• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPECTS for HUMAN RIGHTS PRACTICE (MASA DEPAN PRAKTIK PEKSOS YANG BERDASAR HAM )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPECTS for HUMAN RIGHTS PRACTICE (MASA DEPAN PRAKTIK PEKSOS YANG BERDASAR HAM )"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

i Paper ke-X

PROSPECTS for HUMAN RIGHTS PRACTICE

(MASA DEPAN PRAKTIK PEKSOS YANG BERDASAR HAM )

Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk:

Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia

Dosen:

Dr. EPI SUPIADI, M.Si Dra. SUSILADIHARTI, M.SW

Oleh: HERU SUNOTO NRP: 13.01.003

PROGRAM PASCASARJANA SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL (STKS)

BANDUNG 2013

(2)

ii

KATA PENGANTAR

هبحصو هلآو ،ييهلأا للها لوسر يلع ملاسلاو ةلاصلاو ،ييولاعلا ّبر لله دوحلا

...ييدلا موي ىلإ ٍىاسحإب نهعبت يهو

Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa menyelesaikan tugas, paper tentang

Prospects for Human Practice (Masa Depan Praktik Peksos yang Berdasarkan HAM)

dengan referensi utama buku Jim Ife, “Human Right and Social Work” Bab XII untuk mata kuliah Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa selesai.

Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1, dan lebih khusus lagi dosen kami.

Bandung, 29 Oktober 2013 Heru Sunoto

(3)

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

BAB III. PEMBAHASAN 5

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 8

(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pekerjaan sosial adalah profesi untuk menolong manusia. Kata “menolong” bisa pada level

empowering sehingga klien diposisikan sebagai objek dan subjek yang dinamis. Bisa juga

pada level kuratif-rehabilitatif dimana klien dalam posisi dilayani sebagaimana “pasien”. Maka, profesi pekerjaan sosial semakna dengan profesi lainnya yang perhatian pada isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM).

Sejarah panjang pekerjaan sosial dan pekerja sosial sudah lama kita ketahui, di banyak negara meski tidak disebut sebagai “pekerja sosial”. Namun, kalo kita mau melihat di Barat, maka peksos muncul sebagai respon terhadap ketidakadilan akibat Revolusi Industri di Eropa hingga meluas ke Amerika. Revolusi Industri tersebut eksesnya meluas hingga muncul revolusi sosial. Pekerjaan sosial di Barat, baik yang berbasis gereja maupun berbasis sekular berjalan memberikan layanan pada masalah-masalah hak sipil, hak warga negara, hak pribadi, dan masalah keluarga.

Di Indonesia, pekerjaan sosial sebenarnya merupakan profesi yang sudah cukup lama ada. Profesi ini kemunculannya identik dengan sejarah Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, yaitu sejak tahun 1957. Dari kampus ini lahir ribuan peksos profesional dan lahir pula jurusan kesejahteraan sosial di berbagai universitas, baik yang di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Agama.

Selama ini, praktik peksos sangat lekat dengan istilah profesi bantuan. Artinya menolong. Menolong artinya penyelesai masalah (problem solver). Namun, dalam perkembangannya, kesejahteraan sosial manusia tidak hanya pada menyelesaikan masalah. Ada pendekatan lain, baik needs-bases approach (pendekatan berbasis kebutuhan) maupun human right-based approach (pendekatan berbasis HAM).

Bagaimana prospek pekerjaan sosial di Indonesia dalam menjalankan praktiknya terutama dalam mengemban agenda HAM, baik dalam segmen mikro, mezzo, maupun makro?

(5)

2

BAB II

MASA DEPAN PRAKTIK PEKSOS YANG BERBASIS HAM

Ada dua pandangan yang bisa dilakukan pada saat ini tentang gagasan tentang HAM. Pandangan pertama, dan ini adalah ide yang saatnya kini telah tiba. Pandangan ini sebagai lawan dari globalisasi ekonomi, dan menegaskan adanya “globalisasi model baru”, yaitu globalisasi kewarganegaraan, ia didasarkan pada cita-cita HAM. Ia penting karena ada kesamaan cara antara hak sipil dengan pentingya negara. Ini menunjukkan bahwa wacana HAM adalah sumber harapan di masa depan yang didasarkan pada pemahaman kolektif tentang nilai-nilai kemanusiaan bersama, dan bukan keserakahan dan konsumsi individu. HAM dapat menjadi dasar untuk masa depan kemanusiaan, meski kini masih menjadi mimpi yang tampaknya mustahil.

Pandangan kedua, adalah post-modernisme. Ia laksana “sisa yang hilang” akibat modernisme dan imperialisme Barat. Dengan post-modernisme, maka ada banyak suara, dan tamatlah wacana meta-naratif yang kaku, apalagi berkaitan dengan HAM. Karena dalam kaca mata modernis, HAM itu Western minded, ini tidak bermanfaat di masa mendatang, justeru akan merugikan dan tidak relevan.

Dari ide-ide yang sudah kami bahas dalam buku ini, tak satu pun dari pandangan yang dapat dilaksanakan secara ekstrim. Kritik dari para post-modernis mengharuskan kita menolak gagasan yang statis tentang HAM universal. Maka, jika HAM harus bermanfaat ke depan, wacananya harus bebas dari batasan modernitas Masa Pencerahan. Gagasan HAM dibangun, berkembang, dan berubah, tapi tetap universal. Ia adalah tentang bagaimana kita membangun nilai-nilai bersama, tentang arti menjadi manusia, dan tentang implikasi dari persepsi kemanusiaan kita bersama, bagaimana menyikapi orang lain. Berikutnya, isu tentang suara siapa yang akan didengar dalam mengkonstruksi HAM, juga penting.

Wacana umum ilmu pengetahuan sosial adalah wacana pembagian. Ia membagi orang ke dalam dua kelompok atau lebih, atas dasar kekuasaan, gender, kelas, ras, etnis, seksualitas, lokasi, atau kebangsaan. Analisis penindasan, dalam dimensi apapun, membagi manusia menjadi kelompok penindas dan kelompok tertindas. Analisis semacam itu tentunya sangat penting, jika kita ingin mengatasi penindasan dan ketidakadilan, dan ketidakadilan kita perlu fahami secara struktural. Wacana pembagian ini adalah warisan dari gerakan modernis. Ini berbahaya karena manusia terkotak-kotak dalam ranah menurut parameter tertentu. Padahal, jika ada dua orang berbeda bertemu, pasti ada satu hal yang

(6)

3

sama dan sangat kuat, yaitu kemanusiaan bersama. Hal ini keluar dari pemahaman kemanusiaan menurut rasisme, seksisme, kolonialisme yang semuanya kita kutuk dan kita kecam. Itu adalah diskriminasi dan penindasan, serta bertentangan dengan semangat HAM. Berbicara tentang “wacana pembagian” dan “wacana kesatuan” tentu akan menciptakan dualisme baru. Padahal, HAM bertugas menyatukan dua hal, perbedaan dan persamaan. Maka, wacana kesatuan perlu diletakkan bersama dengan wacana pembagian, bukan menggantikannya. Hanya dengan memahami “kesatuan manusia” dan perbedaannya, kita bisa mengembangkan praktik sosial dan praktik politik secara memadai. Ilmu pengetahuan sosial konvensional telah meletakkan dasar-dasar secara rapi bagi peksos tentang perbedaan dan pembagian segala sesuatu, dan perspektif HAM bisa melengkapinya dengan sesuatu yang bisa dicapai bersama. Ilmu pengetahuan sosial, khususnya post-modernisme, mengakui perbedaan dan spesialisasi, namun juga menghargai kemanusiaan bersama. Semuanya penting, tidak hanya bagi praktik peksos, tapi juga bagi masa depan ummat manusia.

Perspektif HAM tidak meniadakan “penghargaan terhadap perbedaan dan pembagian”. Perspektif HAM hanya menolak diskriminasi perlakuan, karena itu adalah ketidakadilan dan penindasan. Perspektif HAM tetap mendukung nilai-nilai perbedaan: hak untuk berbeda, mendefinisikan kehidupan melalui cara yang berbeda, gaya hidup yang juga berbeda, itu semua HAM. Tapi memahami HAM juga artinya kita merayakan perbedaan dalam bingkai kesamaan kemanusiaan kita.

HAM juga merupakan oposisi dari fundamentalisme ekonomi yang mengarah pada globalisasi. Pada titik ini, Perspektif HAM lebih dari sekedar “gagasan yang baik”. Ia merupakan dasar untuk mengkritik sekaligus alternatif solusi bagi struktur yang menindas dan merugikan. Peksos harus memahami lingkup HAM yang universal, dan bagaimana agenda HAM bisa diimplementasikan dalam praktik.

Karena sifat dasar HAM dan juga implementasinya harus dikontekstualkan dengan budaya setempat, maka buku ini bukan jawaban atas permasalahan HAM. Buku ini hanya memberikan sugesti, mengidentifikasi untuk eksplorasi lebih lanjut. Peksos ketika berpraktik hendaknya berkolaborasi dengan pihak lain dan struktur kelembagaan lainnya, baik formal maupun informal.

Dalam dekade mendatang, dialektika “global-lokal” kemungkinan akan tetap menjadi faktor utama tidak hanya bagi peksos, tetapi seluruh masyarakat global. Bagaimana hal ini diperankan, lokal dan global berhubungan, orang saling berhubungan, terhubung secara

(7)

4

sadar, dan bagaimana setiap hal itu dipahami, dan berpengaruh kepada kehidupan setiap orang di planet ini. Dalam konteks ini, wacana HAM menjadi sangat penting. HAM merupakan wacana global, mengingat keprihatinan mereka dengan ide-ide kemanusiaan bersama dan kewarganegaraan global, wacana HAM harus berlaku universal. Namun, harus segera diterjemahkan ke dalam konteks lokal, dan dalam bentuk kebutuhan. Wacana HAM dapat memberikan dasar untuk praktek yang kreatif, menghubungkan mereka melalui cara memberdayakan. Hal ini membuat nilai lebih para peksos berjuang untuk berpraktik di lingkungan globalisasi yang baru dan melemahnya struktur negara di mana peksos secara tradisional telah berada. Kapasitas pekerja sosial untuk menghubungkan lokal dan global dalam praktek kreatif memegang kunci untuk masa depan profesi.

Mewujudkan dan melindungi HAM tidak akan tercapai tanpa perjuangan. Meskipun konsensusnya sudah jelas, yaitu pentingnya HAM. Itu karena kepentingan segelintir orang, terutama di negara-negara miskin. Sejarah HAM telah menjadi perjuangan, sering melawan rintangan, oleh orang-orang yang telah berdiri tegas dan berani di sisi kemanusiaan dan berani melawan kekuatan penindasan dan dominasi. Perjuangan, mau tidak mau, akan terus berlanjut. HAM tidak hanya didefinisikan, tapi harus diperjuangkan dengan susah-payah agar menang. Setelah itu, ada perjuangan untuk melindunginya. Perjuangan HAM adalah salah satu yang tidak akan pernah berakhir. Tapi mendefinisikan peksos sebagai profesi HAM, akan menempatkan praktek peksos untuk tegas dalam perjuangan berkelanjutan untuk menegaskan nilai-nilai kemanusiaan bersama.

Wacana HAM adalah wacana tentang harapan. Ia tidak hanya bisa menyalahkan, tetapi juga memberikan solusi apa yang benar, dan bagaimana cara mencapainya. Kita mungkin saat ini tidak bisa menggapai semua cita-cita HAM, namun harus ada usaha ke sana. Praktik peksos merupakan inti dari profesi HAM, karena nilai dasar dan cakupan kerjanya pada seluruh ranah HAM. Maka, praktek peksos adalah posisinya unik dan berpotensi kuat untuk membantu membuat visi HAM menjadi nyata.

(8)

5

BAB III PEMBAHASAN

MASA DEPAN PRAKTIK PEKSOS YANG BERBASIS HAM

Perkembangan profesi pekerja sosial Indonesia, semakin hari kian membahagiakan. Dahulu, peksos hanya dikenal sebagai pemberi solusi sektor mikro, yaitu pribadi. Peksos hanya ada di habitat panti sosial milik Departemen Sosial RI. Mereka membantu klien untuk dilayani, atau direhabilitasi, ataupun diberdayakan. Semuanya berupa layanan rehabilitatif dan personal minded. Pendekatan ini adalah apa yang disebut Problems-based approach (PBA). Ini masa lalu.

Perkembangan berikutnya, dan inilah yang kini sudah dan sedang dilaksanakan oleh peksos Indonesia, yaitu peksos berbasis kebutuhan atau needs-based approach (NBA). Pendekatan ini menjadikan peksos bekerja bersama klien dengan menerjemahkan “masalah” klien ke dalam apa yang disebut “kebutuhan”. Ini tentu lebih maju daripada yang pertama. Karena pelayanan tidak sekedar menyelesaikan masalah, jika tidak ada masalah maka tidak ada peran peksos. Tidak. Namun, bagaimana mendefinisikan masalah menjadi kebutuhan. Kemudian dikorelasikan dengan berbagai literatur tentang teori kebutuhan dan perundang-undangan tentang apa yang bisa di akses. Bila tidak ada, maka dilakukan upaya bagaimana agar kebutuhan tersebut terpenuhi, melalui saluran formal maupun informal. Perkembangan ke depan adalah peksos berbasis HAM. Artinya peksos tidak sekedar memberikan penyelesaian masalah, memberikan apa yang dibutuhkan oleh klien, tapi menutup mata dari masalah sesungguhnya yaitu hak. Dalam bingkai negara Indonesia yang dalam UUD ’45 menyiratkan secara jelas welfare state, maka peran negara adalah pemberi hak, baik hak positif maupun hak negatif warga negara, pemberi kesejahteraan dan pelindung warga. Maka, pendekatan yang bisa diaplikasikan peksos adalah pelayanan sosial berbasis hak atau rights-based approach (RBA).1

Penguatan pelayanan sosial yang berbasis hak ini mulai digencarkan, baik pada level kebijakan, pemberdayaan masyarakat, keluarga, maupun pribadi.

Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) Prof. Dr. Haryono Suyono dalam acara Sosialisasi Perkembangan Pekerjaan Sosial Sosial Indonesia,

1

(9)

6

di Gedung Aneka Bakti, Kemensos, tanggal 8 Maret 2012, di hadapan 500 orang lebih peserta, memaparkan secara tegas tujuan dari Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 adalah rehabilitasi sosial, pemberdayaan, dan perlindungan. Pandangan masyarakat umum terkait rehabilitasi sosial, sampai saat ini pun, masih terstigma dengan diopininya masyarakat yang terlantar, korban bencana alam dan sebagainya oleh Dinas Sosial atau lembaga sosial. “Sementara kalau kita lihat tujuan yang kedua, pemberdayaan, sesungguhnya inilah yang menjadi tantangan bagi pekerja sosial profesional. Memaknai orang miskin dipelihara oleh negara, bukan berarti dijadikan proyek. Dan pada akhirnya, proyek tersebut hilang dari peredaran. Tetapi bagaimana agar si miskin dapat keluar dari kemiskinannya,” tegasnya. Menggarisbawahi soal perlindungan, Prof Haryono mengatakan, seluruh penduduk Indonesia mempunyai hak yang sama mendapatkan perlindungan. “Perlindungan bukan diberikan kepada mereka yang terlantar atau disabilitas saja. Pendekatan bukan pada belas kasihan tetapi dengan mengedepankan hak-hak asasi

manusia (HAM). Karena dengan 240 juta jumlah penduduk Indonesia serta 7 milyar

penduduk dunia dan 1 milyarnya adalah lansia, disabilitas dapat terjadi sewaktu-waktu entah karena kecelakaan atau gangguan penyakit,” jelasnya2.

Peksos HAM pada Ranah Privat

Pada ranah privat, peran peksos HAM bisa dilakukan pada fungsi proteksi/pelindungan hak-hak sipil dan hak-hak berpolitik, ekonomi, social, budya, dan lingkungan.3 Detail tentang hak sipil dan politik, ekonomi, social, budaya, dan lingkungan sudah kita bahas pada bab-bab terdahulu.

Peksos HAM melalui Pemberdayaan Masyarakat.

Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial dalam mengemban HAM dalam praktik mereka melalui metode Community Development, yaitu:

1. Bottom-up Development

2. Valuing Wisdom, Knowledge, and skill from below 3. Self-Reliance, Independence, and inter-dependence 4. Ecology ans sustainability

2 Majalah Gemari, ed. 135/Tahun VIII/April 2012, hal 65 – 66. 33

Dawn Oliver and Jorg Fedtke, Human Rights and the Private Sphere: A Comparative Study, Routledge, London and NY, 2007, hal 7 – 8.

(10)

7

5. Diversity and inclusiveness 6. The Importance of process 7. Organic change

8. Participation

9. Concensus/co-operation and competition 10. Definition of need

11. The global and the local

12. Anti-colonialism.

Dimensi pada Community Development

Dimensi pada Community Development meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Social Development 2. Economic Development 3. Political Development 4. Cultural Development 5. Environmental Development 6. Spiritual Development 7. Survival-Based Development.

Ketujuh dimensi tersebut tidak bisa dipisah-pisahkan namun harus dilaksanakan secara terintergasi. Atau dengan istilah lain Integrated-Based Development.4

***

4

Jim Ife, Human Right form Below: Achieving right throught Community Development, Cambridge University-press, UK, 2009, hal 1 - 66.

(11)

8

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang sudah kami kemukakan pada dua bab terdahulu, dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut:

Prospek Praktik Peksos HAM di Indonesia harus diperjuangkan. Tidak ada cita-cita luhur yang bias diperoleh tanpa melalui perjuangan. Perjuangan tersebut, bisa dalam ranah field ataupun policy. Dalam ranah field, para praktisi peksos harus menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah beragam profesi, manfaatnya buat masyarakat. Dalam ranah policy, maka prospek praktik peksos HAM bias eksis jika didukung oleh peraturan perundangan.

Ada beragam teknik dan pendekatan yang bisa digunakan peksos jika akan berpraktik dalam ranah HAM. Bisa melalui sector privat maupun public, maupun pemberdayaan masyarakat.

SARAN

1. Pekerja Sosial harus benar-benar aware dengan perspektif HAM, sehingga siap dengan rencana perjuangan menggapai posisi Praktik HAM.

2. Peksos harus unjuk kemampuan dalam setiap permasalahan HAM di masyarakat

3. IPSPI harus lebih kuat dalam membuat draft kebijakan yang bisa bisa menguatkan posisi peksos di ranah HAM.

(12)

9

DAFTAR PUSTAKA

Dawn Oliver and Jorg Fedtke, Human Rights and the Private Sphere: A Comparative

Study, Routledge, London and NY, 2007.

Jim Ife, Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge

Univercity Press, 2008;

Jim Ife, Human Right form Below: Achieving right throught Community Development,

Cambridge University-press, UK, 2009.

Edi Suharto, Ph.D., Analisis Kebijakan Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2010 Majalah Gemari, edisi 135/Tahun VIII/April 2012.

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH LATIHAN KARET DAN LATIHAN BEBAN TERHADAP PENINGKATAN POWER LENGAN DAN KECEPATAN PUKULAN GYAKU TSUKI CHUDAN PADA KARATEKA DOJO SMP N 2 PEMALANG Universitas

Pada setiap etnis, laki – laki cenderung memiliki tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang lebih tinggi daripada wanita dengan kenaikan TDS 6 –

Mengingat ketersediaan bahan baku sekam padi yang terbarukan dan melimpah, dan kemampuannya sebagai prekursor karbon aktif yang dapat mengadsorpsi PAH, maka dalam

Pemodelan sistem pada penelitian ini meliputi delapan tahap, yaitu : studi literatur, analisis permasalahan, pemecahan permasalahan, pemodelan menggunakan fuzzy, rancangan

Pada percobaan ke-4, kereta atau glyder dihubungkan dengan seutas tali yang. diberi beban

Pada tahap ini dilakukan identifikasi tujuan dari pengembangan teknologi informasi berdasarkan tujuan bisnis perusahaan yang sebelumnya telah ditentukan. Pada tahap ini

Analisis Sistem Pengangkutan Sampah dari Tempat Penampungan Sementara ke Tempat Pemrosesan Akhir di Kota Semarang (Studi Kasus: Kecamatan Semarang Barat, Pedurungan, dan

Aplikasi Manajemen Pelaksanaan Skripsi Pada Program Studi Teknik Informatika Politeknik Negeri Malang yang dibangun sesuai dengan perancangan sistem dan telah