• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI PREDIKTOR KUALITAS HIDUP PADA IBU DARIANAK DOWN SYNDROME

DI SUKABUMI

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH

RISA NURHAYATI NIM 130811606747

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Artikel penelitian oleh Risa Nurhayati ini

telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing.

Malang, 22 Juni 2017 Pembimbing I,

Dr. Tutut Chusniyah, M.Si NIP. 19640602 199802 2 001

Malang, 22 Juni 2017 Pembimbing II,

(3)

PENERIMAAN DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI PREDIKTOR KUALITAS HIDUP PADA IBU DARIANAK DOWN SYNDROME

DI SUKABUMI

RISA NURHAYATI

Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang E-mail: risanurhayati@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerimaan diri dan dukungan sosial sebagai prediktor kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome di Sukabumi. penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan deskriptif dan prediktif. Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki anak down syndrome dan berstatus sebagai ibu kandung yang berada di Sukabumi. Instrumen yang digunakan berupa skala penerimaan diri, skala dukungan sosial, dan skala kualitas hidup. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear ganda. Berdasarkan hasil analisis diperoleh enam kesimpulan bahwa sebagian besar ibu dari anak down syndrome (1) memiliki kualitas hidup yang tinggi (2) memiliki penerimaan diri yang tinggi (3) memiliki dukungan sosial yang tinggi (4) penerimaan diri sebagai prediktor kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome (5) dukungan sosial sebagai prediktor kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome (6) penerimaan diri dan dukungan sosial sebagai prediktor kualitas hidup pada ibu dari anak down syndrome.

Kata kunci: penerimaan diri, dukungan sosial, kualitas hidup dan ibu dari anak down syndrome

Abstract

The purpose of this research are to know wether self-acceptance and social support as a predictor of quality of life in mother of down syndrome children in Sukabumi. This research uses quantitative approach with descriptive and predictive design. The subjects were mothers who have children with down syndrome and status as biological mother in Sukabumi. Instrument used in the form of self acceptance scale, social support scale and quality of life scale. The analysis in this research is descriptive analysis and multiple linear regression analysis. Based on the results obtained by the analysis of six conclusions that mostly mothers of down syndrome children (1) have a high quality of life (2) have high self acceptance (3) have high social support (4) self acceptance as a predictor of quality of life in mothers of down syndrome (5) social support as a predictor of quality of life in mothers of down syndrome (6) self acceptance and social support as a predictor of quality of life in mothers of down syndrome.

(4)

Anak merupakan anugerah istimewa yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Namun tidak sedikit dari mereka yang terlahir dengan kondisi kurang beruntung atau memiliki gangguan dalam proses kehidupannya. Gangguan yang terjadi pada masa kanak-kanak sebagian besar menghambat perkembangan potensi-potensinya. Salah satu gangguan yang sering terjadi pada anak yaitu down syndrome. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh anak down syndrome

menjadi tantangan tersendiri bagi seorang ibu yang mengurusnya. Dalam kehidupan sehari-hari ibu berperan sebagai seorang caregiver bagi anak down syndrome, caregiver adalah seseorang yang membantu orang lain yang memerlukan bantuan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari (Khan dkk, 2015). Sebagai caregiver dari anak down syndrome beban yang dialami oleh ibu semakin berat, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Abbasi dkk (2016) bahwa ibu dari anak gangguan perkembangan mengalami tingkat stres yang tinggi, masalah kesehatan, hilangnya rasa tanggung jawab, kerusakan dalam fungsi fisik, dan kelelahan. Hal tersebut menjadikan kualitas hidup dari seorang ibu menjadi rendah.

Adapun pengertian dari kualitas hidup adalah kualitas yang dirasakan dari kehidupan sehari-hari individu yang meliputi penilaian kesejahteraan atau ketiadaan, hal tersebut mencakup semua aspek emosional, sosial, dan fisik individu (Khan dkk, 2015). WHOQOL-BREF (1998), individu yang memiliki kualitas hidup yang tinggi akan memiliki, (1) kesehatan mental yang baik; (2) keadaan psikologis yang baik seperti perasaan positif, harga diri, citra diri, memori dan konsentrasi yang baik, dapat belajar dan berpikir dengan baik; (3) hubungan sosial yang baik; dan juga (4) kondisi lingkungan yang baik. Dan begitu sebaliknya.

(5)

keluarga, teman, lingkungan, dan diri. Serta komponen afektif yang merupakan pengalaman individu dari perasaan positif, emosi negatif, dan adanya emotional support seperti kesejahteraan sosial berupa hubungan, dukungan, dan keterlibatan

masyarakat.

Berdasarkan penelitian Edwards (2002) diatas, menunjukkan bahwa diri (dalam konteks ini merujuk pada penerimaan diri) dan dukungan sosial diduga menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Menurut Sheerer (1948) penerimaan diri adalah suatu penilaian diri dan keadaan secara ojektif, mampu menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Penerimaan ibu terhadap seorang anak merupakan refleksi dari penerimaan dirinya (Maslow dalam Hjelle dan Ziegler, 1992). Menurut Wijayanti (2015) ibu yang memiliki penerimaan diri yang baik maka akan dengan mudah menerima kekurangan anaknya, begitu pula sebaliknya. Pendapat tersebut didukung oleh Buss (dalam Wijayanti, 2015) bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik menunjukkan sikap menyayangi diri sendiri dan juga lebih memungkinkan untuk dapat menyayangi orang lain, sedangkan individu yang penerimaan dirinya rendah maka cenderung membenci dirinya sendiri dan lebih memungkinkan untuk membenci orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik akan memiliki konsep diri yang stabil sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan diri yang baik disertai rasa aman untuk mengembangkan diri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya secara keseluruhan (Friedman, 2010).

Selanjutnya, yang mempengaruhi kualitas hidup adalah dukungan sosial menurut Cutrona dan Russell (1987) adalah serangkaian tingkah laku interpersonal dari para anggota kelompok sosial yang bertujuan untuk membantu individu didalam kelompok tersebut agar dapat melewati peristiwa dan kondisi yang tidak menyenangkan. Selain itu Broadhead (1983) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan sebuah proses yang memiliki efek positif bagi individu yang tengah menghadapi suatu stresor. Dukungan tersebut dapat diperoleh dari lingkungan di mana ia tinggal namun dukungan sosial yang paling penting adalah dari pasangan, orang tua, dan keluarga (Sarafino & Smith, 2014).

(6)

tersebut didukung oleh Angermeyer dkk (2002) yang menyatakan bahwa apabila dukungan sosial berkurang maka kualitas hidup seseorang akan menurun. Selanjutnya Marzuki dkk (2015) menyatakan bahwa individu yang menghadapi stres dan kurang mendapat dukungan sosial cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah namun individu yang stres tetapi menerima dukungan sosial yang baik memiliki kecenderungan untuk mendapatkan kesejahteraan psikologis yang lebih baik. Dukungan sosial dianggap sebagai pengirim informasi yang membuat orang merasa merawat dan mencintai, dihormati dan merasa bahwa mereka adalah bagian dari anggota masyarakat yang membentuk tanggung jawab kolektif. Dukungan sosial dapat mengurangi dampak negatif terhadap peningkatan kualitas hidup.

Penerimaan diri dan dukungan sosial diduga memiliki kaitan yang erat dengan kualitas hidup, sebagaimana yang dinyatakan oleh Edwards (2002) bahwa dukungan dan diri merupakan komponen pendukung yang membentuk kualitas hidup. Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis untuk individu (Marzuki dkk, 2015) sehingga kualitas hidup seorang ibu dari anak down syndrome dapat meningkat. Dukungan sosial yang didapat akan mempengaruhi

penerimaan diri seorang ibu dari anak down syndrome, hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Reza (2013) bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula penerimaan dirinya. Ketika dukungan sosial dan penerimaan diri tinggi maka kualitas hidup seseorang juga akan tinggi.

METODE

(7)

koefisien reliabilitas sebesar 0,875, 2) skala dukungan sosial dari Cutrona dan Russel yang terdiri dari 24 aitem. Berdasarkan uji coba skala yang telah dilakukan diperoleh 18 aitem valid dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,882, 3) skala kualitas hidup dari WHO yang terdiri dari 26 aitem. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan diperoleh 22 aitem valid dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,839. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan regresi linear ganda.

HASIL

Berdasarkan skor T dan persentase jumlah subjek pada masing-masing kategori dapat disimpulkan bahwa 34 orang ibu yang memiliki anak down syndrome atau sebanyak 53% memiliki kualitas hidup yang tinggi. 40 ibu yang memiliki anak down syndrome atau sebanyak 62% memiliki penerimaan diri yang tinggi. Serta 36 orang ibu yang memiliki anak down syndrome atau sebanyak 56% mendapatkan dukungan sosial yang tinggi.

Berdasarkan perhitungan uji normalitas seluruh data berdistribusi normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa tidak ada penyimpangan dari linearitas, sehingga diketahui bahwa terdapat hubungan linear antara variabel penerimaan diri dengan kualitas hidup dan variabel dukungan sosial dengan kualitas hidup. Berdasarkan uji autokorelasi menggunakan Durbin-Watson menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi. Selain itu, berdasarkan uji multikolinearitas menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel penerimaan diri dan variabel dukungan sosial. Dengan demikian disimpulkan bahwa seluruh uji asumsi prasyarat terpenuhi.

(8)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan menggunakan skor T diketahui bahwa sebagian besar kualitas hidup ibu yang memiliki anak down syndrome ada pada kategori tinggi dan sisanya ada pada kategori rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak down syndrome hidup dengan sejahtera.

Kualitas hidup berarti kesejahteraan secara keseluruhan yang dirasakan oleh individu dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup aspek kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan (WHOQOL-BREF, 1998). Istilah kualitas hidup digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan secara umum dari individu (Heydarnejad dkk dalam Siregar & Muslimah, 2014) yang mengacu pada gambaran kehidupan dimana seseorang hidup seperti kesehatan, pendapatan, kualitas perumahan, aktivitas peran sosial, dan kepuasan pribadi terhadap kondisi kehidupan yang demikian (Brown dkk, 1996).

Individu yang memiliki kualitas hidup yang tinggi berarti memiliki tingkat kepuasan yang tinggi pada setiap aspeknya. Ketika seorang ibu memiliki anak down syndrome dengan kualitas hidup yang tinggi, maka ia mampu menghadapi

semua tantangan-tantangan yang ada di sepanjang kehidupannya yang salah satunya adalah memiliki anak down syndrome itu sendiri, begitupula sebaliknya (Edwards, 2002).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan menggunakan skor T diketahu bahwa penerimaan diri ibu yang memiliki anak down syndrome sebagian besar ada pada kategori tinggi dan sisanya ada pada kategori rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang ibu yang memiliki anak down syndrome menyadari, memahami, dan mampu menerima dirinya sebagai orang tua yang memiliki anak down syndrome, serta menjalani hidupnya seperti ibu-ibu lain pada umumnya

(9)

tidak selalu mengenai down syndrome) sehingga dapat bertukar pikiran dan perasaan yang menjadikan penerimaan dirinya tinggi.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dengan menggunakan skor T diketahui bahwa sebagian besar dukungan sosial yang diterima oleh ibu yang memiliki anak down syndrome ada pada kategori tinggi dan sisanya ada pada kategori rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang disekelilingnya memberikan dukungan sosial yang baik, baik dalam bentuk fisik maupun psikis.

Dalam penelitian ini, ibu yang memiliki anak down syndrome memperoleh dukungan sosial berupa bimbingan yang mencakup saran, pengarahan atau informasi yang dapat ibu gunakan untuk mengatasi masalah; penghargaan diri yaitu dukungan sosial yang akan meningkatkan keyakinan diri ibu bahwa ia dihargai dan memiliki kompetensi dalam menyelesaikan masalah; integrasi sosial yaitu bentuk dukungan sosial yang membuat seseorang merasa diterima oleh suatu kelompok; kelekatan yaitu berupa perasaan kedekatan secara emosional kepada orang lain yang memberikan rasa aman; kesempatan untuk mengasihi yaitu kesempatan untuk memberikan bantuan kepada seseorang; serta jaminan adanya seseorang yang dapat membantu saat dibutuhkan (Cutrona &Russell, 1987).

Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Sunda. Berdasarkan observasi peneliti, masyarakat Sunda memiliki kedeketan yang erat antartetangga yang menjadikan setiap orang saling mendukung. Oleh karena itu, dukungan sosial yang diperoleh dalam penelitian ini tergolong tinggi. Dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya dukungan sosial dapat dipengaruhi oleh budaya. Seperti yang dijelaskan oleh Sarafino dan Smith (2014) bahwa hubungan yang dimiliki oleh seorang individu dengan orang-orang yang ada dilingkungannya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dukungan sosial.

(10)

Hjelle & Ziegler, 1992). Seorang ibu yang memiliki anak down syndrome harus mempunyai penerimaan diri yang baik agar dapat berdamai dengan keadaan yang menimpanya sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Wijayanti (2015) mengatakan bahwa ibu yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat dengan mudah menerima kekurangan anaknya, begitu pula sebaliknya. Ibu yang memiliki penerimaan diri yang baik akan memiliki konsep diri yang stabil sehingga mampu memahami diri sendiri dan memiliki keyakinan diri yang baik disertai rasa aman untuk mengembangkan diri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan (Friedman, 2010).

Hasil dari penelitian ini, mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hestiningrum (2011) pada wanita lanjut usia bahwa terdapat hubungan positif antara penerimaan diri dengan kualitas hidup. Artinya semakin tinggi penerimaan diri individu maka semakin tinggi pula kualitas hidupnya, begitupula sebaliknya.

Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan regresi linear ganda menunjukkan hasil bahwa dukungan sosial merupakan prediktor kualitas hidup pada Ibu dari anak down syndrome. Dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh ibu yang memiliki anak down syndrome agar dirinya tidak merasa terlalu berbeda dengan orang lain dan merasa bahwa dirinya sama berharganya dengan ibu yang memiliki anak normal. Kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh dukungan sosial disekelilingnya, seperti yang dikatakan oleh Angermeyer dkk (2002) bahwa dukungan sosial yang kurang maka akan menurunkan kualitas hidup. Ungkapan tersebut didukung oleh Marzuki dkk (2015) bahwa individu yang kurang mendapat dukungan cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah, tetapi jika individu menerima dukungan sosial yang baik maka memiliki kecenderungan untuk mendapatkan kesejahteraan psikologis yang lebih baik.

(11)

menjalani rehabilitasi yang menyatakan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan yang positif dengan kualitas hidup.

Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan regresi linear ganda secara simultan menunjukkan hasil bahwa penerimaan diri dan dukungan sosial merupakan prediktor kualitas hidup pada Ibu dari anak down syndrome.

Dukungan sosial yang tinggi menghasilkan perasaan positif pada ibu dari anak down syndrome sehingga ibu tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak terlalu berbeda dengan orang lain, merasa dihargai, merasa aman, dan diterima oleh lingkungan sosialnya (Cutrona & Russell, 1987). Ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi maka kemungkinan besar orang tersebut juga memiliki penerimaan diri yang baik. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Reza (2013) yang menyatakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi pula penerimaan dirinya.

Ibu dari anak down syndrome memerlukan penerimaan diri yang baik serta dukungan sosial yang tinggi dari lingkungannya untuk dapat meminimalkan dampak psikologis yang dapat memicu rendahnya kualitas hidup seorang ibu. Karena ibu yang memiliki anak down syndrome menghadapi berbagai macam masalah, tantangan dan isu-isu yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Stres emosional dan fisik seperti frustrasi, depresi, kelelahan, kemarahan, rasa bersalah, kesepian akan mempengaruhi bagaimana kualitas hidup seorang ibu (Abbasi dkk, 2016).

KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti mengajukan beberapa saran bagi masyarakat, ibu yang memiliki anak down syndrome, dan peneliti selanjutnya. Saran yang diberikan kepada masyarakat adalah Masyarakat diharapkan dapat mempertahankan bahkan meningkatkan dukungan sosial yang baik pada ibu yang memiliki anak down syndrome serta masyarakat juga dapat memberikan dukungan sosial yang lebih besar pada ibu yang memiliki anak down syndrome dengan level berat agar kualitas hidup mereka meningkat. Saran yang diberikan kepada ibu dari anak down syndrome adalah agar ibu dapat menerima dirinya dengan baik dan bagi ibu yang sudah memiliki penerimaan diri yang baik agar dapat dipertahankan dan bagi ibu yang memiliki penerimaan diri yang masih rendah, diharapkan dapat mengikuti suatu paguyuban ibu yang memiliki anak down syndrome sehingga dapat menerima dirinya dengan lebih baik lagi agar mendapatkan kualitas hidup yang baik. Saran yang diberikan kepada peneliti selanjutnya adalah agar dapat mempertimbangkan keberagaman subjek yang lain, serta memperhatikan tingkat pendidikan dan budaya, sehingga dapat mengetahui hasil penelitian yang diperoleh apakah terdapat kesamaan atau tidak. Dalam proses analisis data juga disarankan untuk menggunakan analisis faktor.

DAFTAR RUJUKAN

Abbasi, S., Sajedi, F., Hemmati, S., Najafi Fard, T., Azadchehr, M.J., & Poursadoghi. A. 2016. Evaluation of quality of life in mothers of children with Down syndrome. Journal of Practice in Clinical Psychology, 4(2), 81-88.

Angermeyer, M., Holzinger, A., Matschinger, H., Strengler-Wenzke, K. 2002. Depression and Quality of Life: Result of A Follow-Up Study. Journal of Social Psychiatry, (Online), 48(3): 189-199.

Broadhead, J. (1983). Social Support and Health: A review physiological processess potentially underlying link to disease outcomes. Journal of Behavioral Medicine, 29 (4), 377-387.

Brown, I., Renwick, R., Nagler, M. (1996). Conceptual Approaches, Issues, and Applications. Quality of Life in Health Promotion and Rehabilitation. London: Sage Publications.

(13)

Edwards, C. (2002). Handbook of Disease Burdens nad Quality of Life Measures. London: University of Arizona.

Fiona, Kanti & Fajrianthi. 2013. Pengaruh Dukungan Sosial Tehadap Kualitas Hidup Penderita Skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, (Online), 2(3): 106-113, ( http://journal.unair.ac.id), diakses 28 mei 2017. Friedman, Marylin M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan

Praktik. Jakarta: EGC.

Hestiningrum, Erni. 2011. Hubungan antara Penerimaan Diri dan Religiusitas terhadap Kualitas Hidup pada Wanita Lanjut Usia. Tesis tidak

diterbitkan. Yogyakarta: UGM.

Hjelle, L.A & Ziegler, D.J. 1992. Personality Theories, Basic Assumtion, Research, and Applications (3rd ed). New York: McGraw-Hill International Editions.

Khan dkk, ashima Mehboob. 2015. Quality of Life of Caregivers and Non Caregiver. Chief Clinical Psychologist, 11(1) : 35-39.

Marzuki, Najib Ahmad., Mustaffa, Che Su., Johari, Johana., Rahaman, Nur Hafizza. 2015. Stress and Social Support as Predictors of Quality of Life: A Case among Flood Victims in Malaysia. International journal of Social, Behavioral, Educational, Economic, Business and Industrial Engineering, (Online), 9(10): 3339-3344.

Noviarini, Nur Afni., Dewi, Mahargyantari Purwani., Prabowo, Hendro. 2013. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Pecandu Narkoba yang Sedang Menjalani Rehabilitasi. Jurnal Psikologi, (Online), 5(-): 116-122, (ejournal.gunadarma.ac.id), diakses 28 mei 2017.

Reza, Muhammad. 2013. Hubungan antara Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri pada Remaja Penderita HIV di Surabaya. Jurnal Psikologi, (Online), 01(03): 1-7, (ejournal.unesa.ac.id), diakses 9 Februari 2017.

Sarafino, Edward & Smith, Timothy. 2014. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (8th Ed). United State of America.

Sheerer, Elizabeth. 1948. An Analysis of The Relationship between Acceaptance of and Respect for Self and Acceptance of and Respect for Others in Ten Counseling Cases. Journal consulting psychology, 1(3): 169-175.

(14)

Wijayanti, Dian. 2015. Subjective Well-Being dan Penerimaan Diri Ibu yang Memiliki Anak Down Syndrome. Jurnal Psikologi, (Online), 4(1): 120-130.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Hasil Pemantauan bulan lalu, telah dilaporkan bahwa pada tanggal 3 Juli 2007 terjadi demonstrasi oleh ribuan warga Aceh Timur yang menuduh PT Bumi Flora

Maṣlaḥah ḍ arūriyyah (kebutuhan primer), yaitu segala sesuatu yang harus ada demi tegaknya kehidupan manusia untuk menopang kemaslahatan agama dan dunia di mana

Berdasarkan rasional tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengungkap isi dan pelaksanaan program pelayanan pada klien eks-pecandu narkoba yang telah terlaksana di Kota

Sistem Pemindah Barang otomatis adalah suatu sistem yang dikendalikan oleh mikrokontroler atau computer yang dapat mengambil dan menaruh barang secara otomatis

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa perlindungan hukum bagi para pihak dalam E-Commerce sebagai akibat dari globalisasi ekonomi mencakup dua sisi yaitu dalam Perjanjian dan

Puji syukur penulis panjatkan kepada allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Asuhan

Tentang pola asuh orangtua dengan perilaku sulit makan pada anak usia. prasekolah dapat di gambarkan kerangka teori

Peneliti menyimpulkan secara keseluruhan bahwa fungsi pengawasan berdasarkan konsep Sarwoto mengenai pengawasan yang diperlukan bagaimana pengawasan itu menjadi lebih