• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Budaya Organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teori Budaya Organisasi"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Teori Budaya Organisasi

Posted by admin

Pengertian Budaya Organisasi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta

oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan

masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya

mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman

berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat

pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :

a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang

dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntut perilaku dari anggota organisasi itu

sendiri.

b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara

berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada

bagian-bagian organisasi.

c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota

organisasi itu.

d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan

memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan

anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu

cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan

mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota

organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

Yang diterapkan oleh seluruh karyawan, baik karyawan senior terutama untuk karyawan junior yang baru memasuki

sebuah perusahaan

Sumber-sumber Budaya Organisasi

Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:

(2)

1. Pengaruh umum dari luar yang luas

Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.

2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat

Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.

3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi

Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal

organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah

tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.

Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :

a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.

b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen sebuah kelompok pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan

diri individual seseorang.

d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan

standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku

karyawan.

Ciri-ciri Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:

1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian

terhadap detail.

3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan

untuk mencapai hasil tersebut.

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi

itu.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, ukannya individu.

6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.

7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.

Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya

organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota

mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins,

1996 : 289).

(3)

Tipologi Budaya

Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi :

1. Akademi

Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian

mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai membentuk karyawan yang

lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.

2. Kelab

Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada

karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan

mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.

3. Tim Bisbol

Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang

dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari

orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat

besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.

4. Benteng

Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan

tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan

budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

(4)

Pengertian Budaya Organisasi

Minggu, 19 September 2010 · 18:45 WIB

Budaya organisasi sangatlah penting bagi spesialis HR dalam memahami konsep budaya organisasi. Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi.

Pengertian Budaya Organisasi

Dalam buku Handbook of Human Resource Management Practice oleh Michael Armstrong pada tahun 2009, budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang.

Pengertian di atas menekankan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam

memahami apa yang terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh dalam nilai-nilai dan norma-norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari. Namun, kebudayaan dapat menjadi pengaruh yang signifikan pada perilaku seseorang. Berikut adalah beberapa pengertian dari budaya organisasi:

•Budaya organisasi mengacu pada hubungan yang unik dari norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan cara berperilaku yang menjadi ciri bagaimana kelompok dan individu dalam menyelesaikan sesuatu.

•Budaya merupakan sistem aturan informal yang menjelaskan bagaimana seseorang berperilaku dalam sebagian besar waktunya.

•Budaya Organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan dalam berperilaku dalam organisasi. Dimana akan diturunkan kepada anggota baru sebagai cara bagaimana melihat, berpikir, dan merasa dalam organisasi.

•Budaya adalah keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dipegang dan ada dalam sebuah organisasi.

Budaya itu sulit untuk didefinisikan karena memiliki struktur yang multidimensi dengan komponen yang berbeda pada setiap tingkat. Budaya juga bersifat dinamis dan selalu berubah dan menjadi relatif stabil pada jangka waktu yang singkat. Perlu waktu dalam merubah suatu budaya terutama dalam budaya organisasi.

Budaya merupakan alat perekat sosial dan menghasilkan kedekatan, sehingga dapat memperkecil diferensiasi dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi juga memberikan makna bersama sebagai dasar dalam berkomunikasi dan

(5)

memberikan rasa saling pengertian. Jika fungsi budaya ini tidak dilakukan dengan baik, maka budaya secara signifikan dapat mengurangi efisiensi organisasi.

(6)

Home > Perbankan > Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli >> Definisi dan Contohnya

Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli >>

Definisi dan Contohnya

Pengertian Budaya Organisasi - Manusia adalah makhluk yang berbudaya, setiap aktifitasnya mencerminkan sistem

kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya, baik cara berpikir, memandang sebuah permasalahan. Pengambilan keputusan dan lain sebagainya.

Budaya Organisasi Menurut Para Ahli- Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu

Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al (dalam Nimran, 2004 : 134) diartikan sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.

Kini konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan ilmu perilaku organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah dikedua bidang itu dengan memakai istilah budaya organisasi

Menurut Robbins (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya

Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma

yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai -nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut

Tingkatan Budaya Organisasi

Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :

1. Artefak

Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi

2. Nilai-nilai yang mendukung

Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi

3. Asumsi dasar

Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka

Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196)dalam studinya yang melanjutkan penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu

1) Artefak

Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi

2) Perspektif

Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.

(7)

Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya 4) Asumsi

Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai

Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :

1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat 2. Sebagai pengikat suatu masyarakat

3. Sebagai sumber

4. Sebagai kekuatan penggerak

5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah 6. Sebagai pola perilaku

7. Sebagai warisan

8. Sebagai pengganti formalisasi

9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan

10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state Sedangkan menurut Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :

1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas 2. Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen

4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial

Membangun dan Membina Budaya Organisasi

Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melaksanakan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Ini membawa kita kepada sumber utama dari budaya sebuah organisasi yaitu para pendirinya

Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting dalam pembentukan budaya awal organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut harus dipenuhi. Menurut Robbins (1999: 296) Budaya organisasi merupakan hasil dari interaksi antara

1. Bias dan asumsi pendirinya

2. Apa yang telah dipelajari oleh para anggota pertama organisasi, yang dipekerjakan oleh pendiri Tahapan-tahapan pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut : (Nimran , 2004: 137)

1. seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru

2. pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri

3. kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain sebagainya

4. orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama

Begitu juga Nimran (2004: 138) menulis bahwa pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi berikut :

1. seleksi pegawai yang obyektif

2. penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan dan bidangnya (the right man on the place)

3. perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman 4. pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai 5. penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting

(8)

7. pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi

Hafidhuddin et. al (2003:60) menyebutkan bahwa, pencipta budaya adalah seorang pemimpin . Setiap pemimpin pasti memiliki visi dan misi tertentu yang kemudian disebarkan ke bawahannya lalu menjadi kebiasaan-kebiasaan dan pada akhirnya hal ini menjadi budaya, Rasulullah SAW memandang orang lain sebagai manusia yang seutuhnya artinya bahwa Rasulullah tidak membeda-bedakan derajat seseorang, meskipun itu bawahan, misalnya : Rasulullah menganggap pambantu rumah tangga beliau sebagai saudara, implikasinya apa yang dimakan oleh pembantu sama dengan apa yang dimakan oleh Rasulullah begitu pula yang dipakai. Jika setiap pemimpin perusahaan melakukan hal yang sama, maka hasilnya akan lebih baik, karena jika suasana kerja sudah terbentuk dengan suasana yang kondusif maka karyawan akan lebih menikmati pekerjannya, kemudian muncul kreatifitas-kreatifitasnya.

Sikap Rasulullah yang penyayang berdasarkan pada Al-Qur‟an surat Ali-Imran :159 Artinya:

“Maka disebabkan rahmat dsari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mareka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabiila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Daftar Pustaka - Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli >> Definisi dan Contohnya Luthans Fred, (2006), Perilaku Organisasi, Andi Yogyakarta.

Sutrisno Edy, (2010), Budaya Organisasi, Kencana Prenada Media Group Jakarta.

(9)

3

Penerapan Budaya Organisasi …….

Posted by: yuyuk in Categories: Organization Behavior.

Berbicara tentang budaya organisasi, pikiran kita langsung melayang pada nilai-nilai yang tertanam dan dianut oleh

perusahaan. Pada kodisi saat ini, suatu perusahaan harus mempunyai nilai tambah yang dapat dijadikan sebagai

salah satu keunggulan dalam menghadapi persaingan yang begitu kompetitif. Tidak terkecuali dalam dunia

pendidikan. Di tempat saya mengajar sudah diterapkan ATTITUDE sebagai salah satu internalisasi tata nilai dan

pembudayaan.

Attitude mempunyai makna tersendiri dari setiap hurufnya:

A = Appreciate (berpikir positif)

Contoh perilakunya adalah: saat bertemu berjabat tangan, mendengarkan dengan fokus dan penuh perhatian, selalu

dalam keadaan bersyukur, bersikap rendah hati, ijin saat tidak bisa hadir dalam rapat atau pertemuan, dll

T = Thought ( berpikir kreatif dan konstuktif)

Contoh perilakunya adalah kreatif dalam menjalankan tugas, membiasakan berargumentasi logis dalam memberikan

pendapat, selalu berpikir positif, berpikir visoner, senang membaca, dll

T = Team work (bekerja sama dengan tim)

Contoh perilakunya adalah menghargai pendapat anggota dalam kelompok, memahami peran masing-masing,

mampu berkomunikasi secara terbuka, mampu bersinergi, berorientasi pada perbaikan kualitas berkelanjutan,dll

I = Integrity ( Berintegritas tinggi)

Contoh perilakunya adalah jujur, tanggung jawab, menjunjung tinggi nama baik almamater, disiplin dan bijaksana,

suka membant, mempunyaimotivasi tinggi, tidak menghalalkan segala cara, dll

T = Time Management (Berkemampuan mengatur waktu)

Contoh perilakunya adalah tepat waktu datang diperkuliahan dan kegiatan lainya, memiliki self awareness, mengisi

waktu dengan kegiatan yang berkualitas, terampil menentukan prioritas dan mengelola secara efektif, dll

U = Usefullness ( Bermanfaat dan dapat diandalkan)

Contoh perilakunya adalah melibatkan diri pada aktivitas yang membangun, mengerjakan tugas dengan

sugguh-sungguh, menawarkan diri untuk membantu orang lain, partisipasi aktif dalam kegiatan baik, selalu berpikir win-win,

dll

D = Dedicative ( berdedikasi tinggi)

Contoh perilakunya antara lain: cinta terhadap kualitas tinggi, menghasilkan karya untuk profesinya, memberikan

yang terbaik, berpikir proaktif, mecintai profesi dan tugasnya sebgai dosen/mahasiswa/karyawan

E = Endless learning (belajar sepanjang masa)

Contoh perilakunya antara lain: rasa ingi tahu dan kemauan belajar yang tinggi, mencintai ilmu pengetahuan, senang

pada perubahan, memberdayakan potensi, dll

Diharapkan dengan adanya penerapan ATTITUDE ini akan membentuk budaya yang lebih baik dalam kampus

sehingga akan mencetak mahasiswa yang lebih berkualitas dan mampu bersaing di dunia kerja nantinya…..Cayo

kampus tercintaku…..Ayo terus maju……

Tetapi sebenarnya apa yang di maksud dengan budaya organisasi, fungsi budaya organisasi, karakteristik budaya

organisasi, akan dibahas di bawah ini.

A. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi berhubungan dengan kehidupan karyawan dalam organisasi menjadi hal yang penting karena

merupakan kebiasan-kebiasan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang diikuti

oleh para anggota organisasi. Pengertian budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh

anggota-anggota organisasi itu, suatu sistem dari makna bersama (Robbins,1997). Selanjutnya menurut

Djokosantoso (2003) menyatakan bahwa budaya korporat atau budaya manajemen atau dikenal dengan istilah

budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebarluaskan di dalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja

karyawan. Jadi budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggotanya

yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku anggota tersebut untuk mencapai tujuan organisasi.

B. Karakteristik Budaya Organisasi

(10)

1) Inovasi dan Pengambilan Resiko (Inovation and risk taking)

Sejauhmana karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko

2) Perhatian ke rincian atau detil (Attention to detail)

Sejauhmana karyawan yang diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian ke rincian

3) Orientasi hasil (Outcome orientation)

Sejauhmana manajemen mefokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil

itu

4) Orientasi Orang (People orientation)

Sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang dalam organisasi tersebut

5) Orientasi tim (Team orientation)

Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim,bukannya individu-individu

6) Keagresipan (Aggressiveness)

Sejauhmana orang – orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai

7) Kemantapan atau Stabilitas (Stability)

Sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan

C. Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi budaya organisasi dalam organiasi menurut Robbins adalah sebagai berikut :

1) Mempunyai peran menetapkan tapal batas

Budaya meniptakan pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain

2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasinya

3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luasdaripada kepentingan diri individual

seseorang

4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial

Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan meberikan standart –

standart yang tepat untuk apa yang ahrus dikatakan dan dilakukan oleh karyawan

5) Mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para karyawannya

Semoga bermanfaat………..

(11)

PENERAPAN BUDAYA ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budaya Organisasi merupakan bagian dari MSDM dan Teori Organisasi. MSDM BO dilihat diri aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi dilihat dari aspek sekelompok individu yang berkerjasama untk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan. Dalam pekembangannya, pertama kali BO dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan BO pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya : Organizational Culture and Leadership.

Di Indonesia BO mulai dikenal pada tahun 80 - 90-an, saat banyak dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan infomal. Salah satu pakar yang cukup gigih mengembangkan BO adalah Prof Dr. Taliziduhu Ndraha, seorang pakar Ilmu Pemerintahan.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini ialah mengenai bagaimanakah penerapan budaya organisasi yang ada di Indonesia

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana gambaran budaya organisasi di lingkungan sekitar kita atau pada umumnya di Indonesia, menggambarkan nilai budaya organisasi yang dominant dan menjelaskan bagaimana memelihara

budaya organisasi yang sehat.

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan makalah ini dimaksudkan agar dapat menjadi bahan referensi bagi teman-teman mahasiswa sekalian dalam mencari informasi mengenai Budaya organisasi yang ada di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Budaya Organisasi

Pemahaman tentang budaya organisasi sesungguhnya tidak lepas dari konsep dasar tentang budaya itu sendiri, yang merupakan salah satu terminologi yang banyak digunakan dalam bidang antropologi. Dewasa ini, dalam pandangan antropologi sendiri, konsep budaya ternyata telah mengalami pergeseran makna. Sebagaimana dinyatakan oleh C.A. Van Peursen (1984) bahwa dulu orang berpendapat budaya meliputi segala manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat rohani, seperti : agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata negara dan sebagainya. Tetapi pendapat tersebut sudah sejak lama disingkirkan. Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang. Kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang kaku dan statis. Budaya tidak tidak diartikan sebagai sebuah kata benda, kini lebih dimaknai sebagai sebuah kata kerja yang

dihubungkan dengan kegiatan manusia.

Kroeber dan Kluchon tahun 1952 menemukan 164 definisi Budaya. Akan tetapi pengertian yang penulis kemukakan di sini hanya yang terkait dengan BO. Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat Edward

Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut :

(12)

Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat.

• Vijay Sathe

Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat.

• Edgar H. Schein

Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan

merasakan terkait degan masalah-masalah tersebut.

Dengan memahami konsep dasar budaya secara umum di atas, selanjutnya kita akan berusaha memahami budaya dalam konteks organisasi atau biasa disebut budaya organisasi (organizational culture). Adapun pengertian organisasi di sini lebih diarahkan dalam pengertian organisasi formal. Dalam arti, kerja sama yang terjalin antar anggota memiliki unsur visi dan misi, sumber daya, dasar hukum struktur, dan anatomi yang jelas dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa Pada hakikatnya, budaya organisasi memiliki nilai yang baik bagi kemajuan suatu organisasi. Budaya organisasi merupakan salah satu perangkat manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi bukan merupakan cara yang mudah untuk memperoleh keberhasilan, dibutuhkan strategi yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan daya saing organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah konsep sebagai salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.

2.2 Penerapan Budaya Organisasi

Dalam kerangka Penerapan Budaya Organisasi setelah memahami secara fundamental sebuah organisasi dan budayanya secara teoritis maka diperlukan yang namanya Langkah-Langkah Kegiatan Untuk Memperkuat Budaya Organisasi itu, yang antara lain ialah sebagai berikut:

1. Memantapkan nilai-nilai dasar budaya organisasi 2. Melakukan pembinaan terhadap anggota organisasi 3. Memberikan contoh atau teladan

4. Membuat acara-acara rutinitas

5. Memberikan penilaian dan penghargaan

6. Tanggap terhadap masalah eksternal dan internal 7. Koordinasi dan kontrol

Untuk membantu implementasi suatu budaya organisasi itu perlu mengukur kekuatan Budaya Organisasi itu sehingga strategi yang dijalankan berjalan proposional. Unsur-unsur yang merupakan ciri khas budaya kuat:

1. Kejelasan nilai-nilai dan keyakinan 2. Penyebarluasan nilai-nilai dan keyakinan 3. Intensitas pelaksanaan nilai-nilai inti

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Budaya Organisasi berkaitan erat dengan pemberdayaan karyawan (employee empowerment) di suatu perusahaan. Semakin kuat budaya organisasi, semakin besar dorongan par karyawan untuk maju bersama denga perusahaan, atau dengan kata lain budaya organisasi sangat berperan penting dalam menentukan kesuksesan sebuah organisasi atau perusahaan.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan mengenai budaya organisasi dalam kesempatan ini ialah:

1. Sebaiknya lebih menigkatkan lagi inovasi dalam penerapan budaya agar tercipta kegairahan kerja oleh anggota organisasi atau perusahaan.

(13)

2. Orientasi budaya organisasi hendaklah berlaku oleh semua elemen organisasi DAFTAR PUSTAKA

Bahan-bahan Kursus Singkat Manajemen Eksecutive, Pusdiklat Jemen, Badiklat Dephan, Jakarta, 2001. Eleri Sompson, “101 Ways Make a Professional Impact” (terjemahan) Penerbit Gramedia, Jakarta, 2002. Gering Supriyadi dan Triguno, Budaya Kerja Organisasi Pemerintah, LAN, Jakarta, 2001.

Keputusan Menteri Pertahanan RI Nomor : KEP/19/M/XII/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertahanan.

Mokhammad Abdul Mukhyi, “Pengantar Manajemen Umum” Penerbit Guna Darmua, Jakarta, 2001. Wan Usman, “Modul Perkuliahan S-2 KSKN, UI, “Manajemen /Strategik”, Jakarta, 2004.

(14)

MENIMBANG URGENSI RUU BHP »

BUDAYA ORGANISASI DALAM PENINGKATAN PROFESIONALISME PENDIDIK

February 8, 2009 by denovoidea Pendahuluan

Sebagian para ahli seperti Stephen P. Robbins, Gary Dessler (1992) dalam bukunya yang berjudul “Organizational Theory” (1990), memasukan budaya organisasi kedalam teori organisasi. Sementara Budaya perusahaan merupakan aplikasi dari budaya organisasi dan apabila diterapkan dilingkungan manajemen akan melahirkan budaya manajemen. Budaya organisasi dengan budaya perusahan sering disalingtukarkan sehingga terkadang dianggap sama, padahal berbeda dalam penerapannya.

Kita tinjau Pengertian budaya itu sendiri menurut : “The International Encyclopedia of the Social Science” (1972) dapat dilihat menurut dua pendekatan yaitu pendekatan proses (process-pattern theory, culture pattern as basic) didukung oleh Franz Boas (1858-1942) dan Alfred Louis Kroeber (1876-1960). Bisa juga melalui pendekatan structural-fungsional (structural-functional theory, social structure as abasic) yang dikembangkan oleh Bonislaw Mallllinowski (1884-1942) dan Radclife-Brown yang kemudian dari dua pendekatan itu Edward Burnett Tylor (1832-1917 secara luas mendefinisikan budaya sebagai :”…culture or civilization, taken in its wide ethnographic ense, is that complex whole wich includes knowledge,belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” atau Budaya juga dapat diartikan sebagai : “Seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2001: 72 ) sesuai dengan kekhasan etnik, profesi dan kedaerahan”(Danim, 2003:148).

Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih memahami budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata ilmu budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya seperti ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Sehingga ada beberapa istilah lain dari istilah budaya seperti budaya organisasi (organization culture) atau budaya kerja (work culture) ataupun biasa lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan istilah budaya perusahaan (corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah kultur pembelajaran sekolah (school learning culture) atau Kultur akademis (Academic culture)

Dalam dunia pendidikan mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur akademis yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan (habits), citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.

(15)

Para pimpinan sekolah khususnya dalam kapasitasnya menjalankan fungsinya sangat berperan penting dalam dua hal yaitu : a). Mengkonsepsitualisasikan visi dan perubahan dan b). Memiliki pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk mengtransformasikan visi menjadi etos dan kultur akademis kedalam aksi riil (Danim, Ibid., P.74).

Jadi terbentuknya Kultur akademis bisa dicapai melalui proses tranformasi dan perubahan tersebut sebagai metamorfosis institusi akademis menuju kultur akademis yang ideal. Budaya itu sendiri masuk dan terbentuk dalam pribadi seorang dosen itu melalui adanya adaptasi dengan lingkungan, pembiasaan tatanan yang sudah ada dalam etika pendidikan ataupun dengan membawa sistem nilai sebelumnya yang kemudian masuk dan diterima oleh institusi tersebut yang akhirnya terbentuklah sebuah budaya akademis dalam sebuah organisasi.

Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah nilai yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku dalam hal ini Ferdinand Tonnies membagi kebiasaan kedalam beberapa pengertian antara lain :

a) Kebiasaan sebagai suatu kenyataan objektif sehari-hari yang merupakan sebuah kelajiman baik dalam sikap maupun dalam penampilan sehari-hari. Seorang pendidik sebagai profesionalis biasa berpenampilan rapi, berdasi dan berkemeja dan bersikap formal, sangat lain dengan melihat penampilan dosen institut seni yang melawan patokan formal yang berlaku didunia pendidikan dengan berpakaian kaos dan berambut panjang.

b) Kebiasaan sebagai Kaidah yang diciptakan dirinya sendiri yaitu kebiasaan yang lahir dari diri pendidik itu sendiri yang kemudian menjadi ciri khas yang membedakan dengan yang lainnya.

c) Kebiasaan sebagai perwujudan kemauan untuk berbuat sesuatu yaitu kebiasaan yang lahir dari motivasi dan inisatif yang mencerminkan adanya prestasi pribadi. ( Soekanto, loc.cit, P. 174)

Pengertian budaya yang penulis teliti lebih banyak berhubungan dengan kepribadian dan sikap dosen dalam menyikapi pekerjaannya (profesionality), rekan kerjanya, kepemimpinan dan peningkatan karakter internal (maturity character) terhadap lembaganya baik dilihat dari sudut psikologis maupun sudut biologis seseorang. Dimana budaya akademis secara aplikatif dapat dilihat ketika para anggota civitas akademika sudah mempraktikan seluruh nilai dan sistem yang berlaku di perguruan tinggi dalam pribadinya secara konsisten.

Budaya dan kepribadian

Oleh karena budaya secara individu itu berkorelasi dengan kepribadian, sehingga budaya berhubungan dengan pola prilaku seseorang ketika berhadapan dengan sebuah masalah hidup dan sikap terhadap pekerjaanya. Didalamnya ada sikap reaktif seorang pendidik terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam otonomi kampus sebagaimana yang terjadi, dimana dengan adanya komersialisasi kampus bisakah berpengaruh terhadap perubahan kultur akademis penididik dalam sehari-harinya.

Dilihat dari unsur perbedaan budaya juga menyangkut ciri khas yang membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun yang membedakaan antara profesi yang satu dengan profesi yang lain. Seperti perbedaan budaya seorang dokter dengan seorang dosen, seorang akuntan dengan seorang spesialis, seorang professional dengan seorang amatiran.

(16)

Ciri khas ini bisa diambil dari hasil internalisasi individu dalam organisasi ataupun juga sebagai hasil adopsi dari organisasi yang mempengaruhi pencitraan sehingga dianggap sebagai kultur sendiri yang ternyata pengertiannya masih relatif dan bersifat abstrak. Kita lihat pengertian budaya yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai : “Sebuah system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. atau secara institusi nilai yang dianut oleh suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui reinventing maupun re-organizing”(Ibid, Soerjono Soekanto, P. 174)

Budaya juga tercipta karena adanya adopsi dari organisasi lainnya baik nilai, jargon, visi dan misi maupun pola hidup dan citra organisasi yang dimanefestasikan oleh anggotanya. Seorang pendidik sebagai pelaku organisasi jelas berperan sangat penting dalam pencitraan kampus jauh lebih cepat karena secara langsung berhadapan dengan mahasiswa yang bertindak sebagai promotor pencitraan di masyarakat sementara nilai pencitraan sebuah organisasi diambil melalui adanya

pembaharuan maupun pola reduksi langsung dari organisasi sejenis yang berpengaruh dalam dunia pendidikan.

Sebuah nilai budaya yang merupakan sebuah sistem bisa menjadi sebuah asumsi dasar sebuah organisasi untuk bergerak didalam meningkatkan sebuah kinerjanya yang salah satunya terbentuknya budaya yang kuat yang bisa mempengaruhi. McKenna dan Beech berpendapat bahwa : „Budaya yang kuat mendasari aspek kunci pelaksaan fungsi organisasi dalam hal efisiensi, inovasi, kualitas serta mendukung reaksi yang tepat untuk membiasakan mereka terhadap kejadian-kejadian, karena etos yang berlaku mengakomodasikan ketahanan“(McKenna, etal, Terjemahan Toto Budi Santoso, 2002: 19) Sedang menurut Talizuduhu Ndraha mengungkapkan bahwa “Budaya kuat juga bisa dimaknakan sebagai budaya yang dipegang secara intensif, secara luas dianut dan semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan dan berpengaruh terhadap lingkungan dan prilaku manusia”(Ndraha, 2003:123).

Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap sistem prilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik didalam organisasi maupun diluar organisasi.

Sekali lagi kalau Budaya hanya sebuah asumsi penting yang terkadang jarang diungkapkan secara resmi tetapi sudah teradopsi dari masukan internal anggota organisasi lainnya.

Vijay Sathe mendefinisikan budaya sebagai “The sets of important assumption (opten unstated) that member of a community share in common” (Sathe, 1985:18). Begitu juga budaya sebagai sebuah asumsi dasar dalam pembentukan karakter individu baik dalam beradaptasi keluar maupun berintegrasi kedalam organisasi lebih luas diungkapkan oleh Edgar H. Schein bahwa budaya bisa didefinisikan sebagai :

“A pattern of share basic assumption that the group learner as it solved its problems of external adaptation anda internal integration, that has worked well enough to be considered valid and therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to these problems” ( Schein, 1992:16).

Secara lengkap Budaya bisa merupakan nilai, konsep, kebiasaan, perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah organiasasi yang kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Bisa berupa prilaku langsung apabila menghadapi

(17)

permasalahan maupun berupa karakter khas yang merupakan sebuah citra akademik yang bisa mendukung rasa bangga terhadap profesi dirinya sebagai dosen, perasaan memiliki dan ikut menerapkan seluruh kebijakan pimpinan dalam pola komunikasi dengan lingkungannya internal dan eksternal belajar. Lingkungan pembelajaran itu sendiri mendukung terhadap pencitraan diluar organisasi, sehingga dapat terlihat sebuah budaya akan mempengaruhi terhadap maju mundurnya sebuah organisasi. Seorang profesional yang berkarakter dan kuat kulturnya akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi dan secara sekaligus meningkatkan citra dirinya.

Organisasi dan budaya

Membahas budaya, jelas tidak bisa lepas dari pengertian organisasi itu sendiri dan dapat kita lihat beberapa pendapat tentang organisasi yang salah satunya diungkapkan Stephen P. Robbins yang mendefinisikan organisasi sebagai “…A consciously coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary that function or relatively continous basis to achieve a common goal or set of goal” (Robbins, 1990:4). Sedangkan Waren B. Brown dan Dennis J. Moberg

mendefinisikan organisasi sebagai “…. A relatively permanent social entities characterized by goal oriented behavior, specialization and structure” (Brown,etal,1980:6).

Begitu juga pendapat dari Chester I. Bernard dari kutipan Etzioni dimana organisasi diartikan sebagai “Cooperation of two or more persons, a system of conciously coordinated personell activities or forces” (Etzioni, 1961:14).

Sehingga organisasi diatas pada dasarnya apabila dilihat dari bentuknya, organisasi merupakan sebuah masukan (input) dan keluaran (output) serta bisa juga dilihat sebagai living organism yang memiliki tubuh dan kepribadian, sehingga terkadang sebuah organisasi bisa dalam kondisi sakit (when an organization gets sick). Sehingga organisasi dianggap Sebagai suatu output (keluaran) memiliki sebuah struktur (aspek anatomic), pola kehidupan (aspek fisiologis) dan system budaya (aspek kultur) yang berlaku dan ditaati oleh anggotanya.

Dari pengertian Organisasi sebagai output (luaran) inilah melahirkan istilah budaya organisasi atau budaya kerja ataupun lebih dikenal didunia pendidikan sebagai budaya akademis. Untuk lebih menyesuaikan dengan spesifikasi penelitian penulis mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah budaya akademis.

Menurut Umar Nimran mendefinisikan budaya organisasi sebagai “Suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain” (Umar Nimran, 1996: 11).

Sedangkan Griffin dan Ebbert (Ibid, 1996:11) dari kutipan Umar Nimran Budaya organisasi atau bisa diartikan sebagai “Pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri perusahaan/organisasi”. Sementara Taliziduhu Ndraha Mengartikan Budaya organisasi sebagai “Potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini” (op.cit, Ndraha, P. 102). Lebih luas lagi definisi yang diungkapkan oleh Piti Sithi-Amnuai (1989) dalam bukunya “How to built a corporate culture” mengartikan budaya organisasi sebagai : A set of basic assumption and beliefs that are shared by members of an organization, being developed as they learn to cope with problems of external adaptation and internal integration (Seperangkat asumsi dan keyakinan dasar yang dterima anggota dari sebuah organisasi yang dikembangkan melalui proses belajar dari masalah penyesuaian dari luar dan

(18)

integarasi dari dalam) (Pithi Amnuai dari kutipan Ndraha, p.102)

Hal yang sama diungkapkan oleh Edgar H. Schein (1992) dalam bukunya “Organizational Culture and Leadershif” mangartikan budaya organisasi lebih luas sebagai :

“ …A patern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to these problems. (“…suatu pola sumsi dasar yang ditemukan, digali dan dikembangkan oleh sekelompok orang sebagai pengalaman memecahkan permasalahan, penyesuaian terhadap faktor ekstern maupun integrasi intern yang berjalan dengan penuh makna, sehingga perlu untuk diajarkan kepada para anggota baru agar mereka mempunyai persepsi, pemikiran maupun perasaan yang tepat dalam mengahdapi problema organisasi tersebut) (loc.cit, Schein, P.16)

Sedangkan menurut Moorhead dan Griffin (1992) budaya organisasi diartikan sebagai :

Seperangkat nilai yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan-tindakan mana yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara simbolis lainnya (McKenna,etal, op.cit P.63).

Amnuai (1989) membatasi pengertian budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota sebuah organisasi dari hasil proses belajar adaptasi terhadap permasalahan ekternal dan integrasi permasalahan internal.

Organisasi memiliki kultur melalui proses belajar, pewarisan, hasil adaptasi dan pembuktian terhadap nilai yang dianut atau diistilahkan Schein (1992) dengan considered valid yaitu nilai yang terbukti manfaatnya. selain itu juga bisa melalui sikap kepemimpinan sebagai teaching by example atau menurut Amnuai (1989) sebagai “through the leader him or herself” yaitu pendirian, sikap dan prilaku nyata bukan sekedar ucapan, pesona ataupun kharisma.

Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa budaya organisasi diartikan sebagai kristalisasi dari nilai-nilai serta merupakan kepercayaan maupun harapan bersama para anggota organisasi yang diajarkan dari generasi yang satu kegenerasi yang lain dimana didalamnya ada perumusan norma yang disepakati para anggota organisasi, mempunyai asumsi, persepsi atau pandangan yang sama dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam organisasi.

Hal-hal yang mempengaruhi budaya organisasi

Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as they learn to cope with problems of external adaptation anda internal integration (Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi) ( Opcit Ndraha, P.76).

Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

(19)

2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.

3. Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.

Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption” (loc.cit Vijay Sathe, p. 18), Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :

a). Share thing, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.

b). Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seperti didunia pendidikan terdapat istilah Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.

c). Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.

d). Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya. Sedangkan menurut pendapat dari Dr.Bennet Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi. (Silalahi, 2004:8) harus mencakup faktor-faktor antara lain : Keyakinan, Nilai, Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan terhadap kemampuan pekerja

Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43)

bisa dilaksanakan antara lain berupa :

a) Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul b) Menentukan batas-batas antar kelompok.

c) Distribusi wewenang dan status.

d) Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan. e) Menentukan imbalan dan ganjaran

f) Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.

Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya organisasi /perusahaan/budaya kerja/budaya akademis (Republika, 27 Juli 1994:8) yaitu :

1) Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang dominan 2) Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama. 3) Teknologi, produksi dan jasa

(20)

5) Pelanggan/stakehoulder akademis 6) Harapan perusahaan/organisasi 7) Sistem informasi dan kontrol

8) Peraturan dan lingkungan perusahaan 9) Prosedur dan kebijakan

10) Sistem imbalan dan pengukuran 11) Organisasi dan sumber daya 12) Tujuan, nilai dan motto. Budaya dengan profesionalisme

Dalam perkembangan berikutnya dapat kita lihat ada keterkaitan antara budaya dengan disain organisasi atau hubungan budaya dengan keberhasilan suatu perguruan tinggi sesuai dengan design culture yang akan diterapkan. Untuk memahami disain organisasi tersebut, Harrison dalam McKenna (2002) membagi empat tipe budaya organisasi :

1. Budaya kekuasaan (Power culture).

Budaya ini lebih mempokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara

memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti esepsi dan keinginan anggota suatu organisasi. Seorang dosen, seorang guru dan seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelajiman diinstitusi pendidikan yang masih meenganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan institusi akademis, terkadang melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya sebuah perguruan tinggi.

2. Budaya peran (Role culture)

Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran/jabatan/posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan mengastabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan

status/posisi/peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu mengstabilkan suatu organisasi. Bagi seorang dosen tetap jauh lebih cepat menerima seluruh kebijakan akademis daripada dosen terbang yang hanya sewaktu-waktu hadir sesuai dengan jadwal perkuliahan. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam organisasi.

Bentuk budaya ini kalau diterapkan dalam budaya akademis dapat dilihat dari sejauhmana peran dosen dalam merancang, merencanakan dan memberikan masukan (input) terhadap pembentukan suatu nilai budaya kerja tanpa adanya birokarasi dari pihak pimpinan. Jelas masukan dari bawah lebih independen dan dapat diterima karena sudah menyangkut masalah personal dan bisa didukung oleh berbagai pihak melalui adanya perjanjian psikologis antara pimpinan dengan dosen yang dibawahnya. Budaya peran yang diberdayakan secara jelas juga akan membentuk terciptanya profesionalisme kerja seorang dosen dan rasa memiliki yang kuat terhadap peran sosialnya di kampus serta aktifitasnya diluar keegiatan

(21)

akademis dan kegiatan penelitian. 3. Budaya pendukung (Support culture)

Budaya dimana didalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota dibawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi/institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas didalamnya ada keselaran antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri. Dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus menerus (longlife education)

4. Budaya prestasi (Achievement culture)

Budaya yang didasarkan pada dorongan individu dalam organisasi dalam suasana yang mendorong eksepsi diri dan usaha keras untuk adanya independensi dan tekananya ada pada keberhasilan dan prestasi kerja. Budaya ini sudah berlaku dikalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.

Dari empat tipe budaya diatas cukup mengena dalam kaitannya dengan pengaruh budaya terhadap kinerja seorang dosen dapat dilihat dari budaya prestasi atau lebih tepat sebagai bentuk profesionalisme seorang dosen dalam perannya, dimana Handi (1985) menyebutnya dengan istilah budaya pribadi (person-culture).

Istilah profesionalisme dalam dunia kependidikan bukanlah hal yang baru. Penulis beranggapan bahwa profesionalisme itulah sebagian dari apilikasi budaya organisasi secara person culture dalam hal ini dapat dilihat dari karakter dosen dalam mengaplikasikan budaya akademis yang sudah disampaikan oleh pihak institusi kampus.

Dalam rangka peningkatan kultur akademis dan profesionalisme kerja perlu adanya pengelolaan dosen (Sufyarma, 2004:183), antara lain :

a) Meningkatkan kualitas komitmen dosen terhadap pengembangan ilmu yang sejalan dengan tugas pendidikan dan pengabdian pada masyarakat

b) Menumbuhkan budaya akademik yang kondusif untuk meningkatkan aktifitas intelektual.

c) Mengusahakan pendidikan lanjut dan program pengembangan lain yang sesuai dengan prioritas program studi.

d) Menata ulang penempatan dosen yang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya agar profesionalisme dan efisiensi dapat ditingkatkan.

e) Melakukan pemutakhiran pengetahuan dosen secara terus menerus dan berkesinambungan.

Sehingga perguruan tinggi harus dikelola dengan professional memiliki dua faktor sebagai bentuk penerapan budaya akademis yang kuat yaitu :

(22)

Adapun profesional personal ini memiliki karakteristik antara lain :

a) Bangga atas pekerjaannya sebagai dosen dengan komitmen pribadi yang kuat atas kreatifitas. b) Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan penuh inisatif.

c) Ingin selalu mengerjakan pekerjaan dengan tuntas dan ikut terlibat dalam berbagai tugas diluar yang ditugaskan kepadanya.

d) Ingin terus belajar untuk meningkatkan kemampuan kerja dan kemampuan melayani. e) Mendengarkan kebutuhan mahasiswa dan dapat bekerja denga baik dalam tim. f) Dapat dipercaya, jujur, terus terang dan loyal.

g)Terbuka terhadap kritik yang bersifat konstruktif serta siap untuk meningkatkan dan menyempurnakan dirinya. 2. Professional institusional.

Adapun karakteristik profesional institusional dapat dilihat dalam karakteristik sebagai berikut : a) Perkuliahan berjalan lancar, dinamis dan dialogis.

b) Masa studi mahasiswa tidak lama dan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan memperoleh indeks prestasi yang tinggi.

c) Minat masyarakat yang memasuki perguruan tuinggi adalah besar, karena perguruan tinggi yang bersangkutan adalah legitimate dan credible.

d) Memiliki staf pengajar yang telah lulus studi lanjut (S2 dan S3) dan e) Aktif dalam Pertemuan ilmiah serta produktif dalam karya ilmiah.

f) Pengelolaan perguruan tinggi yang memiliki visi yang jauh kedepan, otonom, fleksible serta birokrasi yang singkat dan jelas.

g) Program perguruan tinggi, baik akademik maupun administratif harus disusun secara sistematis, sistemik dan berkelanjutan.

h) Kampus harus dibenahi secara bersih, hijau dan sejuk.

i). Alumni perguruan tinggi harus mampu bersaing secara kompetitif, baik secaranasional maupun global.

Sedangkan Mahfud MD (1998:4) antara lain menunjukan beberapa karakteristik budaya akademis yang berpengaruh terhadap profesionalisme dosen sebagai berikut :

1) Bangga atas pekerjaannya sebagai dosen dengan komitmen pribadi yang kuat dan berkualitas. 2) Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan penuh inisiatif.

3) Ingin selalu menegrjakan pekerjaan dengan tuntas dan ikut terlibat dalam berbagai peran diluar pekerjaannya. 4) Ingin terus belajar untuk meningkatkan kemampuan kerja dan kemampuan melayani.

5) Mendengar kebutuhan pelanggan dan dapat bekerja dengan baik dalam suatu tim. 6) Dapat dipercaya, jujur, terus terang dan loyal.

(23)

Selain itu kita lihat ada lima diskursus professional ( Danim, 2003:.126-127) yang berbeda diseputar profesionalisme keguruan yaitu antara lain :

1) Profesionalisme material (Material professionalism) merujuk pada kemampuan professional guru atau tenaga pengembang lain dilihat dari prespektif penguasaan material bahan ajar yang harus ditransformasikan dikelas ataupun diluar kelas.

2) Profesionalime metodologikal (Methodological professionalism) merujuk pada penguasaan metode dan strategi serta seni mendidik dan mengajar sehingga memudahkan proses belajar mengajar.

3) Profesionalisme sosial (Social professionalism) merujuk pada kedudukan guru dan tenaga pengembang lain sebagai manusia biasa dan sebagai anggota masyarakat dengan tidak kehilangan identitas budaya sebagai pendidik oleh karena bisa diajdikan contoh dan referensi prilaku dalam kehidupan masyarakat.

4) Profesionalisme demokratis (democratic professionalism) merujuk pada tugas pokok dan fungsi yang ditampilkan oleh guru dan tenaga pengembang lainnya harus beranjak dari, oleh dan untuk peserta didiknya sehingga mencerminkan miniature demokrasi masyarakat.

5) Profesionalisme manajerial (managerial professionalism) merujuk pada kedudukan guru bukanlah orang yang secara serta merta mentransmisikan bahan ajar saja tapi juga bertindak sebagai direktur, manajer atau fasilaitastor belajar. Karakteristik budaya organisasi.

Untuk menentukan indikator secara pasti mengenai budaya organisasi jauh lebih sulit tetapi penulis mengambil dari beberapa pendapat para ahli mengenai indikator yang menentukan budaya organisasi.

Khun Chin Sophonpanich memasukan budaya pribadi ke dalam Bank Bangkok 50 tahun yang lalu dengan beberapa indikator antara lain :

a). Ketekunan (dilligency), b). Ketulusan (sincerity), c). Kesabaran (patience) dan

d). Kewirausahaan (entrepreneurship).

Sedangkan Amnuai dan Schien membagi budaya organisasi kedalam beberapa indikator yaitu antara lain a). Aspek kualitatif (basic)

b). Aspek kuantitatif (shared) dan aspek terbentuknya c).. Aspek komponen (assumption dan beliefs), d). Aspek adaptasi eksternal (eksternal adaptation)

e). Aspek Integrasi internal (internal integration) sebagai proses penyatuan budaya melalui asimilasi dari budaya organisasi yang masuk dan berpengaruh terhadap karakter anggota.

Selangkah lebih maju tinjauan dari Dr.Bennet Silalahi yang melihat budaya kerja dapat dilihat dari sudut teologi dan deontology (Silalahi, 2004:25-32) seperti pandangan filsafat Konfutse, etika Kristen dan prinsip agama Islam. Kita tidak

(24)

memungkiri pengaruh tiga agama ini dalam percaturan peradaban dunia timur bahkan manajemen barat sudah mulai memperhitungkannya sebagai manajemen alternatif yang didifusikan ke manajemen barat setelah melihat kekuatan ekonomi Negara kuning seperti Cina, Jepang dan Korea sangat kuat. Perimbangan kekuatan ras kuning Asia yang diwakili Jepang, Korea dan Cina tentu saja tidak bisa melupakan potensi kekuatan ekonomi negara-negara Islam yang dari jumlah penduduknya cukup menjanjikan untuk menjadi pangsa pasar mereka.

Tinjauan ajaran Islam membagi budaya kerja kedalam beberapa indikator antara lain :

a) Adanya kerja keras dan kerjasama (QS. Al-Insyiqoq : 6, Al-Mulk : 15, An-Naba : 11 dan At-taubah : 105)) b) Dalam setiap pekerjaan harus unggul/professional/menjadi khalifah (An-Nahl : 93. Az-Zumar : 9, Al-An’am : 165) c) Harus mendayagunakan hikmah ilahi (Al-Baqoroh : 13)

d) Harus jujur, tidak saling menipu, harus bekerjasama saling menguntungkan. e) Kelemah lembutan.

f) Kebersihan

g) Tidak mengotak-kotakan diri/ukhuwah h) Menentang permusuhan.

Lebih jelas lagi diungkapkan oleh Desmond graves (1986:126) mencatat sepuluh item research tool (dimensi kriteria, indikator) budaya organisasi yaitu :

1. Jaminan diri (Self assurance)

2. Ketegasan dalam bersikap (Decisiveness)

3. Kemampuan dalam pengawasan (Supervisory ability) 4. Kecerdasan emosi (Intelegence)

5. Inisatif (Initiative)

6. Kebutuhan akan pencapaian prestasi (Need for achievement) 7. Kebutuhan akan aktualisasi diri (Need for self actualization) 8. Kebutuhan akan jabatan/posisi (Need for power)

9. Kebutuhan akan penghargaan (Need for reward) 10. Kebutuhan akan rasa aman (Need for security). Penutup

Dari uraian diatas bahwa peningkatan kualitas kinerja seorang pendidik bisa dilakukan dengan memperhatikan kepuasan kerja secara intensif baik kepuasan intrinsik maupun kepuasan ekstrinsik dan memperbaiki budaya organisasi yang hanya berorientasi tugas semata dengan menerapkan budaya kerja yang berorientasi kinerja, persaingan, yang di sinergiskan dengan upaya re-inveting organisasi dan pengembangan jenjang karier secara berkala atau memperbaiki budaya organisasi yang berpola paternalistik dengan budaya organisasi berpola profesionalisme.

(25)

kepada pihak pimpinan mengenai hal-hal yang menjadi hambatan psikologis dan komunikasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan baik instrinsik maupun ekstrinsik dan pihak pimpinan senantiasa memperhatikan dan memegang teguh prinsip keadilan dan humanitas dalam pengembangan diri dimasa yang akan datang.

Agar membentuk kesadaran untuk tetap meningkatkan semangat dan budaya kerja yang inisiatif, kreatif dan penuh inovasi dan pihak pimpinan akademisi atau institusi dapat mengembangkan budaya terbuka dan dorongan terhadap seluruh aktifitas akademis yang didukung oleh adanya penghargaan, pengakuan dan bersifat reaktif dan pro-aktif terhadap permasalahan akademis maupun non-akademis yang terjadi dikalangan pendidik yang sebenarnya bisa berakibat

menurunnya citra dan semangat kekeluargaan antara pendidik dengan pihak pimpinan akademisi..

Peningkatan kepuasan kerja berupa materi maupun non-materi untuk meningkatkan kesejahteraan dosen, kemudian tingkatkan budaya akademisi yang berbasis pada peningkatan penelitian, pengembangan jenjang pendidikan dosen yang diseimbangkan dengan ketegasan dan control sehingga tercipta budaya akdemisi yang kondusif. Serta Tingkatkan profesionalisme kerja dalam pemberian jenjang jabatan tanpa menghilangkan budaya kekeluargaan yang kuat dan didasari adanya control dan penghargaan serta pengakuan yang proporsional.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta : Rineka Cipta, 2001) P. 72 Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu Pengantar, (Jakarta : Grafindo, 2003), P. 174 Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), P.148.

Eugene McKenna dan Nic Beec, The Essence of : Manajemen Sumber Daya Manusia,Terj. Toto Budi Santoso, (Yogjakarta : Penerbit Andi, 2002) P. 19

Taliziduhu Ndraha, Budaya organisasi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003) p.123.

Vijay Sathe, Culture and Related corporate Realities, (Homewood : Richard D. Irwin, Inc., 1985) p. 18 Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadershif, (San Fransisco : Josseybass Publ, 1992) p.16.

Stephen P. Robbins,Organizational Theory: Structure Design and Aplication (New Jersey : Prentice Hall, Inc., 1990), P.4 Waren B.Brown dan Denis J. Moberg, Organization Theory and Mangement: A Macro Approach, (New York : John Wiley & Sons,1980), P. 6.

Amitai Etzioni, Complex Organization : A Sociological Reader, (New York : Rine Hart & Winston, 1961) P.14. Umar Nimran, Kebijakan Perusahaan, (Jakarta : Karunika UT, 1996), P. 11.

Eugene McKenna & Nic Beech, op.cit P.63..

Prof. Dr. Bennet Silalahi, Corporate Culture and Performance Appraisal, (Jakarta : Al-Hambra, 2004), P. 8. Kutipan Republika, 27 JUli 1994:8

Harisson R., Understanding your Organization’s Character, (Harvard Business Review, May-June1972 : 119-128). dikutif langsung (atau tidak langsung) oleh Eugene McKenna dan Nic Beec, The essence of : Mannajemen Sumber Daya Manusia,Trj. Toto Budi Santoso, (Yogjakarta : Penerbit Andi, 2002) P. 65

(26)

C. Handy, Understanding Organizations, (London : Penguin, 1985), dikutip langsung oleh Eugene McKenna dan Nic Beec, The Essence of : Manajemen Sumber Daya Manusia,Trj. Toto Budi Santoso, (Yogjakarta : Penerbit Andi, 2002) P. 66 Sufyarma, Kapita selekta : Manajemen Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2004), P.183.

Mohammad Mahfud M.D., Workshop Nasional : Relevansi Peraturan Perundang-undangan dalam Menyongsong Perguruan Tinggi di Indonesia pada abad ke 21, (Yogyakarta : Kerjasama UII dan Untar, 1998), P. 4.

Sudarwan Danim, Menjadi Komunitas Pembelajaran, (Jakarta ; Bumi Aksara, 2003), p.126-127. Bennet Silalahi, Corporate Culture & Performance Apparaisal, (Jakarta : Al-Hambra, 2004), p.25-32

Desmond graves, Corporate Culture : Diagnosis and Change Auditing and Changing the Culture of Organization, (London : Frances Pinter Publishing, 1986) P.126.

(27)

BUDAYA ORGANISASI

Poor

Budaya organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implicit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok

tersebut rasakan, pikirkan , dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Budaya merefleksikan nilai-nilai dan keyakinan

yang dimiliki oleh anggota organisasi. Nilai-nilai tersebut cenderung berlangsung dalam waktu lama dan lebih tahan terhadap perubahan.

Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada

system nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi tersebut.

Menurut Taliziduhu Ndraha (1997:65) mengemukakan bahwa: “budaya organisasi sebagai input terdiri dari pendiri organisasi, pemilik

organisasi, sumber daya manusia, pihak yang berkepentingan, dan masyarakat.

Ada tiga tingkatan dalam menganalisis budaya organisasi, yaitu: 1. Budaya organisasi yang tampak (observable culture).2. Nilai-nilai yang

dikontribusikan (shared values), dan 3. Asumsi-asumsi umum, seperti yang dikemukakan oleh John R.Schermerhorn, James G.Hunt, dan

Richard N.Osborn (1991: 341)

Menurut Edgar H.Schein, tingkat pertama dari analisis budaya organisasi adalah fakta-fakta seni, ciptaan-ciptaan, teknologi, seni dan

bentuk-bentuk perilaku yang tampak serta dapat didengar. Adapun tingkat analisis kedua adalah kesadaran terhadap nilai-nilai yang berlaku

dan tingkat analisis ketiganya adalah asumsi-asumsi dasar, hubungan dengan lingkungan, kenyataan dan kebenaran, aktivitas manusia

serta hubungan manusia.

BUDAYA ORGANISASI DAN UNSUR-UNSURNYA (At a Glance)

Pengertian Budaya Organisasi

Keith Davis dan John W.Newstrom (1989:60) mengemukakan bahwa: “ organizational culture is the set of assumptions, beliefs, values, and

norm that is shared among its member ”. Lebih lanjutJohn R Schermerhorn dan James G. Hunt (1991:340) mengemukakan bahwa “

organizational culture is the system of shared beliefs and values that develops within an organization and guides the behavior of its member ”. Sedangkan Edgar h.Schein (1992: 21) berpendapat bahwa: “ An organization‟s culture is a pattern of basic assumptions invented,

discovered or developed by a given groups as it learns to cope with is problems of external adaptation and internal integration that has

worked well enough to be considered valid and to be taugh to new members as the coorect way to perceive, think and feel in relation to

these problems.

Referensi

Dokumen terkait

Dan ketika siswa dalam kelas tersebut sudah terlihat siap untuk menerima materi pelajaran, selanjutnya Bapak Masadi akan melakukan tanya jawab dengan para siswa sebagai

1) Hearing aids will be provided but will not return hearing to normal. They should be worn at all times but may give limited benefit.. 4) Consideration may be given to a

The holder of the Customer Fund Account is fully responsible for any consequences arising from the management of the Customer Fund Account by Securities Company or Custodian Bank

Adanya akumulasi bahan anorganik, terutama amonia sebagai hasil metabolisme ikan serta proses dekomposisi pakan yang tak termakan dan feses dalam kolam merupakan masalah

Kursus ini memperkukuh pengetahuan pelajar kepada beberapa aspek dalam proses penyelidikan dalam pendidikan seperti m engenal pasti bidang dan topik penyelidikan; tujuan

Computer playfulness merupakan motivasi instrinsik dalam diri seseorang, adanya sikap spontanitas tertarik untuk menggunakan suatu teknologi komputer yang baru tentu akan

Dalam pengelolaan PNBP untuk menandaklanjuti saran perbaikan dari Badan Pemeriksa Keuangan RI (2015) dalam temuan PNBP adalah dengan diterbitkannya Peraturan

1 Irma “ wawancara” 12 April 2019.. Pandangan penulis juga melihat adanya gerakan yang berkaitan dengan unsur- unsur islam di didalamanya yaitu juru kunci mengangkat kedua