• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah Naga Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kadar Beta-Karoten Kulit Buah Naga Menggunakan Spektrofotometer UV-VIS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KADAR BETA-KAROTEN KULIT BUAH NAGA MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

Nururrahmah, Wiwied Widiarnu

Program Studi Kimia, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang analisis kadar senyawa beta-karoten pada kulit buah naga (Hylocereus undatus). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar beta-karoten pada kulit buah naga bagian luar dan bagian dalam dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Ekstraksi senyawa beta-karoten dari kulit buah naga dilakukan dengan menggunakan petroleum eter kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Setelah itu ditambahkan natrium sulfat anhidrat dan dibekukan selama 24 jam. Setelah dilakukan analisis senyawa beta-karoten dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah naga mengandung senyawa beta-karoten. Berdasarkan hasil analisis spektrofotometer UV-Vis, pada panjang gelombang maksimum sebesar 485 nm, kulit buah naga bagian luar memiliki rata beta-karoten sebesar 181,6 ppm dan kulit buah naga bagian dalam memiliki rata-rata kadar beta-karoten sebesar 224,2 ppm

Kata Kunci: kulit buah naga, beta-karoten, spektrofotometer UV-Vis

PENDAHULUAN

Beta-karoten adalah jenis pigmen yang ditemukan dalam tanaman, terutama wortel dan sayuran berwarna. Beta-karoten juga digunakan sebagai zat pewarna untuk makanan seperti margarin. Beta-karoten juga dapat dikonversi menjadi vitamin A (retinol) oleh tubuh. Vitamin A diperlukan untuk penglihatan yang baik dan kesehatan mata, untuk sistem kekebalan yang kuat, dan untuk kesehatan kulit dan selaput lendir. Sementara sejumlah besar vitamin A dalam bentuk suplemen dapat menjadi racun, tubuh akan mengkonversi hanya lebih banyak vitamin A dari beta-karoten karena kebutuhan. Itu berarti beta-karoten dianggap sebagai sumber vitamin A yang aman.

Beta-karoten adalah antioksidan yang memiliki fungsi melindungi tubuh dari molekul yang disebut radikal bebas yang merusak. Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel melalui proses yang dikenal sebagai oksidasi. Seiring waktu, kerusakan ini dapat menyebabkan sejumlah penyakit kronis. Terdapat pembuktian bahwa banyaknya asupan antioksidan melalui diet akan membantu meningkatkan sistem kekebalan, melindungi terhadap radikal bebas, dan dapat menurunkan risiko dua jenis penyakit kronis yaitu penyakit jantung dan kanker (Ehrlich, 2010).

Buah naga merah terkenal sebagai salah satu sumber beta-karoten. Dalam 100 g buah naga mengandung beta-karoten 0,005 – 0,012 mg. Buah naga

(2)

merah juga kaya akan kandungan serat. Serat pada buah naga sangat baik, mencapai 0,7-0,9 g per 100 g. Serat sangat dibutuhkan tubuh untuk menurunkan kadar kolesterol. Serat akan mengikat asam empedu dan kemudian dikeluarkan bersama feses. Semakin tinggi konsumsi serat, semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh. Serat pangan (dietary fiber) juga mampu memperpendek transit time yang dapat membuat waktu zat karsinogenik bermukim dalam tubuh juga semakin pendek, sehingga kesempatan membahayakan tubuh semakin kecil (Hardjadinata, 2010).

Buah naga merah yang akhir-akhir ini banyak diminati masyarakat luas, kulitnya yang berjumlah 30-35 % seringkali hanya dibuang sebagai sampah saja. Sebagai upaya pemanfaatan limbah kulit buah naga merah yang belum optimal, guna meningkatkan nilai ekonomis dari kulit buah naga merah serta daya gunanya bagi masyarakat. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk menganalisis beta-karoten pada kulit buah naga merah sehingga dapat dijadikan alternatif sumber beta–karoten. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat berapa kadar beta-karoten dari kulit buah naga merah hasil ekstraksi sehingga dapat dijadikan sebagai alternative sumber bahan pangan maupun untuk pengobatan dengan mengetahui kadar beta-karoten buah naga tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah naga adalah buah tropis yang dihasilkan oleh kaktus hylocereus. Buah

ini juga dikenal sebagai pitaya, pitahaya, stroberi pir, dan thang loy, buah berbentuk lonjong-oval dengan warna kulit terang merah ditutupi dengan sisik berwarna hijau. Daging buahnya manis, halus, putih atau merah-ungu, dan terdapat banyak benih hitam berukuran kecil. Buah ini memiliki rasa terbaik ketika dipanen saat warna kulitnya merah seluruhnya (Wall, 2008).

Sejak dahulu, buah naga sudah sangat umum di negara asalnya di mana buah naga dikonsumsi oleh masyarakat umum. Baru-baru ini buah naga diperdagangkan di pasar internasional dan menjadi buah ekspor dari Vietnam (Crane, 2005). Buah naga sekarang menyebar di banyak negara Asia, seperti Thailand, Laos, Indonesia, Kamboja, Taiwan, dan Jepang, dengan menggunakan perbanyakan dari Vietnam (Nerd, et al, 2002). Di Indonesia, buah ini relatif baru dan sudah mendapatkan tempat dan harga yang baik di pasaran. Spesies yang dapat ditemukan adalah buah naga kulit merah dengan daging buah merah keunguan (Hylocereus costaricencis Web. Britton & Rose) (Jaya, 2010). H. costaricensis ini dipilih untuk dibudidayakan karena menghasilkan buah yang besar dan menarik (Mizrahi et al, 1997).

Klasifikasi Tanaman Buah Naga Merah

Genus Hylocereus (A. Berger) Britton & Rose adalah genus kecil yang berisi sekitar 18 spesies Amerika Tropis. Anggota dari genus ini adalah vine cacti atau kaktus yang memanjat (memanjat dengan akar aerial atau bersifat epifit di alam) dengan tiga batang miring dan

(3)

sebagian besar dengan sangat harum bunga putih nokturnal. Buah naga adalah nama umum untuk buah dari beberapa spesies kaktus. Karena jenis kaktus ini merupakan tanaman baru, masih banyak kebingungan tentang identitas taksonominya.

Edible cactus atau kaktus yang buahnya dapat dimakan dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan sifat alami batang, yaitu kaktus vine (epifit, memanjat, atau merangkak) atau kolumnar kaktus. Spesies kaktus vine mempunyai dua genera yang berbeda Hylocereus dan Selenicereus sedangkan spesies kaktus kolumnar mempunyai tiga genera yaitu Cereus, Pachycereus, dan Stenocereus (Gunasena et al, 2007). Tabel 1. Warna kulit dan daging buah

beberapa spesies buah naga Spesies Warna

kulit buah

Warna daging buah Hylocereus undatus Merah Putih

Hylocereus

triangularis Kuning Putih Hylocereus

costaricensis Merah Merah Hylocereus

polyrhizus Merah Merah Hylocereus

ocamponis Merah Merah Selenicereus

megalanthus Kuning Putih Cereus triangularis Kuning Putih

Acanthocereus

pitajaya Kuning Putih Cereus ocamponis Merah Merah Sumber: Crane, 2005.

Taksonomi dari tumbuhan buah naga merah:

Kingdom : Plantae (Tanaman) Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermathopyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Caryophyllidae Ordo : Caryophyllales Famili : Cactaceae Subfamili : Cactoideae Suku : Hylocereae Subsuku : Hylocerenae

Genus : Hylocereus (Berger) Britt. & Rose - Nightblooming cactus Jenis : Hylocereus costaricensis

(Weber) Britt. & Rose Sumber : (Britton, 1963) (Duxbaum,

1969) (Gunasena et al, 2007)

Morfologi Tanaman Buah Naga Merah

Tumbuhan kaktus buah naga merah (Hylocereus costaricensis) merupakan tumbuhan epifit yang habitatnya di hutan kering, hutan tepi sungai, permukaan dinding dan tebing pantai berbatu, dan daerah sangat lembab (jarang). Tumbuhan ini diamati berbunga pada bulan Mei sampai September dan berbuah pada bulan Juni sampai Oktober.

Tumbuhan ini telah digunakan di Central Valley sebagai tanaman hias karena warna yang mencolok dan ukuran bunganya. Seperti spesies kaktus lainnya, buah matang dari tumbuhan ini banyak dikonsumsi oleh hewan dan banyak ditemukan di lantai hutan. Seperti halnya kaktus epifit daerah kering atau basah musiman lainnya, tumbuhan ini membentuk kumpulan besar yang tergantung di pohon-pohon tua (Morales, 2001).

(4)

H. costaricensis atau Costa Rican nightblooming cactus termasuk kaktus epifit atau terrestial, batang mencapai panjang 70 cm dengan diameter 3-7 cm memiliki 3 rusuk, memiliki banyak cabang, selalu ditemukan dalam keadaan membentuk kumpulan, menggantung pada cabang pohon, memiliki akar sepanjang sisi datar pada batang, memiliki warna hijau keabuan. Duri berjumlah 2 sampai 4, berukuran sangat pendek, berwarna kecoklatan, biasanya disertai dengan dua rambut putih atau bulu. Tumbuhan ini tidak memilki daun. Kuncup bunga muda berbentuk bulat dan berwarna ungu. Bunga berwarna putih berukuran besar panjangnya sekitar 20-30 cm, berbau harum, memiliki jumlah kelopak yang banyak, berbentuk seperti terompet, sepals berwarna hijau kadang dengan batas merah, benang sari banyak, dasar bunga ditutupi dengan sisik yang saling tumpang tindih, bunganya hanya terbuka pada malam hari, mekar pada bulan Mei sampai September. Buahnya berwarna merah keunguan, panjang 5-10 cm, lebar 6-8 cm, memiliki sisik, dan dapat dimakan (Garguillo, 2008) (PIER, 2006).

Pada buah naga merah terkandung banyak zat gizi, terutama vitamin dan mineral essensial. Buah naga merah juga banyak mengandung antioksidan (Warisno, 2010). Kandungan nutrisi dalam buahnya yang sangat mendukung kesehatan tubuh manusia. Buah ini memiliki kandungan airnya yang sangat tinggi, sekitar 90,20% dari berat buah. Rasanya cukup manis karena didukung oleh kadar gula yang mencapai 13-18 briks (Kristanto, 2009).

Tabel 2. Zat gizi pada buah naga berwarna merah Kandungan Jumlah Air 82,5-83,0 g Protein 0,16-0,23 g Lemak 0,21-0,61 g Serat 0,7-0,9 g Abu 0,54-0,68 g Kalsium 6,3-8,8 mg Fosfor 30,2-36,1 mg Besi 0,55-0,65 mg Karoten 0,005-0,012 mg Thiamin 0,28-0,043 mg Riboflavin 0,28-0,045 mg Niasin 0,2947-0,430 mg Asam Ascorbic 8,0-9,0 mg Sumber: Crane, 2005.

Gambar 1. Struktur beta-karoten (Britton et al, 2004)

Buah naga kebanyakan dikonsumsi dalam keadaan segar. Pulp bekunya dapat digunakan untuk membuat es krim, yoghurt, jeli, selai, jus, permen dan berbagai macam kue. Industri makanan dan kosmetik menggunakan buah naga merah sebagai bahan pewarna. Bunga kuncup yang belum terbuka dapat dimasak dan dimakan sebagai sayuran (Crane, 2005). Di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa buahnya dikonsumsi dalam keadaan segar sebagai makanan penutup. Di Amerika Serikat dan Asia

(5)

tenggara buahnya digunakan sebagai bahan untuk dekorasi (Lobo, 2007).

Buah naga memiliki khasiat untuk kesehatan manusia, diantaranya ialah sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan mulut, serta pengurang kolesterol, pencegah pendarahan, dan obat keluhan keputihan (Kristanto, 2009). Buah ini mengandung captina, yang dianggap sebagai tonik jantung, serta minyak yang memiliki efek pencahar, yang efisien untuk mengontrol gastritis dan infeksi ginjal. Buah ini juga digunakan untuk pembuatan sampo dan memiliki efek terhadap sakit kepala (Donadio, 2009).

Kulit buah naga merupakan limbah hasil pertanian yang selama ini belum dimanfaatkan. Kulit buah naga ini mengandung zat warna alami betasianin yang cukup tinggi. Betasianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah dan merupakan golongan betalain yang berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetik yang lebih aman bagi kesehatan

Serbuk betasianin yang diperoleh diaplikasikan sebagai pewarna alami pangan, seperti yoghurt, es krim, dan adonan kue bolu (Erza, 2009)

Kulit buah naga merah juga dapat diolah menjadi manisan basah atau manisan kering. Kulit buah beserta daging buahnya dapat diolah menjadi selai (Suyanti, 2010). Biji buahnya digunakan oleh Spanyol pada abad keenam belas untuk membuat tinta berkualitas baik (de Cerdas, 2003).

Beta-Karoten

Beta-karoten adalah pigmen yang terjadi secara alami pada banyak tumbuhan dan organisme fotosintesis. Beta-karoten merupakan salah satu karotenoid yang banyak ditemukan dalam darah manusia (Mernitz, 2008).

Beta-karoten memiliki rumus molekul C40H56, terdiri dari

penggabungan delapan unit isoprena (C5H8) atau 2-metil-1,3-butadiena dimana

isoprena berikatan secara “kepala-ekor” kecuali pada pusat molekul berikatan secara “ekor-ekor” sehingga menjadikan bentuk molekul simetris (Gambar 2) (Pinem, 2010). Beta-karoten memiliki struktur kimia yang ditandai dengan rantai karbon yang besar dengan ikatan ganda dan tunggal yang bergantian, diakhiri pada setiap ujungnya oleh struktur cincin. Selain memberikan sifat antioksidan, ikatan ganda yang bergantian ini disebut sebagai ikatan rangkap terkonjugasi yang rentan terhadap pembelahan oksidatif dan isomerisasi dari trans ke bentuk cis (Mernitz, 2008)

Beta-karoten berwujud kristal berwarna merah kecoklatan hingga ungu. Beta-karoten agak larut dalam kloroform dan benzen, sangat larut dalam eter dan aseton, dan tidak larut dalam air. Karotenoid sangat sensitif terhadap asam, panas, cahaya, dan oksigen (Friedrich, 1988), sehingga harus selalu disimpan dalam ruangan gelap (tidak ada cahaya) dan dalam ruangan vakum, pada suhu -200C. Karotenoid yang terbaik disimpan dalam bentuk padatan kristal dan didalamnya terdapat pelarut hidrokarbon seperti petroleum, heksana atau benzena

(6)

untuk meminimalkan resiko kontaminasi dengan air sebelum dianalisa lebih lanjut (Pinem, 2010).

Sumber Beta-karoten

Senyawa karotenoid provitamin A termasuk beta-karoten ditemukan pada banyak makanan nabati seperti jeruk, sayuran yang berwarna kuning serta jingga, dan sayuran yang berwarna hijau gelap seperti amaranth dan bayam, sekalipun warna buah dan sayuran tersebut bukan indikator yang menunjukkan konsentrasi provitamin A (Ahmed, 2008). Buah-buahan seperti pepaya, mangga, serta jeruk, dan sayuran seperti wortel, labu kuning, ubi yang berwarna jingga, serta singkong kuning memiliki karotenoid provitamin A dengan jumlah signifikan (Higdon et al, 2009). Senyawa karotenoid ini tidak disintesis oleh hewan, tetapi hewan dapat dapat mengubah karotenoid yang dicernanya menjadi karotenoid hewan, seperti dalam, salem, telur, dan krustacea (de Man, 1997)

Tabel 3. Kandungan beta-karoten pada berbagai makanan

Makanan Porsi Beta-karoten (mg) Jus wortel, kaleng cup (8 fl oz) 22.0

Labu, kaleng 1 cangkir 17.0

Bayam, beku, rebus 1 cangkir 13.8 Ubi jalar, panggang 1 medium 13.1

Wortel, rebus 1 cangkir 13.0

Collard, beku, rebus

1 cangkir 11.6

Kale, beku, rebus 1 cangkir 11.5

Turnip hijau, beku, rebus

1 cangkir 10.6

Pie Labu 1 buah 7.4

Labu kuning, rebus

1 cangkir 5.7

Wortel, raw 1 medium 5.1

Dandelion hijau, rebus

1 cangkir 4.1

Cantaloupe, raw 1 cangkir 3.2 Sumber: Higdon et al, 2009.

Manfaat Beta-karoten

Kebutuhan harian vitamin A disediakan sekitar 75% dari asupan retinol (seperti ester asam lemak, terutama retinil palmitat), sedangkan 25% sisanya dari beta-karoten dan karotenoid provitamin aktif (Belitz et al, 2004). Dimana beta-karoten dapat diserap dalam bentuk utuh atau dipecah di dalam traktus intestinal hingga terbentuk dua molekul retinaldehid. Retinaldehid selanjutnya direduksi oleh enzim reduktase aldehid menjadi retinol. Retinol dari sumber apa pun akan disimpan sebagai ester retinil didalam hati. Depot yang normal dalam tubuh adalah 300 hingga 900 mg. Sebelum dilepas dari hati, ester retinil akan dihidrolisis dahulu dan alkohol bebas yang terbentuk terikat pada protein transpor yang spesifik, yaitu retinol-binding-protein (RBP) untuk transportasi ke jaringan perifer.

Efisiensi penggunaan yang diperkirakan untuk konversi beta-karoten menjadi vitamin A pada manusia adalah seperenam (0,167). Karotenoid lain dengan aktivitas vitamin A rata-rata sekitar setengah aktivitas beta-karoten. Kehamilan dan keadaan penyakit dengan gangguan absorpsi atau penyimpanan,

(7)

penggunaan yang berlebihan, atau ekskresi vitamin A yang meningkat mungkin menyebabkan peningkatan kebutuhan (Wilson, 1999).

Populasi diet dengan

mengkonsumsi makanan yang kaya akan beta-karoten menunjukkan penurunan kejadian penyakit jantung dan kanker paru-paru. Konsumsi makanan kaya akan beta-karoten juga berhubungan dengan penurunan risiko katarak dan degenerasi makula (Champe et al, 2005). Sejak tahun 1975 di Amerika Serikat Beta-karoten telah digunakan untuk mengobati fotosensitifitas pada orang dewasa yang mengidap erythropoietic protoporphyria, pada dosis <180 mg/hari (IARC, 1998).

Beta-karoten dan karotenoid sejenis yang memiliki tingkat energi triplet yang berdekatan dengan 1O2 (okigen singlet)

dapat mengaktifkan energi transfer efisien dengan 1O2 sehingga beta-karoten

dapat menjadi salah satu quencher (pemadam) alami yang paling efisien untuk 1O2. Pemadaman oksigen singlet

ini bergantung pada lingkungan, beta-karoten memiliki konstanta laju pemadaman oksigen singlet tercepat pada sistem membran (Augustin, 2005). Beta-karoten juga dapat bertindak sebagai scavengers untuk radikal alkil. Radikal distabilkan oleh resonansi yang terbentuk (Gambar 3.), sehingga unable to initiate perooxidation pada lipid. Beta-karoten paling aktif pada konsentrasi 5 x 10-5 mol/l, sementara pada konsentrasi yang lebih tinggi efek perooxidatif yang dominan. Tekanan parsial oksigen juga sangat penting harus di bawah 150 mmHg (Belitz et al, 2004).

Gambar 2. Stabilisasi radikal bebas oleh beta-karoten (Belitz et al,

2004)

Penggunaan beta-karoten (EC160a) sebagai bahan pewarna dalam makanan adalah sebagai zat yang menambah atau memperbaiki warna makanan. Penambahan beta-karoten pada makanan yang belum diproses atau susu tanpa rasa tidak diperbolehkan, namun beta-karoten dapat ditambahkan ke mentega dan beberapa keju. Beta-karoten juga digunakan sebagai pewarna dalam jus buah, minuman ringan, dan corn flakes (IARC, 1998).

Beta-karoten memiliki keuntungan besar sebagai preformed vitamin A. Sementara jumlah kelebihan vitamin A dapat dibuktikan beracun, beta-karoten adalah zat yang sama sekali tidak beracun. Bahkan, beta-karoten tampaknya lulus setiap tes keselamatan. Beta-karoten ini tidak beracun, nonmutagenik, karsinogenik, dan tidak berbahaya bagi perkembangan embrio (Null, 2009). Dosis typical beta- karoten adalah 25,000 IU, ini setara dengan makan sekitar lima wortel besar sehari-hari (Cooper, 1997). Di Indonesia angka kecukupan gizi untuk beta-karoten berdasarkan Keputusan Kepala BPOM RI (2003), untuk orang dewasa adalah 3600 μg dan untuk anak balita adalah 2400 μg.

(8)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif dengan objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah naga merah yang didapat dari penjual di Desa Sapek, Kec. Masamba, Kab. Luwu Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012. Metode kerja yang dilakukan diawali dengan preparasi sampel dimana sampel kulit buah naga merah di blender hingga hancur kemudian ditimbang 25 mg beta-karoten murni, kemudian ditambahkan 2,5 mL petroleum eter kemudian volumenya dicukupkan menjadi 250 mL dengan petroleum eter. Selanjutnya prosedur kerjanya sebagai berikut:

1. Diambil 20 mL dari larutan ini kemudian dencerkan menjadi 100 mL dengan menggunakan petroleum eter. 2. Dari arutan ini dipipet sebanyak 0,1

mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,8 mL; dan1 mL. Kemudian masing-masing ditempatkan dalam labu ukur 100 mL yang terpisah, selanjutnya masing-masing labu diisi dengan 3 mL aseton. 3. Volume ditepatkan hingga tanda batas

menggunakan petroleum eter. Konsentrasi larutan akan setara dengan 0,10 mg/L; 0,20 mg/L; 0,40 mg/L; 0,80 mg/L; 1,00 mg/L.

4. Masing-masing larutan diukur Optical Dencity (DO) larutan ini pada 485 nm. 5. Setelah itu dibuat grafik hubungan antara Optical Dencity dengan konsentrasi beta-karoten.

Penetapan Beta-karoten pada Bahan

1. Ditimbang sampel yang telah dihancurkan sebanyak 5 gram,

kemudian ditambahkan 7 ml aseton, dan kemudian ditambahkan 15 mL aquades dan dicukupkan hingga 25 mL dengan petroleum eter dalam labu ukur.

2. Larutan disentrifuge pada kecepatan 2000 rpm selama 5 menit, lalu dipipet sebanyak 4 ml ke dalam labu ukur 50 mL, selanjutnya ditambahkan 9 gram Na2SO4 anhidrat lalu dikocok

berkali-kali dan dimasukkan dalam tabung reaksi dan dibekukan selama 24 jam. 3. Setelah dibekukan, pada bagian bawah

tabung akan nampak Na2SO4 dan air

membeku sedangkan petroleum eter dan pigmen bagian atas tidak membeku, selanjutnya pigmen dan petroleum eter dipipet ke kuvet dan dibaca pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 485 nm. 4. Dilakukan pengulangan prosedur

sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel yang akan diteliti.

Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh melalui analisis beta-karoten pada kulit buah naga merah di laboratorium dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis. Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan kadar beta-karoten pada sampel. Kadar beta-karoten dapat ditentukan dari persamaan regresi kurva kalibrasi larutan standar beta-karoten.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data pengukuran absorbansi β-karoten pada ekstrak kulit buah naga bagian luar diperoleh absorbansi sebagai berikut A1=0,455

A2= 0,462

(9)

Data pengukuran absorbansi β-karoten pada ekstrak kulit buah naga bagian dalam diperoleh absorbansi sebagai berikut:

A1=0,566

A2= 0,567

A3= 0,567

Ekstraksi β-karoten

Penggunaan aseton pada sampel kulit buah naga yang telah dihaluskan bertujuan untuk melarutkan zat pigmen sehingga terpisah dari sampel. Filtrate ekstrak yang didapat berwarna merah pada kulit buah naga bagian dalam. Warna merah memberikan gambaran bahwa pada ekstrak tersebut terdapat senyawa karotenoid, karena karotenoid merupakan kelompok pigmen berwarna jingga, merah dan kuning. Penambahan aquadest dan petroleum eter pada filtrate yang berfungsi sebagai mengekstrek β-karoten, dimana petroleum eter akan menembus permukaan dinding sel. Dan untuk memastikan agar larutan homogen maka larutan disentrifuge. Natrium sulfat anhidrat digunakan untuk mengikat air sehingga diperoleh petroleum eter dan pigmen β-karoten sedangkan air dan natrium sulfat membeku. Natrium sulfat anhidrat digunakan karena cukup baik untuk mengikat air dan harganya terjangkau.

Analisis kadar β-karoten

Panjang gelombang maksimum penyerapan setiap senyawa akan sangat dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan. Setiap pelarut akan ikut menyerap radiasi dan pengaruh penyerapan ini tidak dapat dihilangkan. Hal ini akan menyebabkan amplifier menghasilkan latar belakang

yang kuat pada spektrum. Panjang gelombang maksimum β-karoten pada petroleum eter (485 nm). β-karoten dapat dilukur pada daerah sinar tampak antara lain dikarenakan struktur β-karoten mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi. Ikatan rangkap terkonjugasi dapat menyebabkan tingkat energi elektronik dari kromofor menjadi lebih rendah, sehingga akan menyerap radiasi pada panjang gelombang yang makin tinggi. Kenaikan panjang gelombang maksimum terkait dengan kepolaran pelarut. Dalam pelarut yang lebih polar transisi π-π* pada ikatan rangkap β-karoten memerlukan energi yang leih energi yang lebih rendah sehingga akan menyerap radiasi pada panjang gelombang yang lebih penting.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kulit buah naga bagian luar memiliki kadar beta-karoten rata-rata sebesar 181,6 ppm dan kulit buah naga bagian dalam memiliki kadar beta-karoten rata-rata sebesar 224,2 ppm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar beta-karoten pada kulit buah naga bagian dalam lebih banyak dari kulit buah naga bagian luar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa kadar beta-karoten dalam kulit buah naga bagian luar menunjukkan bahwa kadar beta-karoten rata-rata sebesar 181,6 ppm, kadar beta-karoten dalam kulit buah naga bagian dalam menunjukkan bahwa kadar beta-karoten rata-rata sebesar 242,2 ppm. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat dilakukan analisis kuantitatif senyawa pigmen lain dalam kulit buah naga

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, F. dan Darntonn-Hill, I. 2004. Defisiensi Vitamin A. Dalam: Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., dan Arab, L. (eds). 2004. Gizi Kesehatan Masyarakat. Terjemahan Andy Hartono. 2008. Jakarta: EGC. Anderson, R. J., Bendell, D. J., and

Groundwater, P. W. 2004. Organic Spectroscopic Analysis. Royal Society of Chemistry, Cambridge.

Augustin, Albert J. 2005. Nutrition and The Eye: Basic and Clinical Research. Karger Publishers, Basel.

Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H., dan Mendham, J. 1991. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Terjemahan A. Hadyana P. dan L. Setiono. 1994. Jakarta: EGC. Belitz, Hans-Dieter, Grosch, Werner,

Schieberle, Peter, and Burghagen, M.M. 2004. Food chemistry. 3rd revised Edition. Springer, Newyork.

Britton, George, Liaaen-Jensen, Synnøve, and Pfander, Hanspeter. 2004. Carotenoids Handbook. Birkhäuser, Basel.

Britton, Nathaniel L. and Rose, John N.

1963. The Cactaceae:

Descriptions and Illustrations of Plants of the Cactus Family, Volume 1 and Volume 2. Dover Publications, New York.

Challem, Jack. 2003. User's Guide to Nutritional Supplements. Basic Health Publications Inc, New Jersey.

Champe, Pamela C., Harvey, Richard A., and Ferrier, Denise R. 2005.

Biochemistry. 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, Philadelphia.

Cooper, Remi. 1997. Antioxidants. Woodland Publishing, Utah. Crane, Jonathan and Balerdi, Carlos.

2005. The Pitaya (Hylocereus undatus and other spp.) In Florida. IFAS Extention -University of Florida and Miami-Dade County.

Day Jr., R. A. dan Underwood, A. L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Terjemahan Iis Sopyan. 2001. Jakarta: Penerbit Erlangga.

de Cerdas, Marjorie Ross. 2003. Las Frutas del Paraíso. Editorial UCR, San Jose.

de Man, John M. 1989. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Terjemahan Kosasih Padmawinata. 1997. Bandung: Penerbit ITB.

Duxbaum, F. 1969. Die

Entwicklungswege der Kakteen in Südamerika. Dalam: Fittkau, E. J. 1969. Biogeography and Ecology in South-America, Volume 2. Springer, New York.

Donadio, Luiz Carlos. 2009. Revista Brasileria de Fruticultura. Jaboticabal. 31(3).

Ehlrich, Steven D. 2010. Beta-carotene (Online), VeriMed Healthcare Network,

http://www.umm.edu/altmed/artic les/beta-carotene-000286.htm. diakses 14 Januari 2012.

Erza, Bestari Pranutikagne. 2009. Ekstraksi Dan Uji Kestabilan Zat Warna Betasianin dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Alami Pangan.

(11)

Tugas Akhir tidak diterbitkan. Semarang: FMIPA–UNDIP. Friedrich, Wilhelm. 1988. Vitamins.

Walter de Gruyter, Berlin.

Garguillo, Margaret B., Magnuson, Barbara L., and Kimball, Larry. 2008. A Field Guide to Plants of Costa Rica. Oxford Univ. Press, New York.

Gunasena, H. P. M., Pushpakumara, D. K. N. G., and Kariayawasm, M. 2007. Dragon fruit: Hylocereus undatus (Haw.) Britton and Rose. Dalam: Pushpakumara, D. K. N. G., Gunasena, H. P. M., and Singh, V. P. (eds). 2007. Underutilized fruit trees in Sri Lanka. World Agroforestry Centre, New Delhi.

Hardjadinata, Sinatra. 2010. Budi Daya Buah Naga Super Red Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hart, Harold. 1983. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat. Edisi Keenam. Terjemahan Suminar Achmadi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

IARC Working Group on the Evaluation of Cancer Preventive Agents. 1998. IARC Handbook of Cancer Preventive: Volume 2 Carotenoids. International Agency for Research on Cancer, Lyon.

Jaya, I Komang Damar. 2010. Morfologi dan Fisiologi Buah Naga dan Prospek Masa Depannya. Crop Agro. 3(1): 44-50.

Kenkel, John. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. 3rd Edition. CRC Press LLC, Florida. Keputusan Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan Republik

Indonesia No HK.00.05.5.1142 tentang Acuan Pencantuman Persentase Angka Kecukupan Gizi pada Label Produk Pangan. 2003. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kristanto, Daniel. 2009. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya, Jakarta. Lobo, Ramiro. 2007. Pitahaya (Dragon Fruit) Research & Production in California Makalah disajikan pada UC Small Farm Program 2007 Specialty Crops Conference, Davis, CA, 12 Desember 2007. Mernitz, Heather and Wang,

Xiang-Dong. 2008. Beta-carotene. Dalam: Colditz, Graham A. 2007. Encyclopedia of Cancer and Society (Online), Sage Publications.

http://www.credoreference.com.pr oxy.globethics.net/entry/sagecs/be ta_carotene. diakses 11 Februari 2012.

Mizrahi, Y., Nerd, A., and Nobel, P. S. 1997. Cacti as Crops. Dalam: Janick, Jules. 1997. Horticultural Review Volume 18. John Wiley & Sons, New York.

Nafsiah, Siti. 2000. Prof. Hembing Pemenang the Star of Asia Award: Pertama di Asia Ketiga di Dunia. Gema Insani, Jakarta. Nerd, A. and Mizrahi, Y. 1997.

Reproductive Biology of Cactus Fruit Crops. Dalam: Janick, Jules. 1997. Horticultural Review Volume 18. John Wiley & Sons, New York.

Nerd, A., Tel-Zur, N., and Mizrahi, Y. 2002. Fruits of Vine and Columnar Cacti. Dalam: Nobel, Park S. 2002. Cacti: Biology and

(12)

Uses. University of California Press, Berkeley.

Lobo, Ramiro. 2007. Pitahaya (Dragon Fruit) Research & Production in California Makalah disajikan pada UC Small Farm Program 2007 Specialty Crops Conference, Davis, CA, 12 Desember 2007. Null, Gary. 2009. Beta-Carotene:

Powerful Antioxidant. Share Guide. July/August Edition. 18, 19 and 32.

Passwater, Richard A. 1995. Beta-Carotene and Other Carotenoids. Keat's Publishing Inc, Connecticut.

Pacific Island Ecosystems at Risk. 2006. Hylocereus costaricensis (FAC Weber)Britton & Rose, Cactaceae (Online), Pacific Island Ecosystems at Risk Species.Info, http://www.hear.org/pier/species/ hylocereus_costaricensis.htm. diakses 11 Februari 2012. Pinem, Adresta. 2010. Adisi HCl pada

Karotenoid dengan Menggunakan Katalis PdCl2. Tesis tidak

diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam -Universitas Sumatera Utara. Ramadhan, Ahmad Eka dan Phaza,

Haries Aprival. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah Stage pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale Rosc) Secara Batch. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Teknik -Universitas Diponegoro.

Rossi, Marta Rivas. 1998. Cactáceas de Costa Rica. Euned, San Jose. Sa'adah, L. 2010. Isolasi dan Identifikasi

Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa

bilimbi L.). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi - Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim.

Sitorus, Marham. 2009. Spektroskopi Eludasi Struktur Molekul Organik. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sundari, Uun. 2008. Uji Banding Metode Ekstraksi Karotenoid dan Tokoferol Sari Buah Merah. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam - Institut Pertanian Bogor.

Suyanti. 2010. Panduan Mengolah 20 Jenis Buah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Utami, Retno. 2000. Pengaruh Jumlah Pelarut, Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Mutu Kulit Biji Mete (Cashew Nut Shell Liquid). Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Wall, Marisa M. and Khan, Shakil A. 2008. Postharvest Quality of Dragon Fruit (Hylocereus spp.) after X-ray Irradiation Quarantine Treatment. Hortscience. 43(7): 2115-2119.

Warisno dan Dahana, Kres. 2010. Buku Pintar Bertanam Buah Naga. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wilson, J. D. 1995. Defisiensi dan Kelebihan Vitamin. Dalam: Isselbacher, K. J., Braunwald, E., Wilson, J. D., Martin J. B., Fauci, A. S., dan Kasper D. L. (eds). 1995. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Terjemahan A. H. Asdie. 1999. Jakarta: EGC.

Gambar

Tabel  2.  Zat  gizi  pada  buah  naga berwarna merah Kandungan Jumlah Air 82,5-83,0 g Protein 0,16-0,23 g Lemak 0,21-0,61 g Serat 0,7-0,9 g Abu 0,54-0,68 g Kalsium 6,3-8,8 mg Fosfor 30,2-36,1 mg Besi 0,55-0,65 mg Karoten 0,005-0,012 mg Thiamin 0,28-0,043
Tabel  3.  Kandungan  beta-karoten  pada berbagai makanan
Gambar 2. Stabilisasi radikal bebas oleh beta-karoten (Belitz et al,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kompetensi manajerial kepala sekolah, disiplin kerja dan motivasi guru terhadap kinerja guru di

Melihat fisik dari gandang tambua sangat erat kaitannya dengan perkakas (alat yang digunakan untuk proses pembuatan) dan bahan yang dipakai untuk gendang tersebut.. Untuk lebih

Hasil analisis menunjukkan bahwa sampai saat ini hanya dua tupoksi TN yang telah dikelola untuk menghasilkan pendapatan sesuai PP No.59/1998 yaitu

Dari model ordered logit yang diaplikasikan dapat disimpulkan bahwa pendapatan berpengaruh positif terhadap probabilitas konsumen mengkonsumsi produk organik lebih sering tetapi

Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dari hasil analisis aktivitas guru dan siswa yang diperoleh, menunjukan bahwa penelitian tindakan kelas ini semua kriteria

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya pengaruh pemahaman Standar Akuntansi Pemerintahan, pemanfaatan sistem informasi akuntansi keuangan, sistem pengendalian

[r]

Sesuai Dengan skala keeratan hubungannya menurut Guiford, maka nilai korelasi sebesar 0,614 tersebut berada pada criteria korelasi antara 0,40– 0,70 maka hasil