip “wetmatig bestuur” agar tindak pemerintahan tidak memperkosa kebebasan dan persamaan (heerschappij van de
yang liberal dan demokratis, inti perlindungan hukum bagi rakyat adalah perlindungan terhadap kebebasan individu. Setiap tindak pemerintahan yang melanggar kebebasan individu, melahirkan hak untuk menggugat di muka peradilan.28)
Dalam konsep yuridis, A.M. Donner berpendapat bahwa istilah
“sociale rechtsstaat” lebih baik
daripada istilah “welvaartsstaat” S.W. Couwenberg berpendapat
bahwa “sociale rechtsstaat”
merupakan variant dari “ liberal-democratische rechtsstaat”S.W. Couwenberg menjelaskan, variant
dari “sociale rechtsstaat”
terhadap“liberaldemocratische rechtsstaat”, antara lain : interpretasi baru terhadap hak-hak klasik danmunculnya serta dominasi hak-hak sosial, konsepsi baru tentang
kekuasaan politik
dalamhubungannya dengan
kekuasaan ekonomi, konsepsi baru tentang makna kepentingan
umum,karakter baru dari “wet” dan
“wetgeving”.29)
H. Franken menjelaskan, kebebasan dan persamaan (vrijheid en gelijkheid) yang semula dalam
28) Utrecht, 1963,
Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Ichtiar, Jakarta, hlm:205
29) Ibid, hlm 4-5
konsep liberal-democratische rechtsstaat sifatnya yuridis formal, dalam konsep sociale rechtsstaat ditafsirkan secara riil dalam kehidupan masyarakat (reele maatschappelijke gelijkheid), bahwa tidak terdapat persamaan mutlak didalam masyarakat antara individu yang satu dengan yang lain.30
Menurut D.H.M. Meuwissen, dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak
pemerintahan, dalam “sociale rechtsstaat” prinsip perlindungan hukum terutama diarahkan kepada perlindungan terhadap hak-hak sosial, hak ekonomi dan hak-hak cultural. Dikaitkan dengan sifat hak,
dalam “rechtsstaat” yang liberal dan
demokratis adalah “the right to do”,
dalam “sociale rchtsstaat” muncul
“the right to receive”. Dikaitkan dengan sarana perlindungan hukum, maka makin kompleks sistem perlindungan hukum bagi rakyat.
Dalam konsep yuridis “sociale rechtsstaat”, P. Schnabel menjelaskan bahwa tugas Negara disamping melindungi kebebasan sipil juga melindungi gaya hidup rakyat. 31) P. Schnabel menjelaskan,
30) Utrecht, op,cit, hlm:310
31)Soemitro, Rochmat, Peradilan Administrasi Dalam
bahwa pengaruh Negara terhadap individu menjelma dalam tiga cara yakni : pertama, pengaruh langsung sebagai akibat dari pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak sosial, kedua, pengaruh tidak langsung sebagai akibat dari pembentukan aparat pemerintah yang dilelngkapi dengan kekuasaan jabatan dan keahlian, ketiga, harapan
bahwa problema-problema
masyarakat dapat dipecahkan melalui campur tangan penguasa.32)
Pandangan murni dan sempit
mengenai “the rule of law” sebagaimana dikemukakan oleh A.V. Dicey, karena inti dari tiga
pengertian dasar yang
diketengahkannya adalah
“commonlaw”, sebagai dasar perlindungan bagi kebebasan individu terhadap kesewenang-wenangan oleh penguasa.
Demikian pula A.V. Dicey menolak kehadiran peradilan administrasi Negara adalah sesuai dengan
perkembangan hukum dan
kenegaraan di Inggris. Inti kekuasaan raja di Inggris semula adalah kekuasaan memutus perkara, yang kemudian didelegasikan kepada hakim-hakim peradilan yang
32) Port, C.W. van der, - bewerk door A.M. Donner,
Handboek van het nederlanse Staatsrecht, Il e druk, Tjeenk Willink,Zwolle, 1983, hlm:143
memutus perkara tidak atas nama
raja, tetapi berdasarkan “the common custom of England”, sehingga karakteristik dari “common law”
adalah “judicial”, sedangkan
karakteristik dari “civil law”
(continental) adalah
“administrative”.33)Pikiran-pikiran dari Wade dan Geofrey Philips adalah merupakan pikiran-pikiran yang telah terpengaruh oleh pandangan Eropa. Hal ini nampak
dari konsepnya mengenai “the rule of law” dan kritiknya terhadap pikiran dari Dicey. Dalam kritiknya terhadap A.V. Dicey mengenai
“equality” nampak disana pengaruh dari pikiran-pikiran “rechtsstaat”
tentang “reel maat schappelijk vrijheid en gelijkheid”;
tentangkritiknya terhadap “common law” dari Dicey dikemukakan
tentang kelemahan dari “written constitution” yang menunjukkan pengaruh dari pikiran-pikiran
“liberal-democratische” tentang
“grondwet”. Baik konsep “the rule of law” maupun konsep “rechtsstaat” menempatkan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai titik sentralnya, sedangkan bagi Negara Republik Indonesia, yang menjadi titik
33) Couwenberg, S.W., Westers Staatsrecht als
sentralnya adalah “keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyatberdasarkan asas kerukunan”. Untuk melindungi hak-hak asasi
manusia, dalam konsep “the rule of law” mengedepankan prinsip
“equality before the law”, dan dalam
konsep “rechtsstaat”
mengedepankan prinsip
“wetmatigheid” kemudian menjadi
“rechtmatigheid”. berdasarkan asas kerukunan”. Untuk melindungi hak -hak asasi manusia, dalam konsep
“the ” rule of law mengedepankan
prinsip “equality before the law”,
dan dalam konsep “rechtsstaat”
mengedepankan prinsip
“wetmatigheid” kemudian menjadi
“rechtmatigheid”. Untuk Negara Republik Indonesia yang menghendaki keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat, yang
mengedepankan adalah “asas kerukunan” dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Dari azas ini akan berkembang elemen lain dari konsep Negara Hukum Pancasila, yakni terjalinnya hubungan fungsional antara kekuasaan-kekuasaan Negara, penyelesaian sengketa secara musyawarah, sedangkan peradilan merupakan sarana terakhir, dan tentang hak-hak asasi manusia tidaklah hanya menekankan hak dan kewajiban saja,
tetapi juga terjalinnya suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menurut Philipus M. Hadjon, elemen Negara Hukum Pancasila adalah:34
a.Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
b.Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan Negara;
a. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir; d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Tampilnya asas itu sebenarnya berkaitan dengan asas pengambilan keputusan dalam ketatanegaraan Belanda yaitu asas Mayoritas. Dalam ketatanegaraan kita prinsip utama dalam pengambilan keputusan adalah asas musyawarah untuk mufakat.35)Dalam UUD 1945 tidak
kita temukan rumusan yang eksplisit tentang asas keterbukaan. Namun demikian isu keterbukaan dalam pelaksanaan pemerintahan telah merebak di tanah air sejak tahun
34) Phillipus MHadjon 1987,
Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hlm:76-77
delapan puluhan dan sebagai realisasinya dalam bidang politik dan sosial pada tahun 1986 Wakil Presiden membuka kotak pos 5000. melalui kotak pos itu rata-rata tiap hari masuk surat-surat dari seluruh penjuru tanah air sekitar 50 surat.
Uraian diatas tentunya berlatar belakang Hukum Tata Negara Belanda sesuai dengan latar belakang penulisnya. Namun demikian pula patut pula diakui prinsip-prinsip yang diterima umum. Hal yang barangkali khas Belanda dalam kutipan diatas ialah “dihormatinya
hak-hak kaum minoritas”. Rumusan itu hampir selalu kita temukan dalam buku-buku yang membahas hukum tata Negara Belanda. Dalam UUD 1945 tidak kita temukan rumusan yang eksplisit tentang asas keterbukaan. Namun demikian isu keterbukaan dalam pelaksanaan pemerintahan telah merebak di tanah air sejak tahun delapan puluhan dan sebagai realisasinya dalam bidang politik dan sosial pada tahun 1986 Wakil Presiden membuka kotak pos 5000. melalui kotak pos itu rata-rata tiap hari masuk surat-surat dari seluruh penjuru tanah air sekitar 50 surat.36Disamping itu dalam berbagai
peraturan perundang-undangan telah
36)Meuwissen, D.H.M., 1975, Elementen van
Staatsrecht, Tjeenk Willink, Zwolle, hlm:140
diatur tentang peran serta masyarakat seperti dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 Bagian ketiga pasal 9 ayat (4) ) dan Undang-Undang Penataan Ruang (Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007Pasal6).
Pada dasarnya peran serta berkaitan dengan asas keterbukaan. Tanpa keterbukaan tidak mungkin ada peran serta masyarakat. Meskipun segi-segi keterbukaan telah mendapat perhatian namun belum nampak suatu pengaturan dasar tentang makna dan prosedur keterbukaan dalam pelaksanaan pembentukan peraturan perundang-undangan.Pada dasarnya peran serta berkaitan dengan asas keterbukaan. Tanpa keterbukaan tidak mungkin ada peran serta masyarakat. Meskipun segi-segi keterbukaan telah mendapat perhatian namun belum nampak suatu pengaturan dasar tentang makna dan prosedur keterbukaan dalam pelaksanaan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Demikian juga halnya peran serta masyarakat . sementara kalangan lebih mengartikan sebagai bentuk partisipasi dalam arti gotong royong–
melalui studi perbandingan dengan hukum tata Negara dan hukum administrasi Belanda ditelaah konsep keterbukaan. Studi perbandingan tidaklah dimaksudkan untuk mengalihkan hukum Belanda ke Indonesia namun lebih-lebih untuk memahami konsep itu dan mudah mudahan akan dapat mempertajam konsep kita sendiri. Keterbukaan,
baik “openheid” maupun “ openbaar-heid” (“openheid” ) adalah suatu sikap mental berupa kesediaan untuk memberi informasi dan kesediaan untuk menerima pendapat pihak lain;
“openbaar-heid” menunjukkan suatu keadaan sangat penting artinya bagi pelaksanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dan demokratis. Dengan demikian keterbukaan dipandang sebagai suatu asas ketatanegaraan mengenai pelaksanaan wewenang secara layak (staatsrechtelijk beginsel van behoorlijke
bevoegdheidsuitoefening).37)
Begitu pentingnya arti keterbukaan sehingga seorang sarjana Belanda Thoerbecke mengatakan :
37) Philipus M. Hadjon, 1999,
Keterbukaan Pemerintah dan Tanggung Gugat Pemerintah, Makalahdisampaikanpada seminar Hukum Nasional ke-VI dengan tema Reformasi Hukum Menuju MasyarakatMadani, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Jakarta, 12-15 Oktober, hlm:3
“Openbaarheid is licht,
geheimbouding is
duisternis”.38)Kepustakaan hukum dalam bahasa Indonesia masih langka membahas soal keterbukaan meskipun usaha keterbukaan (seperti telah dikemukakan diatas) telah dikumandangkan sejak beberapa tahun yang lalu.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat pendekatan yang bersifat Yuridis Empiris. Dengan penelitian yang berbasis pada inventarisasi hukum positif, penemuan azas-azas hukum
danpenemuan hukum
inconcretto39),yang dilengkapi pengamatan operasionalisasi hukum secara empiris di masyarakat khususnya di Kabupaten Pasaman, sesuai dengan judul tesis ini yakni Partisipasi masyarakat dalam pembentukan Peraturan Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 di Kabupaten Pasaman.
38) Ibid, hlm : 3
39)Soerjono Soekanto, dan Sri Mamuji, 1995,
Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini membutuhkan data dari lapangan. Menurut Sri Mamudji, Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya. Jadi, data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundangan, Selain berbentuk tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian serta data lapangan (primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive
interview)40) atau tidak terstruktur
(freeflowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung kepada informan, dengan mewawancara acak (interviewguide) guna mencari jawaban atas pelaksanaan perumusan oleh Badan Legislasi Peraturan Daerah
3. Lokasi penelitian
Dalam rangka mewujudkan kesejateraan masyarakat secara menyeluruh dan sekaligus untuk
meningkatkan wibawa
Pemerintah Kabupaten Pasaman serta mewujudkan pemerintah yang baik dan bersih dari KKN yang tidak bisa di tawar lagi serta mengembangkan budaya politik yang demokratis menggalang rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan kepedulian terhadap ketentraman dan kenyamanan masyarakat yang multi etnis, itulah alasan penulis menetapkan lokasi penelitian di Kabupaten Pasamanyakni dengan teknis.41)
Baik wawancara maupun pengumpulan arsip-arsip pada bagian Hukum Kantor Bupati maupun di di Sekretariat DPRD dan kantor perpustakaan daerah Kabupaten Pasaman.
4. Teknik Pengumpulan Data
a.StudiDokumen
Sesuai dengan penggunaan data sekunder dalam penelitian ini, Data sekunder baik yang menyangkut bahan hukum primer dengan memperoleh di lapangan memperoleh data sekunder dan tersier diperoleh
41)
dari bahan pustaka melalui studi lapangan.. Data tersebut disusun secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran relatif lengkap dari klasifikasi secara kualitatif .Dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan, maka seperti dikemukakan Sanafiah
Faisal disebut sebagai sumber data non manusia, dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan cara mempelajari peraturan-peraturan perundang-undangan, literature, dokumen-dokumen resmi yang mendukung objek penelitian.
b.Teknik wawancara
Terhadap data lapangan (primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive
interview) atau tidak terstruktur (free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung kepada informan,
dengan menggunakan
pedoman
wawancara (interview
guide) guna mencari jawaban atas
pelaksanaan42)Pembahasan
Ranperda pada Sekretaris DPRD abupaten Pasaman dan Kepala bagian hukum sekretariat Kantor Bupati Pasaman
5. Tehnik Pengolahan Data dan Analisis data
Setiap data yang bersifat teoritis baik berbentuk asas-asas, konsepsi dan pendapatpara pakar hukum, termasuk kaidah atau norma hukum, akan dianalisa secara yuridis normatif dengan menggunakan uraian secara deskriptif dan perspektif, yang bertitik tolak dari analisis kualitatif normatif dan yuridis empiris.
42)Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian
HASIL PENELITIAN
A. Bagaimana Partisipasi masyarakat
dalam proses Pembentukan
Peraturan daerah di Kabupaten Pasaman.
1.Proses Program Legislasi daerah
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan pelaksanaan peran serta / Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan Daerah antara lain:
a. Dilakukannya Rapat Dengar Pendapat Umum atau rapat-rapat lainnya yang bertujuan menyerap aspirasi masyarakat;
b. Dilakukannya kunjungan Kerja oleh anggota DPRD untuk mendapat masukan dari masyarakat;
c. Diadakannya seminar-seminar atau Reses serta kegiatan yang sejenis dalam rangka melakukan pengkajian atau menindak lanjuti berbagai penelitian untuk menyiapkan suatu Rancangan Peraturan Daerah.
Mengenai keterlibatan masyarakat dapat ikut serta dalam pembentukan Peraturan Daerah, tergantung pada
keadaan dari pembentuk perundang-undangan itu sendiri oleh karena UUD dan berbagai peraturan perundang-undangan telah menetapkan lembaga mana yang dapat membentuk peraturan perundang-undangan. Apabila suatu Perda telah dapat menampung aspirasi masyarakat luas tentunya peran serta masyarakat tersebut sangat diperlukan dan tidak kalah pentingnya yakni Konpetensi atau kualitas anggota DPRD maupun seluruh jajaran Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas membentuk suatu Peraruran daerah.
a. Partisipasi dalam proses pembentukan Peraturan;
b. Partisipasi dalam pelaksanaan
c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil;
d. Partisipasi dan Evaluasi.43)
Partisipasi
masyarakat
dalam
Perencanaan pembangunan di
Kabupaten
Pasaman
yakni
melalui Musrembang mulai dari
Tingkat
Nagari,
Kecamatan
sampai ke Tingkat Kabupaten,
dalam
proses
partisipasi
masyarakat
tidaklah
mudah,
meskipun dijumpai dalam praktik
ada proses yang diawali dengan
musyawarah
rencana
pembangunan
Nagari,
musyawarah
pembangunan
Kabupaten sampai pada tahap
penetapan perencanaan detail
pembangunan daerah yang di
tetapkan
dengan
Peraturan
Daerah, hal tersebut belum dapat
menjamin
diprioritaskannya
kebutuhan publik. Kenyataannya
ruang partisipasi ke arah itu
43)
http://studihukum.blogspot.com/2011/01/urgensi-partisipasi-publik-dalam_21.htmldikutip Tgl 6 Feb 2014, Jam 11.15 wib
belum maksimal, karena
orang-orang yang di undang untuk hadir
adalah orang-orang yang dekat
dengan
birokrasi
dan/atau
kekuasaan. Disamping itu dalam
penyusunan
program
pembangunan
terkesan
dipaksakan
tanpa
melibatkan
publik. Keterlibatan masyarakat
dalam
proses
perencanaan
pembangunan,
terutamamenetapkan
suatu
kebijakan, pemantauan dari hasil
pembangunan dan keberlakuan
suatu kebijakan, adalah suatu hal
yang mendorong suksesnya suatu
pembangunan yang efektif dan
efisien. Mendorong masyarakat
untuk
berpartisipasi
dalam
proses pembangunan itu sendiri
namun
yang
terjadi
adalah
merupakan permasalahan yang
perlu
dicari
pemecahannya.
bukan mengharuskan partisipasi
masyarakat
seperti
halnya
mendorong rakyat untuk mau
berkorban, juga membutuhkan
insentif-insentif
yang
banyak,
Tidak cukup kita mengatakan
bahwa pembangunan tersebut
mutlak apabila rakyat harus mau
berpartisipasi
dalam
pembangunan.
Pengalaman
pembangunan
membuktikan
bahwa sering kali pembangunan
yang
dikatakan
untuk
kepentingan
rakyat
ternyata
tidak sesuai dengan harapan
masyarakat.
Dalam
hal
ini
hambatan yang ditemui atau
dihadapi di lapangan yang nagari
sebagai Objek
Dalam
hal
Program
Kebijakan Pemerintah kabupaten
Pasaman, maka dalam usaha
untuk
melaksanakan
proses
pembangunan
belum
dipahaminya makna dari konsep
partisipasi oleh pihak perencana
dan pelaksana pembangunan.
Definisi partisipasi yang berlaku
di kalangan lingkungan aparat
perencana
dan
pelaksana
pembangunan,sedangkan
kemauan
masyarakat
untuk
mendukung
secara
mutlak
program-program
pemerintah
telah dirancang dan ditentukan
tujuannya
oleh
Pemerintah
Daerah.
Di
lapangan
para
perencana
dan
pelaksana
menggunakan
suatu
konsep
hierarkis
dalam
melakukan
seleksi proyek pembangunan.
Proyek-proyek
pembangunan
yang berasal dari pemerintah
diistilahkan
sebagai
proyek
pembangunan yang diusulkan
oleh masyarakat, sedang proyek
pembangunan yang diusulkan
oleh
masyarakat
dianggap
sebagai
keinginan.
Karena
merupakan “kebutuhan” maka
proyek pemerintah itu harus
dilaksanakan.
44)Regulasi sebagai sebagai
dasar kebijakan Pembangunan
Pemerintah Kabupaten Pasaman
yakni
Rancangan
Peraturan
Daerah dapat berasal dari Kepala
Daerah dan dapat berasal dari
usul prakarsa DPRD didahului
dengan forum dengar pendapat.
Pembahasan
rancangan
Peraturan Daerah baik yang
berasal
dari
Kepala
Daerah
maupun yang berasal dari usul
prakarsa DPRD dan dilakukan
44)
Tomy M. Saragih, Konsep Partisipasi
Masyarakat…Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3 Bulan