Mitigasi Risiko Rantai Pasok Produk Donat Menggunakan
Metode
House of Risk
di UMKM Nicesy
Maria Ulfah
1*Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik , Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Jalan Jenderal Sudirman KM 3 Cilegon - 42434 Indonesia
*Corresponding author: email maria67_ulfah@yahoo.com
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Received: 2020-10-16 Revision: 2020-10-31 Accepted: 2020-11-09
UMKM Nicesy adalah salah satu UMKM yang bergerak di industri makanan yang memproduksi berbagai macam makanan seperti donat, roti, molen, bolu dan brownis. Dalam proses produksinya dari mulai bahan baku sampai hasil produksi dikirim ke konsumen masih banyak ditemui risiko yang menghambat aktivitas industri tersebut tidak berjalan lancar. Untuk mengurangi dan mengatasi berbagai risiko yang terjadi tersebut diperlukan upaya perbaikan kinerja rantai pasok secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga UMKM tetap dapat bertahan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi risiko dan sumber risiko yang mungkin terjadi dalam aktivitas rantai pasok dan menentukan aksi mitigasi yang diprioritaskan di UMKM Nicesy. Metode yang
digunakan House of Risk sedangkan penentuan kriteria bisnis proses menggunakan
dimensi Supply Chain Operation Reference (SCOR). Mitigasi risiko yang akan dilakukan
yaitu adanya karyawan yang bertanggung jawab untuk memeriksa bahan baku yang
diterima (PA1), melakukan safety stock bahan baku (PA3), membuat jadwal pembelian
bahan baku (PA6), membuat jadwal pembelian kardus packaging (PA8), membuat
peraturan minimal waktu memesan (PA5), menetapkan kebijakan terkait permintaan (PA2), memperpanjang jam kerja karyawan (PA4), mengganti atau membuat alat penggorengan elektrik (PA7), penambahan daya generator (PA9), melakukan training kepada seluruh karyawan (PA11) dan mengganti mesin yang sudah tidak layak pakai (PA10). Keywords: House Of Risk Mitigasi Risiko Rantai Pasok 1. PENDAHULUAN
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Nicesy merupakan UMKM yang bergerak di industri makanan yang memproduksi berbagai macam makanan praktis seperti donat, roti, molen, bolu dan brownis. Dalam proses produksinya dari mulai bahan baku sampai hasil produksi dikirim ke konsumen masih banyak ditemui risiko yang mengganggu kegiatan industri tersebut tidak berjalan lancar.
Risiko atau gangguan tersebut diantaranya yaitu keterlambatan pengiriman kardus packing dari supplier, pemilik usaha sering mengalami kesulitan dalam perencanaan persediaan bahan baku, produk melebihi masa tanggal kadaluwarsa karena produk donat hanya
bisa bertahan sampai 3 hari, ketika produk yang sudah melebihi batas masa tanggal kadaluwarsa maka produk tidak bisa dijual karena produk sudah tidak layak lagi dikonsumsi, serta sering terjadi complain dari retailer
mengenai produk donat, hingga terjadi permasalahan yang juga merupakan tantangan dari internal pemilik usaha ini yaitu berhentinya pekerja atau resign yang menghambat terhadap hasil produksi yang dihasilkan. Untuk mengurangi dan mengatasi risiko-risiko atau permasalahan yang terjadi dalam rantai pasok UMKM produk donat tersebut diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki kinerja rantai pasok secara bertahap dan dilakukan secara kontinu dengan mencegah dan
Available online at: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jiss
memitigasi berbagai risiko yang berpotensi timbul/terjadi.
Perbaikan dan pengukuran kinerja rantai pasok akan bermanfaat apabila dijadikan dasar dalam melakukan perbaikan [1]. Oleh karena itu, dalam pendekatan proses biasanya dilakukan pemetaan
(mapping) proses rantai pasok saat ini dan penentuan
proses rantai pasok yang ideal atau yang diinginkan. Salah satu model sistem pengukuran kinerja rantai pasok adalah berdasarkan Supply Chain Operation Reference
(SCOR) terdiri dari lima dimensi yaitu plan,source, make, deliver dan return [2].
Dalam konteks rantai pasok meningkatnya risiko adalah masalah yang kompleks dalam suatu jaringan sebagai akibat dari sumber eksternal perusahaan. Sebuah studi dari Finch [3] menyatakan bahwa jaringan antar organisasi dapat meningkatkan faktor risiko perusahaan terutama jika berhubungan dengan mitra usaha kecil dan menengah, sedangkan menurut Tang [4] risiko rantai pasok diklasifikasikan kedalam risiko operasi dan risiko gangguan.
Secara umum proses manajemen risiko rantai pasok terdiri dari identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko [5].
Tujuan pada penelitian ini adalah mengidentifikasi risiko dan sumber risiko yang mungkin terjadi dalam aktivitas supply chain dan menentukan aksi mitigasi yang diprioritaskan di UMKM Nicesy.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu SCOR (Supply Chain Operations Reference), dan HOR
(House of Risk). HOR1 digunakan untuk proses
identifikasi, analisis, dan evaluasi risiko sedangkan HOR2 digunakan untuk penanganan risiko atau mitigasi risiko.
Penelitian sebelumnya mengenai manajemen risiko rantai pasok antara lain Kurniasari [6] yaitu Model House
of Risk (HOR) untuk mitigasi risiko pada proyek
pembangunan jalan tol Gempol – Pasuruan. Penelitian lainnya dari Rika Ampuh Hadiguna [7] yang melakukan penelitian model penilaian risiko berbasis kinerja untuk rantai pasok Kelapa Sawit berkelanjutan di Indonesia. Peneliti lain Heri Tri Irawan,dkk [8] yang menganalisis risiko rantai pasok pada komoditi cengkeh, serta Sandra Mely,dkk [9] yang melakukan manajemen risiko rantai
pasok agroindustri gula merah tebu. Keempat penelitian ini menggunakan metode yang sama tetapi yang membedakan pada penelitian ini dilakukan pada bidang industri makanan, dimana dalam bidang industri makanan mempunyai sifat-sifat perishable yaitu mudah busuk yang akan sangat mempengaruhi upaya dan kegiatan manajemen pasokannya.
2. METODE PENELITIAN
Pengukuran kinerja rantai pasok Pada penelitian ini menggunakan pendekatan SCOR (Supply Chain Operation
Reference) dengan 5 proses inti yaitu plan, source, make,
deliver, dan return. Tahap untuk mengidentifikasi
kejadian risiko (risk event) dan penyebab risiko (risk
agent) dengan menyebarkan kuesioner kepada
responden yaitu pemilik usaha donat yang kemudian dihitung potensi risiko dan penyebab risiko dengan menggunakan metode House Of Risk yang terdiri dari 2 tahap, yaitu HOR 1, HOR 2 dan penentuan aksi mitigasi untuk meminimalkan risiko.
Alur penelitian di UMKM Nicesy dapat ditunjukkan pada Gambar 1 dibawah ini:
Mulai
Pengumpulan Data
Pemetaan Aktivitas Rantai Pasok dengan Metode SCOR
Identifikasi Risiko Mengidentifikasi Kejadian Risiko (Risk Event)
Analisa Risiko 1. Menentukan Nilai Severity
2. Mengidentifkasi Sumber Risiko (Risk Agent) 3. Menentukan Nilai Occurrence
4. Menetukan Nilai Kaorelasi Risk Event dan Risk Agent
5. Menghitung Nilai Aggregate Risk Potential (ARP)
Evaluasi Risiko
Menentukan Prioritas Risk Agent Berdasarkan NilaiARP
HOR 1
Mitigasi Risiko
1. Menentukan Risk Agent yang Akan Dimitigasi Berdasarkan Hasil Evaluasai Risiko 2. Mengidentifikasi Langkah Proactive Action (PA) untuk Mencegah Risk Agent 3. Menilai Tingkat Kesulitan dalam Melakukan PA
4. Menentukan Tingkat Korelasi Antara PA dan Risk Agent 5. Menghitung Nilai Efektivitas Masing-Masing PA dan Risk Agent 6. Menghitung Nilai Rasio Total Effektivitas (ETDk) 7. Menetapkan Peringkat Prioritas pada PA
Analisa
Kesimpulan dan Saran
Selesai
HOR 2
Gambar 1. Flowchart pemecahan masalah
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pengukuran manajemen risiko rantai pasok pada penelitian ini terdiri identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan mitigasi risiko.
3.1 Identifikasi risiko
Identifikasi risiko (risk event) dan penyebab risiko (risk
agent) dilakukan dengan cara observasi ke lapangan
(UMKM) untuk mengetahui kejadian risiko secara keseluruhan, brainstorming, wawancara dan pengisian kuesioner dengan pemilik UMKM Nicesy.
Identifikasi proses bisnis/aktivitas rantai pasok perusahaan berdasarkan model Supply Chain Operations
Reference (SCOR) yang terbagi dalam sub proses plan,
source, make, deliver dan return. Pembagian proses bisnis
ini bertujuan untuk mengetahui dimana risiko tersebut dapat muncul (where are the risk).
Kejadian risiko (risk event) diidentifikasi dengan merinci gangguan dari sumber bisnis proses kedalam sub-proses yang dapat menimbulkan gangguan atau kemungkinan risiko yang dapat terjadi dari masing-masing sub - proses. Dalam sumber bisnis proses mengikuti lima kriteria/sumber dari dimensi SCOR. Dari hasil identifikasi risiko rantai pasok UMKM Nicesy teridentifikasi 30 kejadian risiko (risk event), yaitu 6 kejadian risiko pada proses plan, 5 kejadian risiko pada proses source, 17 kejadian risiko pada proses make, 2 kejadian risiko pada proses deliver dan 1 kejadian risiko pada proses return sedangkan sumber risiko (risk agent) teridentifikasi 18 sumber risiko.
Identifikasi kejadian risiko untuk masing-masing proses bisnis yang telah teridentifikasi merupakan
semua kejadian yang mungkin timbul/muncul dan menimbulkan gangguan dalam kegiatan rantai pasok dalam mencapai tujuan perusahaan (UMKM).
3.2 Analisa Risiko
Pengukuran risiko dilakukan dengan cara melihat seberapa besar tingkat severity (keparahan) dan seberapa sering sumber risiko tersebut terjadi
(occurrence). Nilai dari dampak (severity) suatu kejadian
risiko terhadap proses bisnis perusahaan berdasarkan pada seberapa besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Skala yang digunakan dalam nilai severity ini menggunakan tingkat skala 1–10, dimana nilai 1 artinya tidak ada efek gangguan yang terjadi sampai dengan nilai 10 yang berarti pasti terjadi efek gangguan/kegagalan.
Adapun peluang kemunculan atau frekwensi
(occurrence) suatu sumber risiko menyatakan tingkat
peluang frekuensi kemunculan suatu sumber risiko yang mengakibatkan timbulnya satu atau beberapa risiko (risk
event). Skala yang digunakan dalam penentuan peluang
kemunculan suatu sumber risiko menggunakan tingkat skala 1 - 10, dengan arti bahwa nilai 1 (hampir tidak pernah terjadi) sampai dengan nilai 10 (sering terjadi). Nilai-nilai pada frekwensi kejadian (occurence) tersebut diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan ke responden dalam hal ini yang menjadi responden adalah pemilik UMKM.
Korelasi menunjukkan seberapa besar hubungan masing-masing karakterisik dimensi SCOR (plan, source,
make, deliver dan return) antara suatu kejadian risiko
dengan sumber risiko. Hubungan antara sumber risiko dan kejadian risiko lainnya mempunyai score/nilai 0, 1, 3 dan 9 sebagai tanda dari masing-masing hubungan/ kombinasi, dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi dan nilai 1 menunjukkan korelasi rendah, nilai 3 menunjukkan korelasi sedang dan nilai 9 menunjukkan korelasi tinggi. Dalam hal ini bila suatu sumber risiko menyebabkan timbulnya suatu risiko, maka dikatakan terdapat korelasi. Semakin tinggi nilai korelasi menunjukkan semakin besar korelasi antar kejadian risiko (risk event) dengan sumber risiko (risk agent) penyebabnya.
Dalam FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), penilaian risiko dapat diperhitungkan melalui perhitungan RPN (RiskPotential Number) yang diperoleh dari perkalian tiga faktor yaitu probabilitas terjadinya risiko, dampak kerusakan yang dihasilkan, dan deteksi risiko. Namun dalam pendekatan house of risk
perhitungan nilai RPN disebut Aggregat Risk Potentials
(ARP) yang diperoleh dari hasil perkalian severity,
occurrence dan korelasi. Jika Si adalah menyatakan
keparahan dari pengaruh jika kejadian risiko i (risk
event) terjadi, Oi adalah kemungkinan sering/frekwensi
dari kejadian sumber risiko j (risk agent), Rj adalah korelasi antara sumber risiko j (risk agent) dan kejadian risiko I (risk event) maka ARPj (Aggregate RiskPotential
of risk agent j) dapat dihitung dengan rumus :
ARP j = Oj Σ Si Rj
Metode yang digunakan untuk menganalisa risiko adalah Supply Chain Operations Reference (SCOR) dan
House Of Risk (HOR). Hasil dari SCOR dapat ditunjukkan
pada Tabel 1 dan Tabel 2. House Of Risk 1 digunakan untuk menentukan Aggregate Risk Potential (ARP) dari
risk agent. Sumber risiko yang timbul akan menyebabkan
terjadinya beberapa kejadian risiko, karena itu penting untuk menghitung nilai ARP dari sumber risiko. Setelah didapatkan keseluruhan nilai ARP kemudian dilakukan
priority risk of agent agar didapatkan presentase
kumulatif ARP, dan dengan menggunakan diagram pareto diperoleh sumber risiko (risk agent) yang akan diprioritaskan dan dimitigasi pada House Of Risk yang ke 2 (HOR 2). ARP ini yang akan digunakan untuk menentukan prioritas sumber risiko mana yang perlu dilakukan mitigasi yang akan direalisasikan.
Table 1. Nilai Severity dari Kejadian Risiko (Risk Event).
Process Sub Process Risk Event Code Severity
Plan
Peramalan jumlah
permintaan Kesalahan peramalan jumlah permintaan E1 8 Penerimaan persedian bahan
baku Keterlambatan bahan baku sampai ke gudang E2 5
Perencanaan produksi
Rusaknya bahan baku pada tempat
penyimpanan E3 3 Gudang penyimpanan bahan baku lembab E4 4 Permintaan mendadak dari konsumen E5 8 Adanya kesalahan penyusunan topping pada hasil produksi E6 6
Source
Pengadaan bahan baku Keterlambatan dalam penerimaan bahan
baku E7 7
Pengecekan bahan baku
Kesalahan bahan baku yang diterima E8 7 Ketidaksesuaian jumlah bahan baku yang
diterima E9 6 Bahan baku yang diterima tidak sesuai
dengan spesifikasi E10 9 Pengadaan kardus packing Penerimaan kardus packing tidak tepat waktu E11 7
Make
Proses pembuatan adonan donat
Kesalahan takaran pada bahan-bahan
pembuatan donat E12 9 Pemakain kualitas bahan yang tidak sesuai E13 6 Mixer tidak berfungsi E14 8 Proses pemotongan adonan
Terjadi kerusakan pada alat pemotongan
adonan E15 6 Proses pembentukan donat Bentuk donat tidak sama E16 5 Bentuk donat tidak berlubang E17 7 Proses
fermentasi/pengembangan Proses pengembangan tidak sempurna E18 5 Suhu ruangan lembab dan panas E19 3
Proses penggorengan
Panas api tidak merata E20 7 Donat gosong pada proses penggorengan E21 6 Kehabisan gas pada saat proses
penggorengan E22 7 Donat bantet setelah proses penggorengan E23 5 Donat keriput dan kering E24 5 Proses penirisan Penyerapan minyak tidak sempurna E25 6 Proses finishing
Produk terlewat saat proses penambahan
topping E26 4
Deliver
Proses pengemasan produk
donat Minyak tembus kardus packaging E27 2 Pengiriman produk donat ke
konsumen Donat rusak pada saat didistribusikan E28 3 Packaging rusak pada saat didistribusikan E29 3 Return
Proses penanganan pengembalian produk ke
distributor Adanya kerugian pada pihak distributor E30 5
Pada tabel 2 terdapat dua sumber risiko (risk agent)yang sering menjadi penyebab dengan nilai occurrence 10 yang artinya sering terjadi yaitu penentuan tempat penyimpanan bahan baku kurang sinar matahari dan alat penggorengan masih konvensional. Nilai occurrence yang paling kecil yaitu 2 yang artinya sangat jarang terjadi yaitu tidak adanya resep pembuatan donat dan proses perjanjian dengan reseller tidak sesuai.
Table 2. Sumber Risiko (Risk Agent) dan Nilai Occurence
Risk Agent Code Occurrence
Peningkatan permintaan yang signifikan A1 9
Kedatangan bahan baku yang bertahap A2 8
Tata letak penyimpanan bahan baku
tidak teratur A3 7
Penentuan tempat penyimpanan bahan
baku kurang sinar matahari A4 10
Adanya acara atau event-event musiman A5 7
Kekurangan bahan pendukung A6 7
Keterlambatan dalam pemesanan bahan
baku A7 7
Tidak ada inspeksi saat penerimaan
bahan baku A8 8
Keterlambatan dalam pemesanan kardus
packing A9 6
Human error A10 8
Terjadi pemadaman arus listrik A11 5
Mesin sudah tidak layak pakai A12 5
Tidak adanya resep pembuatan donat A13 2
Ruang produksi tertutup A14 5
Alat penggorengan masih konvensional A15 10
Kardus packing tipis A16 8
Distributor kurang hati-hati pada saat
distribusi produk A17 8
Proses perjanjian dengan reseller tidak
sesuai A18 2
3.3 Evaluasi risiko
Pada tahap evaluasi risiko dapat diprioritaskan nilai ARP kumulatif berdasarkan peringkat risk agent untuk input
dalam membuat diagram pareto. Dari tabel 3 menunjukkan prioritas pertama mempunyai nilai ARP = 1584 yaitu tidak ada inspeksi saat penerimaan bahan baku. Selanjutnya ada 9 sumber risiko dari seluruhnya 18 sumber risiko yang mengkontribusi 80% dari total ARP seperti dapat ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. ARP Kumulatif
Code Risk Agent Rank ARP %ARP %Cum ARP
A8 Tidak ada inspeksi saat penerimaan bahan baku 1 1584 27,4% 27,35% A1 Peningkatan permintaan yang signifikan 2 648 11,19% 38,54% A5 Adanya acara atau event musiman event- 3 504 8,70% 47,25% A7 Keterlambatan dalam pemesanan bahan baku 4 441 7,62% 54,86% A15 Alat penggorengan masih konvensional 5 420 7,25% 62,11%
A9
Keterlambatan dalam pemesanan kardus
packing 6 378 6,53% 68,64%
A11 Terjadi pemadaman arus listrik 7 360 6,22% 74,86% A12 Mesin sudah tidak layak pakai 8 270 4,66% 79,52%
A10 Human error 9 200 3,45% 82,97%
A3 Tata letak penyimpanan bahan baku tidak teratur 10 189 3,26% 86,24% A17
Distributor kurang hati-hati pada saat distribusi
produk 11 144 2,49% 88,72% A14 Ruang produksi tertutup 12 135 2,33% 91,06% A6 Kekurangan bahan pendukung 13 126 2,18% 93,23% A2 Kedatangan bahan baku yang bertahap 14 120 2,07% 95,30% A4
Penentuan tempat penyimpanan bahan baku
kurang sinar matahari 15 120 2,07% 97,38% A13 Tidak adanya resep pembuatan donat 16 74 1,28% 98,65% A16 Kardus packing tipis 17 48 0,83% 99,48% A18 Proses perjanjian denganreseller tidak sesuai 18 30 0,52% 100,00%
Total 5791 100%
Risk agent yang memiliki nilai ARP terbesar dengan
menggunakan diagram pareto akan menjadi input pada HOR 2 yaitu risk agent yang diprioritaskan untuk dilakukan mitigasi. Sumber risiko (risk agent) yang akan dimitigasi berdasarkan nilai ARP menggunakan diagram pareto dapat ditunjukkan pada Gambar 2. Dari hasil evaluasi berdasarkan hasil HOR1 dan diagram pareto dapat ditentukan risk agent yang diprioritaskan untuk dimitigasi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.
Diagram pareto dari nilai ARP untuk 18 sumber risiko (risk agent) dapat ditunjukkan pada Gambar 2. Dari hasil diagram pareto menunjukkan nilai ARP tertinggi 1584 dan terendah mempunyai nilai ARP= 30.
Gambar 2. Diagram Pareto Hasil Prioritas Risk Agent
Tabel 4
.
Risk Agent yang akan dilakukan MitigasiCode Risk Agent Rank ARP
A8
Tidak ada inspeksi saat penerimaan
bahan baku 1 1584
A1
Peningkatan permintaan yang
signifikan 2 648
A5
Adanya acara atau event-event
musiman 3 504
A7
Keterlambatan dalam pemesanan
bahan baku 4 441
A15
Alat penggorengan masih
konvensional 5 420
A9
Keterlambatan dalam pemesanan
kardus packing 6 378
A11 Terjadi pemadaman arus listrik 7 360
A12 Mesin sudah tidak layak pakai 8 135
A10 Human error 9 200
HOR 1 digunakan untuk menentukan sumber risiko mana yang diprioritaskan untuk dilakukan tindakan pencegahan. Tool HOR ini dibagi menjadi 2 fase yakni fase identifikasi risiko dan fase penanganan risiko. Fase identifikasi risiko telah dihitung secara bertahap sampai dengan perhitungan ARP dan merangking prioritas nilai ARP dari nilai ARP terbesar sampai nilai ARP yang terkecil seperti ditunjukkan pada tabel 3. Selanjutnya setelah menyusun prioritas nilai ARP dibuat diagram pareto dari nilai ARP untuk semua sumber risiko. Tahapan HOR 1 selesai , selanjutnya masuk tahapan HOR 2 yaitu tahap perancangan strategi mitigasi risiko untuk memberikan prioritas tindakan dengan mempertimbangkan biaya sumber daya yang efektif.
Pada tahap HOR 2 diperoleh perhitungan total efektivitas dari tiap tindakan.
3.4. Mitigasi risiko
Prioritas mitigasi risiko diperoleh dari tahap HOR 2 dengan aksi mitigasi yang akan dilakukan seperti ditunjukkan pada tabel 5. Pada tahap HOR 2 dilakukan perhitungan total efektivitas, dan perhitungan ratio total efektivitas, menentukan tingkat kesulitan dan menentukan prioritas dari aksi mitigasi yang akan direalisasikan.
Perhitungan total efektivitas dari tiap tindakan/aksi mitigasi dengan rumus 𝑇𝐸𝑘= 𝐴𝑅𝑃𝑗𝐸𝑗𝑘∀𝑘𝑗 dari setiap
strategi mitigasi yang diusulkan yang bertujuan untuk menilai keefektifan aksi mitigasi, sedangkan perhitungan rasio total efektifitas atau Effectiveness to Difficulty Ratio
of Action (ETDk)= TEk/ DEk yaitu total efektif dibagi
dengan tingkat kesulitan jika aksi mitigasi tersebut direalisasikan. Tingkat derajat kesulitan menggunakan tingkat skala 1 sampai dengan 5 dimana 1 artinya sangat mudah, 2 artinya mudah , 3 = cukup sulit, 4= sulit dan 5 = sangat sulit. Score atau penilaian dari tingkat kesulitan diperoleh dari pemilik UMKM yang lebih mengetahui tingkat kesulitan jika aksi mitigasi tersebut direalisasikan.
Dari tabel 5 terdapat 11 aksi mitigasi dimana ada 5 aksi mitigasi yang sulit untuk direalisasikan yaitu menetapkan kebijakan terkait permintaan, memperpanjang jam kerja karyawan, mengganti atau membuat alat penggorengan elektrik, penambahan daya generator, mengganti mesin yang sudah tidak layak pakai. Terdapat 3 aksi mitigasi yang cukup sulit direalisasikan yaitu melakukan safety stock bahan baku, membuat peraturan minimal waktu memesan dan melakukan training kepada seluruh karyawan. Selanjutnya ada 3 aksi mitigasi yang mudah untuk direalisasikan yaitu adanya karyawan yang bertanggung jawab untuk memeriksa bahan baku yang diterima, membuat jadwal pembelian bahan baku, dan membuat jadwal pembelian kardus packing.
Nilai ETDk ini adalah untuk menentukan peringkat/prioritas dari aksi mitigasi yang akan diakukan/diatasi dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan berdasarkan sumber daya dan biaya yang efektif dan efisien. Dari nilai ETDk ini kemudian dilakukan ranking atau prioritas aksi mitigasi berdasarkan nilai ETDk yang terbesar sampai yang terkecil.
Aksi mitigasi untuk menangani risiko pada aktivitas rantai pasok di UMKM Nicesy berdasarkan nilai
Effectiveness to Difficulty Ratio (ETD), yaitu adanya
karyawan yang bertanggung jawab untuk memeriksa bahan baku yang diterima (PA1) dengan nilai ETD 7128, melakukan safety stock bahan baku (PA3) dengan nilai ETD 1984,5, membuat jadwal pembelian bahan baku (PA6) dengan nilai ETD 1944, membuat jadwal pembelian kardus packing (PA8) dengan nilai ETD 1701, membuat peraturan minimal waktu memesan (PA5) dengan nilai ETD 1512, menetapkan kebijakan terkait permintaan (PA2) dengan nilai ETD 1458, memperpanjang jam kerja karyawan (PA4) dengan nilai
ETD 1134, mengganti atau membuat alat penggorengan elektrik (PA7) dengan nilai ETD 945, penambahan daya generator (PA9) dengan nilai ETD 810, melakukan
training kepada seluruh karyawan (PA11) dengan nilai
ETD 600, dan mengganti mesin yang sudah tidak layak pakai (PA10) dengan nilai ETD 303,75.
Tabel 5. Urutan Aksi Mitigai (Proactive Action)
Kode Aksi Mitigasi TEk DEk ETDk Rank
PA1
Adanya karyawan yang bertanggung jawab untuk memeriksa bahan baku yang diterima
14256 2 7128 1
PA3 Melakukan stock bahan baku safety 5832 3 1984,5 2 PA6 Membuat jadwal pembelian bahan
baku 3969 2
1944 3 PA8 Membuat jadwal pembelian kardus
packing 3402 2 1701 4
PA5 Membuat peraturan minimal waktu
memesan 4536 3 1512 5
PA2 Menetapkan kebijakan terkait
permintaan 5832 4 1458 6
PA4 Memperpanjang jam kerja karyawan 4536 4 1134 7 PA7 Mengganti atau membuat alat penggorengan elektrik 3780 4 945 8 PA9 Penambahan daya generator 3240 4 810 9 PA11 Melakukan kepada seluruh training
karyawan 1800 3 600 10
PA10 Mengganti mesin yang sudah tidak layak
pakai 1215 4 303,75 11
4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari hasil manajemen risiko rantai pasok produk donat UMKM Nicesy adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 30 kejadian risiko (risk event), yaitu 6 kejadian risiko pada proses plan, 5 kejadian risiko pada proses source, 17 kejadian risiko pada proses
make, 2 kejadian risiko pada proses deliver dan 1 kejadian risiko pada proses return serta terdapat 18 sumber risiko (risk agent) yang teridentifikasi pada keseluruhan tahapan proses kegiatan rantai pasok produk donat.
2. Aksi mitigasi yang dilakukan yaitu adanya karyawan yang bertanggung jawab untuk memeriksa bahan baku yang diterima (PA1), melakukan safety stock
bahan baku (PA3), membuat jadwal pembelian bahan baku (PA6), membuat jadwal pembelian kardus
packing (PA8), membuat peraturan minimal waktu
memesan (PA5), menetapkan kebijakan terkait permintaan (PA2), memperpanjang jam kerja karyawan (PA4), mengganti atau membuat alat penggorengan elektrik (PA7), penambahan daya generator (PA9), melakukan training kepada seluruh karyawan (PA11), dan mengganti mesin yang sudah tidak layak pakai (PA10).
REFERENCES
[1] Ulfah M,Maarif S, Sukardi, dan Rahardja S," Analisis dan Perbaikan Manajemen Risiko Rantai Pasok Gula Rafinasi Dengan Pendekatan
House of Risk,"Jurnal Teknologi Industri Pertanian IPB.,2016 26(1): Hal 87-103
[2] Pujawan IN, ER M. "Supply Chain Management". Surabaya : Penerbit Guna Widya.2010
[3] Finch P. 'Supply chain risk management supply chain management ",. An Int J.. 2004 9 (2)
[4] Tang CS dan Tomlin B. , "The power of flexibility for mitigating supply chain risk", Int J Econo,2008. 116 : 12-17
[5] Ulfah M,Murni, Sari, Ganivan dan Fitri," Analisis dan Perbaikan Manajemen Risiko Rantai Pasok Batik Karakatoa Dengan Pendekatan House of Risk," Journal Industrial Servicess., 2017. Vol. 3 No. 1b Oktober 2017Hal 156-161
[6] Kurniasari PD, "Aplikasi model House of Risk (HOR) untuk mitigasi mitigasi risiko proyek pembangunan jalan tol Gempol– Pasuruan ", .[Tesis]., 2010 Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [7] Hadiguna,R,A, " Model Penilaian Risiko Berbasis Kinerja untuk
Rantai Pasok Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia",, Jurnal Teknik Industri., 2012 Vol. 14, No. 1, Juni 2012, 13-24.
[8] Irawan,H.T., Pamungkas,I., dan Alijoyo,M. "Analisis risiko rantai pasok komoditi cengkeh di Kecamatan Salang Kabupaten Simeulue", Jurnal Optimalisasi., 2019 Volume 5 Nomor 2 Oktober 2019 P. ISSN : 2477-5479 E. ISSN : 2502-0501
[9] Mely,S., Hadiguna, R.A.,Santosa., dan Nofialdi, "Manajemen Risiko Rantai Pasok Agroindustri Gula Merah Tebu di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat", Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. , 2019 Volume 8 Nomor 2: 133-144 (2019)