PENDIDIKAN KEMANDIRIAN BERBASIS
PONDOK PESANTREN DI PONDOK PESANTREN
AL-MANAR SALATIGA
Studi Pada Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2011-2012
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
YEYEN EPTA
_______________________________111 070 52
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PERSETUJUAN PEMBIMBING KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Saudara Yeyen Epta dengan Nomor Induk Mahasiswa 111 070 52 yang berjudul ”Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran kabupaten
Semarang Tahun 2011-2012” telah dimunaqosahkan dalam Sidang
Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal ….. bulan ………….. Tahun …….. 2012 dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I.).
Salatiga, 2012 M.
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Yeyen Epta
NIM : 111 070 52
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, ... 2012 Yang menyatakan,
Yeyen Epta NIM : 111 070 52 KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
MOTTO
”Hiduplah laksana pohon buah yang berbuah lebat; tumbuh di tepi jalan dan
ketika dilempari orang dengan batu, dibalas dengan buah”
(Abu Bakar al-Syibli)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan buat :
1. Bapak dan ibuku yang tersayang atas restu dan kasih sayangnya yang senantiasa menjadi kekuatan dalam setiap langkah dan keberhasilanku. Terima kasih untuk pemberian do’a dan pengorbanan kepadaku yang tak terkatakan.
2. Saudara-saudaraku tercinta atas persaudaraan yang selalu memberikan do’a dan dukungan dengan tulus.
3. Jodoh dan masa depanku
4. Sahabat-sahabat terbaikku Een Boen, Dum Markudum, si Kucrut Rohim, Syeikh Kom Medi, dan temen-temen ku yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.
5. Almamater di angkatanku.
6. Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Manar, yang senantiasa menjadi motivator selama penelitian dan penulisan skripsi penulis.
7. Temen-temen ku yang ada di cabang HMI salatiga, dan
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul ”Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran kabupaten Semarang Tahun 2011-2012”.
Skripsi yang ditulis ini menyangkut tentang pentingnya masalah kualitas keagamaan kaitannya dengan pendidikan kemandirian. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gelar Sarjana strata 1 pada Fakultas Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Karya tulis ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ketua STAIN Salatiga
2. KAPROGDI Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga
3. Bapak M. Ghufron, M. Ag. yang telah membimbing peneliti dalam
menyelesaikan karya tulis ini dengan tulus dan penuh kesabaran.
5. Teman-teman baikku bang Prima, Rohim, Dum, Een, Idit dan yang selalu mendukung, memotifasi dan membantuku dengan tulus.
6. Teman-teman Senasib dan Seperjungan di Himpunan Mahasiswa Islam(HMI).
Meskipun kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan secara maksimal, namun penulis yakin masih banyak kekurangannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang khususnya.
Penulis
ABSTRAK
Yeyen Epta, 2012. Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran kabupaten Semarang Tahun 2011-2012. Skripsi Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Skolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Bp. Ghufron, M.Ag.
Penelitian ini upaya untuk mengetahui; 1. Pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren, 2. Kualitas pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren, 3. Faktor pendukung dan kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodologi penelitian Kualitatif, metode pengumpulan datanya dengan metode observasi dan wawancara.
Metode yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan bagaimana pendidikan kemandirian pada pondok pesantren tersebut.
Dalam Tugas Akhir ini, membahas bagaimana pendidikan kemandirian pada pondok pesantren. Seperti kita ketahui santri yang berada di pondok pesantren dibesarkan dan dididik dalam suatu lingkungan pesantren tanpa adanya orang tua. Jadi pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah memusatkan pada para santri tersebut secara total. Secara umum ada keterikatan yang kuat antara para santri dengan pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah atau siapapun yang berada di sekitar lingkungan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena sejak masuknya santri ke pesantren tersebut perhatian terpusat pada para santri dan dalam perkembangan selanjutnya para santri tersebut memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah dan lingkungannya. Sebagai pengasuh, pengurus, ustadz dan ustadzah perlu mendidik para santri agar tumbuh menjadi anak yang mandiri meskipun banyak kendala-kendala yang harus dihadapi.
Kualitas pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Dalam pendidikan kemandirian baik dari segi kegamaan maupun dari peningkatan skill secara utuh memberikan peningkatan kwalitas pendidikan pondok pesantren. Hal tersebut menandakan bahwa kualitas pendidikan di pondok pesantren Al-Manar Bener sangat baik dengan memperhatikan tingkah laku maupun perbuatan santri dan juga dengan melihat para alumni yang dapat mempraktekkan life skill mereka baik di dunia kerja maupun kesehariannya. Kwalitas pendidikan tersebut juga dibuktikan dengan penerimaan santri yang tiap tahunnya meningkat.
Faktor yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener baik dari segi agama maupun life skill terdiri atas 2 bagian yaitu : Faktor Intern yang mendukung dalam faktor ini adalah pengasuh, pengurus dan ustadz selaku pembina. Faktor ekstern yang mendukung dalam factor ini adalah sarana prasarana seperti masjid, perpustakaan, buku, labolatorium bengkel Otomotif, bengkel las, ruang jahit, ruang pelatihan dan sumber belajar lain yang dapat digali.
Factor kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener adalah hambatan yang biasa sering ditemui dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian ini adalah santri sering menganggap
pendidikan kemandirian keagamaan kurang menarik, sehingga
mengenyampingkan kegiatan tersebut. Selain itu sarana dan prasarana yang kurang meamdai juga menghambat dalam pendidikan kemandirian tersebut.
DAFTAR BAGAN
Bagan I Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Struktural
Bagan 2 Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Non-Struktural
Bagan 3 Struktur Organisasi Pondok Pesantren Al-Manar Kecamatan
DAFTAR TABEL
Tabel I Nama Kyai yang Pernah Menjadi Pengasuh Pondok
Pesantren Al-Manar
Tabel II Daftar Asatidz Pondok Pesantren Al-Manar Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang
Tabel III Daftar Jumlah Santri Pondok Pesantren Al-Manar
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN... .... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK... x
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Penegasan Istilah ... 5
G. Metodologi Penelitian ... 7
BAB II : KAJIAN PUSTAKA ...
A. Kerangka Teoritik ………
1. Tinjauan Tentang Kemandirian …………...……… 16
2. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren ……... B. Pendidikan Kemandirian Menurut Pandangan Islam ...
C. Kerangka Analisis ……….
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ...
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Manar Bener
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang …………... 50 1. Sejarah Singkat ... 2. Letak Geografis ... 3. Sarana Prasarana ...
4. Keadaan Asatidz, Karyawan dan santri ...
5. Struktur Organisasi ………
B. Pelaksanaan Pembelajaran di Pondok Pesantren al-Manar
Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten semarang...
1. Kurikulum …….………..
2. Metode Pengajaran ………..
C. Program Pengembangan Pondok Pesantren dan Masyarakat ...
1. Peranan Pondok Pesantren dalam Pelaksanaan Pengembangan
Masyarakat ……….
2. Penyelenggaraan Unit Usaha dan Pengembangan Ketrampilan
di Pondok Pesantren ……….
D. Keadaan Sosial Kemasyarakatan Sekitar Pondok Pesantren ……….
E. Latar Belakang Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok
Pesantren di Ponpes Al-Manar Bener ……….
1. Pendidikan kemandirian keagamaan ………
2. Pendidikan kemandirian peningkatan life skill ………
BAB IV : PEMBAHASAN ... A. Penyajian Dan Analisis Data Pelaksanaan pendidikan
Kemandirian ………
1. Pelaksanaan Pendidikan Kemandirian keagamaan ………..
2. Pelaksanaan pendidikan kemandirian life skill ………..
B. Usaha-Usaha Pendidikan kemandirian Dalam Meningkatkan
Keberhasilan dan Kwalitas Pendidikan Santri ………
1. Usaha Pendidikan kemandirian Dalam Meningkatkan
Keberhasilan ……….
2. Kwalitas Pendidikan Santri ………..
C. Faktor Pendukung Dan Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan
Pendidikan kemandirian ……….
1. Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Pendidikan kemandirian …
2. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan Pendidikan kemandirian …
BAB V : PENUTUP ... A. Kesimpulan ………... B. Saran ………... C. Penutup ...
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN
98 98 100 101
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah kegiatan yang melibatkan setiap orang dan seluruh lapisan masyarakat. Setiap orang sejak awal sampai akhir sangat berurusan dengan pendidikan, baik pendidikan untuk diri sendiri, anak-anak (keluarga) maupun untuk anggota masyarakat. Pendidikan ini pada dasarnya adalah merupakan kewajiban untuk selalu menyempurnakan diri, membangun kualitas hidup, dan bertanggung jawab atas amanah sebagai kholifah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan mengandung makna sebagai usaha membangun pribadi menjadi warga negara dan bangsa yang baik.
Dengan pendidikan akan terbina kepribadian yang harmonis. Terbinanya kepribadian seseorang diharapkan dapat secara bertahap mengatur
kehidupannya, mengatasi persoalan-persoalan guna mencukupi
kebutuhannya, dan dapat mengarahkan hidupnya kepada sesuatu yang lebih berguna secara mandiri. Dalam Ilmu Pendidikan disebutkan bahwah pendidikan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus
bangsa indonesia. Pendidikan Pondok Pesantren lebih mengedepankan pendidikan agama, karena pendidikan agama merupakan bagian pendidikan yang sangat penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai.
Agama mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan dirinya sendiri yang dapat menjamin keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kebahagiaan lahir batin. Pondok Pesantren adalah salah satu lembaga yang mampu memberi pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan, baik jasmani, ruhani, maupun intelegensi, karena sumber nilai dan norma-norma agama merupakan kerangka acuan dan berfikir serta sikap ideal para santri. Sehingga pesantren sering disebut sebagai alat tranformasi kultural.
Semua ini dapat muncul tak lepas dari peran serta para kiai atau ustadz, kakak kelas, yang selama dua puluh empat jam terus menerus senantiasa memberi bimbingan, pengarahan sehingga setiap gerak gerik mereka selalu terawasi dengan seksama untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya.
Berdasarkan pengamatan penulis tampak belum ada yang meneliti
tentang PENDIDIKAN KEMANDIRIAN BERBASIS PONDOK
PESANTREN DI PONDOK PESANTREN AL-MANAR SALATIGA (Studi pada pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang Tahun 2011-2012). Dengan demikian masalah yang diangkat dalam penelitian ini telah memenuhi unsur pembaharuan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut;
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok
pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang Tahun 2011-2012?
2. Bagaimana kualitas santri dalam pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang Tahun 2011-2012?
3. Bagaimana factor pendukung dan kendala dalam pelaksanaan
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan penelitian ini adalah;
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis
pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011-2012.
2. Untuk mengetahui kualitas pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah 2011-2012.
3. Untuk mengetahui factor pendukung dan kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren Al-Manar Bener, kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah 2011-2012.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi; 1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan islam di pondok pesantren di Al-Manar.
a. Bagi penulis dapat menambah wawasan pengalaman tentang pendidikan Islam dalam bidang kemandirian berbasis pondok pesantren.
b. Bagi pondok pesantren Al-Manar dapat memberi motivasi untuk lebih meningkatkan kemampuan dan skil dalam mengembangkan pendidikan kemandirian santri.
Bagi peneliti berikutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan maksud yang terkandung dalam istilah-istilah pada judul skripsi, maka penulis menegaskan istilah pokok yang terkandung dalam skripsi sebagai berikut: 1. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Depdiknas, 1989: 204). Pendidikan berasal dari kata “didik” yang memberi awalan “pe” dan akhiran “an” mengandung arti perbuatan (hal, cara).
atau bimbingan. Dalam bahasa Arab sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan (Ramayulis, 2004: 1)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pendidikan adalah usaha maksimal yang dilakukan untuk menjalani aktifitas maupun kegiatan-kegiatan dengan menggunakan kemampuan berfikir, menganalisa dengan serius dan bertanggung jawab atas semua yang diperbuat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Kemandirian
Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain (Depdiknas, 2007: 710). Meningkatkan kemandirian pesantren berarti meningkatkan pesantren dalam ikut membangun bangsa dan ikut memperkokoh rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan kemandirian adalah usaha maksimal yang dilakukan santri untuk menjalani rutinitas yang ada dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari orang luar demi mewujudkan cita-cita bersama.
Secara bahasa pesantren berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti tempat menginap. Adapun kata pesantren merupakan bentukan dari kata santri mendapat affiks “pe-an” menjadi pesantrian (DEPAG, 2003: 12).
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyiaran Islam, pada umumnya pondok pesantren sebagai tanggungjawab ketaatan terhadap Allah Swt untuk mengajarkan ajaran agama islam dari dasar.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, berbasis pondok pesantren adalah tempat pembentukan karakter seseorang dari paling dasar yang tinggal didalam lembaga tersebut untuk mengembangkan baik sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial secara bertahap sesuai dengan tingkat pertumbuhan, perkembanganya dan tingkat kecerdasan serta potensi spiritual yang dimiliki masing-masing santri.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka (Jamal, 2011: 75).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian misalnya: perilaku, persepsi, motivasi tindakan, secara holistic dan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah (Moleong, 2009: 6), yaitu dengan cara menggali, menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasikan realitas.
Dengan demikian penelitian ini bertujuan mendiskripsikan fenomena meningkatkan kualitas untuk mengamati bentuk- bentuk kemandirian belajar santri dengan menggunakan landasan berfikir fenomenologis sebagai landasan pokok dalam penelitian kualitatif, dimana berupaya memahami kenyataan yang disajikan tidak dalam bentuk angka dan Data kualitatif hanya dapat digolongkan dalam wujud kategori-kategori. Misalnya pernyataan orang tentang suatu keadaan bagus, buruk, mencekam, menarik, membosankan, sangat istimewa dan sebagainya.
2. Kehadiran Peneliti
dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrumen pendukung.
Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolok ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan atau sumber data lainnya di sini mutlak dilakukan. Peneliti mengadakan komunikasi dengan objek penelitian memakai bahasa Jawa Krama Alus, yang memungkinkan komunikasi lebih akrab dan mudah dipahami sehingga akan terjalin baik antara peneliti dan responden.
Peneliti mengumpulkan dan mencatat data secara terperinci mengenai hal-hal yang bertalian dengan permasalahan yang sedang diteliti, misalnya mengenai tingkat kemandirian santri dalam kehidupan sehari-hari di tempat penelitian, pandangan ustad mengenai konsep dasar kemandirian santri berbasis pondok pesantren, kondisi lingkungan tempat penelitian dan lain sebagainya.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan pada Pendidikan Kemandirian Berbasis Pondok Pesantren di Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah.
4. Sumber Data
mendukung. Sedangkan sumber sekunder yaitu dokumen-dokumen yang merupakan hasil laporan, hasil penelitian, serta buku-buku yang ditulis orang lain tentang pendidikan kemandirian berbasis pondok pesantren.
5. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Observasi
Obsevasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Jamal, 2011: 123). Pengamatan terhadap gejala-gejala subjek yang diteliti ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung dalam situasi yang sebenarnya atau situasi buatan. Sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung dalam situasi yang sebenarnya. Metode ini digunakan dalam mengamati pelaksanaan kegiatan pendidikan kemandirian baik dalam hal keagamaan terutama pendidikan kemandirian dalam meningkatkan life skill santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener.
b. Metode Wawancara
akan ditanyakan. 2) terstruktur, adalah pedoman wawancara yang disusun secara terperinci sehingga menyerupai chek-list (Arikunto, 2006: 227). Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
Metode wawancara dalam penelitian ini dipakai penulis untuk mengambil data tentang pelaksanaan pendidikan kemandirian baik dalam hal keagamaan terutama pendidikan kemandirian dalam meningkatkan life skill santri di Pondok Pesantren Al-Manar Bener serta perannya dalam membentuk kemandirian belajar santri di pondok tersebut.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal yang variabelnya berupa catatan-catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231).
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang struktur organisasi, tenaga pendidikan, daftar anak didik, dan data lain yang diperlukan dalam penelitian.
6. Analisis Data
suatu pola, kategori, dan satuan uraian data (Jamal, 2011: 164). Data dalam penelitian kualitatif sangat beragam bentuknya, ada berupa catatan wawancara, rekaman suara, gambar, foto, peta, dokumen, bahkan rekaman pada shoting lapangan.
Orientasi umum penelitian ini terletak pada aspek bagaimana sebenarnya pendidikan kemandirian berbasis pesantren di Al-manar Bener tahun 2011-2012, untuk itu metode yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkan kedalam pola, tema, atau kategori tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep (Pohan, 2007:133). analisis data ini sendiri akan dilakukan dalam tiga cara yaitu :
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dilapangan ditulis dalam bentuk uraian yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan kepada hal-hal yang penting dan berkaitan dengan masalah, sehingga memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil wawancara. reduksi dapat membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek yang dibutuhkan.
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data-data yang telah tereduksi dengan kajian ilmu yang berhubungan dengan tema penelitian, dalam hal ini data-data wawancara yang diperoleh di lapangan tentang pendidikan kemandirian akan dikaji lebih mendalam kemudian mengaitkan dengan kehidupan para santri.
c. Kesimpulan dan Verifikasi
Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian disimpulkan sehingga makna data bisa ditemukan. Namun kesimpulan itu baru bersifat sementara saja dan bersifat umum. Supaya kesimpulan diperoleh secara lebih mendalam, maka diperlukanya data yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan di awal tadi.
Penarikan sebuah kesimpulan tersebut penulis menggunakan metode:
a. Deduktif, cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan umum untuk menilai suatu kejadian yang khusus (Hadi, 2007: 47).
b. Induktif, cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkret kemudian digeneralisasi yang mempunyai sifat umum (Hadi, 2007: 47).
Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa kriteria tertentu, yang dibagi menjadi empat kriteria yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan keabsahan, yaitu : d. Derajat Kepercayaan (Credibility)
Kredibilitas ini merupakan konsep pengganti dari konsep validitas internal dalam penelitian kuantitatif, Kriteria kredibilitas ini berfungsi untuk melakukan penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Adapun teknik dalam menentukan kredibilitas ini adalah memperpanjang masa observasi, menganalisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, tri angulasi serta member check.
e. Keteralihan (transferability)
Konsep ini merupakan pengganti dari vadilitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal diperlukan dalam penelitian
kuantitatif untuk memperoleh generalisasi. Dalam kualitatif
generalisasi tidak dipastikan, ini bergantung pada pemakai, apakah akan dipastikan lagi atau tidak, karena tidak akan terjadi situasi yang sama. Transferability hanya melihat kemiripan sebagai kemungkinan terhadap situasi-situasi yang berbeda. Teknik yang digunakan untuk transferabilitas ini dilakukan dengan uraian rinci (Thick descrition)
Konsep ini merupakan pengganti dari konsep reability dalam penelitian kuantitatif, reability tercapai bila alat ukur yang digunakan secara berulang-ulang dan hasilnya sama. Dalam penelitian kualitatif, alat ukur bukan benda melainkan manusia atau si peneliti itu sendiri. Lain dari pada itu, rancangan penelitian terus berkembang. Yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin selama penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing, yaitu pemeriksaan data yang sudah dipolakan.
g. Kepastian (confirmability)
Konsep ini merupakan pengganti dari konsep objektifitas pada penelitian kuantitatif. Bila pada kualitatif, objektifitas itu diukur melalui orangnya atau penelitianya. Diakui bahwa peneliti itu memiliki pengalaman subjektif. Namun, bila pengamatan tersebut dapat disepakati oleh beberapa orang, maka pengalaman peneliti itu bisa dipandang objektif. Jadi persoalan objektifitas dan subjektifitas dalam peneliti kualitatif sangat ditentukan oleh seseorang.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan penulisanya, adapun tata urutanya sebagai berikut :
Pendahuluan memuat: Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Penegasan istilah, Metode penelitian dan Sistematika penulisan skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu : pendidikan kemandirian yang meliputi pengertian, faktor-faktor kemandirian, kemandirian sebagai tujuan pendidikan dan bimbingan Berbasis pondok pesantren yang meliputi pengertian dan
sejarah pesantren, model pondok pesantren, kepemimpinan pondok pesantren, peran pondok pesantren, tujuan dan metode pendidikan pondok pesantren.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, subyek dan obyek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengambilan sampel dan analisis data.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan analisis tentang Latar
belakang pendidikan kemandirian berbasis pondok
pesantren, analisis tentang pelaksanaan pendidikan
kwalitas pendidikan santri, analisis tentang faktor pendukung dan kendala-kendala dalam pelaksanaan pendidikan kemandirian.
BAB V PENUTUP
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritik
1. Tinjauan Tentang kemandirian a. Pengertian kemandirian
Menurut Anita Lie (2004: 2) dan Sarah Prasasti (2004: 3), menyatakan: “Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari atau dengan sedikit bimbingan sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya”. “Kemandirian adalah perilaku yang menentukan bagaimana kita bereaksi terhadap situasi setiap hari yang memerlukan beberapa jenis keputusan bersifat moral dan merupakan sikap yang harus dikembangkan seorang anak untuk bisa menjalani kehidupan tanpa ketergantungan ke orang lain”.
Bapak Pimpinan dalam setiap pertemuan bahwa Pondok Pesantren Bener Al- Manar hanya bergantung kepada Allah. Hanya Allah lah tempat bergantung dan bernaung.
Begitu juga dengan kehidupan para santri. Seluruh santri yang mengenyam pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Bener Al- Manar harus mampu mengatur kehidupannya sendiri yang dimulai dari mengatur hal-hal yang kecil hingga hal-hal yang besar seperti misalnya mengatur dan membagi waktu untuk menjalani seluruh aktifitas, mengatur keuangan, mengatur hati dan pikiran dalam berinteraksi dengan orang lain dan masih banyak lagi lainnya.
Pendidikan merupakan faktor yang paling efektif untuk perubahan
sosial manakala pendidikan masyarakat tersebut ditingkatkan,
diefektifkan, dikonstruksi dengan baik.
Kebanyakan masyarakat yang sukses dalam memnempuh kariernya dalam bisnis adalah mereka yang benar-benar banyak memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar di luar sekolah. Sebab, untuk membangun ekonomi yang baik tidak terlalu mengandalkan kecerdasan intelgensi (IQ), akan tetapi lebih banyak pada kecerdasan emosionalnya(EQ).
Dalam teori pendidikan juga disebutkan bahwa ranah pendidikan bukan hanya pada pengembangan IQ saja. Seperti yang diungkapkan oleh Bloom, bahwa ada tiga ranah yang perlu dicapai oleh pendidik, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Seperti halnya tiga teori kecerdasan yang kita ketahui bahwa manusia yang perlu dikembangkan dan masing-masing mempunyai peran yang signifikan dalam pengembangan potensi dirinya, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
Dalam dunia kerja, kecerdasan IQ bukanlah andalan satu-satunya yang dibutuhkan. Akan tetapi lebih pada penkeanan kecerdasan emosional dan spiritualnya. Dalam hal ini seseorang dituntut untuk mempunyai pengalaman yang banyak dalam hal bisnis (berdagang) demi membangun ekonomi yang layak di masa depan.
b. Kemandirian sebagai tujuan pendidikan
aspek kemandirian yang utama. Tujuan pendidikan untuk memandirikan peserta didik merupakan tujuan pendidikan yang bersifat modern, tidak bersifat tradisional yang menutut anak patuh dan mengikuti apa yang diajarkan.
Bahkan oleh Kelompok Kerja Filosofi, dan Kebijakan Strategi Pendidikan Nasional (Fasli Jalal, 2001: 44) dinyatakan bahwa kemandirian dipandang sebagai nilai inti pendidikan nasional. Nilai inti kemandiriaan tampil sebagai proses pemberdaya. Artinya, dengan berbagai pembekalan isi dan wawasan yang dikembangkan melalui pendidikan kreatifitas individu dan satuan social ditumbuhkan sehingga secara jeli dan cerdas mampu mensinergikan lingkungan. Oleh karena itu dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pun, kemandirian merupakan salah satu aspek penting dalam rumusan tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa kita.
Kemandirian sebagai salah satu tujuan pendidikan bukannya sesuatu yang dipilih menurut selera pribadi. Ia didasarkan pada konstruktivisme, suatu teori ilmiah. Kemandirian bukan sekedar pengkhususan kualitas tertentu, melainkan untuk membantu masing-masing orang memilih atau menolak hal-hal yang ada di hadapannya.
Kemandirian intelektual dan moral adalah arah yang pasti dituju oleh tiap orang, yang mengkoordinasikan pandangan-pandangan. Hal ini berkaitan dengan kemandirian sebagai esensi kehidupan yang berkualitas merefleksikan integritas nilai-nilai hidup.
c. Faktor pendukung kemandirian
Pada dasarnya anak akan tumbuh mandiri, apabila anak tersebut berada dalam lingkungan yang orang-orang disekelilingnya mampu menciptakan faktor yang dapat mendukung mereka untuk tumbuh berkembang dengan normal dan bahagia.
Ahli psikolog perkembangan Elizabeth Hurlock (1995: 28), menyebutkan beberapa kondisi penting yang mendukung kebahagiaan dalam awal masa kanak-kanak.
1. Kesehatan yang baik memungkinkan anak menikmati apapun yang ia
lakukan dan berhasil dalam melakukannya.
2. Lingkungan yang merangsang dimana akan memperoleh kesempatan
3. Mengembangkan ekspresi-ekspresi kasih sayang yang wajar seperti menunjukkan rasa bangga terhadap prestasi anak dan meluangkan waktu bersama anak melakukan hal-hal yang ingin dilakukan.
4. Harapan yang realistis sesuai dengan kemampuan anak sehingga anak memperoleh kesempatan yang wajar.
5. Mendorong kreativitas dalam bermain dan menghindari cemooh atau
kritik yang tidak perlu yang dapat mengurangi semangat anak untuk mencoba kreatif.
6. Diterima oleh saudara-saudara kandung dan teman-teman bermain sehingga anak dapat mengembangkan sikap yang baik terhadap berbagai kegiatan sosial. Ini dapat didorong oleh bimbingan dalam hal bagaimana menyesuaikan dengan orang lain dan oleh adanya panutan yang baik di rumah untuk ditiru.
7. Suasana gembira dan bahagia di rumah sehingga anak akan belajar berusaha untuk mempertahankan suasana ini.
8. Prestasi dalam kegiatan yang penting bagi anak dan dihargai oleh kelompok dengan siapa anak mengidentifikasi diri.
lingkungan dan para pendidik sangat mendukung dalam hal kemandirian.
d. Faktor penghambat pemandirian
Santri yang dikatakan mandiri yaitu santri yang bisa menyelesaikan tugasnya sendiri tanpa bantuan orang lain, tetapi karena ketika masih banyi kebutuhannya yang lebih kecil sangat tergantung kepada orang lain. Apakah itu orang tua ataupun orang dewasa lainnya. Namun, sejalan dengan pertambahan usia, santri tersebut akan berkembang mandiri bila secara mental dan fisik memang sudah siap untuk belajar mandiri. Oleh karenanya, bila santri yang diharapkan oleh lingkungan sudah berkembang mandiri, tetapi ternyata masih mempertahankan “tingkah laku bayinya” santri akan menemui kesulitan dalam mengembangkan dirinya serta mengganggu penyesuaian dengan lingkungan sosialnya.
keinginan orang lain atau kelompok. Santri tidak punya kemampuan untuk melepaskan diri dari kelompok, dalam bersikap maupun bertingkah laku karena mereka memang tidak pernah belajar untuk jadi mandiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan santri tidak mandiri, yaitu :
1. Bantuan yang berlebihan
Banyak orang tua yang merasa “kasihan” melihat anaknya bersusah payah melakukan sesuatu sehingga langsung memberikan pertolongan perlakuan yang menganggap anak tidak bisa apa-apa seperti itu sebenarnya justru memberi kesempatan pada anak untuk memanipulasi bantuan orang tua. Anak cenderung tidak mau berusaha di kala mengalami kesulitan.
2. Rasa bersalah orang tua
Hal ini sering dialami oleh orang tua yang keduanya bekerja atau mereka yang memiliki anak sakit-sakitan/cacat. Orang tua ingin menutupi rasa bersalah mereka dengan memenuhi segala keinginan anak.
3. Terlalu melindungi
4. Perhatian atau ketidakacuhan berlebih
Banyak anak yang memakai senjata merengek atau menangis karena tahu orang tuanya surplus perhatian. Itu bisa juga terjadi pada anak yang orang tuanya bersikap acuh tak acuh. Mereka sengaja malas melakukan segala sesuatunya sendiri agar mendapat perhatian dari orang tua.
5. Berpusat pada diri sendiri
Anak yang masih sangat egosentris, memfokuskan segalanya untuk kebutuhan dirinya sendiri. Mereka begitu mementingkan dirinya sehingga orang harus menuruti segala kehendaknya.
2. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesanten
Menurut Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti (2005: 11) berpendapat bahwa pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat
pendidikan manusia baik-baik.
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa
(seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnyal. (HS. Mastuki, El-sha, M. Ishom, 2006: 1)
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. (Haedari, H.Amin , 2007: 3)
Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.
b. Sejarah Umum Pondok Pesantren
timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo. (Rochidin Wahab, 2004: 153, 154)
c. Jenis Pondok Pesantren
Secara umum pondok pesantren dibedakan menjadi dua bagian. 1) Pondok pesantren salafi
dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut.
Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.
2) Pondok pesantren modern
Pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.
Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.
Pada awal mulanya model atau jenis pondok pesantren salafilah yang diterapkan. Seiring dengan tututan perkembangan jaman maka munculah pondok pesantren modern. Menurut Karel A. Steenbrink dalam majalah Tajdid (2009: 358), Salah satu dari keempat sebab-sebab terjadinya moderenisasi pesantren,yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.Sebab-sebab terjadinya moderenisasi pesantren diantaranya : 1) Munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembali kepada
Al-Qur’an dan sunah” sebagai isu sentral yang mulai di tadaruskan sejak tahun 1990, Maka sejak saat tiu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/ konservatif, mulai mengemukan sebagai wancana public.
2) Kian mengemukanya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme
belanda.
3) Terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui
organisasi keislaman mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi.
4) Dorongan kaum Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan
Islam.
Pondok pesantren sebagai sebuah institusi dari lembaga-lembaga lain yang ada di dalamnya biasanya sudah menerapkan manejemen modern. Lembaga-lembaga di luar institusi di pisah secara structural. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga independensi lembaga tersebut dan untuk memberikan kebebasan berekspresi atau berinovasi bagi pengembangan lembaga. Kondisi seperti ini tentu berbeda dengan keberadaan suatu lembaga yang hanya merupakan bagian terstruktural dalam lembaga dan menejemen pondok pesantren.
Dalam hal ini A. Halim et al (2005: 238) menjelaskan bahwa secara garis besar, model kepemimpinan pondok pesantren dapat dikategorikan dalam dua kategori, yaitu :
1) Integrated Struktural
Yang mana semua bidang/unit yang ada dalam pondok pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dengan pondok pesantren. Artinya, semua bidang/unit dengan berbagai ragam spesifikasi, berada dalam suatu organisasi.
Bagan 1
Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Struktural A. Halim et al (2005: 238)
2) Integrated Non-Struktural
Bagan 2
Kepemimpinan Ponndok Pesantren Integrated Non-Struktural A. Halim et al (2005: 239)
: Garis Komando : Garis Koordinasi
e. Peran Pondok Pesantren
meng hasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.(Irfan Hielmy, 2000: 120)
Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting di Indonesia dan negara-negara lainnya yang penduduknya banyak memeluk agama Islam. Alumni pondok pesantren umumnya telah bertebaran di seluruh wilayah Indonesia.
f. Tujuan dan Metode Pendidikan Pondok Pesantren
1) Tujuan pendidikan pondok pesantren
Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan mempunyai tujuan yang dirumuskan dengan jelas sebagai acuan program-program pendidikan yang diselenggarakan. Tujuan utama pondok pesantren adalah untuk mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang di maksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran serta tanggungjawab sosial.
Menurut M. Dian Nafi’ et al (2007: 50) tujuan pendidikan pondok pesantren secara spesifik,l beberapa pondok pesantren yang tergabung dalam Forum Pesantren merumuskan berbagai tujuan pendidikannya, yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu :
a) Pembentukan akhlak/kepribadian
قﻼﺧﻻا “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
mulia” (HR. Ahmad)
b) Penguatan kompetensi santri
Kompetensi santri dikuatkan melalui empat jenjang tujuan yaitu : i. Wasail
Penguasaan skolastik atas mata pelajaran di pesantren di tempatkan sebagai wasail,baik penguasaan itu berada dalam ranah kognitif, efektif, maupun psikomotorik.
ii. Ahdaf
Pemberian mata pelajaran sesuai dengan jenjangnya, seperti halnya jenjang ula mata pelajarannya banyak hafalan. Jenjang wustha mata pelajaran hafalan dan analisis mulai berkembang.
Jenjang ‘ulya mata pelajaran mencakup kajian kasus dan kompetensi sebagai guru sejawat santri dijenjang dasar, dan hal tersebut berjalan sampai jenjang terakhir.
iii. Maqashid
Tujuan akhir atau ghayah adalah mencapai ridla Allah SWT. Disitulah ahwal dan maqamat mulai dipahami karena dijalani, melebihi yang terbaca dalam literature selama di dalam pondok sebagai santri mukim, karena di sana para santri baru mempelajari.
c) Penyebaran ilmu
Penyebaran ilmu atau nasyru al-‘ilmi menjadi pilar utama bagi menyebarnya ajaran agama islam. Kalangan pesantren mengemas penyebaran ilmu ini dalam kegiatan dakwah yang memuat prinsip al-amru bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar. Kewajiban ini bahkan menjadi sebuah keyakina bagi kalangan pesantren, sebagai pembeda antar orang mukmin dengan munafik. Iman al-Ghazali lebih keras menyatakan, bahwa meninggalkan amar makruf nahi munkar berarti keluar dari komunitas orang mukmin.
2) Metode pendidikan pondok pesantren
Bandongan dilakukan dengan cara kyai/guru teks-teks kitab
yang berbahsa arab, menerjemahkannya ke dalam bahasa lokal, dan sekaligus menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut. Metode ini dilakukan dalam rangka memenuhi kompetensi kognitif santri dan memperluan referensi keilmuan bagi mereka.
Aspek kognitif yang semua santri menjadi aktif adalah metode pengajaran yang juga menjuadi cirri khas pesantren yaitu sorogan. Metode sorogan adalah semacam metode CBSA yang santri aktif memilih kitab, biasanya kitab kuning yang akan dibaaca, kemudian membaca dan menerjemahkannya di hadapan kyai, sementara itu kyai mendengarkan bancaan santri itu dan mengoreksi bacaan atau terjemahannya jika diperlukan.
Aspek efektif santri juga ditingkatkan melalui poembinaan akhlak/kepribadian. Konsep barokah atau berkah yang ada di pesantren, yaitu keyakinan bahwa jika seorang santri bersungguh-sungguh dalam belajar di pesantren maka akan mendapatkan barokah, juga menjadi andil di dalam meningkatkan minat dan semangat santri untuk belajar.
B. Pendidikan Kemandirian Menurut Pandangan Islam
khalifatullah fi al ardh ). Tugas manusia sebagai ‘abdullah diungkapkan dalam Al-Quran Surat Ad-Dzariyat: 56:
$tBur mereka menyembah-Ku (Departemen Agama RI, 2005: 523). Tugas manusia sebagai hamba dan khalifah Allah, bukanlah dua tugas yang terpisah, tetapi merupakan kesatuan utuh yang menyatu dan membentuk sikap manusia yang bermakna. Manusia hanyalah hamba (budak) yang terbatas di hadapan Allah dan bersamaan dengan itu, ia menjadi subyek yang bebas di hadapan alam.
Hakikat perhambaan adalah ketundukkan, kepatuhan, ketaatan dan kepasrahan kepada Allah. Artinya di hadapan Allah seorang hamba tidak memiliki kekuasaan apapun selain patuh, taat, dan berserah diri, sedangkan berhadapan dengan makhluk Allah, baik manusia maupun alam, ia ditugaskan sebagai pemimpin, dituntut mengembangkan potensinya untuk menjaga, memelihara, dan memakmurkan bumi.
Bagi umat Islam, kemandirian itu telah tersirat dalam pengakuan awal sebagai umat yang mengimani keesaan Allah (tawhid) dalam kalimat syahadat yang berbunyi: Asyhadualla ilaa haillallah (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah). Tuhan adalah sesuatu yang didambakan dan mendominasi diri. Bagi seorang muslim tidak ada yang didambakan dan mendominasi dirinya selain Allah, karena itu di muka bumi, ia akan hidup merdeka; dalam arti tidak menggantungkan dirinya kepada apapun selain Allah. Dengan demikian keimanan terhadap keesaan Allah melahirkan kemandirian.
Di samping pandangan-pandangan di atas, makna kemandirian terungkap secara eksplisit dalam Al-Quran sehingga dapat dibaca melalui
ayat-ayatnya yang mengandung perintah agar seseorang tidak
menggantungkan diri kepada orang lain. Kemandirian sebagai suatu sikap percaya kepada kemampuan diri sendiri, mau mengambil inisiatif (tidak menunggu bantuan orang lain), berani mengambil keputusan sendiri, mampu bertahan hidup tanpa bergantung pada pihak lain atau menjadi beban orang lain, dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Kemandirian dalam ajaran Islam, tercermin dalam Quran dan Al-hadis yang mendorong manusia untuk berusaha sebagai berikut:
Artinya: Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu kehidupan (Departemen Agama RI, 2005: 582).
Siang hari merupakan waktu yang disediakan untuk bekerja mencari nafkah dan mengusahakan kehidupan; yang dimaksud ayat ini adalah bekerja keras berusaha agar manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai keinginannya di dunia. Ayat ini mengisyaratkan aspek waktu saat manusia dituntut untuk bekerja dan hidup mandiri tanpa menjadi beban tanggungan orang lain. Dalam Al-Quran Surat Al-A’raf: 10 Allah berfirman:
ô berterima kasih (Departemen Agama RI, 2005: 151).
Orang yang mengkufuri nikmat Allah akan mendapatkan siksaan, yakni kesengsaraan dan kemiskinan.
Ayat di atas menunjukkan aspek ruang dimana manusia dapat berkiprah optimal mengolah dan mengembangkan kemampuannya sehingga tidak tergantung kepada orang lain. Ayat tersebut diperkuat dengan firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Jumu’ah: 10 berikut:
#sŒÎ*sù
Artinya: Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Departemen Agama RI, 2005:554). PerintahNya untuk menyebar di muka bumi, mencari rizki dan keutamaan mengandung arti bahwa kehidupan manusia yang baik dalam pandangan Allah adalah manusia yang dinamis dan kreatif.
Kedua, Nabi Muhamad SAW. menyebutkan rizki terbaik adalah yang diperoleh dengan keringat sendiri. Beliau melarang umatnya menjadi pengemis atau menjadi beban orang lain.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Anas menyebutkan ;
Artinya : Dari Anas ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda “ tidak baik orang yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat saja, atau meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia saja, tetapi harus memperoleh kedua-duanya. Karena kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju akhirat. Oleh karena itu jangan sekali kali kamu menjadi beban orang lain.” ( H.R. Ibnu Asakir )
Kehidupan dunia dan akhirat merupakan kehidupan yang tidak bisa dipisahkan karena mengejar kehidupan dunia atau akhirat saja bukanlah suatu yang dianjurkan. Kehidupan yang Islami adalah kehidupan yang selalu mempertimbangkan akhirat ketika bekerja keras mencukupi hidup. Demikian pula sebaliknya, mengembangkan dan merealisasikan makna ibadah khusus (ibadah yang langsung kepada Allah, seperti solat) sehingga bermakna bagi kehidupan dunia. Karena itu, kegiatan apapun yang dilakukan seorang muslim akan bermakna ibadah di hadapan Allah.
Larangan untuk hidup menjadi beban orang lain pada hadis di atas menunjukkan pentingnya kemandirian dan tidak tergantung kepada orang lain. Bahkan hidup tergantung kepada orang lain merupakan bentuk syirik, sebab seorang muslim hanya tergantung kepada Allah saja.
َلﺎَﻗ ِماﱠﻮَﻌﻟا ِﻦﺑِﺮْﯿَﺑﱡﺰﻟا ِﷲاِﺪْﺒَﻋ ﻰِﺑَا ْﻦَﻋَو berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak”. [HR Bukhari, no. 1471].
Ketiga, Allah SWT. Mempersilakan hamba-hamba-Nya untuk memilih jalan hidup yang diberikan-Nya. Setiap manusia diberi keleluasaan berpikir dan bersikap secara mandiri dalam memilih jalan hidupnya, tentu dengan konsekuensinya masing-masing. Firman Allah dalam Quran Surat Al-Balad: 10:
Artinya: “Dan telah Kami tunjukkan dua jalan” (Departemen Agama RI, 2005: 594).
Keempat, Islam mengajarkan bahwa setiap orang adalah pemimpin,
minimal pemimpin atas dirinya sendiri, dan akan dimintai
pertanggungjawabannya. Dengan demikian jelaslah bagaimana Islam menuntut umatnya agar mandiri dalam mencari rezeki, beramal, bahkan kemandirian dalam menyikapi ajaran Islam sendiri.
Fondasi utama kemandirian adalah iman dan ilmu, yakni keyakinan dan pemahaman terhadap ajaran Islam. Iman adalah keyakinan yang mendorong seseorang untuk melakukan dan bersikap sesuai dengan keyakinannya itu. Iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan mendorong untuk hanya menggantungkan dirinya kepada Allah; tidak kepada yang lain. Dengan itu, seorang beriman akan menghadapi kehidupan dengan bebas; tidak mau diperbudak atau tergantung kepada sesuatu. Hidup seperti itu menunjukkan sikap kemandirian.
Kemandirian sebagai nilai yang terpuji telah dikembangkan Nabi dalam membangun pribadi dan umatnya. Beberapa cara Nabi membangun kemandirian umat antara lain:
Pertama, jenjang pribadi. Dalam tahap ini Rasulullah berusaha membina hubungan dengan diri sendiri, sebagai pribadi yang layak dipercaya, berkemampuan, dan dapat menjadi teladan bagi orang lain.
Ketiga, jenjang manajerial Lebih menekankan bagaimana menyelesaikan pekerjaan bersama dengan orang lain, yakni memberdayakan orang-orang yang ada dalam wilayah pengaruhnya.
Keempat, jenjang organisasi (penyelarasan). Yakni membentuk sebuah struktur dan sistem masyarakat yang benar-benar mandiri dengan berlandaskan nilai-nilai Islam. Nabi bersabda yang artinya: Suatu harta yang ada padaku tidak kusembunyikan dari kalian. Sesungguhnya barang siapa yang menjaga kesucian dirinya, Allah akan menjaganya dari hal-hal yang tidak baik. Barang siapa yang bersabar, Allah akan memenuhi dirinya dengan kesabaran. Dan barang siapa yang memohon kecukupan, Allah akan mencukupi. Dan tidaklah sekali-kali kau diberikan sesuatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas dibandingkan sabar.
Hadis ini menganjurkan untuk bersifat qona’ah (merasa cukup), menahan diri dari meminta-minta kepada orang lain, sabar dan tawakal kepada Allah serta mencari rizkinya, dengan apa yang didapatkan, maka Allah akan menolong dalam kondisinya itu. Dicatat juga dalam sejarah bahwa ketika hijrah, Nabi Muhamad SAW. dan rombongan (kaum Anshar). Abdurrahman bin Auf sebagai salah seorang Anshar menolak tawaran salah seorang kaum muhajirin untuk diberi harta dan isterinya.
C. Kerangka Analisis
Dewasa ini banyak upaya untuk mengoptimalkan pendidikan kemandirian terus dilakukan oleh berbagai pihak, ta luput dari lembaga pondok pesantren juga melakukan hal tersebut. Upaya-upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa (Nation Character Building) untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, pendidikan yang mengsilkan peserta didik yang dapat mandiri merupakan sasaran pengembangan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh.
Seiring dengan era otonomi dengan asas desentralisasi, peningkatan kualitas pendidikan menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh komponen pendidikan dan penerapan konsep pendidikan sebagai suatu sistem. Pendekatan pendidikan kemandirian yang sesuai dengan paradikma dan gagasan tersebut diatas adalah konsep School Based Managemenet atau manajemen berbasis sekolah.
Hal ini juga terbukti dengan adanya Ujian Akhir Nasional (UAN) yang mengedepakan nilai-nilai nominal (angka) yang tertulis di atas kertas saja. Kelulusan siswa ditentukan oleh tinggi rendahnya nilai ujian akhirnya. Padahal ujian yang demikian hanya menyentuh aspek kognitifnya saja. Ironis lagi, tak jarang ditemukan kecurangan-kecurangan dalam mengerjakan soal-soal UAN, misalnya guru memberikan jawaban kepada siswanya. Yang demikian itu tentunya dapat merusak nilai-nilai kemandirian siswa dalam enyelesaikan sebuah masalah, sehingga pada akhirnya dapat berefek pada masa depan siswanya, khususnya dalam ekonomi.
Untuk membangun ekonomi yang baik di masa depan, saat ini bangsa membutuhkan pendidikan kemandirian. Dengan pendidikan kemandirian terhadap siswa diharapkan di masa depan ia tidak bergantung kepada orang lain dalam menyelesaikan suatu masalah dan dalam mengembangan kualitas ekonomi bangsa. Sehingga potensi SDA Indonesia yang melimpah tidak disia-siakan dan diberikan kepada orang lain (orang asing). Dan pemerintah
seharusnya lebih memperhatikan kembali pendidikan bangsa, dan
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Gambar an Umum Pondok Pesantr en Al-Manar Bener
Kecamatan Tengar an Kabupaten Semar ang
Sejarah Singkat
Dengan mengambil data dari Profil Pondok Pesantren Al-Manar Bener Tahun Pelajaran 2011/2012, Al-Manar adalah sebuah Pondok Pesantren putra-putri yang terletak di Jalan Raya Solo-Semarang. Tepatnya di Desa Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, 3 Km sebelah selatan kota Salatiga. Nama Al-Manar secara resmi muncul pada masa K. Fatkhurrohman tahun 1982 yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Pesantren as Suyuthiyyah yang didirikan dan dirintis oleh al Mukarrom Simbah K. Djalal Suyuthi pada tahun 1913. Misi Al-Manar adalah menciptakan generasi yang berakhlakul Karimah yang mampu menghadapi tantangan zaman modern. Misi itu dituangkan dalam kurikulum yang menerapkan sistem klasik (sorogan dan bandongan) yang bertitik berat pada kajian-kajian kitab kuning karangan ulama syafi’iyah. Oleh karena itu, substansi yang ditekankan adalah Nahwu, Sorof, Fiqih, Ushul Fiqih, Hadists, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Tarikh. Berikut ini adalah potret singkat perjalanan Ponpes Al-Manar yang diambil dari beberapa sumber.
Desa Petungsar i adalah sebuah desa yang sekar ang
dalam mengembangkan syi ar islam dir asakan sekali oleh
masyar akat desa ini. Cuma satu dua or ang yang mengenal ajar an
islam, bahkan masyar akat desa ini di kenal sebagai masyar akat
yang r usak yang akr ab dengan mo limo dan jauh dar i agama ser t a banyak nonmuslimnya.
Adalah Bapak Juw ahir , salah satu w ar ga desa Petungsar i
yang memimpi n sebuah mushola, yang mer asa t er gugah untuk
memper dalam ajar an Agama Islam dengan menjadi santr i dar i
Kyai Naim, Kyai dar i Desa Cabean. Semakin har i jamaah di
musholanya semakin ber t ambah sehingga t er jadilah sebuah
kesepakat an antar a bapak Juw ahir dengan Kyai Naim untuk
mendatangkan seor ang Kyai untuk mengasuh jamaah yang
semakin ber tambah itu. Beber apa bulan kemudian, Kyai Na’im
memint a K. H. Djalal Suyuthi untuk memikul tugas ter sebut.
Kar ena mushola sudah tidak mampu menampung jamaah, maka
Bapak juw ahir pun mew akafkan sebagian t anahnya untuk
dijadikan Masjid. Untuk mensyiar kan dakw ah islamiyah, beliau
mendir i kan Pondok Pesantr en pada tahun 1926. pada masa
kepemi mpinan beliau, kondisi bangsa Indonesia ber ada pada
masa penjajahan. Keadaan paling tr agis ter jadi tahun 1942-1946
kemacetan total kar ena tekanan Jepang. Bar u pada t ahun 1950
kehidupan kembali nor mal dan pada tahun i tu pula K. H. Djalal
suyuthi dipanggil oleh Allah SWT.
Sepeninggal K. H. Djalal Suyuthi, kepemi mpi nan Pondok
Pesant r en di pegang oleh K. H. Dur i (put r a beliau) dan Pondok
Pesant r en i ni diber i nama “As Suyuthiyyah”, diambil dar i nama
pendir i nya. K. H. Dur i memegang kepemimpinan hingga t ahun
1963 dengan sant r i sekitar 50-70 or ang.
Setelah K. Dur i meninggal pada t ahun 1963, Pesant r en
dipimpin oleh adik beliu yang ber nama K. H. Suhudi. Pada masa
kepemi mpinan beliau K. H. Suhudi, Pesantr en banyak mengal ami
goncangan kar ena pengar uh suhu politik di Indonesia. Sebagai
puncak r esesi/ goncangan itu, pada tahun 1975 jumlah sant r i
tinggal 23 or ang. Tetapi pada t ahun itu pula didir ikan TK dan
fasilit as pendidikan dit ambah untuk mendidik anak-anak usia
TK ter sebut.
Pada tahun 1983, kepemimpinan pondok pesant r en
digantikan oleh keponakannya yang ber nama K. Fat khur r ohman
kar ena K. H. Suhudi. Saat i tu keadaan pondok pesant r en t elah
Antar a lain per ubahan nama pondok pesant r en menjadi
“Al-Manar ” yang diambil dar i nama gr oup or kes gambus di Desa
Bener yang saat itu ketenar annya sampai ke Jaw a Timur sekit ar
tahun 1960-1975.
Masjid lama yang dibangun oleh K. H. Djal al Suyuthi
dipugar , bangunan pondok dit ambah dan pendidikan for mal
dimasukkan ke dal am kur i kulum Pondok Pesant r en. Pada t ahun
1985 didir ikanlah Madr asah Tsanaw iyah menyusul pada tahun
1989 didir ikan Madr asah Aliyah. Ter akhi r pada t ahun 1992
beliau mendir i kan Yayasan al-Manar sebagai w adah yang lebih
for mal dan legi timit. Namun beliau belum sempat melihat
per kembangan Al-Manar lebih lanjut kar ena dipanggil oleh Allah
pada t anggal 28 juli 1993.
Sepeninggal K. Fatkhur r ohman pada t ahun 1993,
kepemi mpinan beliau dilanjutkan oleh menantu beliau, K.
Muhammad Imam Fauzi. Pada masa ini Madr asah Aliyah diubah
menjadi Madr asah Aliyah Keagamaan (1994/ 1995). Dan jumlah
sant r i mencapai 537 sant r i dar i Jaw a dan Luar Jaw a. Namun
pada t anggal 11 Mei 2000/ 6 Shofar 1421 beliau meninggal dunia
Sepeninggal beliau kepemi mpinan dipimpin oleh K. As’ad
Har is Nasution. Yang mer upakan putr a dar i K. Fatkhur r ohman.
Sampai buku ini dibuat, kepemimpinan Pondok Pesantr en Masih
ber ada di tangan K. As’ad Har i s Nasution.
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa tokoh-tokoh yang pernah mengasuh Pondok Pesantren Al-Manar adalah sebagai berikut:
TABEL I
NAMA KYAI YANG PERNAH MENJADI PENGASUH PONDOK PESANTREN AL-MANAR
No Nama Periode
1 Kyai Haji Djalal Suyuthi Tahun 1913-1950
2 Kyai Haji Duri Tahun 1950-1963
3 Kyai Haji Muh. Suhudi Tahun 1963-1983
4 Kyai Fatkhurrohman Tahun 1983-1993
5 Kyai M. Imam Fauzy Tahun 1993-2000
6 Kyai As’ad Haris Nasution F. Tahun 2000-sekarang
Letak Geografis
a. Desa : Bener
b. Kecamatan : Tengaran
c. Kabupaten : Semarang
d. Provinsi : Jaw a Tengah
e. Kode Pos : -
f. No. Telp : -
Keadaan dari tanah berdirinya Pondok Pesantren Al-Manar Bener Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang ini yayasan ini didirikan pada tahun 1985, dan tercatat pada akte notaris No 02,tanggal 5 Desember 1990 pada notaris Tuan Dimyati SH.
Lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Manar secara garis besar dapat di kelompokkan ke dalam dua jenis; lembaga pendidikan yang mengikuti kurikulum dari Departemen Agama, dan lembaga pedidikan yang menggunakan kurikulum mandiri.
Adapun lembaga pendidikan yang menggunakan kurikulum Departemen Agama adalah: Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah (Prog, IPS & Prog, Keagamaan) Sedangkan lembaga pendidikan yang menggunakan kurikulum mandiri adalah Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah, dan program-program yang berada di dalamnya.