KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN DAMPAK INTRODUKSI IKAN KACA (Parambassis siamensis, Fowler 1937) DI DANAU TOBA
Dimas Angga Hedianto1) dan Endi Setiadi Kartamihardja2)
1)Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan 2)Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan jenis ikan endemik Danau Singkarak yang berhasil diintroduksi ke Danau Toba pada tahun 2003. Produksinya terus meningkat sepanjang tahun, hingga puncaknya pada tahun 2012. Pada pertengahan tahun 2013, terjadi fenomena menarik dimana populasi ikan bilih menurun tajam diikuti oleh peningkatan populasi ikan kaca (Parambassis siamensis) yang tidak ekonomis dan berdampak negatif terhadap aktivitas nelayan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak kemunculan ikan kaca di Danau Toba melalui analisis beberapa aspek biologinya. Data diperoleh dari hasil tangkapan nelayan menggunakan alat tangkap sulangat (lift-nets) pada bulan Agustus 2014. Ikan kaca yang dianalisis memiliki kisaran panjang total antara 3,4 - 5,9 cm dengan berat 0,47 - 3,36 gram sebanyak 595 ekor. Ikan kaca memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (p < 0,05) yang tergolong omnivora cenderung karnivora (tingkat trofik 3,20 ± 0,29) dengan makanan utama berupa zooplankton (kelas Copepoda; jenis Cyclops sp.) (Ii = 86,41), makanan pelengkap berupa telur ikan (Ii = 13,01), dan makanan tambahan berupa Insecta (Ii = 0,55), larva Insecta (Ii = 0,01), detritus (Ii = 0,01), fitoplankton (Ii = 0,003) dan tumbuhan (Ii = 0,001). Ukuran ikan kaca jantan dan betina pada
saat 50% populasi matang gonad (L50) adalah 4,4 cm, nisbah kelamin 1 : 0,9 dengan fekunditas berkisar antara 102 - 2.876 butir (diameter telur 0,15 - 1,23 mm) dengan tipe pemijahan bersifat total spawner. Kemunculan ikan kaca di Danau Toba menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan populasi ikan bilih melalui proses predasi telur ikan bilih yang telah dipijahkan ke perairan. Proses reproduksi yang berlangsung cepat menjadikan populasi ikan kaca meningkat dalam waktu relatif singkat. Introduksi ikan kaca di Danau Toba termasuk invasif karena bersifat negatif terhadap aspek ekologi dan ekonomi.
Kata kunci: ikan kaca, Parambassis siamensis, introduksi, invasif, Danau Toba
PENDAHULUAN
Danau Toba merupakan danau terluas di Indonesia yang terletak di Propinsi Sumatera Utara, terbentuk akibat karena proses vulcanotektonis dengan luas permukaan 112.790 ha dan kedalaman maksimum 530 m (Kartamihardja & Sarnita, 2010). Danau Toba dimanfaatkan oleh banyak sektor, baik pariwisata, energi, perhubungan dan perikanan. Kegiatan perikanan yang berkembang adalah perikanan tangkap dan perikanan budidaya di keramba jaring apung. Upaya pengelolaan perikanan di Danau Toba telah banyak dilakukan, khususnya untuk mendukung
perikanan tangkap dimana salah satunya adalah dengan cara introduksi jenis ikan tertentu (Krismono & Sarnita, 2003).
Pada tahun 2003, ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) yang merupakan jenis ikan endemik Danau Singkarak berhasil diintroduksi ke Danau Toba. Tujuan introduksi ikan bilih, selain sebagai salah satu upaya konservasi karena populasi ikan tersebut di habitat aslinya mulai menurun, juga sebagai upaya peningkatan produksi ikan di perairan umum daratan (Kartamihardja & Purnomo, 2006). Sejak diintroduksikan, kegiatan perikanan tangkap ikan bilih telah menyerap banyak tenaga kerja seperti nelayan, pengumpul,
pedagang, pengolah dan pemasaran hasil serta berdampak positif terhadap ekonomi dan sosial masyarakat sekitar Danau Toba (Koeshendrajana, 2011). Puncaknya pada tahun 2012, produksi tangkapan ikan bilih di Danau Toba mencapai 45.000 ton (Kartamihardja et al., 2013).
Pada pertengahan tahun 2013, terjadi fenomena menarik dimana populasi ikan bilih menurun tajam diikuti oleh peningkatan populasi ikan kaca (Parambassis siamensis; famili Ambassidae). Masuknya ikan kaca di Danau Toba tergolong introduksi yang bersifat tidak disengaja (unintentional introduction) dan belum diketahui asal serta cara masuknya ke perairan Danau Toba. Perbandingan hasil tangkapan ikan bilih dan ikan kaca menggunakan alat tangkat sulangat (lift-nets) berkisar antara 1 : 5 sampai 1 : 16. Jika total tangkapan sulangat/malam sebesar 50 kg, maka terdiri dari 3 kg ikan bilih dan 47 kg ikan kaca. Hal ini sangat merugikan nelayan dikarenakan ikan kaca cenderung
bersifat tidak ekonomis. Hal ini disebabkan karena ikan tersebut memiliki duri dorsal dan anal yang cukup tajam sehingga kurang disukai sebagai ikan dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak kemunculan ikan kaca di Danau Toba melalui analisis beberapa aspek biologinya.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Danau Toba, Sumatera Utara pada bulan Agustus 2014 sebagai respon untuk mengetahui fenomena kemunculan ikan kaca secara tiba-tiba yang diikuti penurunan produksi ikan bilih secara signifikan. Pengambilan ikan contoh dilakukan di tiga lokasi yang merupakan sentra produksi ikan bilih dimana saat ini berganti menjadi ikan kaca yang meliputi: (1)Ajibata (Kab. Simalungun), (2) Pangururan (Kab. Samosir) dan (3) Tarabunga (Kab. Toba Samosir) (Gambar 1).
Pengumpulan Data
Ikan contoh didapatkan dari hasil tangkapan nelayan menggunakan alat tangkap sulangat (liftt-nets) yang dioperasikan pada malam hari dengan ukuran mata jaring < 1 inci. Identifikasi jenis ikan didasarkan pada Kottelat et al. (1993) dan situs Fishbase (Froese & Pauly, 2014). Ikan yang tertangkap diukur panjang totalnya menggunakan papan ukur dengan ketelitian 0,1 cm dan ditimbang bobot tubuhnya menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.
Ikan contoh kemudian dibedah untuk diambil saluran pencernaan dan gonadnya. Saluran pencernaan yang diambil dimulai dari oesophagus hingga anus. Sampel saluran pencernaan dan gonad diawetkan menggunakan larutan formalin 5%, kemudian dimasukkan dalam plastik sampel dan diberi label. Penentuan jenis kelamin berdasarkan ciri reproduksi primer atau ditentukan melalui organ reproduksinya dengan pembedahan. Pengukuran diameter telur dilakukan terhadap 300 butir telur dari masing-masing bagian gonada (anterior, median dan posterior) (Setyobudiandi et al., 2009). Pengukuran diameter telur menggunakan mikroskop binokuler pada perbesaran 10 x 4 yang dilengkapi mikrometer okuler. Identifikasi jenis pakan alami diamati menggunakan mikroskop binokuler (makanan berukuran mikro) dan mikroskop stereo (makanan berukuran makro) yang mengacu pada Needham & Needham (1963), Edmonson (1978) dan Quigley (1977). Analisis jenis pakan alami dan reproduksi ikan dilakukan di Laboratorium Biologi Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan.
Analisis Data
Hubungan panjang dan berat ikan dianalisis menggunakan persamaan sebagai berikut:
W = aL
b...(1)
Keterangan:
W = berat tubuh ikan (gram) L = panjang total ikan (cm) a dan b = konstanta
Nilai konstanta b yang diperoleh dari persamaan di atas diuji menggunakan uji t (Zar, 1999). Apabila hasil uji didapat nilai b = 3, maka pola pertumbuhan bersifat isometrik. Apabila nilai b ≠ 3, maka pola pertumbuhan bersifat alometrik, jika b > 3 maka bersifat alometrik positif, sedangkan jika b < 3 maka bersifat alometrik negatif (Effendie, 1979).
Komposisi makanan dianalisis menggunakan indeks bagian terbesar (Indeks of Preponderance) (Natarajan & Jhingran, 1961) dengan persamaan:
𝐼𝑖 =
(𝑉𝑖. 𝑂𝑖)
(𝑉𝑖. 𝑂𝑖)
𝑛𝑖x 100 ...(2) Keterangan:
Ii = Indeks bagian terbesar (index of preponderance)
Vi = Persentase volume makanan ikan jenis ke-i Oi = Persentase frekuensi kejadian makanan
jenis ke-i
n = Jumlah organisme makanan ikan (i = 1,2,3,...n)
Penentuan tingkat trofik ikan contoh didasarkan pada komposisi makanan dan tingkat trofik dari fraksi pakan alami (prey) yang dimanfaatkan oleh ikan contoh. Analisis penentuan nilai tingkat trofik menggunakan perangkat lunak TrophLab2K (Christensen & Pauly, 1992; Pauly et al., 1998):
Troph = 1 + 𝐷𝐶𝑖𝑗 𝐺
𝑗 =1
∗ Troph𝑗...(3)
Keterangan:
Troph = Tingkat trofik jenis ikan
DCij = Fraksi mangsa (prey) ke-i yang dimanfaatkan ikan ke-j
Trophj = Tingkat trofik mangsa ke-j
G = Jumlah kelompok mangsa yang dimanfaatkan ikan ke-j
Pendugaan ukuran panjang ikan pada saat 50% populasi matang gonad (L50) digunakan metode kurva logistik (King, 2012) dengan persamaan berikut:
P = 1/(1+exp[-r (L-Lc)]) ... (4)
Keterangan:P = Probabilitas dari ukuran rata-rata ikan tertangkap/matang gonad
r = slope L = Panjang ikan
Lc = intercept atau (-slope)
Fekunditas total atau mutlak didefinisikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan betina yang sudah matang (mature) (Nikolsky, 1963),
ditentukan menggunakan gabungan dari metode gravimetrik dan metode sub contoh (Bagenal & Braum, 1978; Efendie, 1979) dengan persamaan:
F =
... (5)Keterangan:
F = Fekunditas (butir)
X = Jumlah telur dalam sebagian kecil dari sampel gonad (butir)
G = Berat seluruh sampel gonad (gram) Q = Berat sebagian kecil dari sampel sampel
gonad (gram)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebaran Frekuensi dan Hubungan Panjang-Berat
Ikan kaca yang dianalisis pada penelitian ini berjumlah 595 ekor dengan kisaran panjang total antara 3,4 - 5,9 cm (rata-rata 4,6 cm) dengan berat tubuh sebesar 0,47 - 3,36 gram (rata-rata 1,49 gram). Sebaran frekuensi panjang dari ikan kaca di Danau Toba tersaji pada Gambar 2. 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 3, 4 -3, 6 3, 6 -3, 8 3, 8 -4, 0 4, 0 -4, 2 4, 2 -4, 4 4, 4 -4, 6 4, 6 -4, 8 4, 8 -5, 0 5, 0 -5, 2 5, 2 -5, 4 5, 4 -5, 6 5, 6 -5, 8 5, 8 -6, 0 Fr ek u en si (% ) Panjang Total (cm)
Sebaran frekuensi panjang ikan kaca menunjukkan adanya satu modus pada selang panjang total antara 4,4 - 4,6 cm sebesar 15,80%. Ukuran rata-rata ikan kaca yang tertangkap didapat pada ukuran 4,6 cm dengan berat tubuh rata- rata sebesar 1,49 gram). Menurut Froese & Pauly (2014), ikan kaca memiliki panjang maksimum 6 cmSL. Ukuran maksimum ikan ini di Sungai Mekong (Kamboja) juga mencapai 6,0 cmSL (Termvidchakorn & Hortle, 2013), di Perairan Nang Lang Sai (Thailand)
bahkan dapat mencapai 9,4 cm
(Soontornprasit, 2015), sedangkan di Laos sebesar 5,0 cmSL (Morioka et al., 2011). Ikan kaca di Waduk Cirata, Jawa Barat memiliki panjang total dan berat tubuh rata-rata sebesar 5,0 cm dan 1,5 gram (Satria et al., 1994).
Analisis hubungan panjang-berat ikan kaca dilakukan pada 590 ekor ikan. Hubungan panjang-berat ikan kaca di
Danau Toba mengikuti persamaan W = 0,01L3,09 (Gambar 3). Hasil uji-t
terhadap nilai b diperoleh thitung > ttabel (P < 0,05) atau dengan kata lain pola pertumbuhan ikan kaca bersifat alometrik. Nilai b > 3 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan bersifat alometrik positif yang berarti pertumbuhan bobot lebih cepat daripada pertumbuhan panjangnya.
Hubungan panjang-berat dapat memprediksi status nutrien yang dimanfaatkan oleh ikan melalui tampilan pertumbuhan, dengan asumsi bahwa ikan yang memiliki berat lebih besar daripada ukuran panjang tertentu berada pada kondisi yang lebih baik. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat menggambarkan kesehatan dan indikator keberlanjutan populasi suatu jenis ikan di alam. (Jones et al., 1999). Dengan kata lain, pola pertumbuhan alometrik positif ikan kaca di Danau Toba berada pada kondisi yang baik dan sebagai indikator bahwa populasinya berada pada kondisi stabil.
Menurut Effendie (1979), faktor yang mempengaruhi pola pertumbuhan ikan adalah ukuran, makanan, suhu dan lingkungan. Lebih lanjut, makanan dan suhu air adalah faktor yang paling mempengaruhi pola pertumbuhan ikan (Effendie, 1997). Ikan kaca di Perairan Nong Lang Sai (Thailand) memiliki pola pertumbuhan isometrik (b = 2,952) (Soontornprasit, 2015). Jenis ikan kaca Ambasidae (Asiatic glassfishes) lainnya, yaitu Parambassis ranga di India memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif (Mahapatra et al., 2014), sedangkan Chanda nama di Sungai Brahmaputra, Bangladesh memiliki pola pertumbuhan alometrik positif (Aktar, 2012).
W= 0,01L3,09 R² = 0,90 n = 590 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 B er at T ub uh ( gr am ) Panjang Total (cm)
Kebiasaan Makanan dan Tingkat Trofik Analisis kebiasaan makanan ikan dilakukan pada 200 ekor sampel, dimana 93,5% berada pada kondisi lambung berisi. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan yang tertangkap berada dalam fase waktu aktif makan, yaitu malam hari. Ikan kaca di Danau Toba memanfaatkan tujuh kelompok pakan alami, yaitu berupa fitoplankton, zooplankton, tumbuhan (makrofita), Insecta, larva Insecta, telur ikan dan detritus (Tabel 1).
Ikan kaca memanfaatkan zooplankton sebagai makanan utama, terutama dari kelas Copepoda (spesies dominan adalah Cyclops sp.) (Ii = 86,41), makanan pelengkap berupa telur ikan (Ii = 13,01), sedangkan makanan tambahan berupa Insecta (Ii = 0,55), larva Insecta (Ii = 0,01), detritus (Ii = 0,01), fitoplankton (Ii = 0,003) dan tumbuhan (Ii = 0,001) (Tabel 1). Berdasarkan komposisi pakan alaminya secara keseluruhan, ikan kaca memiliki tingkat trofik sebesar 3,20 ± 0,29 atau masuk dalam kategori sebagai ikan omnivora yang cenderung bersifat karrnivora (Stergiou &. Karpouzi, 2002).
Menurut Froese & Pauly (2014), tingkat trofik ikan kaca adalah sebesar 3,30 ± 0,5. Di Sungai Mekong (Kamboja) yang merupakan salah satu lokasi alaminya, ikan kaca memanfaatkan zooplankton dan larva insekta sebagai makanan utamanya (Okutsu et al., 2011). Di Danau Sun Moon (Taiwan), ikan kaca memanfaatkan ikan (prey) dan larva serangga (Chironomidae) sebagai makanan utama, sedangkan telur ikan dimanfaatkan sebagai makanan pelengkap (Chen & Kuo, 2009). Di Waduk Cirata, ikan kaca memanfaatkan plankton dan detritus
sebagai makanan utamanya (Satria et al., 1994).
Tabel 1. Komposisi pakan alami yang dimanfaatkan ikan kaca di Danau Toba
No. Jenis Pakan Alami Indeks
Preponderance (Ii) 1. Fitoplankton 0,003 Chlorophyceae 0,0004 Ankisthrodesmus sp. 4,3E-05 Mougeotia sp. 0,0003 Spyrogira sp. 0,0001 Bacillariophyceae 0,0015 Cymbella sp. 0,0002 Frustulia sp. 9,5E-06 Mastogloia sp. 0,0010 Nitzschia sp. 0,0001 Pinnularia sp. 0,0002 Dinophyceae 0,0010 Peridinium sp. 0,0010 2. Zooplankton 86,41 Rotifera 0,01 Trichocerca sp. 0,01 Cladocera 0,12 Bosmina sp. 0,12 Ceriodaphnia sp. 0,002 Moina sp. 0,01 Copepoda 86,28 Cyclops sp. 86,28 3. Tumbuhan (Makrofita) 0,001 4. Insecta (Serangga) 0,55 5. Larva Insecta 0,01 Chironomus sp. 0,01 6. Telur Ikan 13,01 7. Detritus 0,01
Analisis kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh menunjukkan bahwa zooplankton (terutama jenis Cyclops sp.) dan telur ikan adalah jenis pakan alami yang dimanfaatkan sebagai makanan utama dan atau
pelengkap (Gambar 4). Tingkat trofik cenderung menurun seiring peningkatan panjang tubuh, berkisar antara 3,10 ± 0,30 – 3,87 ± 0,63 (Gambar 5). Seluruh nilai
tingkat trofik ikan kaca pada berbagai ukuran tergolong omnivora cenderung karnivora (Stergiou &. Karpouzi, 2002).
0 20 40 60 80 100 3, 4-3, 6 3, 6-3, 8 3, 8-4, 0 4, 0-4, 2 4, 2-4, 4 4, 4-4, 6 4, 6-4, 8 4, 8-5, 0 5, 0-5, 2 5, 2-5, 4 5, 4-5, 6 5, 6-5, 8 5, 8-6, 0 In d ex o f P re p on d er an ce Panjang Total (cm) Detritus Telur Ikan Larva Insecta Insecta Tumbuhan Zooplankton Fitoplankton
Gambar 4. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh
2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 3, 4-3, 6 3, 6-3, 8 3, 8-4, 0 4, 0-4, 2 4, 2-4, 4 4, 4-4, 6 4, 6-4, 8 4, 8-5, 0 5, 0-5, 2 5, 2-5, 4 5, 4-5, 6 5, 6-5, 8 5, 8-6, 0 T in gk at T ro fi k Selang Kelas (cm)
Gambar 5. Tingkat trofik ikan kaca berdasarkan ukuran panjang tubuh
Komposisi makanan yang
dimanfaatkan oleh ikan kaca menurut jenis kelamin (Gambar 6) dan lokasi penelitian (Gambar 7) menunjukkan pola kemiripan yang sama, yaitu zooplankton (Cyclops sp.) dan telur ikan yang dimanfaatkan sebagai makanan utama dan pelengkap. Hanya ikan kaca di lokasi
penelitian di Pangururan (Kab. Samosir) saja yang memiliki komposisi makanan utama berbeda, yaitu memanfaatkan insecta dengan makanan pelengkap berupa telur ikan. Kesamaan komposisi makanan ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian yang berbeda adalah telur ikan yang dimanfaatkan sebagai makanan pelengkap.
0 20 40 60 80 100 Jantan Betina In d ex o f P re p o n d er an ce Detritus Telur Ikan Larva Insecta Insecta Tumbuhan Zooplankton Fitoplankton
Gambar 6. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan jenis kelamin
0 20 40 60 80 100
Pangururan Ajibata Tarabunga
In d ex o f P re p on d er an ce Detritus Telur Ikan Larva Insecta Insecta Tumbuhan Zooplankton Fitoplankton
Gambar 7. Kebiasaan makanan ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian
Adanya perbedaan makanan utama dari ikan kaca berdasarkan lokasi penelitian menunjukkan adanya makanan pengganti bagi ikan kaca. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kaca mampu beradaptasi dengan baik apabila terjadi pada pakan alami di alam. Komposisi pakan alami yang dimanfaatkan oleh ikan kaca berdasarkan jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata, terutama untuk pakan alami dalam kategori sebagai makanan utama. Hal ini mirip dengan ikan kaca di Danau Sun Moon, Taiwan dimana jenis makanan utama yang dimanfaatkan berdasarkan jenis kelamin, perubahan ukuran bahkan musim tidak terjadi perubahan signifikan (Chen & Kuo, 2009).
Menurut Termvidchakorn & Hortle (2013), ikan kaca pada dasarnya termasuk ikan mesopelagis yang bersifat karnivor meskipun berukuran relatif kecil dengan makanan utama berupa invertebrata air dan zooplankton. Adanya telur ikan dalam lambung ikan kaca menunjukkan bahwa telur yang dimakan adalah jenis telur melayang/terapung karena ikan kaca termasuk ikan pelagis. Struktur komunitas ikan di Danau Toba berdasarkan penelitian dari Kartamihardja & Purnomo (2006) dan Tarigan et al. (2013) menunjukkan bahwa jenis ikan yang memiliki pola pemijahan bukan pengasuh (non guarder), tipe telur melayang dengan populasi tinggi adalah ikan bilih.
Telur ikan bilih yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam di dasar sungai (di kerikil atau pasir), kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau dengan puncak pemijahan dimulai tengah malah hingga pagi hari (Kartamihardja & Purnomo, 2006). Hal ini berbanding lurus dimana ikan kaca aktif makan pada malam hari (nokturnal) berdasarkan kondisi lambung berisi yang didapatkan pada penelitian ini. Oleh karena itu, besar kemungkinan bahwa telur ikan yang dimanfaatkan oleh ikan kaca adalah telur ikan bilih yang bersifat melayang. Ukuran telur yang ditemukan di lambung ikan kaca memiliki ukuran diameter antara 0,2 - 0,8 mm berwarna transparan (Gambar 8).
Gambar 8. Contoh telur yang terdapat pada lambung ikan kaca di Danau Toba
Fenomena penurunan populasi ikan bilih disertai kemunculan ikan kaca ini mirip dengan fenomena penurunan populasi “killi fish” (Hemiculter leucisculus; famili Cyprinidae dengan ukuran tubuh hampir sama dengan ikan bilih) di Danau Sun Moon, Taiwan pada tahun 2005 - 2006 (Lai, 2006). Penurunan populasi Hemiculter leucisculus terjadi karena proses predasi telur ikan tersebut yang telah dibuahi dan dibuang ke perairan oleh ikan kaca. Hal ini terjadi karena sifat telur ikan Hemiculter leucisculus yang melayang di perairan. Sifat ikan kaca yang suka bergerombol akan memudahkan ikan ini memakan telur ikan yang melayang dalam waktu yang relatif singkat. Persentase telur ikan yang dimanfaatkan oleh ikan kaca meningkat pada saat musim panas dan menurun saat musim dingin (Chen & Kuo, 2009). Berdasarkan aspek kebiasaan makanannya, ikan kaca menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan populasi ikan bilih melalui proses predasi telur ikan bilih yang telah dipijahkan ke perairan. Lebih lanjut, proses predasi tersebut berdampak pada terganggunya rekrutmen alami ikan bilih di Danau Toba sehingga populasinya menurun.
Aspek Reproduksi
Ukuran ikan kaca jantan dan betina
pada saat 50% populasi matang gonad (L50) adalah 4,4 cm (Gambar 9). Pada
ukuran tersebut didapatkan sekitar 35,3% berada di bawah nilai L50 dari total tangkapan. Nilai L50 untuk ikan
kaca di Perairan Nong Lang Sai, Thailand adalah sebesar 7,03 cm. Nilai L50 tersebut lebih besar daripada di Danau Toba, karena ukuran maksimal ikan kaca yang tertangkap sebesar 9,4 cm
(Soontornprasit, 2015). 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 P ro b ab il it as Panjang Total (cm) Jantan Betina
Gambar 9. Ukuran ikan kaca jantan dan betina pada saat 50% populasi matang gonad (L50) Nisbah kelamin ikan kaca di Danau
Toba berada pada keadaan seimbang, yaitu 1 : 0,9. Fekunditas ikan kaca berkisar
antara 102 - 2.876 butir, diameter telur 0,15 - 1,23 mm (Gambar 10). Berdasarkan
sebaran diameter telurnya, ikan kaca memiliki tipe pemijahan bersifat total spawner atau pemijahan serempak dimana
ikan akan mengeluarkan telurnya sekaligus bersamaan pada satu musim pemijahan. Lebih lanjut, menurut Morioka et al. (2011), ikan kaca termasuk single spawner, yaitu jenis ikan yang hanya satu kali melakukan pemijahan dalam seumur hidupnya. 0 10 20 30 40 50 0 ,1 5 -0 ,2 0 0 ,2 0 -0 ,2 5 0 ,2 5 -0 ,3 0 0 ,3 0 -0 ,3 5 0 ,3 5 -0 ,4 0 0 ,4 0 -0 ,4 5 0 ,4 5 -0 ,5 0 0 ,5 0 -0 ,5 5 0 ,5 5 -0 ,6 0 0 ,6 0 -0 ,6 5 0 ,6 5 -0 ,7 0 0 ,7 0 -0 ,7 5 0 ,7 5 -0 ,8 0 0 ,8 0 -0 ,8 5 0 ,8 5 -0 ,9 0 0 ,9 0 -0 ,9 5 0 ,9 5 -1 ,0 0 1 ,0 0 -1 ,0 5 1 ,0 5 -1 ,1 0 1 ,1 0 -1 ,1 5 1 ,1 5 -1 ,2 0 Fr ek u en si (% ) Diameter Telur (mm)
Life cycle ikan kaca tergolong memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, dimana hanya dalam waktu 35 hari dapat mencapai ukuran 3,5 cm dan telah mampu memijah (Termvidchakorn & Hortle, 2013). Di Danau Toba, ikan kaca pada ukuran 3,5 cm, baik ikan jantan maupun betina, ditemukan pada kondisi awal matang gonad (TKG III). Tingkat adaptasi ikan kaca terhadap perairan sangat tinggi, mampu hidup di perairan tropis dan subtropis. Di Waduk Haebaru (Jepang), ikan kaca invasif jenis Parambassis ranga berkembang pesat dan dapat beradaptasi di perairan subtropis dimana pada umur satu tahun telah matang gonad dengan panjang standar 2,7 cm (Ishikawa &
Tachihara, 2011). Ikan kaca mampu
tumbuh dengan cepat dan memiliki umur yang pendek sehingga proses reproduksi dan rekrutmen berlangsung cepat (Morioka et al., 2011; Okutsu et al., 2011). Pertambahan suhu air akan meningkatkan kecepatan pertumbuhan ikan kaca di alam (Okutsu et al., 2011).
Masuknya ikan kaca yang ke Danau Sun Moon di Taiwan berasal dari ikan hias yang sudah dimasukkan dalam jenis ikan asing invasif (invasive alien fishes). Hal tersebut bisa saja mirip dengan cara introduksi ikan kaca di Danau Toba. Di beberapa negara, ikan kaca dikategorikan sebagai ikan asing invasif yang memerlukan adanya perhatian khusus untuk pengendalian populasinya agar tidak merugikan komunitas ikan asli, seperti di Singapura (Ng & Tan, 2013) dan Taiwan (Lai, 2006; Chen & Kuo, 2009).
KESIMPULAN
Kemunculan ikan kaca di Danau Toba menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan populasi ikan bilih melalui proses predasi telur ikan bilih yang telah dipijahkan ke perairan. Proses reproduksi yang berlangsung cepat menjadikan populasi ikan kaca meningkat dalam waktu relatif singkat. Penurunan populasi ikan bilih yang diikuti peningkatan populasi ikan kaca berdampak terhadap turunnya aktivitas dan pendapatan nelayan. Oleh karena itu, introduksi ikan kaca di Danau Toba termasuk invasif karena bersifat negatif terhadap aspek ekologi dan ekonomi.
PERSANTUNAN
Tulisan ini merupakan kontribusi dari penelitian “Kegiatan Crash Program Kajian terhadap Turunnya Populasi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) dan Naiknya Populasi Ikan Kaca-Kaca di Danau Toba, Sumatera Utara” T.A. 2014 di Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aktar, N. 2012. Length-length and length-weight relationships of elongate glass perchlet, Chanda nama (Hamilton, 1822) in the River Old Brahmaputra, Bangladesh. Thesis. Department Of Fisheries Management. Bangladesh Agricultural University, Mymensingh. 70 p.
Bagenal, T. B. & E. Braum. 1978. Eggs and early life history. In Bagenal, T. (ed.). Methods for Assessment of Fish
Production in Freshwaters. Blackwell, Oxford, England. 165-201.
Chen, C. H. & Kuo, S. R. 2009. Feeding ecology of the exotic glass fish (Parambassis siamensis) in Sun Moon Lake. Endemic Species Research 11(2): 31–46.
Christensen, V. & D. Pauly. 1992. The ECOPATH II-a software for balancing steady-state ecosystem models and calculating network characteristics. Ecological Modelling 61: 169-185. Edmonson, W. T. 1978. Freshwater biology.
2nd Ed. John Wiley & Sonc, Inc. New York. 1.248 p
Effendie, M. I. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 p.
__________. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor. 157 p.
Froese, R. & D. Pauly. Eds. 2014. FishBase. World Wide Web electronic publication. www.fishbase.org, version (06/2014).
Ishikawa, T. & K. Tachihara. 2011. Reproductive biology, growth, and age composition of non-native Indian glassy fish Parambassis ranga (Hamilton, 1822) in Haebaru Reservoir, Okinawa-jima Island, southern Japan. J. Appl. Ichthyol. (2011): 1–7.
Jones, R. E., R. J. Petrell & D. Pauly. 1999. Using modified length-weight relationships to assess the condition of fishes. Aquacultural Engineering 20: 261-276.
Kartamihardja, E. S. & A. Sarnita. 2010. Populasi ikan bilih di danau toba-keberhasilan introduksi ikan, implikasi pengelolaaan dan prospek masa depan. Cetakan edisi ke-2. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. 50 p.
Kartamihardja, E. S., C. Umar, E. Prianto, Y. Priatno, Z. Nasution & L. Sadiyah. 2013. Naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang pengelolaan perikanan dan konservasi sumberdaya ikan serta ekosistem Danau Toba secara bersama. Puslit Pengelolaan Perikanan & Konservasi Sumberdaya Ikan, Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan & Perikanan. Jakarta. 42 p.
Kartamihardja, E. S. & K. Purnomo. 2006. Keberhasilan introduksi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) ke habitatnya yang baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Prosiding. Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, Purwakarta. 9 p.
King, M. 2012. Fisheries biology, assessment and management, 2nd edition. Blackwell Publishing. Oxford, UK. 396 p.
Koeshendrajana, S. 2011. Kebijakan dan strategi pengelolaan perikanan tangkap di Danau Toba pasca introduksi ikan bilih. J. Kebijak. Perikan. Ind. 3(1): 1-12.
Kottelat, M., J. A. Whitten, S. N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and
Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. Hongkong. 377 p.
Krismono, A. S. N. & A. Sarnita. 2003. Penilaian ulang lima lokasi suaka perikanan di Danau Toba berdasarkan kualitas air dan parameter perikanan lainnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 9(3): 1-11.
Mahapatra, B. K., M. Pal, S. Bhattacharjee & W. S. Lakra. 2014. Length-Weight relationship and condition factor of an indigenous ornamental fish, Pseudambassis ranga (Hamilton, 1822) from East Kolkata Wetland. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies 2(2): 173-176.
Morioka, S., T. Okutsu, P. Phommachan & P. Chanthasone. 2011. Case studies on growth and reproduction of progenetic small-sized fishes occurring in Central Laos. Proceeding. Mekong Workhop. Thailand. 21 p.
Natarajan, A. V. & A. G. Jhingran. 1961. Index of preponderance-a method of grading the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian Journal of Fisheries 8(1): 54-59.
Needham, J. G. & P. R. Needham. 1963. A guide to the study of freshwater
biology, 5th Ed. Revised and Enlarged. Holden Day, Inc. San Fransisco. 180 p. Ng, P. X & H. H. Tan. 2013. Fish diversity
before and after construction of the Punggol and Serangoon Reservoirs, Singapore. Nature In Singapore 6: 19-24.
Nikolsky, G. V. 1963. The ecology of fishes. Transl. by L. Birkett. Academic Press. New York. 352 p.
Okutsu, T., S. Morioka, J. Shinji & P. Chanthasone. 2011. Growth
and reproduction of the glassperch Parambassis siamensis (Teleostei: Ambassidae) in Central Laos. Ichthyol. Explor. Freshwaters 22(2): 97-106.
Pauly, D., A. Trites, E. Capuli, & V. Christensen. 1998. Diet composition
and trophic levels of marine mammals. ICES J. Mar. Sci. 55: 467–481.
Quigley, M. 1977. Invertebrates of stream and rivers, a key to identification. Edward Arnold. Northampton. 84 p. Satria, H., A. S. Sarnita & E.S. Kartamihardja.
1994. Aspek biologi dan analisis karakteristik bentuk ikan kaca (Chanda punctulata) di Waduk Cirata. Bull. Penel. Perikan. Darat 12(2): 12-22.
Setyobudiandi, I., Sulistiono, F. Yulianda, C. Kusmana, S. Hariyadi, A. Damar, A. Sembiring & Bahtiar. 2009. Sampling dan analisis data perikanan dan kelautan: terapan metode pengambilan contoh di wilayah pesisir dan laut. Cetakan 1. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 319 p.
Soontornprasit, K. 2015. Some Population Dynamics Aspects of Parambassis siamensis in the Nong Lang Sai Wetland, Phayao Province. Khon Kaen Agr. J. 43(1): 529-535.
Stergiou K.I. & V.S. Karpouzi. 2002. Feeding habits and trophic levels of Mediterranean fish. Fish Biology and Fisheries 11: 217–254.
Tarigan, P. A., Yunasfi & A. Suryanti. 2013. Struktur Komunitas Ikan di Sungai Naborsahan, Danau Toba Sumatera
Utara. Jurnal Aquacoastmarine 1(1): 13 p.
Termvidchakorn, A. & K. G. Hortle. 2013. A guide to larvae and juveniles of some common fish species from the Mekong River Basin. MRC Technical Paper No. 38. Mekong River Commission, Phnom Penh. 234 p.
Zar J. H. 1999. Biostatistical analysis, 4th ed. Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ, USA. 663 p.