• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Deposisi dan Celah Pita Energi Optik Lapisan Tipis a-si:h yang Ditumbuhkan dengan Teknik HWC-VHF-PECVD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laju Deposisi dan Celah Pita Energi Optik Lapisan Tipis a-si:h yang Ditumbuhkan dengan Teknik HWC-VHF-PECVD"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Laju Deposisi dan Celah Pita Energi Optik Lapisan Tipis

a-Si:H yang Ditumbuhkan dengan Teknik HWC-VHF-PECVD

Andhy Setiawan

1)

, Hastiti Murti

1)

, Hasniah Aliah

2)

, Toto Winata

3)

Program Studi Fisika FPMIPA Universitas Pendidkan Indonesia (UPI), Jurusan Fisika FST Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD), Program Studi Fisika

FMIPA Institut Teknologi Bandung (ITB), email: andhystw@gmail.com

Abstrak. Telah dilakukan studi penumbuhan lapisan tipis silikon amorf terhidrogenasi

(a-Si:H) menggunakan teknik hot wire cell very high frequency plasma enhanced chemical vapor deposition (HWC-VHF-PECVD). Material a-Si:H merupakan salah satu jenis material yang diaplikasikan sebagai sel surya. Pada penelitian ini, lapisan tipis a-Si:H ditumbuhkan di atas substrat gelas dengan variasi temperatur HWC 800 C, 1000 C, dan 1400 C. Sebagai sumber gas Si digunakan gas silan (SiH4) 20 % yang terlarut dalam gas hidrogen (H2). Saat silan masuk ke dalam ruang reaktor, terlebih dahulu melewati HWC yang berada pada sistem masukan gas, sehingga akan mengalami disosiasi sebelum membentuk plasma. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan difraktometer sinar-x diperoleh bahwa lapisan yang dihasilkan berstruktur a-Si:H. Penentuan tebal lapisan dan celah pita energi optik dilakukan berdasarkan data hasil karakterisasi menggunakan spektrometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang 300-800 nm. Laju deposisi cenderung meningkat dari 6,13 Å/s (pada temperatur 800 C) hingga 14,04 Å/s (pada temperatur 1400 C). Sedangkan celah pita energi optik cenderung menurun dari 1.68 eV (pada temperatur 800 C) hingga 1.59 eV (pada temperatur 1400 C).

Kata Kunci: Lapisan tipis a-Si:H, laju penumbuhan, celah pita energi optik,

HWC-VHF-PECVD.

PENDAHULUAN

Sel surya merupakan suatu piranti elektronik yang dapat mengubah secara langsung energi radiasi matahari menjadi energi listrik. Dengan demikian sel surya dapat menjadi sumber energi listrik yang tak akan pernah habis, selama matahari memancarkan sinarnya ke bumi. Penggunaan sel surya sangat praktis sehingga sangat potensial untuk menyediakan suplai energi di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh jaringan listrik. Pemanfaatan sel surya dalam skala kecil dapat digunakan untuk peralatan listrik yang bersifat mobile ataupun nirkabel. Selain itu sumber energi ini ramah lingkungan karena dalam proses konversinya tidak menghasilkan polutan. Mengingat Indonesia merupakan daerah di

sekitar khatulistiwa dengan rata-rata intensitas cahaya matahari yang tinggi, maka pemanfaatan sel surya sangat potensial dan menjanjikan.

Perkembangan sel surya diawali dengan pemanfaatan bahan silikon kristalin (c-Si) sebagai komponen utamanya. Penumbuhan bahan c-Si ini melalui proses yang rumit dan melibatkan biaya produksi yang mahal, sehingga para peneliti di bidang ini mencoba mengembangkan sel surya dari bahan lain, diantaranya penggunaan silikon amorf terhidrogenasi (a-Si:H).

Material amorf memiliki perbedaan dengan material kristalin dalam hal jangkauan keperiodikan susunan atom-atom penyusunnya. Susunan atom-atom pada material amorf tidak sepenuhnya tersusun acak, tetapi terdapat keteraturan dalam jangka pendek. Pada silikon amorf,

(2)

sebagian besar atom-atom silikon terkoordinasi membentuk empat cabang (four-fold) dengan konfigurasi ikatan tetrahedral yang serupa dengan kristalin silikon. Keacakan posisi atom terbentuk karena adanya variasi pada sudut ikatan dan panjang ikatan, sehingga mengarah pada karakteristik ketakteraturan jangka panjang.

Dibandingkan dengan material silikon amorf tanpa hidrogen (Si), material a-Si:H memiliki densitas cacat yang lebih rendah sehingga lebih mudah untuk didopping, serta memiliki fotokondutivitas yang lebih tinggi. Hal ini menguntungkan jika digunakan sebagai sel surya dengan struktur p-i-n. Lapisan tipis silikon amorf terhidrogenasi (a-Si:H) sangat cocok untuk diaplikasikan sebagai komponen penyususn sel surya. Bahan ini mempunyai nilai celah pita energi optik yang lebar (1.7 eV s.d. 2 eV), temperatur penumbuhan yang rendah (~200oC), serta dapat ditumbuhan di atas substrat gelas yang harganya murah dan persediannya melimpah [1], selain itu a-Si:H juga memiliki kemampuan absorbsi yang tinggi pada daerah spektrum cahaya tampak [2].

Salah satu metode berbasis chemical

vapor deposition (CVD) dalam penumbuhan lapisan tipis a-Si:H adalah menggunakan teknik Plasma Enhanced

Chemical Vapour Deposition (PECVD).

Secara garis besar proses penumbuhan lapisan tipis silikon amorf di atas substrat menggunakan teknik PECVD diawali dengan pembentukan plasma melalui tumbukan antar elektron berkecepatan tinggi dengan molekul gas silan sehingga menyebabkan terjadinya ionisasi dan reaksi kimia menghasilkan molekul-molekul dan radikal bebas, ion-ion (negatif dan positif) serta elektron. Selanjutnya terjadi proses penyerapan kimiawi, difusi radikal murni, dan pemisahan atom H pada permukaan substrat serta pembersihan atom H dan pembentukan formasi Si-Si pada bulk membentuk lapisan tipis.

Pada teknik PECVD ini digunakan pembangkit plasma pada frekuensi radio (rf). Teknik PECVD konvensional menggunakan frekuensi radio sebesar 13.56 MHz. Penumbuhan dengan teknik PECVD konvensional ini memiliki laju deposisi yang rendah dengan kandungan hidrogen yang tinggi. Untuk meningkatkan kualitas lapisan tipis a-Si:H yang dihasilkan maka dikembangkan teknik Very High Frequency

Plasma Enhanced Chemical Vapour Deposition (VHF-PECVD) [3], dengan

frekuensi yang digunakan adalah 70 MHz. Teknik ini kemudian terus dikembangkan menjadi Hot Wire PECVD (HW-PECVD) [4,5] dan kemudian dikembangkan menjadi

Hot Wire Cell VHF-PECVD

(HWC-VHF-PECVD) [6].

Pada dasarnya teknik HWC-VHF-PECVD ini dikembangkan dari teknik VHF-PECVD, yaitu dengan memberikan filamen panas berbentuk spiral yang diletakkan dalam sistem masukan gas sejajar dengan posisi substrat seperti terlihat pada Gambar 1. Dengan penambahan filamen panas maka gas silane yang masuk ke ruang reaktor akan terlebih dahulu terdisosiasi menjadi radikal yang lebih sederhana sebelum memasuki kawasan elektroda [7].

Dalam paper ini dibahas mengenai hasil penumbuhan lapisan intrinsik a-Si:H (tipe-i) menggunakan teknik HWC-VHF-PECVD. Lapisan tipe-i merupakan lapisan aktif tempat terjadinya proses fotogenerasi pembawa muatan pada divais sel surya p-i-n. Penumbuhan lapisan tipis a-Si:H dilakukan pada tiga nilai temperatur filamen yang berbeda. Berdasarkan hasil penumbuhan lapisan tipis, selanjutnya ditentukan laju deposisi lapisan tipis serta besarnya celah pita energi optik material yang ditumbuhkan pada nilai temperatur yang berbeda tersebut.

(3)

METODE PENELITIAN

Substrat berupa gelas preparat terlebih dahulu dibersihkan dengan cara direndam dalam alkohol selama 5 menit kemudian direndam dalam di-water selama 5 menit. Selama perendaman dilakukan ultrasonifikasi menggunakan ultrasonic cleaner. Selanjutnya substrat disemprot

menggunakan gas nitrogen teknis untuk membersihkan sisa-sisa cairan yang menempel.

Penumbuhan lapisan tipis a-Si:H dilakukan menggunakan tehnik HWC-VHF-PECVD di atas substrat gelas. Pada sistem reakor HWC-VHF-PECVD terdapat filamen dari kawat tungsten berbentuk spiral (cell) yang terintegrasi dengan sistem masukan gas (gas inlet) dan dihubungkan dengan sumber tergangan untuk menghasilkan panas. Gambar 1 memperlihatkan keadaan ruang reaktor saat penumbuhan lapisan tipis a-Si:H serta posisi hot wire cell, plasma yang terbentuk dalam ruang reaktor tersebut, tempat substrat, pemanas (heater) untuk memanaskan substrat, dan penutup substrat (shutter) yang berfungsi dalam menandai awal dan akhir deposisi.

Gambar 20. Ruang reaktor pada saat penumbuhan lapisan tipis a-Si:H menggunakan teknik HWC-VHF-PECVD. a. filamen panas (hot wire cell), b. plasma, c. tempat substrtat, d. pemanas (heater), dan e. penutup substrat (shutter).

Sebagai sumber Si digunakan gas Silan (SiH4) 20% dalam hidrogen (H2). Gas SiH4

dialirkan ke dalam ruang reaktor dengan laju aliran 50 sccm.. Selama proses penumbuhan, tekanan reaktor dijaga tetap sebesar 400 mTorr, dan temperatur substrat dipertahankan tetap pada 285 oC. Sumber pemancar untuk membangkitkan plasma yang digunakan adalah dengan frekuensi radio 70 MHz, dan daya 50 watt. Temperatur filamen divariasikan dalam tiga nilai temperatur, yaitu 800 C, 1000 C, dan 1400 C.

Lapisan a-Si:H yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui struktur lapisannya menggunakan difraktometer sinar-x (x-ray diffractometer, XRD). Laju deposisi dan nilai celah pita energi ditentukan berdasarkan hasil karakterisasi transmitansi optik menggunakan spektrometer UV-Vis (ultraviolet-visible).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi menggunakan difraktometer sinar-x terhadap sampel yang ditumbuhkan memberikan gambaran bahwa lapisan tipis yang terbentuk bersifat amorf. Hal ini diketahui berdasarkan pola difraksi yang menunjukkan ketiadaan puncak tajam pada posisi sudut tertentu.

Gambar 21. Pola difraksi sinar-x pada sampel yang ditumbuhkan dengan temperatur filamen 1000 C.

(4)

Pola difraksi sinar-x dari lapisan tipis yang ditumbuhkan dengan temperatur filamen 1000 C diperlihatkan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut tidak terlihat adanya puncak difraksi. Hal ini menunjukkan lapisan Si yang ditumbuhkan bersifat amorf. Hasil karakterisasi menggunakan difraktometer sinar-x terhadap lapisan Si yang ditumbuhkan dengan temperatur filamen 800 C dan 1400 C menghasilkan pola yang serupa dengan pola difraksi pada Gambar 2. Dengan demikian penumbuhan lapisan tipis pada ketiga nilai temperatur filamen tersebut memberikan hasil berupa Si dengan struktur amorf.

LAJU DEPOSISI

Laju deposisi penumbuhan lapisan tipis merupakan perbandingan ketebalan lapisan yang ditumbuhkan terhadap waktu (lamanya) deposisi. Tebal lapisan tipis dapat ditentukan berdasarkan data transmitansi optik yang diperoleh dari hasil karakterisasi transmitansi optik menggunakan spektrometer UV-Vis.

Pada Gambar 3 dapat dilihat contoh pola transmitansi optik terhadap panjang gelombang yang dihasilkan dari karakterisasi menggunakan spektrometer UV-Vis.

Gambar 3. Contoh pola transmitansi optik dari sampel lapisan tipis berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan spektrometer UV-Vis.

Ketebalan lapisan tipis tersebut diperoleh dengan cara menentukan nilai transmitansi minimum dan maksimum (lembah dan puncak) dari pola transmitansi sehingga diperoleh nilai indeks bias material penyusun lapisan pada panjang gelombang yang bersesuaian dengan lembah dan puncak transmitansi tersebut. Berdasarkan nilai indeks bias pada tiap panjang gelombang tersebut maka tebal lapisan dapat dihitung berdasarkan persamaan

( )

(1) dengan n1 dan n2 merupakan nilai indeks

bias dari dua nilai maksimum atau minimum yang berdekatan pada panjang gelombang λ1 dan λ2 [8, 9, 10].

Berdasarkan perhitungan ketebalan tersebut maka dapat dihitung laju deposisi untuk setiap proses penumbuhan pada masing-masing nilai temperatur filamen. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 yang menunjukan laju deposisi sebagai fungsi temperatur filamen. Pada Gambar 4 tersebut terlihat bahwa penambahan temperatur filamen dari 800

o

C menjadi 1000 oC diikuti oleh peningkatan laju deposisi dari 6,13 Å/s menjadi 14,03 Å/s. Hal ini sangat dimungkinkan karena adanya peningkatan efesiensi dekomposisi gas silan yang cukup tinggi oleh filamen panas, sehingga radikal yang sampai ke daerah elektroda merupakan radikal sederhana. Keadaan ini menyebabkan proses dekomposisi oleh plasma semakin mudah sehingga dapat meningkatkan laju deposisi.

Gambar 4. Grafik laju deposisi terhadap temperatur filamen.

(5)

Penambahan temperatur filamen menjadi 1400 oC, tidak diiringi dengan peningkatan laju deposisi yang berarti (laju deposisi pada temperatur filamen 1400 oC sebesar 14,04 Å/s). Peningkatan temperatur filamen dari 1000 oC menjadi 1400 oC tidak banyak memberikan peningkatan efesiensi dekomposisi gas silan sebelum memasuki daerah elektroda. Bahkan setelah melewati temperatur tertentu sangat dimungkinkan bertambahnya radikal-radikal ionik yang berada pada daerah antara elektroda.

Radikal ionik ini akan berperilaku sebagai chemical etching pada permukaan lapisan tipis a-Si:H. Ion-ion positif akan membombardir permukaan lapisan menyebabkan ikatan yang sudah terbentuk menjadi lepas kembali sehingga mempengaruhi nilai laju deposisi lapisan yang dihasilkan. Sementara itu ion-ion negatif akan terperangkap dalam kawasan

sheath (kawasan antara plasma dan substrat) dan akhirnya membentuk partikel-partikel kecil atau debu [6].

CELAH PITA ENERGI OPTIK

Nilai celah pita energi optik diperoleh dari data pola transmitansi optik terhadap energi dengan mengobservasi koefisien serapan  sebagai fungsi energi foton menggunakan Tauc’s law [10, 11] seperti diperlihatkan pada persamaan (2).

( )

(2) Pada persamaan (2), B adalah suatu konstanta, Eg adalah celah pita energi optik,

h adalah konstanta Planck, dan  adalah

frekuensi foton.

Hasil perhitungan celah pita energi optik untuk masing-masing sampel terdapat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 tersebut nampak bahwa nilai celah pita energi optik menurun seiring dengan peningkatan temperatur filamen. Penurunan nilai celah pita energi optik ini dapat menujukan bahwa penambahan temperatur filamen

Tabel 5. Celah pita energi optik (Eg) dari

lapisan tipis a-Si:H.

Temperatur (C) Eg (eV)

800 1,68

1000 1,66

1400 1,59

berpengaruh pada pengurangan kandungan hidrogen dari lapisan tipis yang terbentuk. Pengurangan kandungan hidrogen ini dapat disebabkan oleh meningkatnya disosiasi molekul gas silan menjadi radikal sederhana dengan bertambahnya temperatur filamen. Dengan demikian, temperatur filamen yang tinggi dapat mengurangi kandungan hidrogen yang menutupi permukaan lapisan tipis tersebut [6], sehingga celah pita energi optiknyapun akan menurun.

Penumbuhan pada temperatur filamen 800 oC dan 1000 oC menghasilkan lapisan tipis dengan nilai celah pita energi yang hampir sama dan mendekati nilai 1,7 eV yang bersesuaian dengan batas bawah dari range material a-Si:H. Sedangkan penumbuhan pada temperatur filamen 1400

o

C menghasilkan lapisan tipis dengan nilai celah pita energi yang lebih kecil. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa penambahan temperatur filamen menyebabkan struktur lapisan yang terbentuk mengarah pada pembentukan mikro kristalin (walaupun belum nampak secara jelas dari hasil XRD). Dari semua nilai celah pita energi optik pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa semua lapisan yang terbentuk dapat menyerap spektrum cahaya tampak dari matahari.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulakan bahwa lapisan tipis a-Si:H dapat ditumbuhkan dengan menggunakan teknik HWC-VHF-PECVD baik pada temperatur filamen

(6)

sebesar 800 oC, 1000 oC maupun 1400 oC. Laju deposisi pada temperatur 1000 oC meningkat dibandingkan pada temperatur 800 oC, tetapi laju deposisi cenderung tetap dari temperatur filamen 1000 oC ke 1400

o

C. Penumbuhan ini dapat berlangsung dengan laju deposisi yang cukup tinggi, yaitu 6.13 Å/s hingga 14.04 Å/s. Adapun nilai celah pita energi optik lapisan yang dihasilkan menurun dengan meningkatnya temperatur filamen, yakni dari 1.68 eV sampai 1.59 eV. Penambahan temperatur filamen diduga dapat mengarahkan pada pembentukan mikro kristal. Berdasarkan besarnya celah pita energi optik maka lapisan tipis yang terbentuk dapat menyerap spektrum cahaya matahari.

Sebagai saran, untuk penelitian lebih lanjut perlu kiranya diteliti mengenai sifat listrik dan fotosensitivitas dari lapisan yang telah ditumbuhkan. Lebih jauh lagi perlu diteliti mengenai aplikasi material ini sebagai sel surya terutama berhubungan dengan seberapa besar efesiensi sel surya yang dapat dicapai.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pada Lab. Fisika Materil Elektronik, Fisika ITB, khususnya anggota Laboratorium PECVD atas penggunaan sistem reaktor PECVD dalam penumbuhan lapisan tipis ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mukhopadhyay, S., S. C. Saha, dan S. Ray. (2001). Role of Substrate Temperature on the Properties of Microcrystalline Silicon Thin Films. Jpn.

J. Appl. Phys., 40:1:11, 6284-6289.

[2] Vet, B. and Zeman, M. (2010). Comparison of a-SiC:H and a-SiN:H as candidate materials for a p-i interface layer in a-Si:H p-i-n solar cells. Energy Procedia, Volume 2, issue 1 (August, 2010), p. 227-234.

[3] I. Usman, A. Supu, Mursal, Sukirno, T. Winata and M. Barmawi. (2004). High Deposition Rate of a-Si:H by Using Home Made VHF-PECVD Method and its Aplication to p-i-n Solar Cell. Asian

J. Energy Environ., Vol. 5, Issue 2,

(2004), p. 151-161.

[4] Amiruddin Supu. (2005). Penumbuhan

Lapisan Tipis a-Si:H, μc-Si:H dan poly-Si dengan Metode Hot Wire Cell PECVD untuk Fabrikasi Divais Elektronik dan Optoelektronik. Jurusan Fisika Program

Pascasarjana, ITB.

[5] Jasrudin, Abdul Haris, dan Helmi. (2009). Penumbuhan Lapisan Tipis µc-Si:H Tipe-P Dengan Metode HW-PECVD Untuk Aplikasi Sel Surya.

Journal Matematika dan Sains,Vol. 14

No. 1, p. 9-14.

[6] Ida Usman. (2006). Penumbuhan

Lapisan Tipis Silicon Amorf Terhidrogenasi Dengan Teknik HWC-VHF-PECVD Dan Aplikasinya Pada Divais Sel Surya. Jurusan Fisika Program Pascasarjana, ITB.

[7] Satwiko Sidopekso, Elang Jaka Sobirin, dan Toto Winata. (2009). Karakterisasi Sifat Listrik Lapisan Tipis a-Si:H dengan Metode HWC-VHF-PECVD. Prosiding

Seminar Material Metalurgi 2009, Pusat

Penelitian Metalurgi LIPI, p. 25-32. [8] Swanepoel, R. (1983). Determination of

the thickness and optical constants of amorphous silicon. Journal of Physics E:

Scientific Instruments, 16(12), p.

1214-1222.

[9] M. Mulato, I. Chambouleyron, and J. M. Martínez. (2000). Determination of Thickness and Optical Constants of Amorphous Silicon Films from Transmittance Data. Applied Physics

Latter, Vol 77, Issue 14, p. 2133-2135.

[10] Nuwat Pipambute, Thanusit Burinprakhon, and Weerasak Somkhunthot. (2011). Determination of

(7)

Optical Constants and Thickness of Amorphous GaP Thin Film. Optica

Applicata, Vol. XLI, No.1, p. 257-268.

[11] Yue G.H., Peng D.L., Yan P.X., Wang L.S., Wang W., Luo X.H. (2009).

Structure and optical properties SnS thin film prepared by pulse electrodeposition.

Journal of Alloys and Compounds

Gambar

Gambar  20.  Ruang  reaktor  pada  saat  penumbuhan  lapisan  tipis   a-Si:H  menggunakan  teknik  HWC-VHF-PECVD
Gambar  3.  Contoh  pola  transmitansi  optik  dari  sampel  lapisan  tipis  berdasarkan  hasil  karakterisasi  menggunakan  spektrometer UV-Vis

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu peranan besar konsultan struktur dalam merencanakan desain struktur yang optimal dan efisien sesuai dengan fungsi bangunan sehingga tidak cenderung

Nilai pada Tabel 2 mengindikasikan bahwa secara finansial pengusahaan hutan rakyat pinus yang ada di Kabupaten Tana Toraja adalah layak dan dapat memberikan

Aukštojo mokslo sistemoje vykstanti vertinimo vaidmens kaita, vertinimo sampratos daugiareikšmiškumas, vertinimo proceso sud ÷ tingumas kelia problem ų visiems studij

Hal ini tidak sesuai dengan teori Jacobson yang menyatakan bahwa bunyi getar [r] belum muncul pada pemerolehan fonologi anak umur 2;0.. Ini merupakan

Hal ini menggambarkan bahwa investor tertarik pada risiko sistematik yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijadikan informasi dalam melakukan investasi dikarenakan

Long-term memory merupakan tahapan ketiga dari memori yang meliputi proses penyimpanan informasi dalam waktu yang lama (Lahey, 2003). Informasi yang dapat disimpan di dalam

I skal selv lave en optælling af antal anslag af jeres projekt, altså hvor mange anslag inkl.. mellemrum det

Pada menu zakat Maal ini terdapat zakat ternak, zakat emas dan perak, zakat pertanian dan perkebunan, pertambangan, perniagaan, tabungan, dan deposito yang tampak seperti pada Gambar