• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manusia dalam islam manusia dicip (5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manusia dalam islam manusia dicip (5)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

I MANUSIA

Pengantar

Setiap orang baik yang beriman maupun yang tidak beriman sepakat bahwa segala sesuatu di dunia ini diarahkan kepada manusia sebagai pusat dan puncak ciptaan. Apakah manusia itu? Dahulu dan sekarang terdapat banyak pandangan dan pendapat yang sama maupun bertentangan. Manusia seringkali menyanjung dirinya sebagai tolak ukur yang mutlak, atau merendahkan dirinya hingga sampai pada ambang keputusasaan; dan sebagai akibatnya ia merasa bimbang dan gelisah. Berbagai kesulitan yang dialami manusia turut pula dirasakan oleh Gereja. Berkat karya Allah yang mewahyukan diri, Gereja diterangi sehingga mampu menjawab persoalan-persoalan seputar manusia, melukiskan keadaan manusia yang sesungguhnya, menjelaskan kelemahan serta martabat dan panggilannya.

Kitab Suci mengajarkan bahwa manusia diciptakan menurut “gambar dan rupa Allah” artinya manusia secitra dengan Allah. Karena itu ia mampu mengenal dan mengasihi penciptanya. Sejak diciptakan, manusia telah ditetapkan sebagai “tuan” atas ciptaan lain (Kej 1:26; Keb 2:33), untuk menguasai dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (Sir 17:3-10). Penulis Kitab Mazmur melukiskan dengan indahnya tentang manusia: “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau menjadikannya berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya” (Mzm 8:5-7)

A. PANDANGAN TENTANG ASAL USUL MANUSIA

1. Pandangan Sains Tentang Asal-Usul Manusia.

a. Teori Evolusi

Berbagai pandangan tentang asal-usul manusia di jaman modern ini dikalahkan oleh TEORI EVOLUSI yang muncul pada abad 19. Teori ini mengulas tentang bagaimana asal-usul manusia yang terus berevolusi dari tingkatan yang paling rendah sampai pada tingkatan yang paling tinggi. Melalui pembuktian-pembuktian dilakukan, para ahli penganut teori evolusi agama bersikap kompromi. Kompromi tersebut dikenal dengan “teori evolusi terbatas” yang bersifat moderat. Pandangan pokoknya adalah bahwa tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia selama ribuan tahun benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit. Namun mereka menolak mengakui adanya penyeberangan antara tingkatan mahluk yang satu menuju tingkatan mahluk yang lain. Jadi mutasi benda tak berhayat menuju tumbuh-tumbuhan, dan tumbuh-tumbuhan menuju binatang, dan dari binatang menuju manusia tetaplah disangkal dengan kerasnya. Yang terutama ditolak adalah gagasan bahwa manusia seluruhnya, jiwa dan badan, berasal dari binatang. Hal ini karena pihak ilmu pengetahuan pun belum bisa membuktikan secara meyakinkan dengan teori “missing link”nya.

(2)

c. Pandangan filosofis

Menghadapi permasalahan hidup seperti tersebut di atas, manusia berusaha dengan berbagai kemampuannya untuk mengatasinya. Pertanyaan besar yang selalu mengganggu pikiran manusia adalah mengenai asal-usulnya. Menurut Frans Dahler usaha untuk menjawab hal ini menjadi pangkal lahirnya mitos-mitos, dongeng-dongeng kuno, berbagai macam filsafat dan agama-agama. Sejak ribuan tahun lamanya, manusia menciptakan gambaran akan asal-usulnya sendiri. Dengan segala kemampuannya, ia berusaha memuaskan nafsu dan kehausan untuk mengetahui asal-usulnya sendiri. Dari manakah manusia berasal? Bagaimana ia diciptakan? Bagaimanakah manusia berkembang sehingga memiliki daya rohani yang agung sekaligus yang membedakannya dengan binatang?

Bangsa-bangsa primitif di Afrika, Asia dan Australia bicara tentang semacam “Tuhan purba” yang menciptakan manusia. Sedangkan agama-agama polytheis dari jaman kuno maupun jaman modern membayangkan adanya “Tuhan jamak”, dewa-dewi yang menciptakan dunia dan manusia. Sebaliknya ada aliran filsafat yang pengaruhnya terasa pada agama Hindu dan Buddha yang justru menyangkal adanya “ciptaan”. Manusia dalam pandangan itu dikatakan merupakan unsur dalam “Dunia Ilahi” yang

sudah selalu ada. Alam semesta bersama manusia di dalamnya merupakan kenyataan ilahi, dan alam ini berputar tanpa henti-hentinya dalam lingkaran reinkarnasi, lingkaran tertutup, dari kekal sampai kekal.

Demikian pula berdasarkan pengalaman eksistensi manusia yang selalu berhadapan dengan “baik” dan “buruk” maka berkembanglah aliran filsafat dualisme yang menyatakan bahwa asal dunia ini dari dua prinsip, dua sumber yaitu sumber kebaikan (Allah) dan sumber kejahatan (Iblis, setan dsb).

1) Pandangan filosofis Kristen, Islam, Yahudi tentang manusia Tuhan menciptakan

Manusia berkembang, berjalan menuju tujuan akhir,

(3)

2) Pandangan filosofis timur yang mempengaruhi agama Hindu dan Budha.

3) Pandangan filosofis Dualisme tentang manusia.

JIWA

ROH

2. Sains dan Iman

3. Pandangan Kitab Suci Tentang Asal-Usul Manusia

Berawal dari kisah penciptaan seperti terungkap dalam Kitab Suci, manusia menemukan bahwa ia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sendiri (Kej 1:27). Ia dipanggil untuk mewujudnyatakan kepenuhan citra Allah tersebut. “Secitra dengan Allah” berarti pribadi manusia diciptakan dalam wujud jasmani dan rohani yang tidak terpisahdan merupakan satu kesatuan yang utuh. Dalam kisah penciptaan manusia, dikisahkan tentang Allah yang menciptakan manusia dari debu tanah lalu menghembuskan nafas kehidupan (Roh) dalam dirinya, sehingga manusia menjadi utuh (bdk. Kej 2:7). Beberapa ungkapan yang dipakai untuk menyatakan nafas hidup antara lain: Nefes atau Nous yang berarti nyawa, nafas, pernapasan (dalam arti: nafas yang keluar dari tenggorokan sebagai tanda kehidupan). Ada juga ungkapan lain yaitu Ruah (roh) yang berarti nafas kehidupan yang menunjukkan keutuhan makhluk. Bahkan Kitab Kejadian menceritakan bahwa manusia pertama yang ciptakan Allah adalah Adam dan Hawa. Adam berarti tanah (manusia yang dibentuk dari debu tanah). Sedangkan Hawa berarti kehidupan (Kej 2:20). Apa yang diberikan Tuhan Allah bukanlah suatu bagian yang dimasukkan kedalam tubuh tetapi merupakan daya kekuatan yang menciptakan dan memberi hidup.

Tubuh dengan nafsu-nafsu

SIKLUS ALAM Alam semesta selalu ada dalam lingkungan tertutup. Semua akan terulang lagi. Tak ada evolusi, tak ada ciptaan. Tidak ada perbedaan tajam antara Tuhan dan manusia

TUHAN Sumber kebaikan

(4)

Dari semua ciptaan yang ada, manusialah satu-satunya yang “mampu mengenal dan mencintai penciptaNya” (GS art. 12). Hanya manusialah yang dipanggil supaya dalam pengertin dan kehendaknya mengambil bagian dalam kehidupan Allah sendiri. Untuk tujuan inilah manusia diciptakan dan inilah yang menjadi dasar dari martabanya yang sungguh luhur dan mulia. Mengapa Allah memberikan keistimewaan kepada manusia dengan mengangkatnya ke dalam martabat yang begitu mulia? Apa maksudnya? Keluhuran dan keagungan manusia sebagai ciptaan tertinggi merupakan cinta yang tak ternilai dari Sang Penciptanya. Karena cinta-Nya, Allah menganugerahkan keinginan dalam kodrat kemanusiaan kita suatu keinginan dan kerinduan terdalam untuk berelasi dengan Allah. Kitapun turut mengambil bagian dalam kehidupan Allah sendiri. Kita diciptakan oleh Allah dengan tujuan agar kita tetap berada dalam hubungan dengan Allah. Inilh yang menjadi kunci kebahagiaan manusia itu sendiri.

4. Pandangan Gereja Katolik mengenai

5. Usaha Manusia dalam Menjawab Persoalan Dasar Kehidupannya.

Berbagai persoalan dasar yang muncul dalam kehidupan manusia menimbulkan pertanyaan serius tentang dirinya. Manusia mulai memikirkan dan merefleksikan pengalamannya dalam dinamika perjalanan hidupnya. Dalam keterbatasan, manusia berusaha mengetahui asal, tujuan dan makna hidupnya. Refleksi terhadap pengalaman hidupnya membawa manusia pada sebuah kesadaran bahwa ia diciptakan oleh Allah dan terarah kepada-Nya. Manusia makin menyadari bahwa Allah terus menariknya ke dalam pelukan-Nya, karena itu muncul kesadaran dalam diri manusia bahwa hanya dalam Allahlah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang secara terus menerus dicarinya ( KGK art 28). Allah adalah sumber kehidupan dan hanya pada Allah saja manusia dapat menemukan identitas dirinya. Hal ini ditegaskan dalam pernyataan berikut:

“Makna paling luhur martabat manusia terletak pada panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah. Sudah sejak awal mula manusia diundang untuk berwawancara dengan Allah. Sebab manusia hanyalah hidup, karena ia diciptakan Allah dalam cinta kasih-Nya. Dan manusia tidak sepenuhnya hidup menurut kebenaran, bila tidak dengan sukarela mengakui cinta kasih itu, serta menyerahkan diri kepada pencipta-Nya.” (GS art 19)

(5)

Tuhan selalu membuka jalan bagi manusia untuk mengenal-Nya secara lebih dekat. Manusia dapat menempuh berbagai jalan untuk dapat mencapai pengenalannya akan Allah. Jalan-jalan itu disebut juga sebagai “pembuktian Allah”. Jalan-jalan pengenalan menuju Allah bertitik tolak dari adanya dunia dan segala isinya serta keberadaan manusia itu sendiri. Melalui jalan-jalan itulah manusia dapat menemukan Allah.

a. Dunia

Dalam diri manusia muncul pertanyaan ketika melihat dunia dengan segala isinya yang begitu menakjubkan. Manusia bertanya tentang asal-usul dunia dan keteraturan yang terjadi di alam semesta juga tentang siapa yang berada dibalik semuanya itu. Melalui berbagai pertanyaan tersebut, manusia dihantar untuk mengenal Allah melalui dunia ini. Dengan melihat gerak dan perkembangan, tatanan dan keindahan dunia ini, manusia dituntun untuk mengenal Allah sebagai sumber dan tujuan alam semesta (KGK, 32). Dunia dapat mengenalkan manusia pada Allah yang adalah sang “Arsitek Agung”. Dialah yang merancang dunia dan segala isinya sedemikian rupa sehingga manusia dapat mengagumi keindahannya. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benak manusi bermuara pada satu jawaban yang pasti, yakni adanya “Sang Pencipta” yang menciptakan dunia. Dialah yang disebut Allah.

b. Manusia

Dengan keterbukaannya kepada keindahan dunia dan kenyataan akan adanya alam semesta dengan segala isinya; dengan pengertiannya akan kebaikan moral, kebebasan, suara hati; serta dengan kerinduannya akan ketidakterbatasan dan akan kebahagiaan, manusia terus bertanya-tanya akan adanya Allah. Dalam semuanya itu manusia menemukan dalam dirinya adanya tanda-tanda jiwa rohani. Karena benih keabadian yang ia bawa dalam dirinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan asal dalam materi saja (GS 18,1),maka jiwanya hanya dapat mempunyai Tuhan sebagai sumber. Manusia dapat sampai kepada realitas yang merupakan Causa Prima (Sebab Pertama) dan Causa Finita

(Tujuan Akhir) dari segala sesuatu. Realitas itulah yang dinamakan Allah. Manusia dengan keberadaannya mampu menghantarnya untuk mencari dan menemukan Allah dalam hidupnya.

c. Hidup Manusia Sangat Bernilai, Indah, namun Terbatas dan Penuh Misteri

1) Hidup Manusia Sangat Berharga

(6)

Kehidupan itu sungguh sangat bernilai. Manusia tidak akan menukarkannya dengan apapun atau menyia-nyiakan hidupnya. Kitab Suci mengatakan, “apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi ia kehilangan nyawanya?” (Mrk 8:36). Apapun yang ada di dunia ini tidak sebanding dengan hidup. Maka Ayub mengatakan: “orang akan memberikan segala yang dipunyainya sebagai ganti nyawanya” (Ayb 2:4). Hidup memang sangat bernilai, dan karena itu harus diselamatkan.

2) Hidup Manusia Indah Dan Mengagumkan

Hidup tidak hanya bernilai tetapi juga indah. Manusia bisa saja mengatakan bahwa hidup ini terasa pahit karena penderitaan dan tantangan yang dialami. Namun hal ini tidak akan mengaburkan kenyataan yang sesungguhnya bahwa hidup kita indah dan sungguh mengagumkan. Pada saat manusia berada dalam kondisi normal, ia cenderung tidak menyadari keindahan hidup itu. Baru pada saat saat mengalami cobaan, penderitaan, sakit dan mendapat vonis bahwa hidupnya tidak akan lama lagi, manusia mulai berpikir tentang mutu hidupnya. Pada saat ini segala sesuatu yang dilakukan manusia mempunyai sisi yang lebih tajam dan mereka seakan melihat makna hidup.

Bila kita cermati, kita akan menemukan bahwa ternyata sebagian orang tidak pernah menjadi manusia yang sungguh-sungguh utuh sebelum mengetahui bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Berhadapan dengan kematian, manusiabaru menyadari betapai indah dan bernilainya hidup ini. Hidup manusia memang sungguh mengagumkan!

3) Hidup Manusia Terbatas

Sekalipun hidup manusia itu berharga dan indah, namun manusia tidak berkuasa atasnya. Manusia akan selalu dihadang oleh berbagai tantangan dan penderitaan, bahkan berakhir dengan kematian. Betapapun kerasnya usaha manusia untuk mencapai keabadian, ia harus menerima kenyataan kalau pada akhirnya ia akan menghadapi maut. Mengapa harus ada penderitaan dan kematian? Apa maknanya?Dari dirinya sendiri, manusia tidak dapat memberi jawaban atas pertanyaan yang sangat mendasar itu. Mungkin karena itu pula, banyak orang yang menjalani hidupnya dengan pesimis, sehingga pada akhirnya mautlah yang berkuasa. Beberapa penyair seperti Chairil Anwar pernah menuliskan bahwa: “Hidup hanya menunda kekalahan!”Begitu pula dengan WS Rendra yang mengungkapkan, “Kelahiran dan kematian adalah keniscayaan. Namun bagi yang hidup, wafat kerabat adalah kehilangan. Selalu menimbulkan kesedihan.” Dalam Kitab Ayub 14:1-2, Ayub menuturkan bahwa: “Manusia lahir dari perempuan, singkat umurnya. Ia hilang, lenyap, dan tidak dapat bertahan”. Serta dalam Mazmur 90:5-6,10, dikatakan:“Hidup manusia hilang lenyap seperti mimpi, seperti rumput yang disabit. Pagi-pagi berkembang dan berbunga, waktu sore layu dan kering. Batas umur manusia tujuh puluh tahun, atau delapan puluh jika kuat.”

(7)

menjelaskan secara gamblang arti dan makna penderitaan dan maut, tetapi dari Salib dan kebangkitan kita dapat melihat dan menemukan tawaran yang memberi arti pada penderitaan dan maut tersebut. Bagi orang lain, salib adalah kebodohan, namun bagi kita orang Kristen, salib adalah kekutan Allah (bdk. 1Kor 1:18). Bagi kebanyakan orang, Yesus “mati konyol disalib”. Tetapi ternyata tidak! Terbukti bahwa Allah membangkitkan Dia dari alam maut. Kebangkitan inilah yang memberi arti dari penderitaan dan kematian itu sendiri. Juga menjelaskan bahwa Allah hadir didalam setiap penderitaan yang dialami manusia.

Melalui penderitaan dan wafat Yesus, kita diajar untuk menemukan keselamatan dalam penderitaan dan kematiaan yang kita alami. Karena itu kita boleh berharap dan percaya bahwa:

 Dalam setiap penderitaan, kegagalan, kekecewaan, dan keputusasaan, kita

dapat bertemu dengan Allah karena ia senantiasa ada didekat kita

 Allah ikut menderita bersama dengan kita. Ia solider dengan kita. Setiap

keberhasilan dan kesuksesan yang kita capai belum tentu memiliki makna bagi Allah, namun sebaliknya justru dalam penderitaan, kegagalan, kehinaan, ketidakberdayaan dan kematianlah kita dirangkul oleh kasih setia Allah.

Dengan demikian, kita tidak dibebaskan dari penderitaan dan maut. Derita dan maut adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidup kita dan pasti akan kita lalui. Namun kita dapat menerima bahwa derita dan maut bukanlah akhir dari segala-galanya; bukan juga malapetaka yang harus dihindari. Melalui penderitaan kita boleh berharap Allah selalu bersama kita. “Allah sendiri akan hidup dengan mereka dan akan menjadi Allah mereka. Ia akan menyeka air mata dari pipi mereka. Kematianpun tidak ada lagi. Sebab segala sesuatu yang lama telah berlalu” (Why 21:4)

4) Hidup Manusia Penuh Misteri

Kita telah melihat bahwa hidup manusia itu sangat bernilai, indah namun terbatas. Ketika kita membicarakannya, kita merasakan bahwa masih banyak hal yang tersembunyi dan tidak bisa dimengerti secara tuntas. Hidup manusia memang penuh dengan misteri dan akan tetap menjadi misteri yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia. Akal pikiran dapat merumuskan banyak pengetahuan tentang manusia, tetapi “keseluruhan” manusia tidak pernah bisa diselesaikan dengan tuntas oleh ilmu pengetahuan. Misteri tetap ada didalamnya dan bahkan semakin lama semakin “besar” untuk disadari. Seorang filsuf dan orang kudus jaman ini yakni Edith Stein pernah mengatakan:

“Manusia selalu ingin mengerti dirinya. Sejarah peradaban manusia merupakan sejarah ide-ide tentang dirinya. Betapa banyak pengetahuan manusia tentang dirinya dalam kurun sejarah. Namun sampai kini tetap merupakan misteri, rahasia terselubung yang mahabesar. Ia menjadi teka-teki bagi dirinya sendiri. Karena dalam diri manusia memang terkandung banyak keajaiban.”

(8)

Pertanyaan Refleksi dan Pendalaman

1. Jelaskan asal-usul manusia menurut beberapa pandangan yang berkembang!

2. Berbicara mengenai asal usul manusia; menurut Anda manakah yang benar, penciptaan manusia seperti yang tertuang dalam Kitab Suci atau seperti yang dikemukakan oleh ilmu pengetahuan termasuk dalam teori evolusi?

3. Jelaskan bahwa sains dan iman tidak bertentangan!

B. MARTABAT MANUSIA

Manusia dapat hidup sebagai pribadi terhormat dan mandiri apabila ia mampu menghayati otonominya, membangun dan memelihara kehidupan yang manusiawi dengan penuh tanggung jawab. Sepanjang perjalanan hidupnya, manusia terus bertanya tentang tuntutan-tuntutan pokok yang harus dilakukan agar hidup benar-benar menjadi manusiawi. Jawaban yang diperolehpun beraneka ragam. Kendati demikian, ada satu keyakinan dasar yang diyakini manusia di mana keputusan moral yang mandiri harus berkiblat pada sejumlah tuntutan dasar yakni sejumlah tuntutan yang sesuai dengan ciri khas hidup manusia yang dikehendaki oleh Sang Pencipta.

Dalam tradisi Kristen terdapat nilai-nilai yang dipandang sebagai yang utama, yakni hormat terhadap pribadi manusia, daya cipta manusia dan solidaritas dalam membangun paguyuban manusia. Namun nilai-nilai tersebut terkadang tidak sama artinya, karena itu dapat diurutkan berdasarkan tuntutan. Dalam perkembangan zaman, tatanan nilai tidak sama karena mengikuti kebudayaan yang berbeda-beda, maka nilai yang diutamakan juga berbeda-beda. Dewasa ini Gereja berusaha untuk mempermaklumkan dengan resmi hak-hak manusia, demi injil yang dipercayakan kepadanya seperti hak-hak-hak-hak perorangan khususnya kaum buruh, hak-hak keluarga dan pendidikan, hormat terhadap kehidupan dan sebagainya(GS art 41).

1. Martabat Manusia Menurut Kitab Suci (Kej 1:1-2:7)

Berdasarkan Kej 1:26-28; dan Kej 2:7-8, 15-18, 21-25 dapat dikatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah Sang Pencipta pada hari ke-6 dengan bersabda dan bertindak. Dalam kisah penciptaan itu manusia diciptakan dalam proses yang terakhir setelah semua yang ada di alam semesta di ciptakan. Hal itu dapat pula berarti bahwa manusia diciptakan sebagai puncak ciptaan Allah. Sebagai puncak ciptaan. manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, dengan karunia istimewa yaitu: akal-budi, hati/perasaan, dan kehendak bebas (bdk. Kejadian 1:26). Adanya karunia akal-budi menjadikan manusia bisa atau memiliki kemampuan untuk memilih, karunia hati/perasaan menjadikan manusia bisa merasakan dan mencintai, dan karunia kehendak bebas menjadikan manusia mampu membangun niat-niat. Karunia-karunia itulah yang menjadikan manusia sebagai mahluk hidup yang memiliki kesadaran dan kebebasan.

(9)

manusia di hadapan Allah secara iman Kristiani terdapat dalam Kitab Mazmur 8:1-10. Demikian juga gambaran siapakah manusia di hadapan Allah secara iman Kristiani terdapat dalam Kitab Yesus Bin Sirakh 17:1-11.

Adapun Kitab Suci mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia menurut citra-Nya. Sebagai citra Allah, ia mampu mengenal dan mengasihi Penciptanya; oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua mahluk di dunia ini (Kej 1:26; Keb 2:23), untuk menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (Sir 17:3-10). “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau menjadikannya berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya” (Mzm 8:5-7)

Selanjutnya Kitab Suci menuliskan bahwa: “menurut citra-Nya diciptakan-Nya dia: laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). Allah tidak menciptakan manusia seorang diri: sebab sejak awal mula Allah mencipatakan pria dan wanita. Rukun hidup mereka merupakan bentuk pertama persekutuan antar pribadi. Sebab dari kodratnya yang terdalam manusia bersifat sosial dan tanpa berhubungan dengan sesama ia tidak dapat hidup atau mengembangkan bakat-pembawaannya. Maka, seperti kita baca pula dalam Kitab Suci, Allah melihat “segala sesuatu yang telah dibuat-Nya, dan itu semua amat baiklah adanya” (Kej 1:31)

Karena secitra dengan Allah, manusia menduduki tempat yang paling istimewa dalam tata penciptaan. Dalam kodratya bersatulah dunia rohani dan jasmani. “Manusia memiliki martabat sebagai pribadi; ia bukan sesuatu melainkan seseorang. Ia mampu mengenal diri sendiri, menjadi tuan atas dirinya, mengabdikan diri dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan dengan orang lain, karena rahmat ia sudah dipanggil kedalam perjanjian dengan Penciptanya, untuk memberi kepada-Nya jawaban iman dan cinta yang tidak dapat diberikan suatu makhluk lain sebagai penggantinya” (KGK 357). Satu-satunya makhluk yang memiliki martabat adalah manusia. Pribadi manusia yang diciptakan menurut citra Allah dan berwujud jasmani dan rohani.

“TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Dari teks ini kita bisa mengetahui bahwa kehadiran manusia seutuhnya dikehendaki dan direncanakan oleh Allah sendiri. Dan manusia inilah yang dipanggil sebagai “wakil” yang ditentukan Allah untuk “menaklukkan dunia”. Manusia bertanggung jawab atas tugas yang diberikan Allah kepadanya yakni memelihara dunia dan segala isinya. Martabat luhur yang diberikan Allah ini bertujuan agar manusia berkuasa atas segala ciptaan lain; agar manusia mampu merasakan dan mengabdikan dirinya kepada Allah. Karena kekuasaaan yang dimiliki manusia berasal dari Allah, maka yang dituntut dari manusia adalah berpartisipasi dalam kemahakuasaan Allah. Martabat luhur yang dimiliki manusia semata-mata berasal dari kemahakuasaan Allah sendiri.

(10)

Tujuan hidupmanusia sangat mempengaruhi martabat manusia. Tujuan hidup manusia itu pada dasarnya di luar segala daya pemikiran manusia, di luar segala perhitungan manusia bahkan di luar pengertian manusia itu sendiri. Tujuan hidup manusia pada dasarnya bersifat transcendental (bersifat ilahi dan mengatasi segala-galanya), yaitu memenuhi kerinduan manusia mencapai kesempurnaan dalam segala-galanya, yaitu suatu kebahagiaan abadi berupa kehidupan kekal. Lihat Yoh 17:1-3; 1 Yoh 3:2; 1 Kor 2:9 Tujuan hidup manusia masing-masing adalah persatuan dengan hidup Allah Tritunggal untuk selama-lamanya. Pandangan Katolik berbeda dengan Yahudi dan Islam yaitu bahwa martabat luhur manusia dilihat dari segi tujuan hidup menjadi jelas (mendapatkan makna definitive) dalam diri Yesus Kristus. (lih. GS. 22)

Tujuan hidup manusia mengandaikan juga tugas-tugas hidup yang mesti dijalankan oleh manusia, yaitu “memperkembangkan martabatnya”. Tugas hidup itu adalah mencapai kesempurnaan dalam panggilan hidup sebagai anak-anak Allah. Hal ini berarti berkembang dalam Yesus Kristus, mengejar persamaan dengan martabat Yesus Kristus.

2. Martabat Manusia dalam Pandangan Konsili Vatikan II

Pandangan mengenai martabat manusia secara jelas dikemukakan dalam Gaudium et Spes art. 12. Acapkali manusia melihat dirinya sebagai tolok ukur yang mutlak atau merendahkan dirinya hingga sampai pada ambang keputusasaan. Hal ini menyebabkan manusia menjadi bimbang dan gelisah. Gereja menyadari kegelisahan dan ikut merasakan berbagai kesulitan manusia yang dialami secara mendalam. Dengan diterangi oleh Allah yang mewahyukan diri, Gereja berusaha untuk menjawab kesukaran-kesukaran tersebut untuk melukiskan keadaan manusia yang sebenarnya, menjelaskan kelemahan-kelemahannya, agar dapat mengenali dirinya, martabat dan penggilannya (GS art 12).

Dari kodratnya manusia adalah makhluk sosial yang harus hidup dengan sesamanya. Tanpa orang lain manusia tidak dapat hidup dan mengembangkan dirinya dengan segala bakat dan kemampuannya. Manusia yang diciptakan Allah ditempatkan lebih tinggi dari ciptaan lain. Ia dianugerahi keistimewaan berupa akal budi, hati nurani dan kehendak bebas.

a. Manusia sebagai makhluk berakal budi

Satu hal yang menjadikan manusia sebagai makhluk bermartabat dan otonom adalah akal budinya. Akal budi adalah ciri khas manusia yang unik dan sekaligus membedakannya dengan makhluk ciptaan lain, khususnya binatang. Akal budi menjadi bentuk keunggulan manusia. Maka hidup dan tindakannya harus didasarkan pada akal budinya. Dengan akal budi yang dimilikinya, manusia mampu mencapai kemajuan dalam ilmu pengetahuan empiris, dalam ketrampilan teknis dan dalam ilmu-ilmu kerohanian. Bahkan pada zaman sekarang manusia telah mencapai taraf pengetahuan yang paling tinggi dengan menyelidiki alam bendawi dan menaklukkannyakepada dirinya. Namun demikian ia masih terus mencari dan menemukan kebenaran yang semakin mendalam (GS art 15). Akal budi memperkaya manusia dengan pelbagai kemampuan, seperti:

1) Mengerti dan menyadari dirinya sendiri dan dunia sekitarnya.

(11)

akan dunia luar. Artinya, manusia menyadari keberadaan segala sesuatu dalam dunia ini dan hubungan-hubungannya. Dengan akal budinya ia dapat mencari hubungan antara segala sesuatu yang terjadi disekitarnya.

2) Berkembang, membangun kebudayaan dan menciptakan sejarah.

Dengan akal budinya manusia bertanya, lalu mencari jawabannya. Berkat akal budi itu pula manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang hasilnya dapat dinikmati saat ini. Manusia juga membangun kebudayaan terutama yang berhubungan dengan kesenian, seperti: seni musik, lukis, bangunan, sastra, suara, tari, dsbnya. Semua itu berasal dari budi dan hati manusia. Selain itu manusia masih dapat menciptakan sejarah. Bukan saja sejarah dunia atau sejarah nasional, tetapi juga “sejarah” pribadi kita masing-masing. Setiap orang pasti pernah menorehkan sejarah dalam perjalanan hidupnya sendiri.

3) Bekerja

Manusia adalah makhluk pekerja. Kerja yang dilakukan manusia memerlukan pemikiran. Maka kegiatan harus diarahkan kepada satu tujuan tertentu. Pekerjaan merupakan kekhasan makhluk berakal budi. Dan hanya manusialah yang dapat merencanakan, mengatur dan menguasai ciptaan lain. Kerja juga merupakan kegiatan insani. Kerja menjadi sarana seorang manusia untuk dapat mengaktualisasikan dirinya. Melalui kerja manusia dapat menuangkan segala ide-ide kreatifnya, gagasannya yang cemerlang, dan segala daya upayanya. Kerja bukan hanya sekedar sarana untuk mencari nafkah, tetapi lebih dari itu merupakan wadah bagi aktualisasi diri.

4) Mengembangkan hubungan yang khas dengan manusia lain

Dengan akal budinya manusia dapat “bertemu” dan “bersama” dengan sesamanya. Karena itu manusia mampu menciptakan bahasa, membangun cinta, perhatian, harapan, relasi, dsbnya. Manusia dapat hidup bersama dan berkomunikasi; ia mampu menjalin persahabatan dan cinta dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan itulah yang membuat manusia semakin bermutu dan sungguh-sungguh menjadi manusia.

Namun tidak dapat disangkal bahwa akal budi telah kabur dan lemah akibat dosa. Maka pada akhirnya, kodrat nalariah manusia disempurnakan oleh kebijaksanaan yang dapat menarik budi manusia untuk mencari dan mencintai yang benar dan baik. Manusia membutuhkan kebijaksanaan untuk memahami hidupnya di dunia, sehingga diharapkan akan semakin dekat dengan Sang Penciptanya.

b. Manusia sebagai makhluk berhati nurani.

(12)

1) Kesadaran etis.

Ketika kita berbicara tentang manusia sebagai makhluk berakal budi, kita sudah menyinggung bahwa dengan akal budinya manusia dapat menyadari dirinya dan tindakannya. Ia dapat menyadari dan menilai kalau tindakannya baik dan benar atau salah dan buruk. Dengan akal budinya manusia dapat memiliki kesadaran etis dan moral. Kesadaran etis adalah kesadaran untuk menilai suatu tindakan itu baik atau buruk. Kesadaran etis ini terdiri atas tiga taraf yang berbeda-beda, yakni: Pertama,taraf naluri. Pada taraf ini segala tindak tanduk manusia didasarkan pada tekanan dan peraturan dari luar, misalnya adat istiadat atau hukum dan bukan oleh kesadaran diri dan hati nurani. Kedua, taraf kesadaran moral. Pada taraf ini tingkah laku etis lebih didasarkan atas kesadaran dan kebebasan. Artinya, sebagai realisasi pribadi manusia yang berakal budi dan berkehendak bebas. Manusia yang otonom. Sifat moralnya adalah khas manusiawi. Ketiga, tingkat kesadaran kristiani. Pada taraf ini kesadaran moral dilakukan dalam rangka mewujudkn diri sebagai manusia yang berakal budi dan otonom. Dalam bertingkah laku, manusia tidak hanya sekedar melakukannya karena tindakan itu baik, tetapi terutama karena didorong oleh cinta kasih kepada kepada Tuhan dan sesama. Maka yang menjadi hukum pokok dalam taraf ini adalah cinta kasih.

2) Tindakan moral

Jawaban atas undangan Allah dilaksanakan manusia dalam tindakan-tindakan moralnya. Tindakan-tindakan moral baru dapat disebut tindakan moral apabila dilaksanakan secara sadar dan bebas, sesuatu yang khas manusia. Penilaian obyektif dan benar tentang suatu tindakan hendaknya mempertimbangkan seluruh tingkah laku manusia. Tingkah laku ini seringkali dipengaruhi oleh motivasi dasarnya dan juga oleh sikap dasarnya. Tindakan lahiriah manusia harus diukur pula dari disposisi batinnya. Jadi, selain kesadaran dan kebebasan, tujuan dan motivasi sangat menetukan tindakan moral seseorang.

3) Hati nurani

(13)

(Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, buku-buku yang bermutu atau ikut dalam berbagai kegiatan kerohanian yang ada); koreksi atau introspeksi.

c. Manusia sebagai makluk berkehendak bebas.

Sebagai citra Allah, manusia dianugerahi pula rahmat kekebasan. Manusia hanya akan berpaling kepada kebaikan apabila ia bebas. Karena itu oleh orang-orang zaman sekarang kebebasan sangat dihargai dan dicari dengan penuh semangat. Namun seringkali terjadi bahwa kebebasan selalu disalah-artikan dengan cara yang salah, juga diartikan sebagai kesewenang-wenangan untuk melakukan apa yang dikehendaki manusia. Sesungguhnya yang harus diusahakan manusia adalah kebebasan yang sejati. “Kebebasan sejati merupakan tanda yang mulia gambar Allah dalam diri manusia. Sebab Allah bermaksud menyerahkan manusia kepada keputusannya sendiri” (GS art 17). Dengan pilihan bebasnya, manusia diharapkan mengabdi kepada Allah dalam kebebasan yang sempurna. Allah menghendaki bahwa dengan pilihan bebasnya manusia dengan sadar dan bebas digerakkan oleh hatinya yang paling dalam untuk mencari penciptanya dan mengabdi kepada-Nya secara bebas.

3. Implikasi Manusia Sebagai Citra Allah Bagi Kehidupan Sesama

a. Manusia sebagai Makhluk Pribadi

Berdasarkan penjelasan dari Kitab Suci dan Gaudiem et Spes, Gereja mengajarkan bahwa manusia adalah citra Allah. Sebagai citra Allah manusia adalah mahluk pribadi yang memiliki kodrat sosial. Manusia sebagai pribadi adalah bersifat unik dan menyejarah sekaligus bersifat kekal. Ia memiliki kesadaran akan keberadaan dirinya dihadapan sesama dan lingkungannya. Ia adalah makluk monodualisme:1 bersifat jasmani dan rohani.

Manusia itu bernilai dalam dirinya sendiri. Karena itu dalam segala tingkah-laku perbuatannya pada akhirnya berupaya untuk mendapatkan manfaat bagi dirinya sendiri. Ini bukan berarti manusia hendaknya bersikap pragmatis2 ataupun egois. Dalam hal ini yang

menjadi tujuan akhir manusia adalah memuliakan Allah dan melaksanakan hukum cintakasih. Tuhanlah tujuan akhir hidup manusia, karena di dalam Tuhan terdapat yang didambakan manusia yaitu keselamatan hidup dan kebahagiaan abadi. Dengan demikian tercapailah kemuliaan manusia karena kemuliaan manusia hanya ada pada Tuhan. Oleh karena itu hakekat tujuan hidup manusia terdapat dalam Tuhan, tidak di dunia sekelilingnya.

1) Manusia memiliki kemerdekaan atau kebebasan

Hakekat dan syarat-syarat bagi manusia yang mulia itu adalah bahwa ia merdeka atau memiliki kebebasan dan bertanggungjawab dalam hal mencari atau mengupayakan tujuan hidupnya. Kemerdekaan manusia pada dasarnya bersifat jasmani dan rohani. Adanya kemerdekaan pada dirinya dikarenakan manusia memiliki akal-budi atau pikiran

1 Monodualisme adalah Satu kenyataan yang berdimensi dua; manusia adalah mahluk yang berbadan dan berjiwa. Pada abad pertengahan banyak filsuf yang cenderung menilai negatif badan manusia sehingga mengatakan bahwa manusia pada hakekatnya adalah jiwa yang bersifat kekal tetapi terpenjara dalam badan yang bersifat jasmani (sumber segala dosa).

(14)

sehingga ia memiliki kemampuan untuk memilih. Kebebasan bersifat jasmani yaitu bila tubuh manusia tidak terbelenggu untuk melakukan aktifitas yang dimaui, sejauh sesuai dengan kodratnya. Adapun kebebasan yang bersifat rohani mencakup dua hal yaitu kebebasan dalam arti pikiran dan dalam arti moral.

2) Manusia menjadi subyek dari segala perbuatannya

Hakekatnya Tuhan menjadikan manusia itu sebagai subyek dan bukan obyek. Sebagai subyek berarti manusia adalah pelaku dan penanggung-jawab segala perbuatannya. Ada ungkapan latin yang mengatakan “cogito ergo sum dan cogito ergo passum”. Itu berarti manusia itu aktif dan kreatif karena harus memikirkan, merencanakan, yang melakukan dan yang mempertanggung-jawabkan segala apa yang diperbuatnya. Manusia bukan obyek atau yang dikenai tindakan (bersifat pasif). Maka sangatlah keliru besar apabila kita mengobyektivasi sesama kita, karena di sana pasti muncul penindasan martabat manusia dan ketidakadilan.

3) Manusia dituntut untuk bertanggung-jawab dalam hidupnya

Oleh karena kesadaran akan keberadaan dirinya termasuk apa yang dipikirkan dan diperbuatnya, dalam kebebasannya, maka dari manusia selalu dituntut untuk mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya. Pertanggungan jawab itu pada dirinya-sendiri (suara hatinya), pada sesamanya (dalam sebuah sistem dan komunitas) dan kepada Tuhan Allah yang menjadi tujuan akhir dari hidupnya (seperti yang diajarkan oleh semua agama). Dalam hal ini manusia diajarkan ajaran moral yaitu bahwa manusia hendaknya bertindak sesala sesuatu dengan kesadaran, kemauan (tidak dipaksa) dan bermotivasi luhur. Bila tidak demikian maka menurut ajaran moralitas, hal itu disebut dosa.

b. Manusia Sebagai Mahluk Sosial

Manusia hidupnya tergantung satu sama lain. De facto bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian dalam arti yang sebenarnya “No man is island”, manusia adalah mahluk sosial. Dari bayi hingga dewasa bahkan ketika akan menghadapi kematian, manusia selalu membutuhkan sesamanya. Hidup ditengah-tengah manusia lain adalah fakta yang tidak terbantahkan. Dengan hidup ditengah-tengah sesamanya, manusia memiliki sifat personal yang unik dan menyejarah. Tak terbayangkan kita hidup tanpa hubungan dengan manusia lain.

1) Kenyataan Hidup dalam kebersamaan

(15)

2) Sikap-Sikap sebagai Makhluk Sosial.

Sebagai makhluk social, hidup dalam kebersamaan tidaklah mudah. Seringkali terjadi konflik kepentingan antara satu dengan yang lain karena masing-masing saling berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu dibutuhkan sikap saling pengertian, saling menghormati, dan saling kerjasama menuju suatu tatanan hidup bersama yang baik. Ciri utama sikap yang menekankan semangat sebagai makhluk sosial adalah solidaritas dan subsidiaritas. Dalam hal ini kita perlu waspada pada mentalitas egosentrisme yang mengutamakan bertindak dan mengukur segalanya dengan ke-AKU-an yke-AKU-ang kelewat batas kewajarke-AKU-an (egois). Mke-AKU-anusia bukke-AKU-anlah “homo homini lupus” (manusia menjadi serigala bagi yang lain) yang mementingkan diri sendiri tanpa mengingat nasib dan penderitaan orang lain (individual). Ia adalah “homo homini socius” (manusia menjadi sesama bagi manusia lainnya). Agar tidak menjadi serigala bagi yang lain maka sikap dasar yang ideal dalam kehidupan bersama adalah “cinta” yang hakekatnya merangkum segala-galanya dan mendasari sikap solidaritas dan subsidiaritas antar sesama manusia.

c. Sikap dalam Memperjungkan Keluhuran Martabat Manusia

Sebagai citra Allah yang memiliki martabat luhur, kita dituntut untuk menentukan sikap dalam mewujudkan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain atas martabat baik kita. Beberapa sikap yang perlu dikembangkan untuk menghormati martabat manusia antara lain:

1) Mencintai kehidupan

Gambaran Allah dalam diri manusia bukan hanya bersifat spiritual saja seperti rasionalitas, afeksi atau daya refleksi, melainkan juga dalam wujud jasmani dan rohani. Allah mengendaki agar manusia memiliki martabat yang istimewa melebihi ciptaan lain. Karena secitra dengan Allah maka manusia memiliki martabat sebagai pribadi. Kesatuan pribadi manusia sebagai jiwa dan raga inilah yang menjadi bait kudus bagi Allah (bdk. 1Kor 3:16-17). Sebagaimana Allah mencintai dan menghargai ciptaan-Nya, demikian pulalah manusia harus mencintai dan menghormati ciptaan yang lain.

2) Hormat pada kehidupan

Hidup manusia tidak terjadi dan berakhir begitu saja. Karenanya tidak seorangpun boleh merekayasa dan mengakhiri hidupnya sekehendak hatinya. Manusia tidak boleh bertindak sewenang-wenang terhadap kehidupan. Sering kali manusia disebut sebagai makhluk religious (animal religiosum). Ciri ini nampak jelas dalam pola penghayatan religiusnya yang dapat ditemukan disetiap kebudayaan yang ada. Manusia selalu mengusahakan relasi dengan sesuatu yang bersifat adikodrati yang bagi orang Kristen dinamai Allah. Relasi Allah-manusia ini bersifat unik karena sangat personal dan menyangkut dirinya dengan Allah. Berkat anugerah Allah manusia sanggup mengatasi segala sesuatu dan segala peristiwa dalam hidup sehari-hari hingga sampai kepada Allah.

3) Menghargai personalitas manusia

(16)

memilih sendiri apa yang penting bagi hidupnya. Dengan demikian manusia menjadi makhluk yang otonom. Personalitas manusia ini juga terlihat dari ketergantungannya pada Allah menyangkut kebenaran dan kebaikan. Personalitas dan kebebasan manusia terarah pada tujuan, sasaran dan nilai-nilai tertentu. Personalitas manusia dimengerti dalam kesatuan antara tubuh dan roh. Kesatuan inilah yang memampukan manusia agar dalam setiap pilihannya mampu bertanggung jawab. Akan tetapi pengertian ini tetap menimbulkan kesulitan tersendiri, terutama pengertian personalitas dan kebebasan bila dikaitkan dengan orang-orang yang tidak dapat menunjukkan fungsi rohnyaseperti: janin, orang idiot, atau yang menderita penyakit. Maka salah satu sikap yang perlu dipupuk adalah menghargai manusia sebagai person karena hal ini sudah mulai memudar ditengah arus zaman dengan segala kompleksitasnya.

4) Memelihara hidup yang adalah suci dan berkualitas

Manusia adalah ciptaan Allah. Setiap manusia dipanggil untuk merealisasikan kepenuhan citra Allah tersebut. Manusia bukanlah tuan atas hidupnya. Karena itu setiap individu mempunyai kewajiban etis untuk menghormati kehidupan tanpa syarat. Hidup manusia adalah baik karena berasal dari Allah dan pada hakikatnya hidup manusia itu suci. Dengan menyadari harkat hidup manusia yang agung karena Penciptanya yang Maha Agung, manusiapun tidak boleh semena-mena terhadap kehidupan.

5) Mempertahankan kemurnian hidup.

Cinta Allah kepada manusia melebihi ciptaan lain. Karena cinta-Nya inilah maka ia mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa. Melalui Kristus, Allah mau tinggal dan hidup dengan manusia. Kehadiran Kristus ini memberi makna baru pada tubuh manusia sebagai tempat yang kudus bagi Roh Kudus, sehingga disebut juga sebagai Bait Roh Kudus (1Kor 3:16). Dalam arti ini, tubuh tidak lagi dipahami sebagai alat yang dapat diobyekkan, tetapi dipahami sebagai tempat tinggal Allah. Melalui kebangkitan Kristus, hidup manusia diselamatkan dan semakin disucikan. Hidup manusia tidak berakhir didunia, melainkan terarah kepada tujuan tertentu yakni hidup kekal. Dengan kebangkitan Kristus pula, hidup manusia selalu terarah kepada Allah dan semakin dekat dengan penciptanya, “sehingga bukan aku lagi yang hidup melainkan Kristuslah yang hidup di dalam diriku.” (Gal 2:20). Demikianlah ungkapan St. Paulus untuk mengatakan bahwa hidup manusia harus selalu terarah kepada Allah.

Pertanyaan Refleksi dan Pendalaman

1. Jelasakan tugas manusia sebagai Citra Allah yang bermartabat luhur!

2. Apakah sikap hidup manusia sekarang ini masih mencerminkan keluhuran martabatnya?

3. Pelanggaran apa saja yang dilakukan terhadap keluhuran martabat manusia?

Referensi

Dokumen terkait

dengan metode drill dapat meningkatkan keterampilan memakai sepatu bertali. pada subjek DP, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, antara lain

 Klitoris merupakan alat reproduksi betina bagian luar yang homolog dengan gland penis pada hewan jantan yang terletak pada sisi ventral sekitar 1 cm dalam labia. Klitoris

Sebuah mobil ambulans menempuh jarak 10 km pada kecepatan 50 km/jam, Berapakah kecepatan (dalam km/jam) yang harus dicapai oleh ambulans tersebut agar total waktu tempuh

Pop Up dalam buku merupakan bagian yang berperan dalam menarik minat anak-anak untuk mengenal cerita rakyat Talaud Legenda Batu Ular selain dari tampilannya

Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi aset tangible , aset intangible , dan karakteristik kompetitif ( competitive characteristic ) adalah exploratory factor

Oleh karena itu, pada penelitian ini Penulis tertarik untuk mengkaji model mangsa pemangsa yang melibatkan dua pemangsa yang saling berkompetisi dan satu mangsa dengan

Cambridge Pre-U is designed specifically for students aged 16 to 19 who want to go to university.. It develops the

 Sayat cabang atau batang hingga benar-benar bersih dari bagian kulit ataupun cambium dari batang pohon tersebut.Balut dan tutup hasil kupasan yang sudang selesai, diberi