FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK
KONSUMEN DEPOT MIE “ LEKKER” SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur
Untuk menyusun Skripsi S-1
Oleh :
ENGGARINO DIAMBONA
NPM: 0924010007
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen Depot Mie “Lekker” Surabaya, Menganalisis faktor pendorong dan penarik konsumen membeli Mie “Lekker” Surabaya, dan mengetahui kepuasan konsumen dalam menilai atribut-atribut “Mie Lekker” Surabaya. Analisis deskriptif digunakan untuk menguji tujuan satu, dua, dan tiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
konsumen adalah faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong meliputi merek, lokasi, tempat parkir, harga, besar porsi, kecepatan transaksi, kebersihan depot. Untuk faktor penarik meliputi promosi, aroma, keragaman menu, fasilitas delivery service,
penampilan pelayanan, keramahan pelayanan, kemasan, kecepatan layanan, kemampuan pramusaji berkomunikasi, suasana depot dan fasilitas depot. Karakteristik konsumen Depot Mie Lekker Surabaya di dominasi usia antara 30-40 tahun, mayoritas berjenis kelamin pria dengan penddikan terakhir perguruan tinggi, selain itu konsumen Depot Mie Lekker
Surabaya kebanyakan sebagai pegawai sawasta dengan pendapatan antara Rp.1.700.000 – Rp.2.500.000. hal ini disebabkan karena Depot Mie Lekker terletak didaerah perkantoran, kampus dan coorporates.
Kata kunci : faktor pendorong dan penarik, kepuasan konsumen
ABSTRACT
This study aimed to identify the characteristics of consumers depot mie lekker
surabaya, analyze push and pull factors consumers buy mie lekker Surabaya, and determine customer satisfaction in assessing the attributes of mie lekker Surabaya. Descriptive
analysis was used to test these objectives. the results showed that the factors that affect customer satisfaction is the driving factor and a pull factor. Driving factors include the brand, location, space, parking, prices, big portions, transaction speed, cleanliness depot. for the pull factors include promotion, aroma, diversity of menu, menu delivery facilities, appearance services, hospitality services, packaging, speed of service, the ability to communicate
waitress, atmosphere depot and depot facilities. Consumer characteristics depot mie lekker Surabaya in dominance between the ages of 30-40 years, the majority of the male with the latest education degree, besides consumer depot mie lekker surabaya mostly as private employees with revenues of between Rp. 1.700.000, - Rp. 2.500.000, -. this is because the mie lekker depot located in the office, campus and coorporate.
ENGGARINO DIAMBONA (0924010007), FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK KONSUMEN DEPOT MIE “LEKKER” SURABAYA. PEMBIMBING UTAMA : PROF. DR. Ir. TEGUH SOEDARTO, MP. DOSEN PENDAMPING : Ir. H. SUMARTONO, SU
RINGKASAN
Perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan perubahan yang cukup signifikan pada gaya hidup masyarakat kota besar yang sibuk dengan segala rutinitasnya ingin menghabiskan akhir pekan yang berbeda dari biasanya. Sebagian orang berpendapat bahwa salah satu bentuk dari hiburan adalah makan di luar rumah bersama keluarga, teman atau relasi bisnis. Meningkatnya jumlah restoran atau depot di Surabaya menyebabkan persaingan semakin ketat, sehingga dengan persaingan ini membuat restoran atau depot berusaha mempertahankan, memperluas pangsa pasar yang dimiliki dan mampu menarik pelanggan baru. Untuk mencapai tujuan tersebut suatu depot harus mampu memberikan kepuasan kepada konsumen melalui peningkatan kinerja terhadap mutu dan pelayanan produk. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggali informasi mengenai apa saja keinginan konsumen, membina suatu hubungan dan menciptakan kesan baik sehingga konsumen memiliki keinginan untuk datang yang kedua kalinya. Usaha mie “Lekker” khas Solo sangat menarik untuk dijalankan akan tetapi tetap saja dalam menjalankannya tidaklah semudah yang dibayangkan, keberhasilan suatu depot atau restoran tidak hanya ditentukan jenis produk dan kualitas produk tetapi sangat ditentukan oleh kemampuan restoran atau depot untuk menarik pengunjung datang ke restoran atau depot mie “Lekker” khas Solo. Perlu memahami keragaman dan perilaku konsumen agar restoran atau depot mie “Lekker” khas Solo dapat memasarkan produk dengan baik. Restoran atau depot mie “Lekker” khas Solo harus memahami proses ketika seorang konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu produk atau makanan, sehingga dapat merancang strategi pemasaran yang baik untuk keberhasilan usaha depot mie “Lekker” tersebut.
Karakteristik konsumen Depot Mie Lekker Surabaya di dominasi usia antara 30-40 tahun, mayoritas berjenis kelamin pria dengan penddikan terakhir perguruan tinggi, selain itu konsumen Depot Mie Lekker Surabaya kebanyakan sebagai pegawai sawasta dengan pendapatan antara Rp.1.700.000 – Rp.2.500.000. hal ini disebabkan karena Depot Mie Lekker terletak didaerah perkantoran, kampus dan coorporates.
Didalam mengukur kepuasan konsumen, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif dipilih karena dinilai mampu mendeskripsikan dan menggambarkan karakteristik konsumen yang membeli Mie Lekker dalam kaitannya keputusan pembelian dan kepuasan konsumen dengan pendekatan berbagai macam atribut yang sudah dikelompokkan kedalam kedua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penarik.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia- Nya
sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir/skripsi ini dengan judul “Faktor Pendorong
dan Penarik Konsumen Berkunjung di Depot Mie Lekker Surabaya” sebagai syarat untuk
mengambil gelar Sarjana Pertanian.
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa segala keberhasilan dan kesuksesan tidak
terlepas dari sang khaliq dan juga tidak lepas dari bantuan-bantuan berbagai banyak pihak.
Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir.
Teguh Soedarto, MP selaku Dosen Pembimbing utama dan Dr. Ir. Sumartono, SU selaku
Dosen Pendamping yang telah banyak memberikan pengarahan, motivasi, masukan serta
meluangkan waktu dan tenaganya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk
membimbing penulis.
Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak - pihak yang
telah membantu dalam proses penyusunan tugas akhir/skripsi ini baik secara langsung
maupun tidak langsung, kepada :
1. Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MSi selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Dr.Ir. Eko Nurhadi, MS selaku ketua Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian-Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ayahanda Agus Hendratno dan Ibunda Rulia Noviati tercinta yang telah memberi
dukungan materi maupun moril kepada penulis.
4. Rekan-rekan sejawat penulis atas bantuannya selama penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang memerlukannya.
Surabaya, Juni 2013
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Penelitian Terdahulu ... 6
B. Tinjauan Teoritis ... 8
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 30
IV. METODE PENELITIAN ... 34
A. Penentuan Lokasi Penelitian ... 34
B. Pemilihan Sample ... 34
C. Pengumpulan Data ... 34
D. Analisis Data ... 35
E. Atribut Dasar Dalam Pengukuran Kepuasan Konsumen ... 35
F. Definisi Operasional Kinerja Atribut ... 37
V. HASIL dan PEMBAHASAN ... 47
A. Keadaan Umum Depot Mie Lekker... 47
B. Karakteristik Pembeli Mie Lekker ... 51
C. Karakteristik Konsumen ... 51
D. Kepuasan Konsumen yang Membeli Mie Lekker ... 56
F. Faktor Penarik Keputusan Konsumen Membeli ... 65
VI. KESIMPULAN dan SARAN ... 77
A. KESIMPULAN ... 77
B. SARAN ... 78
Daftar Pustaka ... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan ... 13
2. Kerangka Pemikiran ... 33
3. Denah Lokasi Depot Mie Lekker ... 49
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1. Atribut Dasar Pengukuran Konsumen... 36
2. Umur Responden Yang Membeli Mie Di Mie Lekker Surabaya... 51
3. Jenis Kelamin Yang Membeli Mie Lekker Surabaya ... 52
4. Pendidikan Terakhir Yang Membeli Mie Lekker ... 53
5. Jenis Pekerjaan Responden Yang Membeli Mie Lekker Surabaya ... 54
6. Pendapatan Responden Yang Membeli Mie Lekker Surabaya ... 55
7. Hasil Penilaian Konsumen Terhadap Atribut Rasa ... 56
8. Tanggapan Responden Terhadap Atribut Merek Mie Lekker ... 57
9. Tanggapan Respoden Terhadap Atribut Lokasi ... 58
10. Tanggapan Respoden Terhadap Atribut Tempat Parkir ... 59
11. Tanggapan Responden Terhadap Atribut Harga ... 60
12. Tanggapan Respoden Terhadap Atribut Besar Porsi ... 61
13. Tanggapan Responden Terhadap Atribut Rasa ... 62
14. Tanggapan Responden Terhadap Atribut Kecepatan Transaksi ... 63
15. Kebersihan Depot Mie Lekker ... 64
16. Promosi ... 65
17. Aroma Produk ... 66
18. Keragaman Menu ... 67
19. Delivery Service ... 68
20. Penampilan Pelayan ... 69
21. Keramahan Pelayan ... 70
22. Kemasan (Packaging) ... 71
23. Kecepatan Layanan... 72
24. Kemampuan Pramusaji Berkomunikasi ... 73
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi
dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia. Namun ironisnya, masyarakat Indonesia beberapa bulan terakhir ini telah
diguncang oleh masalah penggunaan formalin dalam beberapa jenis bahan pangan, antara
lain mie basah, bakso, tahu, ikan asin, dan ayam potong. Selain penggunaan formalin, tidak
sedikit produsen mie yang juga menambahkan boraks, yang merupakan bahan campuran
untuk kuningan dan bahan las, kedalam produknya untuk memperbaiki tekstur menjadi jauh
lebih kenyal. Masalah keamanan pangan ini tidak dapat dihindari lagi walaupun sudah ada
peraturan yang melarang penggunaan kedua bahan tersebut. Larangan penggunaan
formalin dan boraks untuk bahan pangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (Permenkes) No. 722/MenKes/Per/IX/88.
Perekonomian Indonesia pernah dihadapkan kepada dampak krisis ekonomi global.
Apabila dilihat dari segi bisnis restoran di Indonesia, bisnis restoran hingga saat ini masih
diyakini sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi yang memiliki prospek cukup bagus,
bahkan dalam kondisi krisis sekalipun. Saat ini perkembangan usaha di bidang restoran
tumbuh dengan pesat terutama dengan semakin banyaknya dibangun restoran yang dibuka
ditempat yang banyak dilewati dan dikunjungi oleh orang seperti di jalan raya maupun
dipusat pembelanjaan. Alasan mendirikan restoran atau jasa penyedia makanan yaitu
sederhana dikarenakan kebutuhan konsumen yang paling mendasar dan tidak pernah
hilang dari kebutuhannya yakni kebutuhan akan makanan.
Perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan perubahan yang cukup
signifikan pada gaya hidup masyarakat kota besar yang sibuk dengan segala rutinitasnya
ingin menghabiskan akhir pekan yang berbeda dari biasanya. Ada banyak pilihan yang bisa
Sebagian orang berpendapat bahwa salah satu bentuk dari hiburan adalah makan di luar
rumah bersama keluarga, teman atau relasi bisnis. Masyarakat dengan tingkat sosial
ekonomi yang baik tidak hanya memilih jenis makanan apa yang akan mereka makan, tetapi
juga memilih di mana mereka akan makan.
Meningkatnya jumlah restoran atau depot di Surabaya menyebabkan persaingan
semakin ketat, sehingga dengan persaingan ini membuat restoran atau depot berusaha
mempertahankan, memperluas pangsa pasar yang dimiliki dan mampu menarik pelanggan
baru. Untuk mencapai tujuan tersebut suatu depot harus mampu memberikan kepuasan
kepada konsumen melalui peningkatan kinerja terhadap mutu dan pelayanan produk. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan menggali informasi mengenai apa saja keinginan
konsumen, membina suatu hubungan dan menciptakan kesan baik sehingga konsumen
memiliki keinginan untuk datang yang kedua kalinya.
Perubahan ini juga terlihat dalam pola konsumsi masyarakat yang ingin serba cepat
dan praktis, sehingga terdapat kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan diluar rumah
yang memberi kemudahan. Dengan meningkatnya penduduk dapat memberikan kontrubusi
nyata bagi restoran untuk menjadi bisnis yang tetap berpeluang dan juga bisa dikatakan
cukup menjanjikan didalam persaingan bisnis yang semakin ketat. Ditambah lagi fungsi
restoran selain menjual makanan dan minuman restoran juga bisa menjadi tempat untuk
bersantai, rekreasi, dan juga untuk acara khusus seperti perayaan dan jamuan makan untuk
relasi bisnis. Hal ini akan membuat konsumen selalu punya alasan untuk mengunjungi
restoran diluar untuk memenuhi kebutuhan megkonsumsi makanan. Alasan-alasan
tersebutlah yang dapat mendorong pertumbuhan restoran khususnya daerah perkotaan
seperti kota Surabaya.
Menurut Astawan (2003), saat ini mie telah menjadi salah satu pangan alternatif
pengganti nasi. Dilihat dari keanekaragaman pangan mengkonsumsi mie sangat positif.
Kandungan karbohidrat yang tinggi memungkinkan jenis bahan pangan mie diposisikan
pengganti nasi, bahkan mie mempunyai kandungan gizi yang banyak. Kegemaran
tekstur mie yang halus dan mudah untuk dimakan, serta kepraktisan dalam penyajiannya. Di
Indonesia mie sudah cukup dikenal hal ini dapat dilihat dari banyaknya makanan khas
daerah indonesia dalam pembuatanya terdapat produk mie, contohnya seperti mie “Lekker”
khas Solo.
Usaha mie “Lekker” khas Solo sangat menarik untuk dijalankan akan tetapi tetap
saja dalam menjalankannya tidaklah semudah yang dibayangkan, keberhasilan suatu depot
atau restoran tidak hanya ditentukan jenis produk dan kualitas produk tetapi sangat
ditentukan oleh kemampuan restoran atau depot untuk menarik pengunjung datang ke
restoran atau depot mie “Lekker” khas Solo. Perlu memahami keragaman dan perilaku
konsumen agar restoran atau depot mie “Lekker” khas Solo dapat memasarkan produk
dengan baik. Restoran atau depot mie “Lekker” khas Solo harus memahami proses ketika
seorang konsumen mengambil keputusan untuk membeli suatu produk atau makanan,
sehingga dapat merancang strategi pemasaran yang baik untuk keberhasilan usaha depot
mie “Lekker” tersebut.
B. Rumusan Masalah
Depot mie “Lekker” khas Solo yang berada dikota surabaya haruslah mampu
menghadapi persaingan yang semakin tajam diantara kompetitor mie di kota Surabaya.
Dengan banyaknya persaingan yang ada saat ini depot mie “Lekker” tersebut harus mampu
meraih, dan mempertahankan serta meningkatkan konsumen. Agar mampu meraih,
mempertahankan dan meningkatkan konsumen depot mie “Lekker” dikota Surabaya harus
terlebih dahulu bisa memahami karakteristik konsumen.
Karakteristik konsumen restoran atau depot sangatlah beragam dalam hal umur,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik
konsumen sangat mempengaruhi persepsi dan penilaian konsumen terhadap suatu produk
oleh karena itu perbedaan karakteristik konsumen akan secara langsung membentuk
penilain yang berbeda beda juga dari konsumen satu dengan konsumen yang lain. Perilaku
konsumen dapat dilihat dan dipahami melalui proses keputusan pembelian konsumen, mulai
serta tingkat keragaman atribut restoran dan produk andalan berdasarkan tingkat
kepentingan dan tingakat kepuasan. Dari proses keputusan tersebut dapat diperoleh
gambaran umum mengenai produk seperti apa sesungguhnya dibutuhkan dan diinginkan
oleh konsumen.
Keberadaan konsumen sangatlah penting bagi suatu usaha depot mie “Lekker”
karena konsumen merupakan suatu aset yang sangat berharga bagi kelangsungan dan
pengembangan suatu usaha. Perhatian yang baik dapat dilakukan dengan melihat dan
memahami kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal tersebut dapat diatasi dan dilihat dari
keinginan konsumen agar konsumen tidak beralih ketempat lain yang dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan penjualan. Sebagai langkah awal yang perlu dilakukan adalah studi
perilaku konsumen yang dapat memberikan rekomendasi kebijakan pemasaran bagi pihak
pengelola usaha depot mie “Lekker” khas Solo.
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik konsumen restoran atau depot mie “Lekker”
Surabaya?
2. Apakah faktor pendorong dan penarik yang mempengaruhi pembelian di
restoran atau depot mie “Lekker” Surabaya?
3. Apakah konsumen puas dengan atribut-atribut “Mie Lekker” Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen Depot Mie “Lekker” Surabaya.
2. Analisis faktor pendorong dan penarik konsumen membeli Mie “Lekker” Surabaya.
3. Mengetahui kepuasan konsumen dalam menilai atribut-atribut “Mie Lekker” Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi:
1. Depot Mie “Lekker” Surabaya, sebagai bahan masukan dalam menjalankan usaha.
2. Peneliti, untuk menerapakan ilmu dan teori-teori yang diperoleh selama di bangku kuliah,
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Evy Marini (2003), mengadakan penelitian tentang perilaku konsumen restoran fast
food “Hoka-Hoka Bento” cabang bogor. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode
survey, sedangkan pengambilan sample responden dilakukan dengan purposive (sengaja).
Analisis yang dilakukan dengan menggunakan “Importance performance analysis”. Metode
tabulasi deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik konsumen Bogor dan proses
keputusan pada pembelian Hoka-Hoka Bento. Hasil analisis menunjukan 45% dari seluruh
respoden menyatakan bahwa alasan mereka melakukan pembelian produk Hoka-Hoka
Bento adalah menghilangkan rasa lapar dengan motivasi terbesar 62% karena rasa enak,
indikator yang menjadi dasar pertimbangan awal responden dalam pembelian 53% adalah
rasa, sedangkan faktor penting bagi responden dalam pembelian adalah harga dengan
65%. Hampir seluruh konsumen Hoka-Hoka Bento merasa puas setelah mengkonsumsi
produk Hoka-Hoka Bento. Konsumen boleh dikatakan loyal terhadap restoran ini. Dari segi
atribut produk, tingkat kepuasan konsumen tidak terdapat atribut yang menjadi prioritas
utama. Hanya satu yang dirasa konsumen terlalu berlebihan yaitu “aroma produk”, padahal
aroma tidak terlalu penting menurut konsumen. Tingkat kepuasan konsumen terhadap
Hoka-Hoka Bento secara umum baik, tetapi ada beberapa yang harus diperbaiki.
Wijaya (2004) melakukan penelitian yang berjudul ”Studi Eksploratif Perilaku
Mahasiswa Universitas Kristen Petra dalam Memilih Fast Food Restaurant dan Non Fast
Food di Surabaya”. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif deskriptif, Di mana
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana preferensi mahasiswa Universitas
Kristen Petra Surabaya dalam mengkonsumsi makanan dan minuman di rumah makan.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif studi dibagi dalam kelompok-kelompok
sesuai dengan jurusan di mana mereka menempuh studi. Besarnya sampel ditetapkan
sebanyak 200 orang. Penyebaran kuesioner dilaksanakan selama 3 minggu, mulai akhir
adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
sehubungan dengan frekuensi kunjungan dan dengan siapa responden berkunjung ke
sebuah restoran. Selain itu, keputusan makan di fast food restaurant lebih dipengaruhi oleh
faktor kualitas makanan, kecepatan layanan, dan harga yang relatif terjangkau. Sedangkan
kualitas makanan, keramahan layanan dan kenyamanan restoran merupakan faktor yang
lebih mempengaruhi pembelian di non fast food restaurant.
Agustina (2005), meneliti analisis perilaku konsumen terhadap proses keputusan
pembelian teh dalam botol, kasus mahasiswa IPB, didapatkan proses pembelian,
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan sikap konsumen dalam menentukan,
atribut-atribut penting dan merek ideal dari produk teh dalam botol. Metode pemilihan
sampel menggunakan metode insidental. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
program komputer yang berupa software SPSS dan Excel. Dalam menganalisis data
dibnantu dengan analisis deskriptif, analisis faktor serta menggunakan analisis sikap angka
ideal. Dari penelitian tersebut motivasi terbesar yang mendorong konsumen untuk membeli
teh botol adalah karena kebutuhan fisiologis serta rasanya. Mereka yang paling digemari
oleh konsumen di tiga lokasi berbeda adalah teh botol sosro. Penelitian tersebut
menyarankan agar produsen agar memperhatikan ukuran botol yang terkait dengan volume
produk.
Bekti Setiawati (2006), mengadakan penelitian pengaruh kualitas produk dan
promosi terhadap keputusan pembelian krupuk rambak “Dwijoyo” Desa Penanggulan kec.
Pegandon kab.Kendal. Variabel yang digunakan terdiri dari 2 variabel Independent yaitu
kualitas produk dan promosi. Variabel dependent adalah keputusan pembelian. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda. Hasil pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji t pada penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel indipendent yang
B. Tinjauan Teoritis
1. Sejarah Mie
Selama bertahun-tahun, asal usul mie masih menjadi perdebatan. Masih simpang
siur siapa yang pertama kali membuatnya. Beberapa pendapat mengatakan bahwa mie
pertama kali dibuat di daratan Mediterania. Lain lagi mengungkapkan teknologi pembuatan
mie dikembangkan di Timur Tengah. Ada pula sebuah catatan tua yang merekam bahwa
mie pertama kali dibuat saat jaman Dinasti Han di China tahun 25-200. Kemudian pada
tahun 2005, ditemukan mie tertua yang berumur 4000 tahun di daratan China. Penemuan ini
menjadi bukti bahwa penduduk China modern adalah yang pertama membuat mie. Namun,
apakah teknologi pembuatannya diadopsi dari Timur Tengah atau tidak, masih terus menjadi
perdebatan. Banyak orang yang juga menyangka bahwa mie berawal dari pasta sehingga
menunjuk Italia yang pertama membuat mie. Namun, banyak sejarahwan percaya bahwa
ketika Marco Polo berkunjung ke China pada abad ke-13, dia menyukai mie dan
membawanya ke Italia dan memengaruhi masakan di negaranya. Pada kenyataannya, mie
tidak menjadi makanan pokok di Italia sampai abad ke-17 dan 18. Di benua Asia, mie tidak
begitu banyak menyebar sampai kira-kira tahun 100. Pada tahun tersebut, mie mulai dikenal
dan disukai di beberapa negara seperti, Jepang, Korea, Vietnam, Laos, bahkan sampai
negara-negara pulau di Asia tenggara dan asia.
Dalam budaya China, mie adalah simbol kehidupan yang panjang. Makanya, mie
secara tradisional sering disajikan pada acara ulang tahun dan saat Tahun Baru Cina
sebagai lambang umur panjang. Sehingga versi kue ulang tahun China adalah mie ulang
tahun. Di Jepang, mie dimasukkan ke dalam upacara minum teh Jepang dan membuat mie
dianggap sebagai seni tersendiri di negara tersebut. Mie bahkan menjadi lebih penting di
Jepang setelah Perang Dunia II, ketika kekurangan makanan dan hanya mie kering yang
tersedia. Di Indonesia, mie banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan
makanan khas seperti mie nyemek, mie Bangka, mie kari, mie Aceh, mie rebus padang, mie
betawi, mie ceker, mie rebus jawa dan mie lekker Surabaya. Hal ini menunjukan bahwa
kebudayaan dalam bentuk makanan khas daerah. Berdasarkan kondisi sebelum
dikonsumsi, mie dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok, yaitu mie basah, mie
kering, mie instan, dan mie mentah. (http://aksesdunia.com. Februari 11, 2012).
2. Konsumen
Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
defenisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi keperluan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
Sumarwan (2003) mengelompokan konsumen dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Konsumen individu adalah individu atau rumah tangga yang membeli suatu barang atau
jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Konsumen organisasi lembaga lainya yang membeli barang atau jasa untuk menjalankan
seluruh kegiatan organisasinya.
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang
mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual
rendah (low involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah,
sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high involvement) proses pengambilan
keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang sangat matang.
Menurut Schiffman dan Kanuk Suryani (2008; 6) menjelaskan bahwa : “Perilaku
konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan
membelanjakan sumberdaya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang dan usaha) dan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi.”
Mangkunegara (2009; 3) bahwa : “Perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan
individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan
barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
Menurut Assael Simamora (2001; 75) bahwa ada empat tipe perilaku pembelian
konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara
merek sebagai berikut :
a. Perilaku membeli yang rumit (complex buying behavior) Perilaku membeli yang rumit
membutuhkan keterlibatan tinggi dalam pembelian. Perilaku ini menyingkapkan adanya
perbedaan-perbedaan yang jelas di antara merek-merek yang ada. Perilaku membeli ini
terjadi pada waktu membeli produk-produk yang mahal, tidak sering dibeli, berisiko dan
dapat mencerminkan diri pembelinya, seperti mobil, televisi, pakaian, jam tangan,
komputer dan lain-lain. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori
produk dan harus belajar untuk mengetahuinya, sehingga pemasar harus menyusun
strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut, kepentingannya,
tentang merek perusahaan, dan atribut penting lainnya.
b. Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokan (dissonance reducing buying
behavior) Perilaku membeli mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen
menyadari hanya sedikit perbedaan antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi
untuk pembelian produk yang mahal, tidak sering dilakukan, berisiko, dan membeli
secara relative cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Contoh, karpet, keramik,
pipa PVC, dan lain-lain. Pembeli biasanya mempunyai respons terhadap harga atau yang
memberikan kenyamanan. Konsumen akan memperhatikan informasi yang
mempengaruhi keputusan pembeliannya.
c. Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan (habitual buying behaviour) dalam hal ini,
konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan
terhadap merek. Konsumen memilih produk secara berulang bukan karena merek
produk, tetapi karena konsumen sudah mengenal produk tersebut. Setelah membeli
produk tersebut konsumen tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli
produk tersebut. Perilaku ini biasanya terjadi pada produk-produk seperti gula, garam, air
antara produk dan konsumennya, misalnya dengan menciptakan produk yang melibatkan
situasi atau emosi personal melalui iklan.
d. Perilaku membeli yang mencari keragaman (variety seeking buying behaviour) Perilaku
ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang
jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan kepuasan.
Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan suatu yang mutlak. Sebagai market
leader, pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan sampai
kehabisan stok atau dengan promosi-promosi yang dapat mengingatkan konsumen akan
produknya. Perilaku pembeli yang mencari keragaman biasanya terjadi pada
produk-produk yang sering dibeli, harganya murah dan konsumen sering mencoba merek-merek
baru.
Engel, et al. (1994), mendefinisikan perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan barang dan jasa,
termasuk proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan dilakukan. Menurut Nugroho
(2002), perilaku konsumen didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan
aktivitas masing-masing individu yang dilakukan dengan rangka evaluasi, mendapatkan
penggunaan atau mengatur barang-barang atau jasa.
Perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh banyak faktor. Menurut Engel,
et,al. (1994), perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh faktor pengaruh lingkungan,
perbedaan individu dan proses psikologis. Titik tolak tolak untuk memahami perilaku
konsumen adalah model rangsangan tanggapan yang dimulai dari rangsangan pemasaran
dan lingkungan yang mulai memasuki kesadaran konsumen, kemudian karakteristik
konsumen dan proses pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu
3. Proses Keputusan Pembelian
Menurut Pujangkoro (2003), konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk
ada dua kepentingan utama yang diperhatikannya yaitu:
a. Keputusanya pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk. Konsumen akan
memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan tersebut
tersedia dan bermanfaat bagi konsumen.
b. Keputusan pada hubungan dari produk atau jasa, konsumen akan memeutuskan
untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang
diinginkan konsumen.
Proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen muncul melalui suatu
tahap tertentu. Menurut Engel, et al. (1994), terdapat lima tahapan proses pengambilan
keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen, yaitu: pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian, dan hasil penilain kosumen
terhadap produk yang telah dibeli. Tahapan-tahapan tersebut dilihat jelas pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
a. Pengenalan kebutuhan
Keputusan oleh konsumen dapat digolongkan dalam pengambilan keputusan yang
kompleks karena bersifat psikologis. Proses keputusan oleh konsumen dimulai dengan
adanya pengenalan kebutuhan yang mulai dirasakan dan dikenal. Adanya kebutuhan
tersebut disebabkan karena konsumen merasakan adanya ketidaksesuaian antara keadaan
yang aktual dengan keadaan yang diinginkan. Namun jika ketidaksesuaian itu berada
dibawah tingkat ambang, maka pengenalan tingkat kebutuhan pun tidak terjadi (Engel, et al.
1995). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Nugroho (2002), pengenalan masalah
atau aktualnya namun ketidaksesuaian sudah cukup untuk menimbulkan dan menilai proses
keputusan.
Menurut Kotler (2000), proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah
masalah atau kebutuhan. Timbulnya kebutuhan dapat dipicu oleh faktor-faktor seperti
keadaan yang berubah, pemorelehan produk, konsumsi produk, pengaruh pemasaran serta
perbedaan individu.
b. Pencarian Informasi
Dengan teridentifikasinya kebutuhan dan masalah, hal ini mendorong konsumen
mencari dan mengumpulkan informasi tentang produk. Konsumen akan berusaha
mengumpulkan informasi yang lebih banyak sebelum memutuskan untuk melakukan
pembelian. Pencarian informasi tergantung pada kekuatan dorongan dan stimuli untuk
mendapatkan informasi, jumlah informasi yang telah dimiliki, kemudahan untuk
mendapatkan informasi tambahan, serta nilai yang diberikan oleh informasi tambahan
(Kotler, 1995).
Sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok yaitu: (a) sumber
pribadi; keluarga, teman, tetangga dan kerabat, (b) sumber komersil; iklan, tenaga penjual,
pedagang perantara, (c) sumber publik; media masa, organsasi penilaian konsumen, (d)
sumber pengalaman; penaganan, pemeriksa, pengguna produk (Kotler, 1995).
Menurut Sumarwan (2003), pencarian informasi dilakukan konsumen ketika
memandang bahwa kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan membeli dan
mengkomsumsi suatu produk (pencarian informasi eksternal), pencarian informasi ini
dilakukan konsumen untuk mencari informasi yang tersimpan dalam ingatanya (pencarian
informasi internal). Pencarian informasi internal dari memori konsumen dilakukan dengan
dua langkah yaitu:
1. Konsumen akan meningkatkan semua produk dan merek.
Sedangkan pencarian eksternal yaitu konsumen mencari informasi dari luar, proses
pencarian informasi eksternal ini biasanya meliputi:
1. Alternatif merek yang tersedia.
2. Kriteria evaluasi untuk membandingkan merek.
3. Tingkat kepentingan dari berbagai evaluasi.
Faktor lain yang memepengaruhi tahap pencarian adalah: situasi, ciri-ciri produk,
lingkungan eceran, dan konsumen itu sendiri (Engel, et al. 1994). Tekanan waktu
merupakan salah satu sumber tekanan situasi. Ciri-ciri produk dapat mempengaruhi
pencarian informasi, jika konsumen yakin bahwa semua merek adalah sama, maka hanya
sedikit pencarian ekstensif yang diperlukan, tetapi bila dirasakan merek berbeda, maka hasil
yang diharapkan makin besar. Lingkungan eceran akan mempengaruhi pencarian oleh
konsumen, karena jarak antara pesaing eceran dapat menentukan banyaknya toko yang
menjadi tempat belanja konsumen selama pengambilan keputusan. Terakhir yang dapat
mempengaruhi tahapan ini adalah karakteristik konsumen yang meliputi pengetahuan,
keterlibatan, kepercayaan, sikap, serta karakteristik demografi.
c. Evaluasi Alternatif
Kotler (1995) mengemukakan bahwa konsumen yang melakukan evaluasi alternatif
berusaha memuaskan kebutuhan dan mecari manfaat tertentu dari solusi produk.
Konsumen akan memandang suatu produk sebagai serangkaian produk dengan atribut
yang berbeda. Atribut-atribut produk yang dianggap relevan dan menonjol akan mendapat
perhatian dari konsumen, selain itu pasar suatu produk dapat disegmentasikan berdasarkan
atribut-atribut yang menonjol bagi kelompok atau konsumen yang berbeda.
Konsumen akan mengembangkan serangkaian kepercayaan merek dimana posisi
merek menurut masing-masing atribut. Kepercayaan konsumen pada suatu merek akan
bervariasi menurut pengalamanya, pengaruh dari persepsi selektif, distorsi selektif dan
ingatan selektif. Kemudian konsumen akan sampai pada pendirian
Kriteria evaluasi menurut Engel, et al. (1995), tidak lebih dari dimensi atau atribut
tertentu yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan. Kriteria evaluasi diantara
lainya mencakup harga, nama merek dan negara asal. Setelah menentukan kriteria
evaluasi, konsumen menentukan alternatif mana yang akan dipilih. Sedangkan determinan
yang digunakan konsumen selama pengambilan keputusan tediri dari pengaruh situasi,
kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan. Kaidah keputusan
sebagai strategi untuk membuat keputusan terakhir, disimpan dalam ingatan dan diperoleh
kembali jika dibutuhkan.
Menurut Nugroho (2002), kriteria evaluasi merupakan titik tolak standar dan kriteria
dipakai konsumen untuk menilai perbedaan produk dan merek. Komponen utama dalam
proses evaluasi alternatif adalah evaluasi belief, sikap dan intention. Belief adalah persepsi
tentang penampilan alternatif pada kriteria evaluasi biasanya terekam dalam memori jangka
panjang, belief terhadap sesuatu yang membawa bentuk sikap yang merupakan evaluasi
terhadap alternatif. Kriteria evaluasi khsus yang dipakai konsumen dalam menentukan
produk yang dipertimbangkan.
d. Keputusan Pembelian
Pada tahap ini konsumen mengambil keputusan mengenai kapan pembeli, dimana
membeli dan dimana membayar. Engel, et al. (1995), mengungkapkan bahwa pembelian
merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan, atau
perbedaan individu. Niat pembelian konsumen dibedakan menjadi dua kategori yaitu: (a)
produk dan merek, (b) kelas produk.
Niat pembelian kategori pertama umumnya disebut pembelian terencana penuh
dimana pembelian yang terjadi merupakan hasil keterlibatan yang tingi dan pemecahan
masalah yag diperluas. Kategori kedua juga disebut sebagai pembelian yang terencana jika
merek dibuat ditempat pembelian. Selain niat pembelian, pengaruh lingkungan atau
perbedaan individu juga mempengaruhi keputusan pembelian. Keputusan pembelian
1. faktor pendirian orang lain, terjadi karena dua hal yaitu: banyaknya pengaruh negatif
orang lain terhadap alternatif yang disukai oleh konsumen dan motivasi konsumen
untuk memenuhi keinginan orang lain.
2. faktor situasi yang tidak diantisipasi, faktor ini dapat muncul dan mengubah niat
pembeli, seperti; kehilangan pekerjaan, beberapa pembeli mungkin mendesak atau
percaya, dan pelayanan restoran mematikan semangat konsumen.
Menurut Nugroho (2002), pembelian dipengaruhi oleh sikap dari pengalaman dan
intensitas pembelian yang lebih konsisten dari pada pengalaman yang tidak langsung.
Sedangkan sikap dan intensitas pembelian dipengaruhi oleh empat hal penting yaitu aksi,
target, waktu dan konteks.
e. Hasil Keputusan Pembelian
Setelah pembelian terjadi, konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang
dilakukanya. Hasil evaluasi pasca pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan.
Jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan beperngaruh
positif terhadap pembelian yang selanjutnya. Kepuasan berfungsi untuk mengukuhkan
loyalitas pembeli, sementara ketidak puasan dapat mengakibatkan keluhan komunikasi lisan
yang negatif dan upaya minta ganti rugi melalui saran. Ini berarti bahwa upaya
mempertahankan pelanggan menjadi hal yang sangat penting dalam strategi pemasaran.
Pernyataan sama dikemukakan oleh Nugroho (2002), tingkat kepuasan dan ketidak
puasan merupakan hasil “feedback” kepada memori dan akan mempengaruhi
keputusan-keputusan berikutnya baik pada tingkat kepuasan maupun pada proses lain yang serupa.
4. Faktor yang Menarik Konsumen Membeli
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal Siregar (2008) yang berjudul
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen Berkunjung Pada Rumah Makan
Lubuk Arai Jl. Dr. Mansur Medan, bertujuan untuk mengetahui seberapa besar faktor
produk, harga, lokasi, dan faktor promosi dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan
kunjungan. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan faktor produk,
Rumah Makan Lubuk Arai Jl. Dr. Mansur Medan, yang dapat dilihat dari nilai Fhitung >
Ftabel (76.106 > 3,74).
a. Produk (Product)
Kotler (2005) mendefinisikan bauran produk adalah rangkaian semua produk dan
unit produk yang ditawarkan suatu penjual tertentu pada pembeli. Pengertian produk itu
sendiri adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kesuatu pasar untuk memenuhi
keinginan atau kebutuhan. Bauran produk suatu perusahaan memiliki lebar, panjang,
kedalaman, dan konsistensi tertentu. Keempat dimensi bauran produk ini memberikan
pegangan untuk mendefinisikan strategi perusahaan. Perusahaan dapat memperluas
bisnisnya dengan empat cara yaitu Perusahaan dapat menambah lini produknya,
Perusahaan dapat memperpanjang tiap lini produk, Perusahaan dapat menambah lebih
banyak varian produk dan memperdalam bauran produknya. Sedangkan untuk bauran
pelayanan merupakan salah satu alat utama untuk mendiferensiasikan satu restoran dengan
restoran lainnya. Suasana restoran merupakan unsur lainnya, suatu restoran mempunyai
tata letak fisik yang memudahkan atau menyulitkan untuk berputar-putar didalamnya.
Setiap restoran mempunyai penampilan, ada yang kotor, yang lainnya menarik,
megah dan suram. Level paling dasar adalah manfaat inti (core benefit) yaitu jasa atau
manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. Pada level kedua pemasar harus
berubah manfaat inti tersebut menjadi produk dasar (basic product). Pada level ketiga,
pemasar menyiapkan produk yang diharapkan (expected product), yaitu serangkaian atribut
dan kondisi yang biasanya diharapkan oleh para pembeli ketika mereka membeli produk
tersebut. Pada level keempat, pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan yang
melampaui harapan pelanggan. Pada level terakhir terdapat produk potensial yang
mencakup semua peningkatan dan transformasi yang pada akhirnya akan dialami produk
tersebut dimasa yang akan datang.
b. Kualitas Produk
Menurut Irawan (2007), kepuasan atau satisfaction adalah kata dari bahasa latin
Jadi, produk atau jasa yang dapat memuaskan adalah produk atau jasa yang sanggup
memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat yang cukup tinggi.
Kepuasan juga dapat didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah
mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa. Sedangkan menurut Engel et al
(1994), kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli termasuk alternatif yang dipilih
sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan
timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan pelanggan. Kotler (2000) menyatakan
kepuasan adalah perasaan senang atau kekecewaan seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi terhadap kinerja suatu produk dengan
harapanharapannya. Apabila dijabarkan sebagai berikut :
1. Jika kinerja berada dibawah harapan maka konsumen menjadi tidak puas.
2. Jika kinerja sama dengan harapan maka konsumen akan puas.
3. Jika kinerja melampaui harapan maka konsumen akan sangat puas atau sangat senang.
Kualitas produk adalah driver kepuasan yang multidimensi. Bagi konsumen, kualitas
mempunyai beberapa dimensi, paling tidak terdapat enam dimensi yang perlu diperhatikan
oleh setiap produsen yang ingin mengejar kepuasan pelanggan terhadap kualitas produk.
Dimensi pertama adalah performance. Dimensi ini adalah dimensi yang paling basic dan
berhubungan dengan fungsi utama suatu produk. Konsumen akan sangat kecewa apabila
harapan mereka terhadap dimensi ini tidak terpenuhi. Bagi setiap produk/jasa, dimensi
performance bisa berlainan, tergantung pada functional value yang dijanjikan oleh
perusahaan. Untuk bisnis makanan, dimensi permormance adalah rasa yang enak. Dimensi
kualitas produk yang kedua adalah reability.
Dimensi performance dan reability sekilas hampir sama tetapi mempunyai
perbedaan yang jelas. Reability lebih menunjukkan probabilitas produk menjalankan
fungsinya. Dimensi yang ketiga adalah feature atau fitur. Dimensi ini dapat dikatakan aspek
sekunder karena berfungsi sebagai karakteristik pelengkap atau penambah fungsi dasar
yang berhubungan dengan pilihan produk atau pengembangannya. Apabila ditanyakan fitur
walaupun performance adalah dimensi kualitas yang sama, tetapi daya bedanya tidak
sebesar fitur. Pada titik tertentu, performance dari setiap merek hampir sama tetapi justru
perbedaannya terletak pada fiturnya. Ini juga mengakibatkan harapan pelanggan terhadap
dimensi performance relatif homogen dan harapan terhadap fitur relatif heterogen. Bagi
pelaku bisnis, suatu yang heterogen biasanya memberikan peluang yang lebih besar dalam
menciptakan keunggulan bersaing.
Dimensi kualitas produk yang keempat adalah durability (keawetan). Durability
menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus produk baik secara teknis maupun waktu.
Produk disebut awet kalau sudah banyak digunakan atau sudah lama sekali digunakan.
Dimensi kualitas produk yang kelima adalah conformance. Dimensi ini menunjukkan
seberapa jauh produk dapat menyamai standar atau spesifikasi tertentu. Produk yang
mempunyai conformance yang tinggi berarti produk tersebut sesuai dengan standar yang
ditentukan, misalnya pada produk makanan kebersihan merupakan aspek yang penting
karena menyangkut kesehatan konsumen. Selain itu, salah satu aspek dari conformance
adalah konsistensi. Dimensi kualitas produk yang keenam adalah design (desain). Dimensi
desain adalah dimensi yang unik. Dimensi ini banyak mempengaruhi pada emosional
pelanggan. Seperti nama restorannya, menu utama Restoran Ayam Geprek Istimewa
adalah ayam geprek dengan sambal yang khas. Dari wawancara dengan pemilik diketahui
sekitar 80 persen penjualan menu restoran adalah untuk ayam geprek. Oleh sebab itu,
penelitian ini hanya mengukur kepuasan terhadap produk ayam geprek sebagai produk
utama. Tidak semua dimensi yang dijelaskan Irawan dapat digunakan dalam penelitian.
Dimensi-dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas produk pada penelitian ini
disesuaikan dengan subjek yang diteliti yaitu produk ayam geprek. Variabel kualitas produk
yang digunakan pada penelitian ini adalah
Variabel cita rasa produk yaitu ayam geprek. Variabel ini didapatkan dari dimensi
performance. Variabel rasa yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu kandungan
rasa gurih, garing, dan empuk diperoleh dari wawancara peneliti dengan 10 orang
konsumen atau responden sebagai rujukan.
c. Promosi (promotion)
Promosi merupakan salah satu variabel bauran pemasaran yang digunakan oleh
perusahaan untuk mengadakan komunikasi dengan pasarnya, karena dengan adanya
promosi maka konsumen akan mengetahui hadirnya suatu produk. Promosi juga dapat
diartikan sebagai komunikasi, karena melalui komunikasi yang efektif akan terjadi suatu
interaksi yang saling menguntungkan. Komunikasi pemasaran sangat diperlukan karena
pemasaran modern konsumen memerlukan lebih dari pengembangan produk yang baik,
penawaran dengan harga yang menarik dan kemudahan untuk dijangkau. Perusahaan juga
harus berkomunikasi dengan para pemercaya (stakeholder) yang ada sekarang dan yang
potensial karena dengan komunikasi dapat menginformasikan keberadaan produk. Bauran
promosi disebut juga bauran komunikasi pemasaran yang terdiri atas lima cara komunikasi
utama. Kotler (2005) membagi bauran promosi kedalam lima elemen penting, yaitu :
1. Personal selling
Personal selling adalah langsung antara penjual dan calon konsumen untuk
memperkenalkan suatu produk kepada calon konsumen dan membentuk pemahaman
konsumen terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya.
2. Mass selling
Mass selling terdiri atas periklanan dan publisitas. Mass selling merupakan
pendekatan yang menggunakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada
khalayak ramai dalam satu waktu. Metode ini tidak sefleksibel Personal selling namun
merupakan alternatif yang lebih murah untuk menyampaikan informasi kekhalayak (pasar
sasaran) yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar luas.
3. Promosi penjualan
Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai
insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan
dapat menarik konsumen baru, mempengaruhi konsumennya untuk mencoba produk baru,
mendorong konsumen membeli lebih banyak, menyerang aktifitas promosi bersaing,
meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa perencanaan sebelumnya), atau
mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan restoran. Promosi penjualan yang
dilakukan oleh penjualan dapat dibagi menjadi empat yaitu : Customer promotion, Trade
promotion, Sales force promotion, dan Business promotion.
4. Public relation
Public relation merupakan upaya komunikasi menyeluruh dari suatu perusahaan
untuk mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap
perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan kelompokkelompok itu adalah mereka yang
terlibat, mempunyai kepentingan dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
mencapai tujuannya.
5. Direct marketing
Direct marketing adalah pemasaran yang bersifat interaktif yang memanfaatkan
suatu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon terukur dan transaksi
disembarang lokasi.
d. Loyalitas Konsumen
Upaya mempertahankan pelanggan harus mendapat prioritas yang lebih besar lagi
dibandingkan upaya mendapatkan pelanggan baru. Pertama, umumnya lebih murah untuk
mempertahankan pelanggan yang sudah ada dari pada menarik pelanggan baru. Lebih
jauh, kehilangan pelanggan dapat menjadi bencana di dalam pasar yang sudah matang
yang mengalami sedikit sekali pertumbuhan nyata. Oleh karena itu loyalitas pelanggan
berdasarkan kepuasan yang murni dan terus menerus merupakan salah satu asset terbesar
yang mungkin didapat oleh perusahaan (Engel et al. 1995). Faktor yang dapat
mempengaruhi loyalitas adalah kepuasan itu sendiri, pembelian ulang dan hubungan antara
pelanggan. Faktor yang dapat dijadikan indikator kekuatan hubungan pelanggan adalah
promosi dan pesaing. Griffin (2003), menyatakan bahwa loyalitas konsumen adalah
terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa
terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha
membuat mereka untuk membeli produk lain tersebut. Jadi, loyalitas konsumen adalah
suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari
penyedia dan produk tertentu. Untuk mendiskripsikan perilaku loyalitas, Griffin (2003)
membagi loyalitas konsumen menjadi beberapa kriteria, yaitu :
1. Suspect (Tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau
jasa perusahaan. Dikatakan suspect, karena mereka mempunyai keyakinan akan
membeli tetapi belum mengetahui apapun mengenai barang dan jasa ditawarkan
perusahaan.
2. Prospect (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang
dan jasa tertentu dan mempunyai keyakinan untuk membelinya. Para prospect,
meskipun belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan
perusahaan yang menawarkan barang dan jasa. Hal ini terjadi karena seorang telah
merekomendasikan barang dan jasa tersebut kepadanya.
3. Disqualified prospect (yang tidak berkemampuan), yaitu prospect yang telah
mengetahui keberadaan barang dan jasa, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk
membelinya.
e. Pemasaran
Menurut Kotler dan Keller (2006), pemasaran adalah suatu proses sosial yang di
dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang
bernilai dengan pihak lain. Dalam Kotler dan Keller (2006) Asosiasi Pemasaran Amerika
mengungkapkan bahwa pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para
dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan,
menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
5. Faktor yang Mendorong Konsumen Membeli
a. Harga (Price)
Menurut Kotler (2005), harga merupakan satu-satunya elemen dari bauran
pemasaran (empat P) yang menghasilkan pendapatan, sedangkan ketiga P lainnya hanya
menghasilkan biaya. Harga berperan sebagai penentu utama dari pilihan pembeli.
Walaupun faktor- faktor non harga telah menjadi semakin penting dalam perilaku pembeli
selama beberapa dasawarsa ini, harga masih tetap merupakan salah satu unsur terpenting
yang menentukan pangsa pasar dan profitabilitas perusahaan. Selain itu, harga juga
merupakan satu-satunya element bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan,
elemen lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan salah satu element bauran
pemasaran yang paling fleksibel dimana harga dapat berubah dengan cepat tidak seperti ciri
khas (feature) produk dan perjanjian distribusi. Pada saat yang sama, penetapan dan
persaingan harga juga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi perusahaan.
Terdapat enam langkah penetapan harga menurut Kotler (2005), yang sebaiknya dijalankan
oleh perusahaan, yaitu : 1) Memilih tujuan penetapan harga, 2) Menentukan permintaan, 3)
Memperkirakan biaya, 4) Menganalisis biaya, harga, dan tawaran, 5) Memilih metode
penetapan harga, dan 6) Memilih harga terakhir.
b. Kualitas Pelayanan
Atribut mutu layanan Menurut Zeithaml et al. dalam Umar (2005) ada lima dimensi
dalam menentukan mutu pelayanan yaitu :
1. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
2. Assurance (jaminan), yaitu meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap
produk secara tepat, keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi
pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan
menanamkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau
jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
a. Kompetensi (Competence), yaitu keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh
para karyawan untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan (Courtesy), yaitu meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para
karyawan.
c. Kredibilitas (Credibility), yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
3. Tangibles ( kasat mata), yaitu meliputi penampilan fisik seperti gedung dan ruangan
front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan, dan kenyamanan
ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan karyawan.
4. Emphaty (empati), yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan
untuk berkomunikasi kepada konsumen dan usaha perusahaan untuk memahami
keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan
penggabungan dari dimensi:
a. Akses, yaitu meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
b. Komunikasi, yaitu kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan
informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen.
c. Pemahaman pada konsumen, yaitu meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui
dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
5. Responsiveness (cepat tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.
c. Merek
Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi
semuanya. Merek berfungsi untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau
merek menjadi tanda pengenal penjual atau pembuat. Pada dasarnya merek juga
merupakan janji pemasar untuk memberikan beberapa ciri, manfaat dan layanan terus
menerus kepada pembeli (Kotler, 2000). Engel, Blackwell dan Miniard (1994),
mengemukakan bahwa merek memiliki tiga dimensi. Dimensi pertama adalah atribut fisik
(physical atribute), seperti warna, harga, dan bahan. Dimensi kedua adalah atribut
fungsional (functional atribute), atau konsekuensi pemakaian suatu merek. Dimensi ketiga
adalah karakterisasi dan kepribadian merek sebagaimana dirasakan oleh konsumen.
Elemen-elemen ini, dijembatani oleh pengolahan informasi dari individu yang berinteraksi
dengan merek dan diubah bentuknya ke dalam benak konsumen, sehingga konsumen
berpendapat bahwa merek tersebut cocok atau tidak cocok dengannya.
d. Saluran Distribusi/tempat (place)
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan
terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau
dikonsumsi (Kotler, 2000). Keputusan saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan
yang paling kritis dihadapi manajemen. Saluran yang dipilih perusahaan sangat
mempengaruhi semua keputusan pemasaran lain, hal ini disebabkan oleh saluran distribusi
yang akan menjamin ketersediaan produk di pasaran. Menurut Kotler (1997) terdapat empat
level saluran pemasaran untuk barang konsumen, yaitu : (1) saluran level nol (saluran
pemasaran langsung) terdiri dari perusahaan manufaktur yang langsung menjual kepada
pelanggan, (2) saluran satu level berisi satu perantara penjual seperti pengecer, (3) saluran
dua level berisi dua perantara, umumnya adalah pedagang besar, pemborong dan
pengecer. Terdapat juga saluran pemasaran yang lebih panjang. Dari sudut pandang
konsumen, semakin banyak jumlah level pemasaran, semakin sulit untuk memperoleh
e. Besar Porsi
Besar porsi merupakan salah satu yang dapat dinilai dalam menilai atau
mempersepsikan mutu suatu produk. Besar porsi adalah seberapa banyak makanan yang
dihidangkan. Cukup atau tidaknya porsi yang disajikan tergantung dari karakteristik
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian yang dilakukan oleh Riki Ruhmat (2008), menunjukkan bahwa karakteristik
konsumen lokal dan wisatawan mancanegara (wisman) didominasi oleh laki-laki yang
berumur antara 21-40 tahun dan berstatus sudah menikah. Jenis pekerjaan sebagian besar
konsumen adalah pegawai swasta dengan pendidikan terakhir sarjana dan pasca sarjana.
Persepsi konsumen lokal terhadap kinerja Cafe De’Daunan dapat dikatakan sudah baik,
yaitu menurut penilaian konsumen secara umum menyatakan setuju terhadap tingkat kinerja
cafe dan menilai sangat penting terhadap pelaksanaan atribut bauran pemasaran.
Sedangkan atribut yang dinilai cukup setuju adalah penampilan pramusaji, pemilihan media
iklan serta potongan harga makanan dan minuman. Secara umum konsumen wisman
menilai setuju dengan kinerja cafe untuk setiap atribut bauran pemasaran dan menilai
sangat penting terhadap setiap pelaksanaan bauran pemasaran yang ditawarkan pihak Cafe
De’Daunan.
Atribut yang dinilai kurang penting oleh konsumen wisman adalah potongan harga
makanan. Sebagian besar konsumen lokal dan wisman menilai sudah puas dengan kinerja
Cafe De’Daunan. Atribut-atribut yang harus dipertahankan adalah variasi menu makanan
dan minuman, kebersihan makanan dan minuman, kecepatan transaksi pembayaran,
kecepatan penyajian, sikap pramusaji dan kondisi cafe. Atribut yang harus ditingkatkan
adalah aroma makanan, fasilitas cafe, penanganan keluhan pengunjung, dan kemampuan
pramusaji dalam berkomunikasi dan melayani konsumen.
Menjamurnya usaha makanan yang ada di Surabaya menimbulkan persaingan yang
ketat. Ditengah persaingan yang ketat ini, depot Mie Lekker Surabaya membutuhkan
pengetahuan tentang perilaku konsumen. Salah satu depot yang muncul dalam persaingan
ketat di Kota Surabaya sehingga membuat pelaku usaha ini berusaha untuk
mempertahankan pelanggannya dengan cara mempelajari pengetahuan tentang
karakteristik pelanggan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan.
proses keputusan pembelian konsumen, faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian
dan sikap konsumen terhadap atribut-atribut depot berdasarkan tingkat kepentingan dan
tingkat kepuasan konsumen.
Karakteristik pelanggan dari depot Mie Lekker Surabaya sangatlah beragam, oleh
karena itu sangat penting bagi pihak depot Mie Lekker Surabaya untuk mengetahui
bagaimana karakteristik dari pelanggannya tersebut agar restoran mendapatkan informasi
yang tepat tentang pelanggannya, dilakukan analisis deskriptif melalui tabulasi sederhana,
dimana data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh responden
ditransformasikan ke dalam suatu bentuk yang mudah dipahami. Untuk mengetahui
pengukuran faktor-faktor pendorong dan penarik konsumen berkunjung di depot Mie Lekker
Surabaya yang mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan dilakukan pengukuran sikap
dengan analisis deskriptif. Untuk mengetahui loyalitas pelanggan diperlukan pemahaman
tentang pengaruh faktor persepsi pelanggan, nilai pelanggan, daya saing, kualitas
pelayanan jasa, dan perilaku pelanggan terhadap loyalitas pelanggan depot Mie Lekker
Surabaya digunakan metode analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil tersebut,
maka akan menghasilkan suatu rekomendasi bagi depot Mie Lekker Surabaya.
Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai alat evaluasi faktor pendorong dan penarik
konsumen berkunjung ke depot Mie Lekker Surabaya agar dapat mempertahankan loyalitas
pelanggannya untuk memenuhi karakteristik konsumen dan tahapan dalam proses
keputusan pembelian dimana data-data yang diperoleh dijawaban responden
ditransformasikan kedalam suatu bentuk yang mudah dimengerti dan diterjemahkan. Proses
pengambilan keputusan pembelian melalui lima tahap yaitu; (1) pengenalan kebutuhan, (2)
pencarian informasi, (3) evaluasi alternatif, (4) pembelian dan (5) hasil. Proses pengambilan
keputusan pembelian ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti, pengaruh lingkungan,
perbedaan individu, dan proses psikologis.
Penilaian konsumen terhadap atribut-atribut depot dan produk yang berdasarkan
tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen menggunakan model analisis Fishbein.
pelayanan, fasilitas delivery service, kecepatan penyajian, kecepatan transaksi, tanggapan
terhadap keluhan, suasana depot, pemutaran musik, dekorasi ruangan, kebersihan toilet
dan wastafel, kebersihan perlengkapan makan, kebersihan depot, menu produk, porsi, rasa,
aroma, dan harga produk serta promosi.
Model analisis fishbein yang digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana konsumen
merangkai kepercayaan terhadap atribut suatu produk, sehingga membentuk sikap tentang
berbagai obyek. Lebih jelasnya terdapat kerangka pemikiran dalam bentuk skema yang
IV. METODE PENELITIAN
A. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di depot Mie Lekker, jl Ngagel Jaya Selatan no 20,
Surabaya. Penentuan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa depot Mie Lekker
sudah mempunyai konsumen yang cukup banyak dan memiliki letak yang sangat strategis.
B. Pemilihan Sample
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah konsumen yang berkunjung ke
depot Mie lekker Surabaya setiap bulannya dilihat dari jumlah struk pembelian yang didata
oleh pihak pengelola depot. Berdasarkan data diketahui (Infinit) maka pengambilan sampel
dilakukan secara tidak acak (Non random Sampling).
Adapun sebaran populasi konsumen depot Mie Lekker tersebut terbagi berdasarkan
saat-saat pembeliannya yaitu waktu pagi hari (pukul 10.00-11.00 WIB), waktu siang (pukul
15.00-17.00 WIB) dan waktu malam (pukul 18.00-20.00 WIB). Dengan jumlah 30 konsumen
depot Mie Lekker tersebut terbagi dalam konsumen membeli pagi hari 5 orang, kemudian 20
orang konsumen yang membeli siang/sore hari, dan 5 orang konsumen yang membeli
malam hari. Dengan hal tersebut bertujuan supaya mewakili semua konsumen yang
membeli mie ayam di depot Mie Lekker Surabaya baik konsumen waktu pagi hari,
konsumen siang/sore hari, dan konsumen malam hari serta mengetahui perilaku konsumen
didepot Mie Lekker Surabaya berdasarkan waktu pembeliannya.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer
yaitu merupakan data yang diambil dengan cara terjun dilapang serta berkomunikasi
langsung dengan responden melalui bantuan kuesioner.
D. Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Nazir (1999) menyatakan bahwa analisis deskriptif, merupakan suatu metode