• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesalahan Kesalahan dalam Relativitas Kh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kesalahan Kesalahan dalam Relativitas Kh"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Kesalahan-Kesalahan dalam Relativitas Khusus

Einstein

Mohammad Fajar

11-11-2017

I

Asal Muasal Teori Relativitas Khusus

Relativitas khusus merupakan teori yang diperkenalkan oleh Albert Einstein di seki-tar tahun 1908. Teori ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan klasik yang tidak bisa pecahkan oleh teori-teori fisika yang sudah mapan pada waktu itu. Misalnya saja per-tanyaan mengenai hakikat kebendaan dari cahaya: apa itu cahaya, dan apakah medium perambatan dari cahaya ini.

Sebelum-sebelumnya para pakar fisika misalnya saja Isaac Newton sudah mencoba merumuskan pengertian cahaya dengan menganggapnya sebagai berkas partikel yang disebut sebagai korpuskel.

Ilmuan-ilmuan pada waktu itu menganggap terdapat sebuah medium perambatan dari cahaya ini yang disebut sebagai eter. Diasumsikan bahwa eter adalah medium yang fungsinya semata-mata hanya untuk merambatkan gelombang cahaya sehingga dianggap bahwa tidak terdapat sedikitpun interaksi antara medium ini dengan material-material fisis di sekitarnya.

(2)

yang berbeda—yang bergerak relatif satu sama lain1.

Dalam papernya yang diterbitkan mengenai relativitas khusus Einstein berkali-kali menyinggung hal ini yang sering dituangkannya dalam eksperimen pikiran magnet dan konduktor yakni dua perlakuan setara terhadap batang magnet dan kawat pengantar (kon-duktor) ternyata menghasilkan penafsiran berbeda terhadap hasil yang diperoleh.

Fakta-fakta ini kemudian menggiring Einstein merumuskan relativitas khusus dengan mengeluarkan dua postulas dasar yang sangat fenomenal

1. Bahwa tidak ada kerangka acuan yang mutlak

2. Bahwa kecepatan cahaya itu adalah konstan dan tidak bergantung gerak pengamat

Kedua pernyataan di atas jika diperhatikan secara seksama merupakan dua hal yang saling bertolak belakang jika digunakan secara bersamaan—dan ini yang akan dibahas pada bagian-bagian dari buku ini. Terlepas apakah Einstein benar-benar mengetahui hal ini atau mencoba menyembunyikannya hanya beliau lah yang lebih tahu.

Dalam prinsip dasar fisika yang sudah diketahui selama ratusan tahun, dikenal sebuah transformasi yang disebut sebagai transformasi Galileo. Di mana dikatakan bahwa jika dua pengamat bergerak satu sama lain dengan kecepatanvdan ada benda yang bergerak terhadap pengamat pertama dengan kecepatan v maka oleh pengamat kedua kecepatan benda tadi akan teramati sebesar 2v. Terdapat penjumlahan kecepatan yang berlangsung seara linear di sini. Namun anehnya ketika hal ini diterapkan pada kasus cahaya, hal yang sama tidak berlaku: persamaan Maxwell mengatakan bahwa kecepatan cahaya adalah sama dan tidak bergantung gerak pengamat! Jika berkas cahaya dikeluarkan dari seorang pengamat yang bergerak relatif terhadap pengamat lainnya, maka oleh kedua pengamat tersebut kecepatan berkas cahaya tersebut nilainya sama2.

Dua pernyataan yang bertentangan oleh kejeniusan Albert Einstein bisa dituangkan ke dalam wadah yang sama terbingkai dengan sempurna dalam teori relativitas khusus.

Salah satu eksperimen yang sudah dilakukan secara berulang-ulang untuk membe-narkan pernyataan ini adalah eksperimen Michelson-Morley. Eksperimen yang awalnya ditujukan untuk mencari tahu keberadaan medium perambatan cahaya atau eter serta ba-gaimana perbedaan kecepatan cahaya yang datang searah dengan sumber cahaya dan ca-haya yang tegak lurus dengan sumber caca-haya, justru malah memperkuat pernyataan Ein-stein bahwa kecepatan cahaya itu konstan.

Beberapa kenyataan yang menarik yang kemudian membedakan antara fakta-fakta dalam elektrodinamika berbeda dengan fakta klasik yang dirumuskan oleh transformasi Galileo misalnya saja adalah bagaimana ketika sebuah muatan listrik ditempatkan di

da-1Gaya berbanding lurus dengan percepatan, sehingga untuk mengukur adanya gaya maka kita harus

mengukur besarnya percepatan, bukan kecepatan. Dalam teori elektromagnetik, diperoleh konstanta per-mitivitas dan konstanta permeabilitas dari Hukum Coulomb dan Hukum Biot-Stavart yang mana nilai ini tentu tidak bergantung pada kecepatan: dua orang pengamat yang bergerak satu sama lain akan melihat nilai percepatan yang sama akibat gaya tarik menarik antara dua muatan.

2Persamaan Maxwell mengatakan bahwa kecepatan gelombang elektromagnetik tidak bergantung pada

(3)

lam kereta yang begerak dengan kecepatan tertentu terhadap pengamat yang diam re-latif di tanah. Oleh pengamat di tanah muatan ini akan membangkitkan medan magnet sesuai dengan hukum Lorentz, namun bagi pengamat yang berada di kereta tersebut mu-atan tersebut diam sehingga dengan demikian tidak akan membangkitkan medan magnet. Dalam hukum Lorenz sendiri terdapat pengacuan secara eksplisit terhadap variabel ke-cepatan tanpa sekalipun memperhatikan pada kerangka acuan mana keke-cepatan ini diukur. Dengan demikian ini bertentangan dengan asumsi relativitas Galileo karena dengan de-mikian kita bisa membedakan mana pengamat yang diam dan mana yang bergerak hanya dengan mengukur ada atau tidak nya medan magnet yang ditimbulkan. Hukum gaya Lo-rentz ini pun bisa memicu masalah baru, misalnya saja jika kawat konduktor ditempatkan pada sebuah kereta yang bergerak dan kawat ini juga digerakkan terhadap sebuah batan-gan magnet, maka tentu nilai gaya Lorentz yang terukur oleh pengamat di kereta akan berbeda dengan nilai gaya Lorentz yang terukur oleh pengamat di tanah.

Jika ditinjau balik ini mungkin berasal dari eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Michael Faraday. Terdapat perbedaan mendasar antara magnet yang bergerak dengan magnet yang diam kendatipun jika dipertemukan dengan kabel listrik (konduktor) yang tertutup akan menghasilkan arus yang sama. Ketika batang magnet dalam keadaan diam dan konduktor yang digerakkan maka arus listrik ini ditimbulkan oleh gaya magnetik seperti yang diberikan oleh hukum gaya Lorentz. Akan tetapi ketika konduktor yang diam dan batang magnet yang digerakkan maka arus listrik yang ditimbulkan bukan lagi dise-babkan oleh gaya magnet, akan tetapi oleh medan listrik terinduksi. Pada kasus pertama garis-garis imajiner (khayal) yang melambangkan medan magnet itu sendiri bentuknya konstan terhadap ruang disekitarnya. Sementara pada kasus kedua, garis-garis khayal dari medan magnet tersebut berubah-ubah, dan perubahan ini memicu timbulnya medan listrik yang menjadi penyebab perpindahan muatan atau terjadinya arus listrik.

Inilah yang membedakan hasil-hasil dalam teori elektrodinamika berbeda dengan apa yang diramalkan oleh relativitas Galileo mengenai gerak relatif antara dua buah benda3. Ketika dua buah benda bergerak relatif satu sama lain dengan kecepatan konstan—atau dengan kata lain berada pada kerangka acuan inersia yang berbeda—maka hukum fisika yang berlaku di kerangka acuan yang satu haruslah berlaku pula di kerangka acuan yang lain. Pada kasus percobaan magnet dan konduktor oleh Faraday, prinsip ini tetap berlaku namun hal yang melatar belakanginya menjadi berbeda. Mengatakan medan listrik yang terinduksi oleh perubahan medan magnet merupakan suatu keanehan, karena pada hakikat-nya perubahan medan magnet tidak lain disebabkan oleh perubahan arus listrik yang menyebabkannya.

I.1

Hipotesis Tentang Eter

Terdapat dua pendapat di kalangan ilmuan pada masa-masa itu (sekitar 1900-an akhir) tentang medium perambatan cahaya (eter) ini. Ada yang berpendapat bahwa eter itu tidak terpengaruh oleh pergerakan bumi sehingga antara bumi dan eter terdapat gerak relatif. Kemudian pendapat kedua mengatakan bahwa pergerakan bumi dalam eter itu melakukan seretan (dragging) terhadap eter.

(4)

Percobaan Michelson-Morley yang mencoba mengukur gerak relatif bumi terhadap eter memberikan hasil negatif yang artinya bahwa eter dan bumi itu berada dalam keadaan diam relatif satu sama lain. Atau bisa juga dikatakan bahwa sebagian dari eter itu ikut terseret bersama pergerakan bumi. Hingga bagian-bagian eter itu yang berada di sekitar permukaan bumi diam relatif dengan eter. Namun terdapat fenomena di alam yang ke-mudian bertentangan dengan pendapat ini yakni peristiwa aberasi terhadap cahaya dari bintang-bintang di kejauhan.

Fenomena aberasi ini ditandai dengan perbedaan antara posisi objek yang teramati (oleh kita di bumi) dengan posisi sesungguhnya di langit. Hal ini bisa dianalogikan de-ngan bagaimana ketika kita berjalan sambil membawa payung di tengah hujan deras. Berbeda halnya dengan ketika kita diam, pada saat kita berjalan payung tersebut harus kita miringkan. Karena gerak relatif bintik hujan yang jatuh ke kita bukan dalam arah tegak lurus ke tanah, melainkan membentuk sudut kemiringan tertentu. Hal ini karena ketika pada saatttertentu hujannya jatuh sejauhy, kita sudah berjalan ke depan sejauh ∆xsehingga resultannya akan membuat rintik hujan tersebut mengenai tubuh kita.

Demikian pula dengan kasus aberasi cahaya bintang tersebut, maka pada saat berkas cahaya dipancarkan katakanlah posisi horizontal bintang tersebut berada pada titikx. Na-mun karena cahaya sendiri membutuhkan waktut untuk sampai di bumi, maka ketika cahaya tersebut sudah sampai di bumi posisi relatif bintang tersebut sudah bergeser sejauh ∆x. Akibatnya yang nampak di bumi bukanlah posisi bintang tersebut pada saat ini, akan tetapi posisinya pada beberapa saat sebelumnya. Karena bumi sendiri mengorbit matahari sepanjang tahun dengan kecepatan yang berbeda-beda, maka dengan adanya aberasi ini, posisi bintang di langit itu sepanjang tahun bergeser dari posisi yang sesungguhnya. Dan semakin besar kecepatan relatif bumi maka semakin besar pula pergeseran posisi yang teramati.

Jika dihubungkan dengan teori eter, maka adanya fenomena aberasi ini meniadakan seretan bumi terhadap eter. Sebab jika eter melakukan seretan, maka posisi bintang di langit itu akan tetap karena jalur yang dilewati oleh berkas cahaya itu sendiri mengikuti posisi bumi.

Francois Arago di tahun 1810 mengamati dengan menggunakan teori korpuskel ten-tang cahaya yang daten-tang dari berbagai binten-tang di kejauhan. Dia mengetahui bahwa indeks bias cahaya antara medium yang satu dengan medium yang lain ditentukan oleh perbe-daan kecepatan cahaya pada kedua medium tersebut. Dengan mengingat bahwa cahaya yang datang dari bintang yang berbeda akan memiliki kecepatan yang berbeda (karena adanya seretan eter) maka dengan menempatkan sebuah prisma di depan teleskop dia ingin mengukur perbedaan sudut pembiasan dari berbagai cahaya bintang tersebut.

(5)

II

Kesalahan Kesalahan Yang Dijumpai

Tidak semua teori terlepas dari pro dan kontra. Apalagi teori semacam relativitas khusus ini yang dalam konsep-konsepnya banyak memperkenalkan hal-hal yang berten-tangan dengan nalar manusia. Salah satu yang paling sering dimunculkan adalah me-ngenai dilasi waktu dan kontraksi Lorentz. Jadi dalam relativitas khusus waktu dan ru-ang bukanlah hal yru-ang absolut. Dua pengamat yru-ang bergerak relatif satu sama lain akan mendapatkan hasil pengukuran yang berbeda terhadap jarak dan waktu. Di mana waktu yang diukur oleh pengamat yang bergerak akan lebih kecil jika diukur oleh pengamat yang diam. Dalam bahasa lain dikatakan bahwa denting pada jam yang dibawa oleh dua pengamat yang bergerak relatif satu sama lain akan memberikan penghitungan waktu yang berbeda.

II.1

Relativitas Khusus Mengabaikan Pengukuran

Rumusan relativitas khusus menyebutkan besaran yang disebut sebagai faktor Lorentz yang dinyatakan oleh persamaan

r

1−v 2

c2 (1)

Persamaan ini kemudian digunakan untuk menurunkan persamaan-persamaan penting lainnya dalam relativitas khusus yakni persamaan tentang dilasi waktu dan persamaan mengenai kontraksi Lorentz. Untuk dilasi waktu dinyatakan oleh persamaan

t= q t0

1−v2

c2

(2)

Dengant menyatakan waktu yang diukur pada jam yang bergerak relatif terhadap penga-mat sementarat0menyatakan waktu yang diukur pada jam yang diam terhadap pengamat.

Adapun kontraksi Lorentz diberikan oleh persamaan

h=h0

r

1−v 2

c2 (3)

Denganh0 menyatakan panjang yang diukur oleh pengamat yang diam terhadap objek

yang diukur, sementarahmenyatakan panjang yang diukur oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap objek yang diukur.

(6)

Pada kasus paradoks kembar, kedua pengamat tidak bisa menentukan secara pasti berapa waktu yang dibutuhkan oleh kedua pengamat (kembar) untuk sampai ke planet tujuan. Pengamat A mengatakan bahwa jam yang dimiliki oleh pengamat B lebih lambat dibandingkan dengan dua jam yang dimilikinya. Sementara bagi pengamat B dua jam dari pengamat A tadi tidak sinkron sehingga klaimnya bahwa jamnya lebih lambat pantas ditolak. Tentu saja ini membuat kita tidak bisa mengetahui secara pasti pada alam semesta yang dihuni oleh pengamat A dan pengamat B tadi, berapa waktu yang dibutuhkan oleh pengamat B untuk sampai ke sana. Implikasinya, karena kecepatan merupakan perbandin-gan antara jarak dan waktu, maka kita tentu tidak bisa memastikan berapa kecepatan re-latif antara kedua pengamat.

II.2

Paradoks Kembar dan Permasalahannya

Beberapa penjelasan yang digunakan dalam mengurai permasalahan pada kasus pa-radoks kembar hanya menimbulkan penafsiran ambigu misalnya soal jam manakah yang digunakan sebagai acuan waktu dalam perhitungan awal: jam manakah yang berjalan wa-jar dan jam mana yang mengalami dilasi? Pada kasus paradoks kembar diberikan sebuah kasus di mana dua orang saudara kembar berpisah di mana salah satunya berada di bumi (sebut saja namanya Diana) dan satunya lagi (sebut saja namanya Artemis) melakukan perjalanan ke sebuah planet (katakan nama planet ini planet X) dengan kecepatan 0.96 kali kecepatan cahaya dan kemudian kembali ke bumi setelah 14 tahun menurut perhi-tungan di jam milik Artemis. Hal yang menjadi prosedur umum yang digunakan oleh pakar relativitas khusus adalah dengan menerapkan rumus pada persamaan 2 sehingga diperoleh bahwa lama perjalanan menurut jam yang dimiliki oleh Diana lebih lama yakni sebesar

Akan tetapi kemudian muncul pertanyaan, bukankah kasusnya bisa dibalik, yakni ketika perjalanan tersebut dilangsungkan, dalam sudut pandang Artemis, Diana lah yang be-rangkat pergi darinya sehingga rumusan di atas bisa diterapkan oleh Artemis pada Diana. Ketika bertemu kembali Artemis mengharapkan Diana lah yang seharusnya lebih muda. Di sinilah letak paradoksnya, kita sama sekali tidak mengetahui penilaian siapa yang be-nar, Artemis atau Diana?

(7)

Gambar 1: Diagram ruang waktu untuk penjelasan paradoks kembar

merupakan garis yang ditempuh oleh jam kedua dalam diagram ruang-waktu, sementara garis AC merupakan garis yang ditempuh oleh jam pertama Diana.

Jam pertama Diana ini akan bertepatan dalam pembacaannya terhadap peristiwa A dengan kerangka acuan milik Artemis (kerangka acuan O sementara jam kedua Diana bertepatan pembacaannya dengan jam milik Artemis untuk peritiwaB. Dalam sudut pan-dang Diana kedua jam miliknya ini akan memiliki nilai pembacaan waktu yang sama de-ngan jam milik Artemis untuk peristiwaA(tepat pada saat keberangkatan Artemis) yakni akan sama-sama mencatat waktut=0. Sementara pada peristiwaBketika Artemis sudah sampai di planet tujuan, di saat jam milik Artemis mencatatkan waktut =1, jam kedua milik Diana mencatatkan waktut=p1−v2/c2yang tentunya lebih dahulu dibandingkan

dengan pembacaan waktu oleh jam milik Artemis (terjadi dilasi waktu dalam sudut pan-dang Diana). Dengan demikian Diana dapat menyimpulkan bahwa jam milik Artemis melambat dibandingkan dengan kedua jamnya. Artemis bisa saja mengiyakan pernyataan Diana, yakni dengan membandingkan jam miliknya dengan jam kedua milik Diana yang bertepatan dengan jamnya pada peristiwaB, namun untuk membenarkan bahwa jamnya lebih lambat dibandingkan dengan jam milik Diana, maka tentu Diana harus memastikan bahwa kedua jam miliknya tersebut sudah tersinkronisasi. Akan tetapi jika tinjauannya dilihat dari sudut pandang Artemis, hal yang sama tidak berlaku. Artemis mengatakan bahwa kedua jam milik Diana tersebut tidak tersinkronisasi. Garis putus-putusEB da-lam gambar 1 merupakan lokasi peristiwa-peristiwa yang dada-lam sudut pandang Artemis terjadi secara simultan. Dengan demikian ketika Artemis sudah sampai pada titik ruang-waktu di peristiwaBdalam sudut pandangnya, Diana justru berada pada peristiwaE. Jadi ketika sampai di planet X (peristiwa B) pembacaan waktu di jam milik Artemis mem-berikan nilait =1 sementara pembacaan jam milik Diana (jam pertama miliknya) mem-berikan nilai t =p1−v2/c2 yang tentunya memberikan nilai pembacaan waktu yang

(8)

p

1−v2/c2yang lebih cepat dibandingkan dengan jam pertama miliknya4.

Tipikal penjelasan seperti di atas tentu sangat mudah diimani begitu saja oleh para penekun teori relativitas tanpa memperhatikan bahwa ada cacat logika tersembunyi yang tersisip di dalamnya. Penjelasannya tentu diawali dengan kalimat pengantar yang men-gatakan bahwa teori relativitas itu merupakan teori yang sudah teruji secara eksperimen dan bisa direproduksi berulang kali di mana saja dan kapan saja dan tetap akan mem-berikan hasil yang sama. Bahwa rumus-rumus yang berlaku dalam teori relativitas meru-pakan rumus yang sudah tidak bisa dibantah keabsahannya. Penjelasan seperti di atas merupakan penjelasan yang diberikan untuk mengatasi permasalahan dalam rumus di-lasi waktu yang memberikan sebuah paradoks jika dilakukan pergantian kerangka acuan dalam peninjauan. Hal yang perlu diketahui adalah dalam penjelasan tentang paradoks kembar, kita harus memastikan tentang jam mana yang dijadikan acuan sehingga diper-oleh efek dilasi waktu. Dalam paragraf sebelumnya awalnya dikatakan bahwa terdapat jam dalam kerangka acuan Diana di mana ketika Artemis sudah sampai di planet X, pembacaan waktu di jam ini adalah sebesar t =p1−v2/c2 yang tentunya lebih awal.

Anehnya ketika terjadi pergantian sudut pandang dari Diana ke Artemis, justru jam yang diberikan lebih dulu adalah jam milik Artemis. Jam Artemis digunakan untuk mengukur berapa waktu yang berlangsung di kerangka acuan milik Diana. Padahal ketika penin-jauan dilakukan dalam sudut pandang Diana, justru jam Artemis lah yang dijadikan tolak ukur lebih dahulu: ketika jam di Artemis memberikant =1 maka jam di saya (Diana) memberikant=p1−v2/c2.

Harusnya jika konsisten maka prosedur peninjaun waktu dilangsungkan secara sama dan setara. Diana melihat jam miliknya dan kemudian menghitung berapa waktu di jam milik Artemis berdasarkan rumus dilasi waktu. Demikian pula sebaliknya, Artemis meli-hat jam miliknya kemudian dari situ memperkirakan berapa waktu di jam milik Diana berdasarkan rumus dilasi waktu. Ada dua kemungkinan di sini, pertama dengan menggu-nakan sebuah jam netral yang tidak tunduk pada teori relativitas khusus (dan juga pada hukum fisika secara umum), di mana kedua jam milik Artemis dan Diana diukur terhadap jam ini, atau kita melakukan eksperimen yang nyata di mana masig-masing pengamat membawa jamnya dan baru kemudian membandingkan waku pada jam pengamat lainnya ketika bertemu kembali setelah selesai melakukan perjalanan. Tapi kemungkinan yang terjadi hanya sebatas hitung-hitungan filosofis (oleh karenanya disebut sebagai eksper-imen pikiran). Belum ada sekalipun saat ini ekspereksper-imen yang diadakan untuk mengk-larifikasi masalah yang ditimbulkan oleh paradoks kembar ini. Kecepatan gerak objek di keseharian kita masih jauh di bawah apa yang disebut sebagai kecepatan cahaya. Se-hingga untuk memberikan penjelasan atas apa yang terjadi jika perjalanan seperti yang di-lakukan oleh Artemis dan saudara kembarnya Diana itu benar-benar terjadi, kita sepenuh-nya hasepenuh-nya bisa berspekulasi berdasarkan teori yang sudah ada. Ilmuan bisa mengatakan bahwa eksperimen yang dilakukan benar-benar membuktikan keabsahan teori relativitas khusus, khususnya untuk rumus dilasi waktu. Misalnya saja bagaimana partikel muon yang dalam keadaan diam memiliki waktu paruh yang singkat, namun ketika bergerak dengan kecepatan tinggi ketika jatuh ke permukaan bumi maka waktu paruhnya menjadi lebih lama. Tapi kan hal-hal seperti ini hanya berlangsung dalam taraf partikel elementer yakni objek yang ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan objek sehari-hari.

(9)

tara untuk menjawab permasalahan yang ditimbulkan oleh paradoks kembar ini minimal kita harus mengukur kecepatan objek dari dua sudut pandang berbeda. Jadi kedua objek ini harus sama-sama memiliki kapasitas pengukuran, berbeda dengan kasus muon atau partikel-partikel elementer lainnya, di mana kita hanya bisa mengukur kecepatannya, tapi dia tidak bisa mengukur kecepatan kita.

Jika prosedur seperti yang diberikan pada penjelasan di atas diteruskan maka akan timbul masalah yang dikenal sebagai penurunan tak berhingga (dalam bahasa Inggris disebut sebagai infinite descent). Jadi Dengan mengetahui bahwa waktu di kerangka acuan milik Diana sebesar t =1/p1−v2/c2 maka dengan rumus dilasi waktu Diana

mengatakan bahwa waktu di jam Artemis sebesart=1. Artemis kemudian mengatakan bahwa ini adalah waktu di jamnya. Dia kemudian menggunakan ini untuk menghi-tung berapa waktu di kerangka acuan Diana yang setelah dihimenghi-tungnya dengan bantuan rumus dilasi waktu diperoleh sebesar t =p1−v2/c2. Diana kemudian mengatakan

bahwa ini adalah waktu di jamnya sehingga dengan menggunakan rumus dilasi waktu dia bisa meghitung berapa waktu di kerangka acuan Artemis, yang diperolehnya sebesar t =1−v2/c2. Artemis kemudian menganggap bahwa ini adalah waktu dalam kerangka

acuannya, dan kemudian menghitung waktu pada kerangka acuan Diana yakni sebesar t = 1−v2/c23/2 dan seterusnya dan seterusnya. Pembaca tentu bisa menebak bahwa

hal ini tidak mungkin berlangsung terus menerus.

Hal lain yang kemudian menjadi soal adalah bagaimana jika pertanyaannya dibalik, yakni anggap bahwa pada saat yang bersamaan dua orang bayi lahir di dua tempat yang berbeda. Bayi pertama lahir di bumi dan bayi kedua lahir di planet X. Anggap pada saat lahirnya bayi tersebut bumi dan planet X berada pada keadaan stasioner satu sama lain atau tidak ada gerak relatif antara keduanya. Dengan demikian terdapat kesepakatan ten-tang simultanitas atau urutan peristiwa antara bumi dan planet X. Jadi penduduk kedua planet sepakat bahwa kedua orang bayi tersebut lahir pada saat yang bersamaan. Kemu-dian bayi dari planet X tadi melakukan perjalanan ke bumi dengan roket yang melaju dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya sehingga rumus dilasi waktu bisa diber-lakukan. Timbul pertanyaan jika sudah sampai di bumi, siapakah yang lebih muda di antara kedua bayi tadi? Tentu para pakar relativitas akan kebingungan untuk menjawab pertanyaan semacam ini.

II.3

Menjelaskan Sinkronisasi Jam Dengan Cara Klasik

Ada sebuah penjelasan menarik dari buku mengenai dilasi waktu. Jika pengamat di kerangka acuan A mengatakan bahwa waktu di kerangka acuan B melambat, maka pengamat di kerangka acuan B bisa juga mengatakan bahwa waktu di kerangka acuan A yang melambat. Jawaban yang sering dilontarkan oleh para fisikawan adalah karena tidak adanya kesepakatan dalam sinkronitas waktu antara kedua pengamat dalam menje-laskan waktu yang dibutuhkan oleh berkas cahaya untuk tiba pada kedua ujung kereta5, diberikan penjelasan bahwa untuk pengamat yang berada di kereta maka berkas cahaya akan sampai pada waktu yang bersamaan pada kedua ujung kereta. Untuk pengamat yang diam di tanah maka berkas cahaya akan sampai dulu pada bagian belakang dari kerata

(10)

(a) Berkas cahaya ditinjau oleh penga-mat yang diam di kereta

(b) Berkas cahaya ditinjau oleh penga-mat yang diam di tanah

Gambar 2: Tinjauan berkas cahaya yang dipantulkan ke kedua ujung kereta oleh dua pengamat yang bergerak satu sama lain

baru kemudian pada bagian depan dari kereta. Karena ketika cahaya tersebut pergi ke kedua ujung kereta dengan kecepatanckereta tersebut pada saat yang bersamaan sudah bergerak ke depan dengan kecepatanvHal ini bisa dilihat pada gambar 2.

Hal yang menjadi permasalahan dalam deskripsi di atas adalah gambaran yang diberi-kan harusnya dinyatadiberi-kan dengan transformasi Galileo mengenai penjumlahan kecepatan. Untuk berkas cahaya yang menuju titik a tentu kecepatannya harusnya ditambah men-jadi v+c sementara untuk berkas cahaya yang menuju titik b kecepatannya dikurangi menjadic−vsehingga baik bagi pengamat di dalam kereta maupun pengamat di tanah

kedua berkas cahaya tersebut sampai pada titik a dan b dalam waktu yang bersamaan. Namun pada gambar 2b di atas, dikatakan bahwa berkas cahaya sampai pada bagian be-lakang terlebih dahulu baru kemudian sampai pada bagian depan dan pembaca biasanya diyakinkan bahwa seolah-olah hal ini bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dalam kenyataan sehari-hari kenyataan bahwa kecepatan cahaya adalah konstan dan tidak bergantung gerak pengamat adalah hal yang secara fundamental sangat berbeda.

Misalnya jika kita melempar dua buah bola kasti di dalam kereta ke kedua arah (seperti halnya dengan contoh kasus berkas cahaya tersebut) pada saattdengan kecepatan sama yaknicmaka pada saatt kemudian kereta sudah bergerak sejauhvt. Bola kasti yang dilempar ke depan akan menempuh jarak(v+c)∆tsementara bola kasti yang dilem-par ke arah belakang akan menempuh jarak(v−c)∆t. Keduanya tiba pada kedua ujung

kereta pada waktu yang bersamaan (lihat gambar 3). Pada kasus berkas cahaya, karena ke-cepatan cahaya konstan, maka kedua berkas cahaya akan memiliki keke-cepatan yang sama kendatipun diberi kecepatan awal yang berbeda, akan tetapi pada saattkemudian kereta sudah maju ke depan sejauhvt sehingga jarak yang ditempuh oleh berkas cahaya yang ke arah belakang kereta lebih pendek, sedangkan jarak yang ditempuh oleh berkas cahaya yang ke arah depan lebih panjang. Akibatnya pada saat kurang darit kemudian, cahaya sudah tiba pada bagian belakang dari kereta dan masih dalam perjalanan menuju bagian depan dari kereta. Kendatipun katakanlah kecepatan cahaya masih terjangkau (sama de-ngan kecepatan lemparan bola kasti) namun pernyataan seperti bukanlah hal yang bisa diterima oleh nalar kita.

(11)

kem-bar). Padahal ketidaksimultanan peristiwa dalam deskripsi seperti ini, itu disebabkan karena anomali kecepatan cahaya yang tidak seperti kecepatan objek-objek lain di alam. Sementara ketidaksimultanan dalam kasus paradoks kembar itu murni akibat penggunaan faktor Lorentz dalam rumus dilasi waktu. Pada deskripsi di atas efek dilasi waktu sama sekali belum dimasukkan ke dalam perhitungan.

Gambar 3: Penjelasan gambar berkas cahaya di kereta secata Galilean dalam sudut pan-dang kerangka acuan pengamat di tanah

II.4

Menurunkan Dilasi Waktu Dengan Cara Klasik

Dalam sebuah buku fisika moderen karangan Arthur Beiser6 juga dijumpai kesala-han yang bentuknya mirip dengan kesalakesala-han sebelumnya. Penulis memberikan deskripsi penurunan rumus untuk dilasi waktu dengan asumsi bahwa nalar pembaca sudah terbiasa dengan hal-hal baru yang dijumpai pada rumusan relativitas khusus. Dalam gambar 4 terlihat bahwa lintasan berkas cahaya jika ditinjau oleh pengamat yang diam di tanah (bergerak relatif terhadap sumber cahaya) akan sebesarct/2 padahal kenyataannya dalam situasi sehari-hari yang dipahami oleh nalar kita, lintasan berkas cahaya tersebut meru-pakan penjumlahan lintasan yang ditempuh oleh sumber cahaya yakni sebesar vt/2 di tambahkan dengan lintasan dari berkas cahaya itu sendiri yang membentuk lintasan yang tegak lurus terhadap lintasan dari sumber cahaya. Sehingga secara akumulatif lintasannya merupakan panjang dari sisi miring segitu siku-siku yang terbentuk yakni

r

vt 2

2

+ct 2

2

= t 2

p

v2+c2 (4)

(12)

Gambar 4: Pergerakan berkas cahaya ditinjau dari sudut pandang pengamat yang diam relatif terhadap sumber cahaya

Jadi lintasan yang diberikan sebesarct/2 pastilah diperoleh dengan dasar bahwa ke-cepatan cahaya tidak bergantung pada keke-cepatan sumber cahaya tersebut. Ilustrasi seperti seperti ini sudah benar, namun pasti akan menyesatkan karena akan mengaburkan pem-baca dari realita sehari-hari.

II.5

Apakah Tangganya Sudah Masuk Lumbung?

Salah satu paradoks yang cukup terkenal berkaitan dengan efek kontraksi Lorentz (di-berikan oleh rumus 3) adalah paradoks tangga di dalam lumbung7. Pernyataan dari para-doks ini adalah seorang petani memiliki sebuah tangga yang amat panjang sehingga tidak muat jika ditempatkan di dalam lumbungnya. Untuk mengatasi masalah ini, si petani ke-mudian menggunakan konsep kontraksi Lorentz tersebut yakni dengan menyuruh putriya untuk berlari secepat mungkin mendekati kecepatan cahaya membawa tangga tersebut. Dengan adanya kontraksi Lorentz tentu panjang tangga akan berkurang. Begitu putrinya melewati pintu lumbung, si petani kemudian langsung seketika menutup pintu lumbung tersebut, sehingga pada saat itu putrinya sudah berada di dalam lumbung bersama tangga yang dibawanya.

Namun ternyata dalam sudut pandang putrinya, tangga tersebut belum sama sekali masuk di dalam lumbung. Karena dalam sudut pandangnya justru lumbung lah yang ber-gerak sehingga dengan demikian yang mengalami kontraksi Lorentz adalah panjang dari lumbung. Akibatnya bukannya tangga masuk di dalam lumbung malah ukuran tangga tersebut melebihi ukuran dari lumbung tersebut, sehingga tidak bisa ditempatkan di dalam-nya. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah tangganya masuk ke dalam lumbung atau tidak? Mana yang benar, pendapat si ayah atau putrinya?

Para pakar relativitas biasanya akan menjawab pertanyaan semacam ini dengan elab-orasi panjang lebar mengenai perbedaan simultanitas—yang bisa digeralisir hingga pada urutan kejadian—antara kerangka acuan yang satu dengan kerangka acuan yang lain. Ter-dapat dua kejadian yang ditinjau pada kasus ini:

1. Kejadian ketika bagian belakang dari tangga sudah melewati pintu atau bagian de-pan dari lumbung.

(13)

2. Kejadian ketika bagian depan dari tangga sudah masuk menyentuh bagian belakang dari lumbung.

Dalam sudut pandang si petani, kejadianaterjadi lebih dulu baru kejadianbsehingga dengan demikian tangga sudah masuk seluruhnya di dalam lumbung. Sementara dalam sudut pandang putrinya kejadian bterjadi lebih dulu baru kejadian ajadi ketika bagian dari tangga belum seluruhnya masuk di dalam lumbung, akan tetapi tangga sudah tergan-jal dinding belakang dari lumbung. Kedua pendapat ini dikatakan benar dengan asumsi bahwa simultanitas (dan urutan kejadian) yang berlaku dalam satu kerangka acuan belum tentu juga berlaku sama pada kerangka acuan lainnya yang bergerak relatif. Kita tidak bisa mengetahui mana realitas yang sesungguhnya, apakah tangganya sudah masuk atau belum karena tidak ada kesepakatan tentang urutan kejadian, kendatipun menurut pakar relativitas ketidaksepakatan ini adalah hal yang tidak bisa dikatakan salah (lihat gambar 5).

(a) (b)

(c)

Gambar 5: Tinjauan paradoks tangga dan lumbung: (a) Ketika tangga dan lumbung dalam keadaan diam (b) Tangga memendek dalam sudut pandang petani (c) Lumbung memendek dalam sudut pandang putrinya

Kita sudah tinjau bahasan tentang ketidaksepakatan tentang simultanitas pada sub-bab II.3 yang mana ini merupakan konsekuensi dari kecepatan cahaya yang konstan tidak bergantung gerak pengamat. Dan itu masih bisa dimaklumi oleh nalar kita (kendatipun sanga berbeda dengan apa yang kita amati sehari-hari). Penyebab ketidaksepakatan itu adalah perbedaan instrinsik dari sifat cahaya yang pergerakannya berbeda dengan perg-erakan objek-objek lainnya di alam. Akan tetapi ketika kita kemudian dipaksakan untuk menggeneralisir cara ini untuk kasus-kasus yang lain, tentu itu merupakan langkah yang sama sekali tidak berdasar. Tidak ada satupun pernyataan dalam paradoks tangga dan lumbung ini yang merujuk secara eksplisit pada gerak dan kecepatan cahaya. Paradoks ini justru muncul karena kita mempertanyakan validitas dari rumus kontraksi Lorentz itu jika kita mengganti sudut pandang.

(14)

benar-benar jatuh ke bumi kendatipun waktu hidupnya tidak memungkinkan. Tidak ada sama sekali pernyataan semisal, apakah mounnya sampai di bumi sebelum meluruh, atau meluruh dulu baru sampai ke bumi? Moun nya jelas sampai ke bumi! Pada kasus tangga dan lumbung ini kita hanya disajikan dengan kebingungan khas kaum relativitas. Pada-hal fisikawan itu harusnya bisa sekaligus menjadi filosof, yakni menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dengan jawaban-jawaban yang pasti dan memuaskan.

Elaborasi lebih lanjut kemudian sampai dengan penjelasan bagaimana jika si petani tadi kemudian menyetop tangganya (dengan memegang bagian belakang dari tangga) bersamaan dengan ketika dia menutup pintu dari lumbung? Apa yang terjadi dengan tangga tersebut ketika berhenti dari pergerakannya? Tentu tangga ini akan kembali ke panjangnya mula mula. Akan tetapi yang terjadi adalah bagaimana proses dari tangga tersebut untuk kembali lagi ke bentuk mula-mulanya. Dikatakan bahwa antara bagian-bagian dari tangga tersebut tidak bergerak memanjang secara bersamaan. Bagian be-lakang tentu sudah berhenti karena si petani tadi sudah memegangnya dengan tangannya, akan tetapi bagian depan dari si tangga kemudian berakselerasi untuk menembus bagian belakang dari lumbung. Bayangkan, hanya dengan menggunakan kontraksi Lorentz terse-but, kita bisa memprediksi laju dari perubahan distribusi dari atom-atom penyusun sebuah benda. Dengan rumus kontraks Lorentz tersebut kita kemudian bisa menebak bagaimana proses peregangan yang terjadi dalam sebuah benda tegar. Dikatakan bahwa benda tegar akan kehilangan definisi nya ketika bergerak dengan kecepatan relativistik!

II.6

Paradoks dalam transformasi Lorentz

Terdapat seperangkat rumus yang kemudian dikenal sebagai transformasi Lorentz, di mana untuk dua buah kerangka acuan yakni S dan S yang bergerak satu sama lain dengan kecepatan maka transformasi koordinat dari kerangka acuan menuju kerangka acuan diberikan oleh persamaan8

x = γ(x−vt) (5)

y = y (6)

z = z (7)

t = γ

t− v

c2x

(8)

Sementara transformasi untuk berpindah dari kerangka acuanSmenuju kerangka acuanS diberikan oleh persamaan

x = γ(x+vt) (9)

y = y (10)

z = z (11)

t = γ

t+ v c2x

(12)

Dengan kedua rumus ini kemudian diadakan penurunan terhadap perbedaan simultanitas, efek dilasi waktu serta efek kontraksi Lorentz.

(15)

Untuk ketidaksimultanan, bisa diperoleh dengan melihat ruas kanan dari persamaan 8. Jadi semua jam (terdapat beberapa jam yang diamati di sini) yang dikatakan berada pada waktu yang sama (sinkron sehingga dentang waktunya terjadi secara simultan), mis-alnya menunjuk waktut=0 pada kerangka acuanS akan tidak sinkron jika dilihat dari kerangka acuan S. Hal ini karena adanya faktor − v/c2x dalam persamaan tersebut,

sehingga kendatipun nilai waktunya sama akan tetapi perbedaan letaknya dalam sumbu xpada kerangka acuanSakan mengakibatkan nilai pembacaan jam tersebut di kerangka acuanSmenjadi berbeda. Jam yang berada pada arah negatif sumbuxnegatif akan lebih awal dalam penunjukan waktu dibandingkan dengan jam yang berada pada arah sumbux positif. Kita dapat memahami pernyataan ini dengan membayangkan dua orang saudara kembar yang mengendarai pesawat ruang angkasa raksasa yang bergerak di dekat ke-cepatan cahaya. Dalam sudut pandang kedua kembar ini, mereka berada pada waktu yang sama atau bisa dikatakan umur mereka sama. Dalam sudut pandang kita yang diam di bumi kembar yang lebih dekat dengan arah kita kita lebih muda karena waktu di po-sisinya lebih telat berdentang, sementara kembar yang lebih jauh akan lebih tua, karena waktu di posisinya lebah awal.

Jika kita kemudian meninjau sebuah jam yang diam di kerangka acuanSdan menghi-tung berapa perubahan waktu yang dialaminya jika ditinjau dari sudut pandang kerangka acuanStentu dari persamaan 8 dapat diperoleh bahwa nilai koordinatxnya sama karena kita hanya meninjau satu buah jam saja (posisinya dalam kerangka acuanStetap) sehingga diperoleh perubahan waktu yang dialaminya ditinjau dari kerangka acuanSadalah sebesar

∆t= 1

γ∆t (13)

Selanjutnya untuk kontraksi Lorentz dapat diperoleh dengan meninjau sebuah tongkat yang diam jika dilihat dari kerangka acuanS. Panjang tongkat ini pada kerangka acuan tersebut adalah sebesar x=xr−xl dengan subskrip r dan l menandakan bahwa pen-gukuran tersebut dilakukan terhadap bagian kiri dan kanan dari tongkat tersebut. Panjang tongkat ini jika dilihat dalam kerangka acuanSdapat diperoleh dengan menerapkan per-samaan 12 sehingga diperoleh

∆x=xr−xl=γ(xr+vt)−γ(xl+vt) =γ(xr−xl) = 1

γ∆x (14)

Permasalahan yang dijumpai dalam persamaan 14 adalah nilait yang digunakan itu diasumsikan sama. Padahal berdasarkan rumus kontraksi Lorentz di persamaan 12 kedua titik ujung tongkat tersebut tidak akan berada pada waktu yang sama karena terdapat faktor v/c2x yang membedakan waktu di bagian kiri dan kanan tongkat. Sehingga mengadakan pengukuran terhadap dua titik yang berada pada dua koordinat waktu yang berbeda adalah sebuah hal yang ganjil.

(16)

lebih besar. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah dalam kerangka acuanS ke-jadian tersebut terjadi tidak secara simultan, namun dipisahkan oleh faktor waktu sebesar v/c2x. Sehingga bagaimana mungkin pengamat dimengatakan berapa jarak antara ke-duanya, sementara kejadian tersebut tidak terjadi secara bersamaan? Jika pengamat diS mencoba melakukan pengukuran terhadap jarak antara kedua kejadian tersebut pada saat t tertentu, maka dia hanya akan mendapati satu buah kejadian karena kejadian lainnya belum terjadi sehingga tidak mungkin dia bisa memperoleh definisi jaraknya. Jarak itu dua dimensi sementara satu buah kejadian itu analog dengan titik yang hanya satu di-mensi, tidak mungkin kita melakukan pengukuran jarak terhadap satu buah titik. Sekali lagi ini mengingatkan kita pada bahasan-bahasan sebelumnya bahwa relativitas khusus itu sama sekali mengabaikan pentingnya pengukuran.

II.7

Penjelasan Berputar-putar Tentang Magnetisme dari Sudut

Pan-dang Relativitas

Dalam teori dasar elektromagnetik kita sudah diajarkan tentang eksperimen Michael Faraday yang terkenal mengenai fenomena magnetisme antara dua buah bagian kabel yang dialiri arus listrik. Untuk dua bagian kabel yang dialiri arus listrik searah, maka akan nampak tarik-menarik antara kedua bagian. Sementara untuk dua bagian yang dialiri arus listrik yang berlawanan akan saling tolak-menolak. Ini yang kemudian oleh fisikawan dirumuskan sebagai Hukum Gaya Lorentz. Para pakar relativitas mencoba menjelaskan hal ini dari sudut pandang relativitas khusus9.

Ketika arus listrik mengalir di kabel, dari sudut pandang pengamat di lab kedua ka-bel dikatakan bermuatan netral. Akan tetapi tetapi hal yang berbeda jika kita melakukan peninjauan dari sudut pandang muatan yang bergerak di dalam kabel tersebut. Untuk dua buah bagian kabel yang dialiri arus listrik searah dan dengan kecepatan yang sama sebesar v(ditinjau oleh pengamat di laboratorium) terdapat analisis menarik yang bisa dilakukan. Bagi sebuah muatan negatif yang diam di bagian pertama dari kabel, muatan negatif di bagian kedua dari kabel tersebut akan diam relatif terhadapnya, akan tetapi muatan positif tentu bergerak dengan arah yang berlawanan dengan kecepatan 2v. Akibatnya dengan rumus kontraksi Lorentz, jarak antara muatan positif di bagian kedua dari kabel lebih ra-pat dibandingkan jarak antara muatan negatifnya. Demikian pula jika ditinjau dari sudut pandang muatan positif pada bagian pertama dari kabel. Muatan negatif di bagian ke-dua dari kabel kelihatan lebih rapat dengan adanya faktor Lorentz. Akibat lebih besarnya distribusi muatan positif dibagian kedua dari kabel, membuat muatan negatif di bagian pertama dari kabel tertarik. Demikian pula sebaliknya besarnya distribusi muatan negatif di bagian kedua dari kabel membuat muatan positif pada bagian pertama dari kabel akan tertarik. Secara keseluruhan ini akan mengakibatkan kedua kabel akan tarik menarik (li-hat gambar 6). Pada kasus kabel yang dialiri arus listrik dengan arah yang berlawanan, analisis yang sama bisa diberikan. Bagi muatan positif di bagian pertama dari kabel maka pada bagian kedua kabel muatan positif akan diam relatif terhadapnya, sementara muatan negatif akan bergerak dengan kecepatan sebesar 2v dengan v adalah kecepatan muatan jika ditinjau dari sudut pandang pengamat di laboratorium. Akibatnya terjadi penyusutan jarak antara muatan positif, sehingga distribusi muatan di bagian kedua dari kabel tidak

(17)

(a)

(b)

(c)

Gambar 6: Muatan listrik pada dua bagian kabel: (a) Ditinjau dari pengamat yang diam di lab (b) Muatan negatif pada bagian pertama dari kabel (c) Muatan positif pada bagian pertama dari kabel

seimbang di mana terdapat lebih banyak muatan positif ketimbang muatan negatif (keba-likan dari paragraf sebelumnya). Akibatnya muatan positif di bagian pertama dari kabel akan tertolak. Demikian pula bagi muatan negatif di bagian pertama dari kabel, jumlah distribusi muatan positif dan muatan negatif di bagian kedua dari kabel akan tidak seim-bang, di mana terdapat lebih banyak muatan negatif ketimbang muatan positif. Akibatnya muatan negatif di bagian pertama dari kabel akan tertolak oleh resultan medan listrik yang ditimbulkan oleh ketidakseimbangan distribusi muatan ini.

(18)

ka-bel, muatan di bagian kedua dari kabel hanya bergerak dengan kecepatan tersebut, maka tidak mungkin ada penyusutan jarak antara muatan-muatannya, sehingga tidak mungkin pula akan terjadi perbedaan distribusi muatan yang memicu medan listrik. Pergerakan muatan di dalam kabel itu sifatnya secara acak, kendatipun secara rata-rata akan mem-berikan resultan yang searah dengan bentuk kabel. Jadi kontraksi Lorentz itu tidak akan teramati dalam satu arah saja jika benar-benar ada. Sehingga kontribusinya dalam mem-berikan perbedaan distribusi muatan bisa diabaikan. Kemudian pernyataan bahwa muatan pada bagian pertama dari kabel diam relatif terhadap salah satu muatan di bagian lainnnya dari kabel adalah hal yang tidak sepenuhnya benar, karena sifat pergerakan muatan listrik dalam kabel itu sendiri yang acak, dan terdapat begitu banyak muatan yang bergerak se-tiap waktu, sehingga kita tidak mungkin memastikan mana muatan yang diam relatif atau yang sedang bergerak relatif.

Hal yang menarik adalah tarik-menarik antara kedua muatan pada bagian-bagian kabel tersebut murni disebabkan oleh medan magnet. Namun tipikal penjelasan kaum relativitas seperti di atas seolah-olah mengasumsikan bahwa tarik-menarik atau tolak-menolak tersebut diakibatkan oleh adanya medan listrik antara kedua muatan. Jika pen-dapat ini kita gunakan, maka tentu akan terjadi kebingungan bagi kita dalam menjelaskan fenomena orientasi jarum kompas jika didekatkan di sekitar kabel listrik yang dialiri oleh arus. Bagaimana jarum kompas tersebut bisa menyesuaikan diri dengan orientasi medan magnet yang timbul dari kabel listrik tersebut sementara pada kompas tersebut tidak ada perbedaan distribusi muatan yang mengakibatkan timbulnya medan listrik. Kompas terse-but murni bersifat magnetik karena tidak ada arus listrik yang bergerak di dalamnya.

Kemudian hal yang menjadi masalah berikutnya adalah jika penjelasan ini disangkut pautkan dengan klaim teori relativitas khusus bahwa muatan listrik itu adalah hal yang invarian (tidak berubah besarnya) jika ditinjau dari kerangka acuan yang berbeda. Da-lam penjelasan di atas kita peroleh bahwa bagi muatan yang bergerak di bagian pertama dari kabel akan melihat adanya total muatan pada bagian kedua dari kabel, sementara bagi pengamat yang diam di laboratorium tentu hanya melihat bahwa kabel tersebut bermuatan netral. Ini tentu sebuah absurditas, tidak ada penjelasan memuaskan yang bisa diberikan. Jika sebuah muatan melihat elemen arus saling meniadakan, lantas buat apa efek relativis-tik seperti penjelasan di atas diberikan?

II.8

Dasar Penanganan Energi Dan Momentum secara Relativistik

(19)

kontro-versi jika dihadapkan dengan teori relativitas umum di mana massa adalah hal yang sen-tral. Jika massa nilainya berubah seiring bertambahnya kecepatan, maka persamaan yang diturunkan tidak akan memberikan hasil yang diperkirakan. Massa relativistik ini diberi-kan oleh persamaan

m(v) = q m

1−v2

c2

(15)

Sehingga diperoleh momentum relativistik sebesar

p= qmv

1−v2

c2

=mγv (16)

Pendekatan kedua mendefinisikan dua variabel kecepatan yakni kecepatan wajar u dan kecepatan biasaη (dalam bahasa Inggris disebut sebagaiordinary velocity)10. Mis-alkan kita mengendarai pesawat dan menempuh perjalanan tertentu dari kotake kotatentu jarak yang dimaksud adalah jarak biasa seperti halnya jarak kedua kota tersebut diukur oleh pengamat yang diam di bumi. Sementara untuk waktu yang ditempuh, terdapat perbedaan antara waktu yang didefinisikan oleh kecepatan wajar dan kecepatan biasa ini. Kecepatan wajar mendefinisikan waktu berdasarkan waktu pada jam di pesawat, semen-tara kecepatan biasa mendefinisikan waktu sebagai waktu yang berlangsung berdasarkan jam pengamat yang diam di bumi. Sehingga diperoleh bahwa hubungan antara kecepatan wajar dan kecepatan biasa ini yakni

η =q 1 1−v2

c2

u (17)

Dan momentum relativistik didefenisikan terhadap kecepatan wajar ini yakni

p=mη =qmu

1−v2

c2

(18)

Pada pendekatan ini massa dari benda yang ditinjau (dalam hal ini massa penumpang pesawat) dikatakan konstan. Masalah yang ditimbulkan oleh pendekatan ini tentu adalah pelanggaran terhadap postulat pertama dari relativitas khusus, bahwa semua kerangka acuan itu bersifat setara, sehingga kita tidak mungkin membedakan antara kerangka acuan yang satu dengan yang lain dalam meninjau hukum fisika. Jadi bagaimana mungkin kita menggunakan besaran jarak di satu kerangka acuan dan membaginya dengan waktu di kerangka acuan lainnya. Jika hal ini kita bandingkan dengan kasus partikel moun yang jatuh ke permukaan bumi (yang konon sudah terbukti secara eksperimen) maka akan menimbulkan kesimpangsiuran dalam pemahaman kita terhadap teori relativitas khusus. Dalam kasus partikel moun tersebut, jarak juga diukur dari kerangka acuan partikel terbut (sehingga memungkinkan baginya sampai di permukaan bumi sebelum meluruh), se-mentara waktu yang digunakan adalah waktu paruh partikel tersebut dalam keadaan diam (tentu nilainya juga sama jika ditinjau oleh pengamat yang bergerak bersama moun). Pada kasus penumpang di pesawat ini, entah dengan alasan apa, jarak yang digunakan diambil

(20)

dari jarak yang diukur oleh pengamat di bumi dan dibagi dengan waktu yang terjadi di jam pengamat di pesawat. Melihat hal ini tentu pembaca akan lebih cenderung memilih cara pertama yakni menggunakan variabel massa relativistik, namun bahkan Einstein sendiri tidak menyukai cara ini.

Selanjutnya kita dapat mendefinisikan energi kinetik partikel dengan mengintegralkan momentum relativisitik ini sepanjang lintasannya, yakni dengan menggunakan momen-tum relativistik dari persamaan 16

Sehingga dikatakan bahwa total energi merupakan penjumlahan dari energi kinetik dan energi diamnya yaknimc2atau

ETOT=γmc2=mc2+EK (20)

Nilai energi kinetik dalam persamaan 19 akan sama dengan nilai energi kinetik dalam perhitungan klasik yakni EK = (1/2)mv2 untuk kasus kecepatan yang jauh lebih kecil dari kecepatan cahaya. Hal ini diperoleh dengan melakukan ekspansi binomial dengan melihat fakta bahwa untukv≪cmakav2/c2≫1 jadi

Hal yang menjadi persoalan adalah dalam persamaan 19 di atas, kita akan kebingungan dalam menafsirkan pengaruh sukumc2ini. Bagaimana manifestasi energi diam ini? Da-lam banyak buku dikatakan bahwa energi diam ini bisa dilihat daDa-lam kasus ledakan sebuah benda (misalnya bom), di mana benda yang substansinya tidak begitu banyak, namun bisa dikonversi ke dalam sejumlah energi yang amat banyak. Dikatakan bahwa buku yang se-berat 2,5 kg dapat digunakan sebagai bahan bakar dalam meluncurkan seseorang hingga ke bulan, karena buku ini ternyata mengandung energi sebesar

mc2=2,5 kg× 3×108m/s2=2,25×107Nm (22)

yang tentu jumlahnya sangat besar. Permasalahnnya adalah jika kita melakukan perhitun-gan terhadap energi kinetik buku tadi yang katakanlah bergerak denperhitun-gan kecepatan 10 m/s akan diperoleh nilainya berdasarkan persamaan 21 yakni

(21)

yang berarti energi diam buku tadi jauh lebih besar ketimbang energi kinetiknya. Jadi menurut teori relativitas khusus, adalah lebih bagus bagi sebuah objek untuk tetap dalam keadaan diam ketimbang harus bergerak, karena dengan dalam keadaan diam ada jauh lebih banyak energi yang dihasilkan. Dalam tinjauan klasik, benda yang bergerak hanya memiliki energi kinetik (energi totalnya adalah energi kinetik) dan ini dikatakan setara dengan pernyataan energi kinetik di relativitas khusus. Namun yang jadi pertanyaan se-lanjutnya, apakah benda yang bergerak tidak memiliki komponen energi diam,mc2?

Mungkin sebagian pembaca mengatakan bahwa ketika buku tadi bergerak, buku itu juga memiliki energi diam sebesarmc2. Akan tetapi yang menjadi soal adalah prosedur yang dilakukan hingga diperoleh suku ini ditempuh dengan mengasumsikan bahwa benda tersebut dalam keadaan bergerak dan tiba-tiba saja bagaikan sihir sukumc2muncul dalam persamaan yang dihasilkan. Einstein melakukan penurunan rumus ini dengan melakukan integral terhadap kerja yang dilakukan oleh objek yang ditinjau yakni integral terhadap Fds(sebuah definisi non relativistik) sehingga kita tidak mungkin memisahkan pernya-taan energi untuk objek tersebut dengan lintasan yang ditempuhnya. Jika objek tersebut diam makads=0 dan tidak ada pernyataan energi yang dimiliki oleh objek tersebut. Pem-baca mungkin bisa berargumen bahwa suku mc2 adalah energi diamnya, jadi walaupun benda itu tidak bergerak dan lintasannya nol, benda tersebut tetap memiliki energi yang sangat besar. Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah ada cara untuk menurunkan sukumc2 ini tanpa mengasumsikan bahwa benda tersebut bergerak (sepan-jang lintasands? Saya rasa ini adalah PR yang menarik bagi pembaca yang cukup antusias dengan fisika (relativitas khusus)!11

II.9

Momentun Dan Energi 0/0

Hal yang menarik selanjutnnya adalah bagaimana relativitas khusus memberikan pen-jelasan tentang bagaimana jika partikel tersebut tidak memiliki massa atau nilai m=0, apa yang terjadi dengan energi dan momentum nya. Kedua besaran ini masih memi-liki komponen massa dalam definisinya, sehingga ketika massanya nol maka energi dan momentum nya juga nol. Akan tetapi relativitas khusus berbeda dengan fisika klasik me-nyatakan bahwa bisa saja sebuah partikel itu tidak memiliki massa namun tetap memiliki momentum dan energi asalkan kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya sehingga pernyataan untuk momentum di persamaan 16 dan pernyataan untuk energi di persamaan 19 akan menghasilkan nilai 0/0 yang artinya tidak menentu. Jadi relativitas khusus me-nyatakan bahwa partikel yang bergerak dengan kecepatan sama dengan kecepatan cahaya akan memiliki momentum dan energi berapa saja!12. Dan cahaya itu sendiri merupakan sebentuk partikel yakni partikel foton, sehingga foton merupakan satu-satunya partikel yang kendatipun tidak memiliki massa, namun tetap memiliki energi dan momentum. Pernyataan energi untuk foton sendiri tidak diberikan oleh relativitas khusus akan tetapi melalui hubungan dalam mekanika kuantum yakni

E=hv¯ (24)

11

https://physics.stackexchange.com/questions/325843/trivial-solution-for-energy-momentum-equation, diakses 15-4-2017

(22)

Sehingga kendatipun sama-sama memiliki massa nol akan tetapi terdapat perbedaan energi antara foton dengan frekuensi yang berbeda. Jadi semakin tinggi frekuensi dari foton itu semakin besar pula nilai energinya.

Klaim ini tentu bisa kita sanggah dengan mempermasalahkan kasus ketika nilai energi dan momentum ini sama dengan nol. Jadi memang untuk foton nilaiE dan pbisa berapa saja, namun yang menjadi permasalahan adalah kita tidak mungkin mengabaikan kasus ketika energi atau momentum itu sama dengan nol, karena nol itu bisa juga dijadikan solusi untuk pernyataan 0/0. Padahal kita tahu sendiri bahwa setiap foton itu minimal memiliki energi yang diberikan oleh persamaan 24 .

II.10

Hubungan Momentum Dan Energi Yang Ambigu

Hubungan antara momentum dan energi dalam tinjauan relativistik dapat diperoleh dengan meninjau definisi energi total dan momentum relativistik. Dari persamaan 16 diperoleh

p2c2= m

2v2c2

1−v2/c2 (25)

Kemudian dari persamaan 20 diperoleh

E2= m

2c4

1−v2/c2 (26)

Sehingga dengan mengurangkan persamaan 26 dengan persamaan 25 diperoleh

E2−p2c2 = m

2c4m2c2v2

1−v2/c2 =

m2c4 1−v2/c2

1−v2/c2

= mc22 (27) atau

E2= (mc2)2+p2c2 (28)

Untuk kasus partikel foton yang memiliki massa nol maka persamaan 28 dapat diseder-hanakan menjadi

E= pc (29)

(23)

II.11

Bagaimana Mengukur Momentum Relativistik

Pernyataan momentum seperti yang dimaksud oleh persamaan 16 tentu akan menim-bulkan kesimpangsiuran dalam aplikasinya. Bagaimana kita bisa mengukur momentum dari sebuah benda secara relativistik jika diberikan persamaan tersebut. Dalam penyebut terdapat sukuv dan pada pembilang juga terdapat suku v. Suku v2/c2 dalam penyebut tidak boleh lebih besar dari 1 karena jika iya, maka hasil dari akar akan bernilai negatif sementara akar dari bilangan negatif tidak terdefenisi dalam domain real, yang artinya bahwa tidak mungkin ada benda yang memiliki kecepatan lebih besar dari kecepatan ca-haya. Demikian pula benda yang memiliki kecepatan sama dengan kecepatan cahaya akan memberikan suku pada penyebut yang sama dengan nol yang juga tidak terdefinisi.

Yang jadi permasalahan adalah adanya suku v pada pembilang dalam rumus mo-mentum tersebut. Semakin besar nilaiv pada penyebut akan mengakibatkan suku yang diberikan pada pembilang akan terkoreksi. Dan ini menjadi argumentasi umum dalam pernyataan-pernyataan relativitas khusus. Misalnya soal dilasi waktu atau kontraksi Lo-rentz: jika kecepatan makin besar maka panjang wajar akan memendek jika diukur dari kerangka acuan lain dan waktu wajar akan lebih lama jika diukur dari kerangka acuan yang lain. Lantas bagaimana dengan adanya variabelvpada pembilang tersebut?

Seperti sudah diketahui dari pendapat Einstein sendiri bahwa massa seperti halnya muatan harusnya bersifat konstan. Karena jika massa atau muatan tidak konstan, maka gaya juga tidak akan konstan. Sementara gaya merupakan batu fondasi bagi postulat rel-ativitas khusus Einstein. Pernyataan dalam hukum Coulomb semisal, gaya tarik-menarik antara dua muatan sebanding dengan besar kedua muatan dan berbanding terbalik de-ngan kuadrat jarak antara keduanya akan menjadi tidak bermakna sama sekali sebab jika ditinjau dari kerangka acuan lain di mana massa atau muatan akan terkoreksi (seperti yang kita asumsikan mula-mula dari rumus momentum relativistik) akan memberikan ni-lai gaya yang berbeda. Dan kita akan kebingunan dalam menentukan apakah konstanta pengkoreksi yang dalam hal ini adalah konstanta permitivitas ruang dan konstanta gravi-tasi universal nilainya sama atau berbeda pada kedua kerangka acuan tersebut.

Dengan demikian jika kita mempostulatkan bahwa massa atau muatan konstan un-tuk semua kerangka acuan, maka gaya juga konstan dan kita bisa menerima bahwa nilai dari konstanta gravitasi dan konstanta permitivitas nilainya tetap untuk semua kerangka acuan. Pun demikian dengan kecepatan cahaya yang nilainya diperoleh dari persamaan gelombang elektromagnetik bergantung pada konstanta permitivitas. Padahal dua buah kerangka acuan inersial dibedakan oleh kecepatan relatif antara keduanya, sementara gaya sama sekali tidak berhubungan pada kecepatan akan tetapi pada percepatan. Dan dua buah kerangka acuan akan mengukur percepatan yang sama, sehingga diperoleh nilai gaya yang sama. Adanya dua benda dengan massa tertentu akan menyebabkan timbulnya gaya gravitasi antara kedua benda tersebut dan gaya gravitasi ini akan menimbulkan nilai percepatan yang sama untuk semua kerangka acuan inersial. Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa massanya juga haruslah sama untuk semua kerangka acuan. Pada kasus medan listrik, percepatan akibat adanya gaya Coulomb ditentukan oleh besarnya muatan yang saling tarik menarik. Dan karena percepatan nilainya sama untuk semua kerangka acuan maka besar muatan pun haruslah sama untuk semua kerangka acuan.

(24)

momentum relativistik yang diberikan oleh persamaan 16 tidak akan mengakibatkan beru-bahnya massa seiring bertamberu-bahnya kecepatan yang diberikan pada suku penyebut. De-ngan demikian yang berubah apalagi kalau bukan kecepatannya. Maka kita bisa men-gatakan bahwa semakin besar nilai kecepatan pada penyebut akan mengakibatkan nilai kecepatan yang diberikan pada pembilang akan berubah menjadi besar. Padahal kedua variabel kecepatan ini hakikatnya sama saja. Bukankah ini sebuah kontradiksi?

Kita kemudian bisa mengeluarkan nilaimdari persamaan 16 sehingga diperoleh ke-cepatan relativistikvrelsebagai

vrel=

v

q

1−v2

c2

(30)

Tapi apakah ada fisikawan yang bisa menjelaskan kepada kita tafsiran fisis dari persamaan 30? Apa yang bisa kita katakan tentang persamaan 30 ini adalah jika sebuah benda ber-gerak dengan kecepatanvpada kerangka acuanAmaka kecepatan benda tadi akan lebih besar jika ditinjau dari kerangka acuanB. Sementara dalam relativitas khusus tidak ada transformasi untuk kecepatan. Kerangka acuanAakan melihat kerangka acuanB berge-rak dengan kecepatanv sementara sebaliknya kerangka acuanB akan melihat kerangka acuanAbergerak dengan kecepatan−vtidak lebih kecil atau lebih besar. Dalam

Gambar

Gambar 1: Diagram ruang waktu untuk penjelasan paradoks kembar
Gambar 2: Tinjauan berkas cahaya yang dipantulkan ke kedua ujung kereta oleh duapengamat yang bergerak satu sama lain
Gambar 3: Penjelasan gambar berkas cahaya di kereta secata Galilean dalam sudut pan-dang kerangka acuan pengamat di tanah
Gambar 4: Pergerakan berkas cahaya ditinjau dari sudut pandang pengamat yang diamrelatif terhadap sumber cahaya
+3

Referensi

Dokumen terkait

(3) Dalam menyelenggarakan statistik sektoral, suatu organisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengadakan koordinasi dengan Badan untuk menerapkan penggunaan

Tesis dengan judul “Karakteristik Kepala Daerah dan Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Alokasi Aggaran Belanja Pendidikan (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota di

II SITI JAKIYAH NURHASANAH: Kolaborasi Model Picture and Picture dengan Peta Konsep dalam Pembelajaran IPA Sub Pokok Bahasan Avertebrata untuk meningkatkan Hasil

Pada kesempatan apapun, seorang bhikkhu melatih dirinya sendiri, ‘Saya akan menarik napas masuk...&...keluar, berfokus pada ketidakkonstanan’; melatih dirinya sendiri, ‘Saya

Questions testing this objective will often begin with one of the following words: deine , state , describe , explain ( using your knowledge and understanding ) or outline

Penjatuhan pidana bersyarat terhadap anak bersifat memperbaiki pribadi terpidana anak, memberikan pengaruh yang baik bagi anak dengan pengawasan dan pembinaan dari

[r]

Adapun dalam pelaksanaan tugas ini saran yang dapat dikemukakan untuk membantu dalam kesempurnaan Aplikasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Pada SMP Negeri 1