1
PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH PADAT INDUSTRI
TAHU MENJADI KECAP BUBUK
(KAJIAN KONSENTRASI PENAMBAHAN BUBUR NANAS DAN
MALTODEKSTRIN)
UTILIZATION AND PROCESSING OF SOLID WASTE TOFU INDUSTRY
INTO SOUCE POWDER (STUDY OF THE ADDITION OF PINEAPPLE
PULP AND MALTODEXTRIN CONCENTRATION)
Fadlilatul Annisa1*, Wignyanto2, Sakunda Anggarini2 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB
*
email korespondensi: fadlilatulannisa91@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsentrasi bubur nanas dan maltodekstrin yang tepat pada pembuatan kecap bubuk ampas tahu secara enzimatis. Dalam penelitian yang dilakukan menggunakan ampas tahu 1 kg sebagai bahan utama, bubur nanas (20%, 40%, 60%) untuk proses enzimatis serta maltodekstrin (20%, 30%, 40%) sebagai bahan pengisi bubuk kecap. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada 20 orang panelis dalam sampel bubuk kecap ampas tahu tidak berbeda nyata pada aroma dan tekstur tetapi beda nyata pada warna dan rasa. Uji proksimat yang dilakukan sampel bubuk ampas tahu yang memiliki kadar protein sebesar 1,3%, kadar air sebesar 3,7% , uji daya larut sebesar 92,27% dan rendemen sebesar 31,313%.
Kata kunci: Ampas tahu, bubur nanas, bahan pengisi, enzimatis, kecap bubuk
ABSTRACT
The obyective of the research to determain the appropriate addition of pineapple pulp and maltodextrin concentration to make powder souce tofu enzymatically. This research use 1 kg of solid waste tofu as mean ingredient, pineapple pulp (20%,30%, 40%) for enzymatic process and maltodekstrin (20%, 30%, 40%) as filler materials of souce powder. The results of the test organoleptik conducted on 20 panelists in solid waste tofu sauce powder samples not significantly different in flavor and texture but significant difference in the color and flavor. Test conducted proximate tofu powder samples which has a protein content of 1.3%, water content of 3.7%, solobility test was 92.27% and yield of 31.313%.
Keyword: Solid waste tofu, pineapple pulp, filler material, enzimatically, powder souce
PENDAHULUAN
Industri tahu adalah industri rumah tangga yang selama ini jumlahnya semakin meningkat. Industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Industri tahu menghasilkan limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, padat, dan gas. Limbah tersebut dapat menimbulkan bau busuk dan pencemaran sungai yang ada di sekitar pabrik. Selama ini limbah ampas tahu belum dimanfaatkan secara maksimal. Ampas tahu lebih banyak digunakan sebagai pakan ternak atau diolah menjadi bahan pembuat tempe gembus. Padahal ampas tahu memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan
bisa diolah menjadi makanan yang lezat dan aman dikonsumsi.
Kecap yang berada di pasar selama ini merupakan produk yang berbentuk cair dan kental. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini perlu dilakukan
pengembangan produk kecap dalam
bentuk bubuk yang lebih praktis dalam pengemasannya, mudah dibawa, dan
mudah penyimpanannya. Proses
pembuatan kecap ampas tahu ini secara enzimatis dengan menggunakan enzim Bromelin yang terdapat pada bubur nanas.
Untuk menghasilkan kecap bubuk
2
maltodekstrin dan proses pengeringan menggunakan vacuum dryer.
Penelitian bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi bubur nanas dan maltodekstrin yang tepat pada pembutan kecap bubuk ampas tahu secara enzimatis. Hipotesis dari penelitian ini adalah diduga penambahan konsentrasi bubur nanas dan
maltodekstrin berpengaruh pada
pembuatan kecap bubuk ampas tahu. Adapun konsentrasi dari bubur nanas adalah 20% (b/b), 40% (b/b), 60% (b/b), sedangkan konsentrasi maltodekstrin adalah 20% (b/b), 30% (b/b), 40% (b/b), sehingga dihasilkan 9 perlakuan. Setiap produk kecap bubuk yang sudah jadi akan diujikan secara organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur.
BAHAN DAN METODE
Pengambilan Limbah Padat ampas tahu
Ampas tahu yang diperoleh dari home
industry tahu yang berada di desa
Tumpang.
Persiapan bubur nanas
Pada pembuatan kecap bubuk yaitu dengan cara enzimatis. Menggunakan enzim bromelin yang diperoleh dari buah nanas. adapun proses pembuatan bubur nanas dengan memarut buah nanas sehingga menghasilkan bubur nanas.
Persiapan bumbu kecap
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan kecap dapat dibedakan menjadi dua
kelompok berdasarkan bentuk
penggunaannya. adas india, keningar, ketumbar, pekak, kemiri. Daun salam, jeruk purut, lengkuas, batang serai, kluwek.
Pembuatan bubuk kecap ampas tahu.
Adapun proses pembuatan kecap bubuk dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kecap Bubuk
Rancangan percobaan
Adapun rancangan percobaan penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rancangan Percobaan
Analisa organoleptik
Data uji organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur dari
masing-masing perlakuan. Uji
organoleptik yang digunakan adalah uji Hedonik dengan menggunakan panelis agak terlatih terdiri dari 20 orang.
Perlakuan konsentrasi Bubur Nanas A1 20% A2 40% A3 60% Maltodekstrin B1 20% A1B1 A2B1 A3B1 B2 30% A1B2 A2B2 A3B2 B3 40% A1B3 A2B3 A3B3
3
Daftar pertanyaan diajukan
menggunakan Hedonic test dengan scoring
method dinyatakan dalam skor 1-5.
Hasilnya skor dinilai dalam bentuk angka yaitu 5 (suka), 4 (agak menyukai), 3 (netral), 2 (agak tidak suka), 1 (tidak suka). Nilai dari data hasil uji organoleptik seluruh perlakuan dianalisa dengan menggunakan uji Friedman. Apabila hasil
Uji Friedman menunjukkan adanya
pengaruh, maka analisa dilanjutkan dengan uji lanjutan dengan nama jumlah rangking Friedman (0,005= 5%).
Rumus Beda Nyata uji Friedman adalah sebagai berikut:
Perhitungan X2r Rumus : X2r =
Keterangan : b= jumlah panelis t = jumlah perlakuan
Analisa kimia dan fisik
Hasil perlakuan terbaik kemudian dilakukan analisa kandungan kimia, fisik, dan rendemen pada kecap bubuk. Adapun analisa kandungan kimia pada kecap bubuk adalah sebagai berikut: 1. Uji kadar protein Metode Kjedahl
(AOAC 960.52 1995), analisa protein
(Lampiran 1) untuk mengetahui
kandungan protein terlarut yang ada
pada kecap bubuk dengan cara
menjumlah nilai N (%) yang terdapat pada kecap bubuk.
2. Uji kadar air (AOAC, 1984 dalam
Sudarmadji.,dkk, 1997) dengan
menggunaakan menggunakan alat oven dan timbangan analitik, uji ini bertujuan mengetahui kadar air dari kecap bubuk ampas tahu. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3. Uji Kelarutan (Yuwono dan Susanto, 2001) Uji daya larut (Lampiran 1) ini digunakan untuk mengetahui % total padatan terlarut dalam produk bubuk. 4. Perhitungan Rendemen (Yuwono dan
Susanto, 1998) rendemen (Lampiran 1) berfungsi untuk megetahui jumlah
penyusutan dari bahan baku dan bahan tambahan hingga menjadi output.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji organoleptik Warna
Penelitian panelis terhadap warna kecap bubuk ampas tahu dengan perlakuan konsentrasi penambahan bubur nanas dan
maltodekstrin dengan nilai skor
kesukaannya rata-rata diperoleh 2,4 (agak tidak suka) sampai 4,25 (agak suka). Rerata skor yang tertinggi diperoleh pada perlakuan A1B2 yaitu pada konsentrasi
bubur nanas 20% dan maltodekstrin 30%. Pada perhitungan Friedman menunjukan secara statistik bahwa warna kecap bubuk beda nyata. Adapun grafik rata-rata skor kesukaan warna dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata skor kesukaan warna kecap bubuk
Menurut Winarno (1997), warna alami dari produk pangan akan mengalami
perubahan yang dipengaruhi oleh
kandungan komposisi bahan. Begitu juga
pada kecap bubuk, penambahan
konsentrasi maltodekstrin mempengaruhi hasil produk kecap bubuk. Penambahan bahan pengisi yaitu maltodekstrin dan pada proses pengeringan berlangsung mengakibatkan perbedaan warna setiap produk.
Aroma
Pengujian Hedonic aroma kecap bubuk mendapatkan nilai rerata 2,65 – 3,75 (agak tidak suka - agak suka). Nilai rerata yang paling tinggi pada produk A2B1
4
dengan konsentrasi bubur nanas 40% dan maltodekstrin 20% dengan nilai rerata sebesar 3,75. Adapun grafik rata-rata skor kesukaan aroma dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 3. Rata-rata skor kesukaan aroma kecap bubuk
Tidak adanya perbedaan yang nyata pada aroma kecap bubuk karena pada proses enzimatis kecap itu sendiri kurang menghasilkan aroma tajam, menurut Nugraheni (2010) kelemahan dari cara hidrolisis yaitu diperoleh cita rasa dan aroma yang kurang disukai.
Rasa
Pengujian Hedonic rasa kecap pada panelis digunakan sebagai tolak ukur seberapa kesukaan panelis terhadap suatu produk. Pengujian Hedonic kecap bubuk ini mendapatkan nilai rerata 2,75 – 4,35 (agak tidak suka - agak suka). Nilai rerata yang paling tinggi pada produk A1B2
dengan konsentrasi penambahan bubur nanas 20% dan maltodekstrin 30%. Adapun grafik rata-rata skor kesukaan rasa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Rata-rata skor kesukaan rasa kecap bubuk
Hasil Friedman menunjukkan bahwa tingkat penggunaan maltodekstrin pada pembuatan kecap bubuk memberikan pengaruh atau beda nyata terhadap kecap bubuk. Hasil tersebut terjadi karena
perbedaan penambahan konsentrasi
maltodestrin menyebabkan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap rasa kecap bubuk. Semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan akan menurunkan cita rasa pada produk. Hal tersebut telah dipaparkan oleh Hermansyah, dkk (2012), jika penambahan konsentrasi bahan pengisisi terlalu banyak, maka dapat mengurangi cita rasa produk. Demikian pula jika terlalu rendah konsentrasi bahan pengisi dapat mengurangi kemampuan bahan untuk menggumpal.
Tekstur
Berdasarkan pengujian panelis memilih tekstur merupakan faktor tingkat kesukaan dalam suatu kecap dengan nilai rata-rata 2,2 (agak tidak suka) sampai 4,55 (netral). Pengujian Hedonic aroma kecap pada panelis digunakan sebagai tolak ukur seberapa kesukaan panelis terhadap suatu produk. Pengujian Hedonic kecap bubuk ini mendapatkan nilai rerata 2,2– 4,55 (agak tidak suka - agak suka). Nilai rerata yang paling tinggi pada produk A1B2
dengan konsentrasi bubur nanas 20% dan maltodekstrin 30%. Adapun grafik rata-rata skor kesukaan tekstur dapat dilihat pada Gambar 4.
5
Gambar 2. Rata-rata skor kesukaan tekstur kecap bubuk
Tidak adanya perbedaan yang nyata, maltodekstrin dengan konsentrasi berbeda. Pengujian terhadap tekstur ternyata panelis lebih menyukai kecap bubuk yang halus dengan tekstur tidak lengket, hal ini terjadi pada penambahan maltodekstrin 20% (b/b). Berdasarkan
Srihari (2010) bahwa penambahan
maltodekstrin memberikan tingkat
kelengketan pada produk, karena
maltodekstrin merupakan bahan pengisi yang terbuat dari hidrolisis pati.
Perlakuan terbaik
Berdasarkan pemilihan perlakuan
terbaik menggunakan parameter
organoleptik (Warna, Rasa, Aroma, dan Tekstur). Perlakuan A1B2 dengan
konsentrasi bubur nanas 20% (b/b) dengan maltodekstrin 30% (b/b) mempunyai nilai produk yang paling tinggi yaitu sebesar 0,817 yang kedua perlakuan A2B2 dengan
konsentrasi penambahan bubur nanas 40% (b/b) dengan maltodekstrin 30% (b/b). Adapun tabel urutan perlakuan terbaik dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Urutan Perlakuan Terbaik
Produk Perlakuan Urutan Bubur nanas Maltodekstrin
A1B1 20 % (b/b) 20% (b/b) 4 A1B2 20% (b/b) 30% (b/b) 1 A1B3 20 % (b/b) 40% (b/b) 9 A2B1 40% (b/b) 20% (b/b) 3 A2B2 40% (b/b) 30% (b/b) 2 A3B3 40% (b/b) 40% (b/b) 5 A3B1 60% (b/b) 20% (b/b) 7 A3B2 60% (b/b) 30% (b/b) 6 A3B3 60% (b/b) 40% (b/b) 8 Uji Protein
Kadar protein dari kecap bubuk dengan konsentrasi bubur nanas 20% (b/b) dengan maltodekstrin 30% (b/b) sebesar 1,3% sedangkan pada syarat mutu produk instan yaitu 1%. Hal ini dapat diartikan bahwa kecap bubuk ampas tahu sudah memenuhi syarat. Kandungan protein merupakan nutrisi terpenting yang menjadi daya tarik untuk mengkonsumsi ampas tahu. Proses proteolisis dengan bantuan
enzim protease dapat menguraikan protein menjadi senyawa peptida, pepton, serta asam-asam amino. Di antaranya beberapa jenis asam amino yang terbentuk, salah satunya adalah asam glutamat yang akan memberikan cita rasa kecap yang gurih (Mahfudiyah, 2003).
Kandungan protein pada kecap manis sebesar 2 % sedangkan pada kecap bubuk ampas tahu sebesar 1,3%, hal ini terjadi karena pada proses pengeringan
kecap bubuk dengan penambahan
maltodekstrin menyebabkan reaksi mailard sehingga mengurangi jumlah protein yang ada dalam kecap bubuk ampas tahu, karena adanya proses pemanasan pada pengering ruang hampa (vacuum dryer). Hal ini perkuat dalam penelitian Muchtadi (1989), penurunan protein pada abon daging terutama disebabkan karena terjadinya reaksi pencoklatan (Mailard) selama proses pengolahan, dimana protein (asam amino) daging bereaksi dengan gula (pereduksi) yang ditambahkan sebagai
bumbu. Gula pereduksi tersebut
mempunyai gugus OH bebas yang reaktif, yaitu suatu kemampuan untuk mereduksi ion dalam keadaan basa (Septiani, 2004). Merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sifat-sifat fungsional protein seperti panas, pH, perlakuan ion, kondisi penyimpanan, pengeringan, serta modifikasi fisik, kimia dan enzimatis (Kinsella, 2001).
Uji kadar air
Menurut Winarno (2004), kadar air bahan yang terkandung berkisar 3-7 % dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh. Sehingga akan mengakibatkan penurunan Aw (water
activity). Kadar air yang didapatkan dari
kecap bubuk adalah 3,7%, hal ini berarti bahwa kecap bubuk memiliki nilai Aw (water activity) yang rendah. Kadar air yang tinggi yang disertai dengan Aw yang
tinggi, maka akan mempengaruhi
6
umur simpan serta memudahkan
pertumbuhan mikroba (Winarno, 1997).
Uji Daya Larut
Analisa padatan terlarut yang dihasilkan dari kecap bubuk adalah 92,27%, hal tersebut menunjukkan bahwa kelarutan pada kecap bubuk sangat tinggi sehingga endapan yang dihasilkan sedikit. Semakin tinggi nilai dari daya larut maka semakin sedikit endapan yang dihasilkan. Kecepatan melarut dipengaruhi oleh besarnya ukuran partikel dari suatu bahan (Wirakartakusuma., dkk, 1992).
Secara visual diamati bahwa kecap bubuk instan (A1B2) mempunyai ukuran
butiran lebih halus. Dalam hal ini Wirakartakusuma, dkk (1992) menjelaskan bahwa perbedaan volume dari komoditas yang sama dapat menyebabkan sifat sifat tekstural yang berbeda. Pengujian padatan terlarut banyak digunakan pada produk-produk instan. Makin tinggi angka yang diperoleh menunjukkan daya larut yang makin meningkat (Nisa., dkk, 2008).
Rendemen
Perhitungan rendemen
menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan dari kecap bubuk adalah 31,313%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada proses pembuatan kecap bubuk dihasilkan 31,313% dari kecap cair. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Triyono (2010), tentang pembuatan susu bubuk didapatkan rendemen sebesar 19,40% dan penelitian Sutardi (2010) memperoleh rendemen 20,91% pada pembuatan bubuk jagung manis. Analisa redemen merupakan salah satu presentase
produksi yang didapatkan dari
perbandingan berat awal bahan dengan berat akhirnya, sehingga dapat diketahui kehilangan beratnya dalam mengalami proses pengolahan (Pereira, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN Pembuatan kecap bubuk ampas tahu dengan proses enzimatis memerlukan perbandingan konsentrasi bubur nanas dan
maltodekstrin yang tepat. Dari pengujian organoleptik kecap bubuk yang dihasilkan diketahui konsentrasi bubur nanas 20% (b/b) dan maltodekstrin 30% (b/b) pada perlakuan A1B2 merupakan nilai yang
terbaik. Adapun kecap bubuk ampas tahu pada produk A1B2 dengan konsentrasi
bubur nanas 20% (b/b) dengan
maltodekstrin 30% (b/b) memiliki tingkat kesukaan warna sebesar 4,25 (agak menyukai) dengan warna coklat muda, rasa sebesar 4,35 (agak menyukai) dengan rasa tingkat kemanisan yang cukup, aroma sebesar 2,95 (netral) memiliki aroma yang khas dan normal, tekstur sebesar 4,55 (agak menyukai) memiliki tekstur yang halus dan tidak lengket. Hasil dari analisa kimia dan fisik dari kecap bubuk dihasilkan kadar protein 1,3%, kadar air 3,7%, padatan terlarut sebesar 92,27% dan dengan rendemen 31,313%.
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya yaitu agar menambahkan pengaruh waktu fermentasi pada proses pembuatan kecap bubuk secara enzimatis dan pengujian tentang daya simpan kecap bubuk. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan mampu menghasilkan kecap bubuk dengan skor kesukaan organoleptik yang tinggi yaitu pada tingkat menyukai.
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Edisi Pertama. Tarsito. Bandung.
Hermansyah, R., Wignyanto, dan Mulyadi,
A.F. 2012. Pembuatan tepung
pewarna alami dari limbah
pengolahan daging rajungan (Kajian
konsentrasi dekstrin, suhu
pengeringan dan analisis biaya produksi). Jurnal Industri 1 (1): 40-49. Luthana, Y. K. 2008. Maltodekstrin,
<http://yongkikastaluthana.Wodpres. com>. Diakses tanggal 14 November 2013.
7
Muchtadi, T. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Nakamura. 2010. Method for producing soy sauce powder. United State Patent Application Publication. Pub. No: US 2010/0310744 A1.
Nugraheni, R. 2010. Analisis
mikrobiologis abon ikan tuna dan kecap. Thesis. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Nurlela, E. 2002. Kajian Faktor Yang
Mempengaruhi Pembuatan Warna Gula Merah. Skripsi. Departemen Ilmu dan teknologi pangan. IPB. Bogor.
Nisa, F.C, J. Kusnadi dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan deteksi subletal bakteri probiotik pada susu kedelai
fermentasi instan metode
pengeringan beku (Kajian jenis isolat dan konsentrasi sukrosa sebagai
krioprotektan).Jurnal Teknologi
Pertanian. 9 (1): 23-27.
Sutardi, H. S., dan Murti, R. A,. 2010. Pengaruh dekstrin dan gum arab terhadap sifat kimia dan fisik sari jagung manis. Jurnal teknologi dan industri pangan. XXI (2): 102-107 Soekarto, S. T., 1985. Penilaian
organoleptik untuk industri pangan hasil pertanian. Pusbangtepa IPB. Hal. 11-33.
Septiani, Y. 2004. Studi kadar
karbohidrat, lemak, dan protein pada kecap dari tempe. Skripsi Fakultas MIPA UNS. Surakarta. Sudarmadji, S, Haryono, dan Suhardi.
1997. Prosedur analisa untuk bahan
makanan dan pertanian. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suprapti, L. 2005a. Kecap Air Kelapa.
Edisi Teknologi Pengolahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta
Srihari, E., F, S, Lingganingrum., R, Hervita., dan H, Wijaya. 2010.
Pengaruh penambahan
maltodekstrin pada pembuatan santan kelapa bubuk. Seminar rekayasa kimia dan proses. Fakultas Teknik Universitas Surabaya. ISSN : 1411-4216
Triyono, A. 2010a. Pengaruh
maltodekstrin dan subtitusi tepung pisang (Musa paradisiaca) terhadap karakteristik flakes. Jurnal Penelitian
Pengembangan Teknologi Kimia
untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta
. 2004. Kimia Pangan dan
Gizi, Edisi Kedelapan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
. 2007. Teknologi Pangan. M-Brio Press. Bogor.
Yuwono, S. S. dan Susanto, T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Wirakartakusuma, K., Abdullah, dan A. Syarif. 1992. Sifat-sifat Pangan.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.Pusat Antar Universitas pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.