• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

14

A. Peran Perempuan Dalam Keluarga

Tatanan kehidupan manusia yang didominasi kaum laki-laki atas kaum perempuan sudah menjadi sejarah perjalanan manusia. Dalam kondisi itu, perempuan ditempatkan sebagai manusia kelas dua yang berada di bawah superioritas laki, perempuan sebagai perlengkap untuk kepentingan laki-laki, sehingga banyak perempuan yang hanya pada ranah domestik, sedangkan laki-laki di ranah publik. Kini persepsi itu mulai luntur, sebab sinergisitas hubungan antara suami dengan istri harus dibangun.1

Jika persepsi negatif itu dianggap benar, timbulah berbagai bentuk tindakan kekerasan, penindasan, ketidakadilan, bahkan pelecehan seksual, dalam alquran menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang setara di hadapan Allah swt. Allah mewahyukan sebuah surah sebagai bentuk penghargaan kepada wanita, yakni surah An –Nisa, sebagian besar surat ini membahas hal-hal terkait dengan perempuan utamanya tentang kedudukan, peranan dan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan. Islam telah mengangkat perempuan setingi-tingginya. Islam telah mengangkat derajat dan posisi perempuan dengan segala nilai yang tidak dapat di tandingi oleh nilai suatu agamaataupun peradaban. Q.S. Al – Hujurot Ayat 13 menjelaskan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan dihadapan Allah hanya dari ketakwaanya.2

Sebagai ilustrasi di kemukakan tentang aspek gender dalam kehidupan sosial kita. Perempuan dan gender bukanlah sesuatu yang baru, bahkan sudah

1 Ulfiah. Psikolgi keluarga, hlm.47 2 Ibid,hlm.48

(2)

tidak asing lagi di telinga kita, namun masih menjadi tema yang menarik dan akan tetap menjadi tema penting dalam setiap pemikiran dan konsepsitentang kemasyarakatan di masa yang akan datang. Terkait dengan ini, tentu kita tidak berambisisi untuk memerangi ketidakadilan gender, akan tetapi yang terpenting adalah memaparkan fenomena tentang gender agar publik dapat memahami masalah gender emansipasi kaum perempuan dalam konteks dan dinamika sosial.

Kemudian upaya-upaya yang harus dilakukan perempuan di era reformasi, demokratisasi dan otonomi daerah ini, harus menjadi momentum penting bagi perempuan, baik di tingkat regional maupun nasional, untuk berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan, bulat dan lonjongnya demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang selama ini lebih banyak ditentukan orang lain, sementara perempuan hanya menerima akibat yang tidak menguntungkan .3

Optimalisasi untuk membangun civil society, dengan memperjuangkan ruang publik sebagai tempat untuk semua warga bangsa dalam mengembangkan kompetensinya, memberi peluang dan kesempatanya bagi pemenuhan kebutuhan agar perempuan dapat mencapai aktualisasi dirinya. Ini semua dapat direalisasikan melalui kegiatan-kegiatan penyadaran dengan membongkar mitos, terutama mengubah cara pandang dan pola pikir kita, baik kaum laki-laki maupun perempuan terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjamin kesetaraan, hak asasi manusia, supermasi hukum dan keadilan.

Hal lain yang menjadi perhatian kita, adalah bagaimana melakukan sebuah solusi atas hambatan terhadap pemahaman agama yang belum menyeluruh serta tidak kalah pentingnya adalah optimalisasi pada kebijakan publik yang tidak diskriminatif. Salah satu contohnya dapat melalui proses

3 Ibid.Hlm.50

(3)

pendidikan yang responsif gender sehingga pengembangan sumber daya manusia senantiasa dapat ditingkatkan.4

Berdasarkan uraian di atas, memperlihatkan bahwa eksistensi perempuan yang dapat dipahami oleh berbagai pihak, yang tentu saja tidak melupakan peren perempuan dalam keluarga, seperti peran sebagai istri, pendampingan suami, kendali keluarga, ibu atau orang tua, pendidik, batu pertama banguanan sebuah keluarga sekaligus sebagai yang memiliki hati penuh kasih dan sayang serta ketenangan sebagai anggota masyarakat.

Menurut Hubies , beliau mengatakan bahwa analisis alternatif mengenai peran wanita dapat dilihat dari tiga perspektif dalam kaitanya dengan posisinya sebagai manager rumah tangga dan partisipan pembangunan atau pekerja pencari nafkah, jika dilihat areal peranan seorang wanita di dalam sebuah rumah tangga maka dapat di bagi menjadi :5

1. Peran Tradisional

Peran ini merupakan semua pekerjaan rumah, dari membersihkan rumah, memasak, mencuci, mengasuh anak serta segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga, bila ditinjau secara luas tentang peranan wanita sebagia ibu rumah tangga, wanita telah memberikan peranan yang sungguh mahal dan penting artinya dalam pembentukan keluarga sejahtera. Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dan lebih rendah antara ibu dengan ayah. Pekerjaan ibu rumah tangga dalam mengatur rumah, memasak, mencuci, serta membimbing dan mengasuh anak tidak dapat diukur dengan nilai mata uang.

2. Peran Transisi

Adalah peran wanita yang juga berperan atau terbiasa bekerja untuk mencari nafkah. Partisipasi tenaga kerja wanita atau ibu disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya bidang pertanian dalam memenuhi kebutuhan

4 Ibid.Hlm.51

(4)

pokoknya tenaga kerja wanita dibutuhkan untuk menambah tenaga yang ada. Sedangkan dibidang industri yang membuka peluang bagi para wanita untuk bekerja karena dengan membuka peluang bagi para wanita untuk bekerja karena dengan berkembangnya industri berarti tersedianya pekerjaan yang cocok bagi wanita sehingga terbukalah kesempatan kerja bagi wanita. Masalah kehidupan mendorong lebih banyak wanita untuk bekerja mencari nafkah.

3. Peran Kontenporer

Peran kontenporer adalah peran dimana seorang wanita hanya memiliki peran diluar rumah tangga sebagi wanita karier.

Sedangkan menurut Mary Astuti dalam peran dan kebutuhan jender, peran wanita terbagi atas :6

a. Peran Produktif

Yaitu peran yang dihargai dengan uang atau barang yang menghasilkan uang atau barang atau yang berkaitan erat dengan kegiatan ekonomi. Contoh, petani, penjahit, guru dan pengusaha.

b. Peran Reproduktif

Yaitu peran yang tidak dapat dihargai dengan nilai uang atau barang, peran ini terkait dengan kelangsungan hidup manusia. Contoh ; sebagaimana peran istri seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui anak adalah kodrat dari seorang ibu serta mendidik anak, memasak, menyiram tanaman, mencuci, memandikan anak, menyapu walaupun bisa dikerjakan secara bersama – bersama.

c. Peran Sosial

Yaitu peran yang berkaitan dengan peran istri untuk mengikuti kegiatan masyarakat. Contoh ; kegiatan pengajian, kpk, arisan, organisasi masyarakat.

6Ibid, Hlm 26.

(5)

B. Jender

Kata “jender” berasal dari bahasa inggris, gender, berarti “jenis kelamin” Dalam Webster’s New World Dictionary, jender di artikan sebagai “ perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.7

Di dalam Women Studies Encyclopedia di jelaskan bahwa jender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Hilary M.Lips dalam bukunya yang terkenal Sex& gender : an Introduction mengartikan jender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperti Linda L.Lindsey, yang menganggap semua ketetapan masyrakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian jender8.

H.T Wilson dalam Sex and Gender mengartikan jender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Elaine Showalter mengartikan jender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari kontruksi sosial budaya. Ia menekankanya sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu.9

Meskipun kata Gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah lazim di gunakan khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita Dengan ejaan “jender”. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin

7Nasaruddin umar,Argumen kesetaraan jender. Hlm 29 8Ibid. Hlm 30

(6)

yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk untuk menunjukan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.10

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa jender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Jender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan perempuan dari sudut nonbiologis.

1) Jender dan struktur sosial

Pengaruh jender dalam struktur sosial dapat dilihat dalam budaya pada suatu masyarakat. Di satu sisi struktur sosial dapat dilihat melalui peran yang dimainkan kelompok-kelompok masyarakat dalam masyarakat. Pada sisi lain struktur sosial dapat dilihat pada status sosial kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti distribusi kekayaan, penghasilan, kekuasaan.11

Dalam struktur sosial yang berkembang dalam masyarakat dalam lintasan sejarah, perempuan ditempatkan di dalam posisi minoritas. Sementara itu, ketimpangan status berdasarkan jenis kelamin bukan sesuatu yang bersifat

universal. Dalam masyarakat pemburu-peramu dan beberapa kelompok

masyarakat budi daya perkebunan, perempuan mempunyai statatus yang tinggi, laki-laki dan perempuan berbagi secara adil dalam kekayaan dan kekuasaan, sekalipun tugas antara keduanya berbeda

2) Peran Jender Dan Status Sosial

Peran jender adalah ide-ide kultural yang menentukan harapan-harapan kepada laki-laki dan perempuan dalam berinteraksi antara satu dengan lainya di dalam masyarakat.12

Dalam perspektif budaya, setiap orang dilahirkan dengan kategori budaya laki-laki atau perempuan. Sejak lahir setiap orang sudah ditentukan peran dan

10Ibid. Hlm 31 11Ibid. Hlm 64 12Ibid. Hlm 65

(7)

atribut jendernya masing-masing. Jika seorang lahir sebagai laki-laki maka diharapkan dan dikondisikan untuk berperan sebagai laki-laki. Sebaliknya jika seorang lahir sebagai perempuan maka diharapkan dan dikondisikan untuk berperan sebagai perempuan.

Dalam pergaulan sehari-hari dalam masyarakat yang menganut perbedaaan jender, ada nilai tatakrama dan norma hukum yang membedakan peran laki-laki dan perempuan. Setiap orang seolah-olah dituntut mempunyai perasaan jender dalam pergaulan. Jika seseorang menyalahi nilai, norma, dan perasaan tersebut maka yang bersangkutan akan menghadapi resiko di dalam masyarakat.

Predikat laki-laki dan perempuan dianggap sebagai simbol status. Laki-laki di identifikasikan sebagai orang yang memiliki karakteristik “kejantanan”, sedangkan perempuan diidentifikasikan sebagai orang yang memiliki karakteristik “kewanitaan”. Perempuan dipersepsiakan sebagai manusia cantik, langsing, dan lembut. Sebaliknya laki-laki dipersepsikan sebagai manusia perkasa, tegar, dan agresif. Laki-laki dianggap lebih cerdas dalam banyak hal, lebih kuat dan lebih berani daripada perempuan. Anggapan-anggapan budaya seperti ini dengan sendirinya memberikan peran lebih luas kepada laki-laki, dan pada saatnya laki-laki memperoleh status sosial lebih tinggi daripada perempuan.

Dominasi laki-laki dalam masyarakat menurut Allan G.Jhnson bukan hanya karena mereka “jantan”, lebih dari itu karena mereka mempunyai banyak akses kepada kekuasaan untuk memperoleh status. Mereka misalnya mengontrol lembaga-lembaga legislatif dominan di lembaga-lembaga hukum dan peradilan, pemilik sumber-sumber produksi, menguasai organisasi keagamaa, organisasi profesi dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi. Sementara perempuan ditempatkan pada posisi yang inferior. Peran mereka terbatas sehingga akses untuk memperoleh kekuasaan juga terbatas, akibatnya perempuan mendapatkan status yang lebih rendah dari laki-laki. Sebagai ibu

(8)

atau sebagai istri, mereka memperoleh kesempatan yang terbatas untuk berkarya di luar rumah, penghasilan mereka sangat tergantung pada kerelaan laki-laki. Meskipun bersama dengan dengan anggota keluarganya merasakan perlindungan yang diperoleh dari suaminya, hak-hak yang diperoleh jauh lebih terbatas dari pada hak-hak yang dimiliki suami.

Peran jender tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan identitas dan berbagai karakteristik yang dirumuskan masyarakat kepada laki-laki dan perempuan. Sebab terjadinya ketimpangan status antara laki-laki dan perempuan lebih dari sekedar perbedaan fisik-biologis tetapi segenap nilai sosial budaya yang hidup dalam masyarakat turut memberikan andil.

Dalam pengalaman sehari-hari, antara laki-laki dan perempuan senantiasa terjadi konflik dan ketegangan jender, Perempuan tetap memiliki keinginan untuk bergerak secara leluasa guna meningkatkan status dan rasa percaya diri, tetapi budaya dalam masayarakat membatasi keinginan mereka, terutama bagi mereka yang telah kawin, apalagi kalau sudah mempunyai anak. Pada saat ini perempuan menghadapi beban ganda. Dari satu segi mereka perlu berusaha sendiri, tetapi di lain pihak harus lebih konsisten mengasuh anak dan mengurus keluaraga. Laki-laki lebih leluasa melakukan berbagai kegiatan produktif, selain karena mereka terbebas dari fungsi-fungsi reproduktif seperti mengandung, melahirkan, menyusui, menstruasi, juga budaya masyarakat menuntut laki-laki untuk berperan lebih besa di sektornon-keluarga.

Berdasakan uraian di atas maka dapa diketahui adanya korelasi antara perbedaan peran jender dan status sosial. Semakin besar perbedaan itu semakin timpang pula status sosial, dan semakin kecil pula perbedaan status sosial itu, meskipun perbedaan peran jender bukan satu-satunya variabel yang menentukan ketimpangan atau keadilan itu.

(9)

3) Jender dalam Islam

Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT di tanah arab pada abad VII, termasuk agama-agama sematik Abramic Religions (Yahudi, Kristem, dan Islam). Dalam tradisi bangsa semit, kaum lelaki selalu dianggap sebagai makhluk superior, bahkan Tuhan-pun dibayangkan sebagai lelaki, sehingga budaya patriarki sangatlah kokoh.13

Imbasnya ayat-ayat suci yang diturunkan oleh tuhan, tak sedikit yang ditafsirkan dengan nada patriarkis, namun banyak juga yang sebenarnya merupakan upaya yang menyadarkan masyarakat dari kungkungan budaya tersebut. Sehingga ketika Nabi Muhamm SAW berkuasa, aktivitas yang dilakukan perempuan sangatlah beragam, bahkan keluarga dekan beliau banyak ambil bagian dalam hal ini. Isteri beliau yang bernama Aisyah, misalnya, adalah orang agama dan tempat bertanya bagi sahabat lelaki dan perempuan, seorang politikus, sekaligus pekerja sosial di masyarakatnya.

Hanya saja, dalam perjalanan sejarah Islam yang harus bersentuhan dengan budaya perluasan yang sangat patriarkis (persia, Asiria, dsb.), sangat mempengaruhi penafsiran dan pemaknaan terhadap ayat-ayat suci yang telah ada, sehingga kesan dominasi lelaki menjadi semakin kental. Celakanya, umat Islam banyak yang terjebak denganya,sehingga hasil ijtihad para ulama yang kemudian terumus dalam teologi Islam, fiqih, ataupun keilmuan yang lain tadi, dianggap sebagai ajaran agama yang tidak bisa diotak atik. Padahal tidak demikian adanya.

Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan usaha-usaha untuk membongkar pemahaman terhadap teks-teks agama yang yang selama ini dijadikan sebagai alat legitimasi bagi jalan pikir yang bersifat patriarkis tersebut, yang masih jauh dari keadilan jender. Upaya-upaya yang dapat mengembalikan pemahaman guna menuju tercapainya relasi kesederajatan antara laki-laki dan perempuan

13 Tim Penulis Pusat Studi Wanita (psw) Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. 2012.Pengantar Kajian

(10)

sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran Al-Qur’an dan Hadis Nabi, perlu digalakan, terutama dalam tataran ilmiah, untuk selanjutnya bisa disosialisasikan kepada masyarakat.

Secara kodrati lelaki dan perempuan merupakan makhluk Tuhan yang memiliki perbedaan-perbedaan sekaligus persamaan-persamaan. Namun, hal itu bukan berarti yang satu lebih unggul/utama daripada yang lain sehingga menyulut terjadinya ketidakadilan dan perlakuan diskriminatif. Adanya persamaan dan perbedaan antara keduanya merupakan sunatullah yang sengaja diciptakan Allah demi kelangsungan hidup generasi manusia dalam mengemban tugas kekhalifahan di bumi ini.14

Mengorek proses penciptaan manusia, selama ini mayoritas orang meyakini bahwa manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Adalah Adam, seorang lelaki, sesudah itu allah menciptakan Hawa, pasangan hidupnya. Hal ini didasarkan pada Al-Qur’an surat al-Nisa: 1.

Hal ini dikaitkan dengan hadis Nabi yang menceritakan ketika Adam sendirian ditempatkan di surga, dia tidur. Setelah bangun dia menjumpai seorang perempuan duduk disebelah kepalanya, diciptakan dari tulang rusuk Adam. Ketika ditanya perempuan itu menjawab bahwa dirinya diciptakan untuk menemaninya. Lebih ‘mengerikan’ lagi jika diteruskan bahwa tulang rusuk itu mempunyai watak asli bengkok, keras, dan mudah patah, yang demikian itu pula watak asli perempuan dia cenderung menuju kejalan yang bengkok, serong, atau menyeleweng.

Padahal AL-Qur’an sendiri tidak pernah menyatakannya secara jelas tentang penciptaanya perempuan secara khusus. Yang ada Al-Qur’an secara umum menggambarkan penciptaan manusia, jasmani dan rohani.

Al-Qur’an dalam menginformasikan tentang penciptaan perempuan dijelaskan bersamaan dengan penciptaan laki-laki seperti tampak dalam surat al

14 Tim Penulis Pusat Studi Wanita (psw) Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. 2012.Pengantar Kajian

(11)

Nisa ayat 1. Ayat ini diterjemahakan dalam kitab terjemahan Al-Qur’an terbitan Depertemen Agama sebagai berikut: “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kamu kepada tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak”.15

Ayat ini secara gamblang menjelaskan bahwa Allah menciptakan laki-laki dari nafs wahidat, dan istrinya juga diciptakan dari unsur itu. Tapi Al-Qur’an tidak menjelaskan di dalam ayat tersebut apa yang dimaksud dengan nafs wahidat. Oleh karenya, timbul berbagai pendapat dalam menafsirkan ayat tersebut. Sebagian besar ulama menafsirkanya dengan ‘diri yang satu (Adam), kemudian istrinya diciptakan dari Adam itu’. Ulama di Indonesia pada umumnya menganut paham ini, seperti di dalam kitab terjemahan Al-Qur’an Depertemen Agama yang dikutip diatas.

C. Kapitalisme, Neoliberalisme, dan Globalisasi

Kapitalisme sesungguhnya bukan sekedar sebuah nilai atau sikap mental untuk mencari keuntungan secara rasional dan sistematis ( sebagaimana dikatakan Max Weber ) atau sekedar suatu sistem produksi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Kapitalisme, menurut Mark juga merupakan sebuah cara produksi dan hubungan dalam proses produksi yang kemudian menimbulkan berbagai implikasi dalam kontes ekonomi politik, sosial psikologi maupun kultural. Ketika feodalisme mulai memudar, dan kemudian hadir sistem ekonomi yang kapitalistik, maka yang terjadi kemudian adalah perubahan hubungan antarkelas, mode produksi , dan perubahan gaya hidup masyarakat.16

Esensi kapitalisme adalah pemilikan, persaingan dan rasionalitas. Berbeda dengan feodalisme dimana modal dan sumber dan pembentukan kelas

15 Ibid Hlm. 206.

(12)

tergantung pada kepemilikan luas lahan dan tradisi, dalam kapitalisme sumber perbedaan dan pembagian kelas adalah modal kepemilikan luas lahan dan tradisi, dalam kapitalisme sumber perbedaan dan pembagian kelas adalah modal dan kepemilikan aset industri. Di era kapitalisme, orientasi kelas buruh bukan mengembangkan loyalitas kepada patron yang melindungi atau elit – elit lokal yang berperan sebagai penguasa setempat, karena sebagaikelas proletar mereka cenderung teraliensi dan mengalamip proses eksploitasi yang menyebabkan posisi mereka benar – benar marginal. Hubungan kerja antara majikan dan buruh di era kapitalisme bukan dibangun karena kesepahaman dan solidaritas sosial, melainkan lebih karena keterpaksaan. Kaum buruh umumnya bekerja karena keinginan dan kebutuhan untuk mendapatkan upah, dan mereka cenderung tidak berdaya karena dominasi dan hegemoni yang dikembangkan kelas borjuis yang superordinasi.17

Marx menganggap subordinasi kelas buruh dan superordinasi kelas buruh dan superordinasi kelas borjuis adalah watak kapitalisme yang paling penting, karena dengan posisi dan cara seperti itulah kelas borjuis akan dapat leluasa menyerap nilai tambah ( surplus value ) dari tenaga kerja. Dengan posisi tawar yang lemah, sering terjadi kaum buruh akan rentan menjadi korban eksploitasi dari kelas borjuis atau pemilik modal yang terus berusaha meningkatkan keuntungan dengan cara meminimalisasipengeluaran. Dalam konteks ini, tidaklah keliru jika dikatakan kapitalisme baru benar –benar disebut kapitalisme apabila jantung hidupanya, yaitu rasionalisasi perolehan laba berkelanjutan melalui eksplotasi tenaga kerja, memasuki ranah produksi masyarakat.18

Didalam sistem kapitalistik, dibedakan dua jenis nilai barang . Semua barang pada dasarnya memiliki dua jenis nila yang berbeda, yaitu nilai guna ( use value ) dan nilai tukar (exchange value ) . Nilai guna sebuah barang adalah nilai kemanfaatan suatu barang atau keuntungan yang diberikan oleh suatu

17 Ibid, Hlm 79. 18 Ibid, Hlm 79.

(13)

barang ketika barang itu digunakan. Adapun yang dimaksud nilai tukar adalah nilai suatu barang yang diperoleh ketika barang tersebut dipertukarkan dengan barang yang lain. Dalam sistem kapitalis modern, produksi besar sejumlah barang ditunjukan terutama untuk nilai tukarnya, yaitu memperoleh sejumlah uang yang menjadi keuntungan kekuatan kapitalisme atas barang – barang yang mereka jual ke pasar. Di dalam sistem kapitalisme, produksi barang dilakukan untuk dijual ke pasar, dan bukanya untuk dikonsumsi sendiri.

Esensi yang mendasar dari kapitalisme, menurut Robert lekacman dan Borin van loon, antara lain ; ( 1 ) Modal adalah bagian dari kekayaan suatu bangsa yang merupakan hasil karya manusia dan karenanya bisa di produksi berulang kali , ( 2 ) di bawah sistem kapitalisme, suatu perlengkapan modal masyarakat, alat – alat produksinya di miliki oleh segelintir individu yang memiliki hal legal untuk menggunakan hak miliknya guna meraup keuntungan pribadi, dan ( 3 ) kapitalisme bergantung kepada sistem pasar, yang menentukan distribusi, mengalokasikan sumber daya – sumber daya dan menetapkan tingkat – tingkat pendapatan gaji, biaya sewa, dan keuntungan dari kelas – kelas sosial yang berbeda.

Eric wolf menyebutkan tiga ciri pokok yang menandai kapitalisme.

Pertama, berkembangnya kelas kapitalis yang dengan kekayaan uangnya bisa membeli tenaga kerja dan sarana produksi untuk memproduksi barang dagangan di pasar. Keduakelas kapitalis menguasai semua sarana produksi yang penting dalam perekonomian masyarakat dan membatasi akses bebas pekerja terhadap sarana – sarana produksi, sehingga pekerja harus menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis. Ketiga maksimalisasi keuntungan melalui produksi yang dikuasai sepenuhnya oleh kapitalis .19

Sementara itu, Ernest Mandel, secara lebih perinci mengajukan lima ciri pokok kapitalisme sebagi berikut. Pertama, di tingkat produksi, corak kapitalis

19 Ibid, Hlm 80.

(14)

adalah produksi komoditas, yaitu produksi yang bertujuan menjual semua hasilnya ke pasar untuk meraih keuntungan yang sebesar – besarnya. Produksi komoditas merupakan penyangga kebertahanan ekonomi kapitalis yang melalui kapitalis memperoleh nilai lebih dari kerja yang dicurahkan pekerja dan lebih yang terkandung di dalam nilai tukar komoditas yang dihasilkan. Kedua, produksi dilandasi kepemilikan pribadi atas sarana produksi. Artinya, kekuasaan mengatur kekuatan produktif sarana produksi dan tenaga kerja, bukan milik kolektif, tetapi milik perseorangan, entah dalam bentuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan perseroan terbatas, atau kelompok – kelompok penguasa keuangan. Ketiga, produksi dijalankan untuk pasar yang tidak terbatas dan berada di bawah tekanan persaingan. Setiap kapitalis berupaya memperoleh bagian keuntungan terbesar dari keuntungan yang bisa dikeruk dari pasar. Untuk itu, setiap kapitalis bersaing dengan kapitalis yang lain. Keempat, tujuan produksi adalah memaksimalkan keuntungan. Kemampuan bersaing yang berujung pada kemampuan mengeruk keuntungan yang sebesar – besarnya mengharuskan kapitalis menjual komoditas dengan harga yang lebih rendah daripada pesaingnya. Untuk itu, kapitalis harus memperluas jaringan produksinya, sehingga menghasilkan komoditas yang lebih banyak. Cara paling efisien yaitu dengan meningkatkan kemampuan permesinanya, yang umumnya mahal, sehingga untuk memenuhinya, kapitalis mau tidak mau harus memaksimalkan keuntungan dengan cara mengembangkan produksinya yang benar – benar maksimal. Kelima, produksi kapitalis adalah produksi untuk akumulasi kapital. Kapitalis membutuhkan sebagian besar nilai lebih yang terkumpul untuk dicurahkan kembali dalam kegiatan produktif. Nilai lebih yang diambil diwujudkan menjadi kapital tambahan dalam dalam bentuk mesin – mesin, bahan baku, dan tambahan tenaga kerja. Nilai lebih ini sedikit mungkin digunakan untuk konsumsi pribadi yang tidak produktif.

(15)

Kapitalisme memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak ditemukana sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guilgsebagai cikal bakal kapitalisme.Tetapi, untuk saat ini kapitalisme tidak hanya dipandang sebagi suatu pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan kapitalisme dengan sosialisme tanpa adanya pengubahan yang mendasar menjadikan kapitalisme tampak lebih lunak daripada dua atau tiga abad yang lalu.20

Dalam sistem kapitalisme, kepemilikan atas sarana produksi umumnya bersifat formal absolut. Seseorang bisa saja tidak mengolah atau sama sekali tidak terlibat dalam proses pengolahan lahan yang dimilikinya, meski dia secara sah diakui sebagi pemilik lahan tersebut. Di dalam sistem kapitalisme, satu – satunya jalan bagi semua orang untuk mendapatkan barang dan jasa yang telah dihasilkan yaitu pergi ke pasar dan menukar uang miliknya dengan barang tersebut. Begitu pula sebaliknya. Seseorang yang membutuhkan uang, maka ia harus pergi ke pasar dan membawa barang miliknya untuk diperdagangkan di pasar itu. Semua transaksi diperantarai uang dan barang. Pasar adalah pranata pokok dalam kapitalisme yang memungkinkan proses pertukaran. Pasar adalah pranata yang menata jejaring sosial pertukaran dengan berbasiskan penawaran dan permintaa. Simpul penghubung satu – satunya dalm berhubungan dengan pasar adalah uang sebagi alat tukar.

Menurut Meghnad Desi, sebagai sebuah modal produksi, ciri – ciri yang menandai kapitalisme antara lain ; ( 1 ) produksi untuk dijual dan bukanya untuk dikonsumsi sendiri, ( 2 ) adanya pasar, di mana tenaga kerja di beli dan dijual dengan alat tukar upah melalui hubungan kontrak, ( 3 ) penggunaan uang dalam proses tukar – menukar yang selanjutnya memberikan peranan yang sistematis kepada bank dan lembaga keuangan nonbank, ( 4 ) proses produksi atau proses kerja berada dalam kontrol para pemilik modal dan agen – agen

20 Ibid, Hlm 82.

(16)

manajerialnya, ( 5 ) kontrol dalamkeputusan keuangan berada di tangan pemilik modal, di mana para pekerja tidak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan itu, ( 6 ) berlakunya persaingan bebas di antara pemilik .21

Sebagai sebuah sistem ekonomi, kapitalisme selama ini telah mengalami berbagai perubahan dan penyesuaian dengan tuntutan perkembangan zaman. Bentuk produksi kapitalisme yang paling awal adalah apa yang disebut Marx sebagai industri manufaktur, di mana sejumlah perajin bekerja pada suatu perusahaan dengan spesifikasi dan pembagian kerja yang cukup rumit, namun efektif. Berbeda dengan kegiatan ekonomi kapitalisme, yang berkembang umumnya adalah kerja masinal, di mana tenaga kerja buruh mulai digantikan oleh mesin.

Kapitalisme, sebagaimana diyakini Adam Smith telah terbukti mendorong produktivitas. Ekonomi pasar bebas di yakini memberikan manfaat yang positif, terutama jika negara tidak menghalanginya dengan batasan – batasan. Di dalam sistem kapitalisme, prinsip yang berlaku dan dikembangkan

Laissez faire( barkan bertindak sendiri ), namun menurut Smith ini semua justru akan membuat kapitalisme berkembang menguntungkan masyarakat karena dikendalikan oleh invicible hand( tangan yang tak telihat ) yang secara alamiah akan mengatur keseimbangan antara keseimbangan antara kebebasan dan kebutuhan ( hukum permintaan dan penawaran). Berbeda dengan anggapan sebagian orang yang menyatakan individualisme sebagai sifatnya yang kurang terpuji, Smith justru memuji sifat mementingkan diri sendiri sebagai penggerak segala kegiatan ekonomi ( bukan kebaikan orang lain ) karena dengan sifat itulah justru akan lahir iklim persaingan usaha yang benar – benar sehat.

Dalam sistem kebebasan ekonomi yang alamiah, menurut Smith kekuasaan tertinggi memiliki tiga tugas penting ( 1 ) kewajiban melindungi negara dari kekerasan dan serangan negara bebas lainya, ( 2 ) melindungi setiap

21 Ibid, Hlm 83.

(17)

anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidakadilan atau penindasan anggota masyarakat lainya atau mendirikan badan hukum yang dapat diandalkan, dan ( 3 ) mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau saran untuk umum yang tidak dibuat oleh perseorangan atau kelompok kecil, karena keuntungan yang di dapatnya sedikit dan tidak dapat menutupi ongkos – ongkosnya.

Kapitalisme adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar – besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang biasa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagi sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke – 16 hingga abad ke – 19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memilki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal – modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagi operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.

Secara garis besar, tahap – tahap perkembangan kapitalisme dapat dibedakan menjadi empat kategori. Pertama, kapitalisme murni. Menurut Abercrom et al. ciri- ciri yang menandai kapitalisme murni, antara lain ; ( 1 ) kepemilikan dan pengendalian swasta atas sarana produksi, yaitu modal, ( 2 ) Aktivitas ekonomi yang digerakan untuk mendapatkan keuntungan , ( 3 ) Sistem pasar yang mengatur aktivitas ekonomi , ( 4 ) pengembalian keuntungan oleh pemilik modal , ( 5 ) pelaksanaan kerja oleh tenaga kerja yang merupakan agen bebas. Secara teoritis, sebagaimana dikatakan Adam Smith, bagi konsumen atau masyarakat, persaingan pasar yang bebas di dalam tahap

(18)

kapitalisme murni berfungsi menurunkan tingkat harga, menyamakan tingkat laba di antara perusahaan – perusahaan dan mendorong efisiensi dalam produksi.

Kedua kapitalisme industrial. Kapitalisme industrial dicirikan oleh seperangkat hubungan sosial antarkelas yang memungkinkan kelas yang satu, yang menguasai kapital melakukan eksploitasi terhadap kelas sosial yang lain. Dalam sistem kapitalisme industrial, masyarakat umumnya berbelah menjadi dua lapisan sosial ; ( 1 ) kelas borjuis atau kapital yang menguasai dan hidup dari dukungan sarana produksi dan uang yang dimilikinya, ( 2) kelas proletar yang tidak menguasai produksi apa pun selain kemampuanya bekerja. Sumber pendapatan kapitalis yaitu laba, bunga dan ribu, dan sewa dari kepemilikan mereka atas kapital. Adapun sumber pendapatan utama proletar ialah upah dari menjual tenaga kerja mereka kapada orang lain.

Di dalam tahap ini, kegiatan ekonomi cenderung dikembangkan ke arah pembentukan laba, dimana pengaturan kegiatan ekonomi pdilakukan oleh apa yang disebut “pasar” . Di dalam kapitalisme industrial, persaingan bebas berkembang dominan. Di berbagai perusahaan atau tenaga kerja di antara para majikan berjalan melalui sisitem upah atau kontrak kerja dalam mekanisme pasar tenaga kerja yang cenderung menafikan arti tenaga kerja manusia karena munculnya mekanisme di dunia industri. Di dalam perkembangan dunia industr iyang dominan, negara pada dasarnya tidak melakukan intervensi ke dalam sistem pasar, melainkan lebih banyak membiarkan sistem pasar kerja secara bebas. Dalam sistem ini, peran negara lebih bersifat mendukung daripada mencampuri tugas atau fungsi yang dijalankan oleh pasar.

Ketiga kapitalisme monopoli, Dalam kapitalisme ekonomi, seseorang atau segelintir kapitalis mengendalikan suatu sektor ekonomi tertentu. Pada tahap ini, iklim persaingan di antara sesama pelaku usaha dan pemilik modal berkembang makin ketat, dan melahirkan sekelompok kecil pemilik modal yang kuat, yang lebih menguasai pasar. Pada tahap kapitalisme monopoli,

(19)

ditandai oleh terjadinya pemusatan ekonomi, penguasaan pasar oleh sejumlah kecil perusahan besar, bukan persaingan sejumlah besar perusahaan kecil. Dalam fase ini juga terjadi proses pemisahan modal finansial dan produktif, terjadi monopolisasi oleh sejumlah kecil lembaga keuangan, dan penguasaan seluruh sistem ekonomi oleh lembaga itu. Persaingan yang terjadi beralih ke ranah penjualan, di mana peran periklanan lantas menjadi lebih mengedepan.

Di dalam sistem kapitalisme monopoli, pertumbuhan korporasi raksasa mulai bermunculan. Perusahaan korporasi raksasa ini umumnya menguasai dalam skala yang benar – benar luas, bahkan pasar internasional melalui jaringan perdagangan dan agen – agen pemasaran yang dimilikinya. Dalam sistem ini, kapitalisme meninggalkan tahap kompetitifnya dan memasuki tahap monopoli oleh sekelompok kecil pemilik modal yang telah berkembang menjadik korporasi raksasa. Dalam sistem kapitalisme monopoli, persaingan bergeser dari segi harga ke segi promosi penjualan. Pemilik modal besar yang memiliki kreatifitas dan didukung kemampuan promosi yang kuat, niscaya lebih berpeluang berkembang menjadi perusahaan raksasa yang menguasai semua sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Keempat, kapitalisme lanjut atau disebut juga dengan istilah late capitalisme. Istilah late capitalismeberasal dari madhab frankfurt, dan menunjuk pada bentuk kapitalisme yang datang dalam periode masyarakat modern dan kini sedang mendominasi era postmoderne . Menurut madhab frankfurt, late captalismeditandai dengan dua ciri esensia, yaitu jaringan kontrol birokrasi dan interpenetrasi kapitalisme negara.

Sementara itu, Jameson menambahkan versi late capitalismedengan elemen – elemen baru postmodernisme, yakni ; Pertamamunculnya formasi – formasi baru organisasi bisnis yang bersifat multinasional dan transnasional yang melampaui tahap kapitalisme monopoli ala lenin, yakni melampaui batas – batas nasional. Keduainternasionalisasi bisnis melampaui model imperialisme lama. Dalam tata dunia kapitalisme baru, korporasi multinasional tidak terikat

(20)

pada suatu negara tetapi merepresentasikan sebentuk kekuasaan dan pengaruh yangl lebih jauh lebih besar ketimbang satu negara mana pun. Internasionalisasi ini juga berlaku dalam pembagian kerja yang memungkinkan eksploitasi yang terus berlanjut terhadap para pekerja di negara – negara miskin guna mendukung model multinasional. Dalam hal ini, jameson lalu menunjukan pada aliran produksi ke wilayah – wilayah Dunia ketiga yang sudah maju, bersamaan dengan akibat – akibat sosial yang sudah lazim, meliputi krisis buruh tradisional, munculnya profesional muda yang ambisius, dan kelas elit pada skala global.

Ketiga, dinamika baru yang tak seimbang dalam perbankan internasional dan pertukaran saham, termasuk utang Dunia kedua dan ketiga yang sangat besar. Melalui struktur perbankan yang seperti itu perusahaan multinasional Dunia pertama mempertahankan kontrol mereka terhadap pasar dunia.

Kelima, munculnya formasi – formasi baru interrelasi media. Bagi Jameson, media termasuk salah satu produk baru kapitalisme lanjut yang sangat berpengaruh, seperti ; seperti ; print, Internet,televisi, dan film, dan merupakan sarana – sarana baru bagi kaum kapitalis mengambil alih kehidupan kita. Melalui proses mediasi kebudayaan, kita semakin tergantung pada realitas yang dihadirkan media, yakni versi realitas yang dipenuhi secara dominan dengan nilai – nilai kapitalis.

Keenam, keusangan ( planned obsolescence ). Jameson menyatakan

bahwa di balik produksi secara besar – besaran barang – barang yang selalu baru, baru, dan baru lagi, dan terus menerus di perbaharui agar tampak tak ketinggalan, dari baju samapai pesawat terbang, telah menandai fungsi dan posisi struktural yang semakin esensial bagi inovasi dan eksperimentasi estetik.

Dalam kapitalisme transnasional, Leslie Sklair menyatakan bahwa di era Global, perkembangan kapitalisme benar – benar melampaui batas – batas administrasi negara. Kapitalisme telah berkembang menjadi kapitalisme transnasional, yang di dalamnya terdiri dari ; ( 1 ) fraksi korporat yang terdiri

(21)

dari eksklusif perusahaan transnasional dan orang dekat yang berfasilitas dengan mereka, ( 2 ) fraksi negara yang tersusun atas negara yang mengglobal dan para birokrasi serta politisi antar negara, ( 3 ) Fraksi teknis yang terdiri dari para profesional yang mengglobal, dan ( 4 ) fraksi konsumerisme mencakup para saudagar dan eksklusif media.

2) Liberalisasi dan Neoliberalisasi

Landasan atau dasar bagi perekembangan subur kapitalisme liberalisme. Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Secara umu, liberalisme adalah sebuah paham atau keyakinan yang mecita – citakan tumbuhnya suatu masyarakat yang bebas, yang dicirikan oleh kebebasan berfikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, Khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu.22

Dalam masyarakat modern, liberalisme tumbuh seiring dengan makin maraknya perkembangan kapitalisme. Liberalisme, atau untuk konteks saat ini lebih tepat disebut neoliberalisme adalah suatu teori ekonomi politik yang menyatakan bahwa kesejahteraan manusia paling memungkinkan dicapai dengan cara meliberalisasikan kebebasan – kebebasan dan keterampilan – keterampilan entrepreneurialindividu dan menempatkan kebebasan dan keterampilan itu ke dalam suatu kerangka pranata yang dicirikan oleh hak milik pribadi yang kuat, pasar bebas dan perdagangan bebas.

Ketika masyarakat berkembang menuju era - modernisme, kapitalisme umumnya juga makin berkembang tidak hanya makin menggurita masuk dan

22 Ibid, Hlm 90.

(22)

bergerak ke dalam berbagai jenis industri, tetapi juga bergerak ke banyak negara menjadi perusahaan multinasional yang mengglobal. Cara kerja kapitalisme yang masal dan efisien menjadikan sistem ini mampu menghasilkan berbagai produk industri yang luar biasa besar, dan tidak lagi dibatasi oleh posisi geografis atau batas – batas administrasi sebuah wilayah. Sebuah produk yang dihasilkan di sebuah pabrik di vietnam, jangan heran jika dilempar dan dipasarkan di berbagai negara di Asia maupun Amerik. Sebuah perusahaan yang berkantor di singapura, jangan kaget jika memiliki jaringan bisnis hingga Eropa, Afrika dan bahkan masuk hingga ke berbagi negara yang ada di lain negara.

Bagi kekuatan ekonomi yang kapitalistik, globalisasi ibaratnya adalah lahan atau habitat yang subur yang memungkinkan kapitalismeterus berekspansi merambah ke berbagi wilayah mencari ceruk – ceruk pangsa pasar baru yang terus terbuka. Bila di zaman penjajahan kolonial, ekspansi kekuatan komersial diwujudkan dalam bentuk penjajahan dan eksploitasi habis – habisan terhadap sumber daya alam di negara jajahan, mereka di era globalisasi bentuk penjajahan yang dikembangkan kekuatan kapitalis umumnya lebih tampak sebagi ekspansi pangsa pasar dan promosi besar – besaran yang dikembangkan kekuatan komersial untuk membentuk perilaku konsumen yang radikal dan terus berkesinambungan.

3) Globalisasi dan Perkembangan Kapitalisme

Globalisasi secara umum di tandai dengan adanya ekspansi pasar kapitalis yang luar biasa agresif dan esklasi perilaku konsumtif masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Globalisasi bukan hanya melahirkan perubahan – perubahan baru dalam perilaku dan gaya hidup masyarakat, tetapi juga melahirkan perubahan struktur sosial masyarakat dan mempengaruhi dinamika kondisi perekonomian di barbagai level ; dari tingkat global hingga lokal. McDonalisasi, Korporasi global, Bank dunia, WTO, dan sejenisnya merupakan

(23)

lembaga yang sekaligus menjadi simbol globalisasi yang acap kali di kritik telah merampas kekuasaan negara dan pemerintah loka, serta mengikis budaya tradisional.23

Berbagai kajian telah membuktikan, ketika batas antar teritorial makin kabur, budaya tradisional makin memudar karena digantikan gaya hidup dan pengaruh budaya global, maka dalam waktu yang bersamaan perubahan yang dahsyat pun tiba – tiba menyergap hampir seluruh sendi dan kehidupan masyarakat. Munculnya berbagi istilah, seperti pasar global, komunikasi global, keamanan global, lingkungan global, dan sejenisnya merupakan bukti yang memperlihatkan betapa globalisasi telah menyentu seluruh peradaban manusia.

Tabel 2

BERBAGAI DEFINISI TENTANG GLOBALISAS

Definisi Keterangan

Internasionalisasi Globalisasi dipakai untuk menjelaskan hubungan lintas batas antarnegara, di mana globalisasi diartikan sebagi aliran perdagangan dan investasi modal besar yang memengaruhi pertumbuhan dan saling

ketergantungan internasional. ( Pauil & Grahame Thompson, 1996)

Liberalisasi Globalisasi dipakai untuk menjelaskan terjadinya proses integrasi ekonomi internasional yang didasari adanya keterbukaan tanpa batas. ( Sander, 1996) Universalisasi Globalisasi adalah proses penyebaran perbagai

macam objek dan pengalaman kepada orang di seluruh penjuru dunia. ( Oliver Raiser ,1994)

23 Ibid, Hlm 92.

(24)

Modernesisasi Globalisasi di anggap identik dengan amerikanisasi, imperialisme atau kolonisasi yang menghancurkan budaya lokal. ( Spybey,1996)

Deteritorialisasi Globalisasi sebagi proses yang mewujudkan perubahan ke dalam spasial organisasi hubungan sosial dan transaksi.( David Held1, 999)

Sumber ; Jan Aart Scholt, 2000.

Globalisasi tiada lain adalah kebebasan tiada lain adalah kebebasan dan keleluasaan lalu lintas barang, jasa, modal kekuatan kapitalis yang menerobos batas – batas negara, wilayah, serta adat istiadat dan budaya. Dalam kehidupan yang makin mengglobal masyarakat bukan saja mengalami perubahan dalam pola interaksi sosial dan perilaku ekonomi, tetapi mengalami perubahan dalam sosial buday, psikologis politik, hukum, dan bahkan keyakinan. Globalisasi dalam berbagai perbincangan sering kali di hubungkan denganperubahan sosial kontenporer.

Jan Aart Scholt, ahli yang menulis buku Globalization A Critical Introduction, dalam Bab 1, “ What is Happening?”menyatakan selama ini paling tidak ada lima pengertian atau definisi tentang globalisasi yang berbeda – berbeda, ada yang memahami globalisasi sebagi proses internasionalisasi, liberalisasi, Universalisasi, atau sebagi bentuk deteritorialisasi.24

Perbedaan pemahaman dan definisi tentang globalisasi di atas sudah tentu menyebabkan arah dan fokus diskusi antar berbagai pihak menjadi bias, dan sulit menjadi bias, dan sulit mencari titik temu. Ketika globalisasi dipahami sebagi proses superiorisasi pasar global atau dominasi negar maju, maka umumnya mereka akan melihat globalisasi dipahami sebagi ancaman. Sementara itu, ketika globalisasi dipahami sebagai penyebarluasan, penyatuan,

24 Ibid, Hlm 93.

(25)

munculnya homogenitas atau hilangnya batas antar wilayah/negara, maka globalisasi akan dipahami sebagi faktor yang memengaruhi dan mengubah secara radikal gaya hidup dan nilai- nilai sosial budaya masyaraka, khususnya masyarakat di Negara sedang berkembang.

Bagi kelompok yang kontra globalisasi, niscaya apapun pengertianya globalisasi akan dipahami sebagai suatu yang sifatnya negatif. Di mata kelompok yang kontra globalisasi, keberadaan perusahaan global dinilai tidak pernah lepas dari kepentingan negara induknya. Demikian pula lembaga pengatur global, juga tidak steril dari kepentingan negara asalny, sehingga apa pun bentuknya, globalisasi sesungguhnya adalah refleksi dar dominasi kedigdayaan pengaruh negara maju dan kekuatan kapital yang makin mengglobal.

Secara garis besar, Scholte menyatakan dampak globalisasi terhadap struktur sosial, paling tidak berkaitan dengan empat hal, pertama, globalisasi telah mengubah sifat aktivitas ekonomi . Keduaglobalisasi telah menggerogoti dan menghambat kekuasaan negara. Ketiga globalisasi telah melahirkans sinkronasi dan homogenisasi budaya. Keempatglobalisasi telah berkembang di luar masyarakat modern, sehingga secara linier boleh dikata globalisasi adalah tahap pascamodernitas.25

Di bidang produksi, perubahan aktivitas ekonomi, menurut Scholte di mulai ketika terjadi revolusi global pertama ahir abad ke – 19, dan lompatan tiba – tiba kemajuan menuju realitas baru menyebar luas karena dipicu penemuan komputer, perkembangan teknologi transportasi, komunikasi, pemrosotan data, dan pesawat jet. Jika sebelum aktifitasnya aktifitas ekonomi lebih banyak dominasi industri manufaktur, maka globalisasi menyebabkan aktivitas ekonomi mengalami pergeseran ke sektor jasa yang lebih mengandalkan pengetahuan.

25 Ibid, Hlm 94.

(26)

Di bidang pengaturan, globalisasi, menurut Scholte di tandai dengan menyusutnya peran kekuasaan negara yang sentralis, dan otoritas makin terdifusi ke dalam agensi – agensi supranegara. Kehidupan berbagai lembaga dunia, bukan saja mengintervensi dan memengaruhi kebijakan politik, tetapi juga mengurangi otoritas negara.

Di bidang budaya, globalisasi terbukti melahirkan homogenisasi atau sinkronasi budaya. Berbagai subkultur, pranata tradisional dan kehidupan masyarakat lokal sering kali memudar ketika terjadi intervensi kekuatan global, baik dalam bentuk kekuatan ekonomi maupun invasi budaya. Globalisasi, dalam banyak hal memperkenalkan budayatunggal yang berpusat pada konsumerisme, media masa, Amerikanisasi dan Bahasa Inggris, sehingga jangan kaget jika di daerah yang tepelosok sekalipun kita dengan mudah menemukan anak – anak mudah berdandan ala artis amerika dan mendendangkan lagu yang mereka dengar lewat televisi atau ipod.

Tabel 3

DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP STRUKTUR SOSIAL

Aspek Dampak Keterangan

Produksi Globalisasi mengubah sifat aktivitas ekonomi. - Dipicu revolusi teknologi dalam transportasi, komunikasi, dan pemrosesan data. - Ekonomi berbasis informasional, berbasis pengetahuan, dan pasca industrial atau

(27)

jasa.

- Ditandai dengan mati akhir kapitalisme. - Globalisasi menghasilkan pembagian kerja dunia baru, meningkatnya regionalisme, korporasi raksasa, dan konsumerisme Pengaturan Globalisasi telah

menghambat kekuasaan negara. - Otoritas makin terdifusi ke dalam agensi – agensi subnegara dan supranegara dan juga badan – badan negara.

Budaya Globalisasi melahirkan sinkronasi budaya.

- Struktur peferensi dunia menjadi lebih terhomogenisasi. - Globalisasi menghancurkan cara – cara kehidupan tradisional dan muncul diversitas. - Globalisasi memperkenalkan

(28)

budaya dunia tunggal yang terpusat pada konsumerisme, dan bahasa inggris. Modernitas dan pasca modernitas. Globalisasi berkembang di luar masyarakat modern.

- Modernitas melahirkan globalisasi. - Globalisasi adalah

produk dari tata aturan sosial modern. - Globalisasi membuat

masyarakat

memasuki era pasca modern.

Sumber ; Jan Aart Scholte. 2000.

Di bidang perkembangan modernitas dan pascamodernitas, globalisasi telah berkembang jauh hingga keluar dari masyarakat modern. Globalisasi telah membuat masyarakat memasuki era pascamodern di mana komunikasi menjadi makin maya, dan simbol – simbol menjadi makin universal.

Scholte dalam tulisanya memang tidak mendeskripsikan proses perubahan dan dampak yang terjadi ketika berbagai aspek seperti diuraikan di atas terakumulasi. Namun yang efek dan dampak globalisasi bukan saja mengubah dan memorakporandakan struktur sosial yang ada, tetapi juga melahirkan struktur sosial baru yang pada giliranya malah menentukan pola interaksi dan bagaimana warga masyarakat memperlihatkan dirinya.

(29)

Globalisasi dan perkembangan kapitalisme tahap lanjut, apa pun bentuknya merupakan sebuah ancaman yang membutuhkan sikap dan antisipasi. Berbeda dengan Adam Smith yang meyakini kapitalisme sebagi jalan pembuka bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, paradigma neo-Marxsis memandang kapitalisme sebagi suatu tatanan sosial yang global berlandaskan hubungan – hubungan sosial yang eksploitatif.

Joseph E.Stigliz, misalnya, pemenang penghargaan Nobel dalam bidang ekonomi secara tajam telah melontarkan kritik tentang resiko globalisasi dan perkembangan kapitalisme. Perkembangan ekonomi global dan upaya yang dilakukan lembaga – lembaga besar dalam proses globalisasi telah menjatuhkan negara – negara yang sedang kesulitan yang seharusnya mereka bandu, karena di balik itu pertimbangan yang dipakai para perumus kebijakan global ternyata lebih banyak pertimbangan politis daripada pertimbangan yang benar – benar objektif.26

Sementara itu, George Ritzer, menyatakan bahwa globalisasi atau tepatnya globalisasi kehampaan merupakan bentuk penindasan model baru di era Global, yaitu penindasan oleh komoditas – komoditas yang dikontrol, didistribusikan, dan dimaknai secara terpusat oleh kekuatan modal yang lintas negara atau perusahaan trans nasional.

Dengan melihat berbagai efek negatif dan ancaman globalisasi seperti di atas, oleh sebab itu wajar jika dibutuhkan sikap dan langkah antisipasi agar perkembangan global tidak makin merugikan. Menurut Scholte, secara garis besar paling tidak ada tiga kelompok atau pendekatan yang menawarkan respons yang berbeda – beda dalam menyikapi globalisasi.

Pertama, kelompok neoliberalisme. Menurut kelompok ini, peran

pemerintah dan lembaga multilateral perlu dibatasi hanya sebagai fasilitator, dan yang terpenting peran kekuatan pasar harus diperbesar untuk

26 Ibid, Hlm 97

(30)

mengendalikan perkembangan globalisasi. Berbagai bentuk pembatasan atau regulasi yang tidak perlu harus di hapuskan, dan bahkan kelompok ini menyatakan perlu dikembangkan kebijakan privatisasi.

Kedua, kelompok reformis atau demokrasi sosial global. Kelompok ini seperti juga kelompok neoliberalisme sebetulnya menaruh harapan terhadap peran kekuatan pasar . Hanya saja, kapitalisme membutuhkan kebijakan publik global yang dirancang dengan cermat dan promasyarakat. Selain perlu dikembangkan berbagai aturan tentang jaminan resmi standar minimum, juga perlu dikembangkan tindakan antitrusdan berbagai bentuk regulasi lain untuk membatasi kemungkinan terjadinya praktik monopoli.

Tabel 4

MENYIKAPI GLOBALISASI

Kelompok Respons Kebijakan

Neoliberalisme - Globalisasi perlu dibimbing dengan kekuatan pasar, dan otoritas publik ( pemerintah dan lembaga multilateral)

- Perlu menghapuskan pembatasan yang diberlakukan negara, baik di bidang keuangan, barang maupun jasa dan modal. - Perlu dikembangkan privatisasi langsung. Reformisme(demokrasi

sosial global )

- Kapitalisme memerlukan kebijakan publik global yang dirancang dan dilaksanakan dengan cermat.

- Untuk melindungi bahaya kapitalisme perlu dikembangkan jaminan resmi standar minimum

(31)

- Mendukung tindakan antitrust dan kontrol resmi lain untuk membatasi kekuasaan monopoli perusahaan.

Radikalisme - Diperlukan deglobalisasi untuk memulihkan kesehatan ekonomi, kesimbangan ekologikal, integritas budaya dan demokrasi .

- Perlu pemisahan negara dari jaringan ekonomi global

- Globalisasi dinilai justru mengancam prulaisme.

- Tergantung pada revolusi sosial.

Ketiga, kelompok radikal. Kelompok ini menawarkan revolusi sosial sebagai jawaban atas ancaman globalisasi. Globalisasi memang terbukti mampu menyatukan dunia dan menyebabkan batas – batas administrasi wilayah menjadi kabur. Tetapi, di saat yang sama, kata Hans – Peter Martin dan Harald Schuman, globalisasi ternyata malah melahirkan kesenjangan sosial, polarisasi antarkelas yang makin lebar, munculnya pengangguran yang makin besar, dan di bidang politik globalisasi juga menyebabkan para politisi terpaksa berketuk lutut mendukung program deregulasi yang sebetulnya hanya melayani kepentingan kekuatan modal global. Untuk mencegah agar globalisasi dan perkembangan kapitalisme tidak makin liar, maka kelompok radikal menyatakan bahwa yang dibutuhkan adalah deglobalisasi untuk memulihkan kesehatan ekonomi, keseimbangan ekologikal dan integrasi budaya dan demokrasi.

D. Kajian Kesejahteraan Sosial

(32)

Kesejahteraan berasal dari kata “sejahtera” sejahteraini mengandung pengertian dari bahasa sansekerta “Catera” yang berarti payung. Dalam konteks ini, kesejahteraan yang terkandung arti “catera”(payung) adalah orang yang sejahtera yaitu orang yang dalamhidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman tentram, baik lahir maupun batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “ socius” yang berarti kawan, teman, dan kerja sama. Orang yang sosial adalah dapat berelasi dengan orang lain dan lingkunganya dengan baik. Jadi kesejahteraan sosial dapat di artikan sebagi suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhan dan dapat berelasi dengan lingkunganya secara baik.27

Banyak pengertian atau pembahasan kesejahteraan sosial yang dirumuskan , baik oleh para pakar ataupun para ahli pekerjaan sosial maupun PBB dan badan-badan yang berkaitan atau berkesinambungan membahas perihal demikian dibawahnya di antaranya:28

1) Friedlander

Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.

2) Perserikatan Bangsa-Bangsa

27Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Hlm 8 28Ibid, Hlm 9

(33)

Kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individudengan lingkungan sosial mereka.

3) UU N0. 6 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 1

Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, materil ataupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.

2) Tujuan kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan yaitu :

a) Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkunganya.

b) Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di lingkunganya, misalnya dengan menggali sumber – sumber, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.Selain itu, Schneiderman mengemukakan tiga tujuan utama dari sistem kesejahteraan sosial yang sampai tingkat tertentu tercermin dalam semua program kesejahteraan sosial, yaitu pemeliharaan sistem, pengawasan sistem.29

c) Pemeliharaan Sistem

29Ibid, Hlm 10

(34)

Pemeliharaan dan menjaga keseimbangan atau kelangsungan keberadaan nilai-nilai dan normasosial serta aturan-aturan kemasyarakatan dalam masyarakat, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan definisi makna dan tujuan hidup; motivasi bagi kelangsungan hidup orang seorang dan kelompok; norma - norma yang menyangkut pelaksanaan peran anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua, dan peran pria dan wanita; norma-norma yang berhubungan dengan produksi dan distribusi barang dan jasa; norma-norma yang berhubungan dengan penyelesaian konflik dalam masyarakat, dan lain-lain.

Kegiatan sistem kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan semacam itu meliputi kegiatan yang diadakan untuk sosialisasi anggota terhadap norma-norma yang dapat diterima, peningkatan pengetahuan dan kemampuan untuk mempergunakan sumber-sumber dan kesempatan yang tersedia dalam masyarakat melalui pemberian informasi, nasihat dan bimbingan, seperti penggunaan sistem rujukan, fasilitas pendidikan, kesehatan dan bantuan sosial lainya. Kegiatan lain adalah kompensasi terhadap kekurangan sistem, berupa melengkapi atau mengganti tatanan sosial lain seperti keluarga, pasar, sistem pendidikan, sistem kesehatan, dan sebagainya, sementara tatanan sosial lain seperti keluarga, pasar, sistem pendidikan , sistem kesehatan dan sebagainya, sementara tatanan sosial pokok pada dasarnya tidak berubah. Termasuk juga dalam kegiatan ini, bantuan keuangan dan pembayaran jaminan sosial untuk meningkatkan daya beli, guna terpeliharaa ekonomi secara keseluruhan. Kompensasi ini sifatnyatemporal.

a. Pengawasan sistem

Melakukan pengawasan secara efektif terhadap perilaku yang tidak sesuai atau menyimpang dari nilai-nilai sosial. Kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan semacam itu meliputi; mengintensifkan fungsi-fungsi

(35)

pemeliharaan beruapa kompensasi, (re) sosialisasi, peningkatan kemampuan menjangkau fasilitas-fasilitas yang ada bagi golongan masyarakat yang memperlihatkan penyimpangan tingkah laku misalnya kelompok remaja dan kelompok lain dalam masyarakat. Hali ini dimaksudkan agar dapat ditingkatkan pengawasan diri sendiri dengan jalan menghilangkan sebab-sebab masalah yang sesungguhnya. Disamping itu , dapat pula dipergunakan saluran-saluran dan batasan-batasan hukum guna meningkatkan pengawasan eksternal terhadap penyimpangan tingkah laku misalnya orang tua yang menelantarkan anaknya, kejahatan, kenakalan remaja, dan sebagainya.

b. Perubahan sistem

Mengadakan perubahan kearah berkembanganya suatu sistem yang lebih efektif bagi anggota masyarakat. Dalam mengadakan mengadakan perubahan itu, sistem kesejahteraan sosial merupakan instrumen untuk menyisishkan hambatan-hambatan terhadap partisipasi sepenuhnya dan adil bagi anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan; pembagian sumber-sumber secara lebih pantas dan adil, terhadapan penggunaan struktur kesempatan yang tersedia secara adil pula.

2) Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial

Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan sosio-ekonomi, menghidarkan terjadinya konsekuensi –konsekuensi sosial yang negatif akibat penggunaan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.30

30Ibid, Hlm 12

(36)

Fungsi-Fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain: 1. Fungsi Pencegahan (Preventife)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru. Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta lembaga-lembaga sosial baru.

2. Fungsi Penyembuhan (Curative)

Kesejahteraan sosial ditunjukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidak mampuan fisik, emosisonal, dan sosial agar orang yang mengalami masalahtersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi)

3. Fungsi Pengembangan (Development)

Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses pengembangan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.

4. Fungsi-Funsi penunjang (suportive)

Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain

3) Komponen-Komponen Kesejahteraan Sosial

Semua kegiatan atau usaha kesejahteraan sosial mempunyai ciri-ciri tertentu yang yang membedakan dengan kegiatan-kegiatan lain :31

a) Organisasi Formal

Usaha Kesejahteraan sosial terorganisasi secara formal dan dilaksanakan oleh organisasi/badan sosial yang formal pula. Kegiatan yang

31Ibid Hlm.16

(37)

dilaksanakan memperoleh pengakuan masyarakat karena memberikan pelayanan secara teratur, dan pelayanan yang diberikan merupakan fungsi utamanya.

b) Pendanaan

Tanggung jawab dalam kesejahteraan sosial bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan juga tanggung jawab masyarakat. Mobilisasi dan sumber merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Kegiatan kesejahteraan karenanya tidak mengejar keuntungan semata-mata.

c) Tuntutan Kebutuhan Manusia

Kesejahteraan sosial harus memandang kebutuhan manusia secara keseluruhan, dan tidak hanya memandang manusaia dari satu aspek saja. Hal inilah yang membedakan pelayanan Kesejahteraan sosial dengan yang lainya. Pelayanan Kesejahteraan sosial dengan yang lainya. Pelayanan Kesejahteraan sosial diadakan karena tuntutan kebutuhan manusia.

d) Kebijakan/Perangkat Hukum/ Perundang-undangan

Pelayanan kesejahteraan sosial harus ditunjang oleh seperangkat perundang-undangan yang mengatur syarat memperoleh, proses pelayanan, dan pengakhiran pelayanan.

e) Peranserta Masyarakat

Usaha Kesejahteraan sosial harus melibatkan peranserta masyarakat agar dapat berhasil dan memberi manfaat kepada masyarakat.

f) Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial

Pelayanan kesejateraan sosial harus ditunjangi dengan data dan informasi yang tepat. Tanpa data informasi yang tepat maka pelayanan maka pelayanan akan tidak efektif dan tidak tepat sasaran.

(38)

Sebagaimana diketahui, strategi pembangunan sosial ini adalah strategi yang berorientasi kesejahteraan dan menjanjikan pelayanan sosial yang sesegera dan selangsung mungkin dapat diterima oleh warga masyarakat. Agar strategi pembangunan sosial ini dapat menjangkau masyarakat khususnya lapisan masyarakat yang paling membutuhkan pelayanan sosial, Sesuai dengan pendekatanya yang lebih bersifat delivery approach, maka dalam implementasi pihak institusi yang memberikan pelayanan akan memiliki peranan yang lebih dominan dalam perumusan dan pelaksanaan program. Hal ini disebabkan karena hubungan antara institusi yang menyelenggarakan program adalah hubungan antara pihak yang memberikan pelayanan dan pihak yang diberikan pelayana, yang sering disebut dengan klien.32

Walaupun demikian, agar program – program pelayanan sosial yang diselenggarakan cukup efektif menyentuh kesejahteraan masyarakat yang menjadi klien, maka program yang dirancang dilaksanakan tetap harus memerhatikan permasalahan dan kebutuhan dalam masyarakat. Demikian juga dalam pelaksanaanya, program tersebut perlu diusahakan agar dapat menjangkau kelompok sasaran yang diinginkan dan memperoleh partisipasi dari masyarakat walaupun lebih bersifat partisipatif dalam pelaksanaan dalam bentuk keterlibatanya dalam menggunakan dan memanfaatkan pelayanan ditawarkan. Lebih dari itu, karena pelaksanaan program pelayanan sosial ini sering melibatkan berbagai pihak yang terkait, maka agar hasilnya semakin maksimal perlu juga digalang kerja sama dan koordinasi dengan pihak – pihak terkait tadi. Keseluruhan proses guna mengimplementasikan strategi ini kedalam berbagai bentuk program pelayanan sosial, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh pelaksanaan evaluasi tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini di TK se-Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru secara keseluruhan dan

Jadi, ini adalah sesuatu hal yang cukup vital bahwa organisas anda memilih software HRIS yang mempunyai teknik-teknik keamanan yang paling canggih, seperti proteksi

 Guru kembali menghimbau aktivitas siswa dalam kelompok masing-masing untuk mengolah informasi dari apa yang mreka temukan sebelumnya dengan penjelasan serta

Effect of Peanut Hull Extract (Arachis hypogaea L) toward the Birth Body Weight and the Number of Leukocytes in Mice Placenta Infected by Plasmodium Beghei Sujarot Dwi

Intervensi yang dapat dilakukan antara lain: (1) intervensi untuk mengoptimalkan keterlibatan penyedia pelayanan kesehatan dan staf TB pada pelatihan AKMS untuk promosi

Berdasarkan hal-hal tersebut dan memperhatikan aspirasi masyarakat yang mulai berkembang sejak tahun 1954 dan selanjutnya secara formal tertuang dalam Keputusan Dewan Perwakilan

Artinya adalah bahwa presentase sumbangan pengaruh variabel independen (kreativitas iklan, daya tarik iklan, kualitas pesan iklan) terhadap variabel dependen (brand

4.20 Perbandingan pencapaian pelajar kumpulan rawatan bagi mata pelajaran Sains, Matematik dan Bahasa Inggeris. berdasarkan gaya kognitif