• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS DAN TARAF PEMBERIAN PUPUK ORGANIK PADA PRODUKTIVITAS TANAMAN ALFALFA (Medicago sativa L.) DI BOGOR JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS DAN TARAF PEMBERIAN PUPUK ORGANIK PADA PRODUKTIVITAS TANAMAN ALFALFA (Medicago sativa L.) DI BOGOR JAWA BARAT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS DAN TARAF PEMBERIAN PUPUK

ORGANIK PADA PRODUKTIVITAS TANAMAN ALFALFA

(Medicago sativa L.) DI BOGOR JAWA BARAT

(Effect of Type and Dosage of Organic Fertilizer on Production of Alfalfa

(Medicago sativa L.) in Bogor West Java)

SAJIMIN,N.D.PURWANTARI danR.MUJIASTUTI

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002

ABSTRACT

Alfalfa (Medicago sativa L) has been grown as a forage crop and can now be found almost anywhere in the world. Alfalfa has spread and become popular because of its productivity and high feed value. However, the development of Alfalfa in Indonesia is hardly reported. This research was conducted in order to investigate the effect of type and dosage of organic fertilizer on forage production of Alfalfa. The treatments were arranged in randomized complete block (RCB) design with 5 replications. The treatment were: P1 (rabbit manure), P2 (chicken manure), P3 (sheep manure) and dosage of fertilizer were: (D1: 0 ton/ha; D2: 10 ton/ha; D3: 15 ton/ha and D4: 20 ton/ha). Data collected were plant height, fresh and dry weight of shoot every 6 weeks. The result showed that the type of organic fertilizer of 20 ton/ha was significantly affected plant growth and total fresh and dry weight. The highest forage production was from Alfalfa fertilized with chicken manure, 9.53 g/plant and followed by rabbit manure 8.33 g/plant and sheep manure 7.25 g/plant. This result was higher than control by 86.56, 63.01 and 41.94%, respectively. It is concluded that the type and dosage of fertilizer were significantly improved growth and forage production.

Key Words: Alfalfa, Organic Fertilizer, Forage Production

ABSTRAK

Tanaman Alfalfa (Medicago sativa L) adalah merupakan tanaman pakan yang populer dan tumbuh di mana-mana karena produksi tinggi dan nilai nutrisinya. Perkembangan tanaman Alfalfa di Indonesia belum banyak dilaporkan. Penelitian ini melakukan pengamatan produksi hijauan yang diberi tiga jenis pupuk kandang dengan taraf berbeda. Rancangan percobaan acak kelompok dengan 5 ulangan yaitu menggunakan pupuk kandang kelinci (P1), pupuk kandang ayam (P2), pupuk kandang domba (P3) dengan dosis pupuk D1 = 0 ton/ha; D2 = 10 ton/ha; D3 = 15 ton/ha dan D4 = 20 ton/ha. Data yang diukur adalah tinggi tanaman, produksi hijauan segar dan kering. Hasil percobaan menunjukkan tinggi dan produktivitas hijauan Alfalfa dengan pemberian pupuk kandang 20 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman dan produksi hijauan tertinggi. Penggunaan pupuk kandang ayam berpengaruh nyata pada produksi kering hijauan rata-rata 9,53 g/tanaman kemudian diikuti pupuk kelinci 8,33 g/tanaman dan terendah pupuk domba 7,25 g/tanaman. Hasil ini lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan kontrol berturut-turut 86,56; 63,01 dan 41,94 %. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis pupuk dan taraf pemberian berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan.

Kata Kunci: Alfalfa, Pupuk Organik, Produktivitas Hijauan

PENDAHULUAN

Alfalfa (Medicago sativa L) atau yang lebih dikenal dengan Lucerne termasuk tanaman leguminosa perenial dan merupakan hijauan pakan yang populer di dunia dan telah berkembang secara luas sebagai pakan ternak.

Tanaman Alfalfa membutuhkan sinar matahari dan kadar kapur yang cukup. Menurut RADOVIC et al. (2009) Alfalfa memerlukan drainase baik, pH 6,5 atau lebih dengan kesuburan tanah yang baik. Alfalfa dapat beradaptasi pada daerah kering. Menurut HOY et al. (2002) Alfalfa adalah leguminosa yang biasa tumbuh di

(2)

daerah temperate (sedang) dan berumur 8 – 10 tahun.

Produksi hijauan Alfalfa di luar negeri dilaporkan mencapai 80 ton/ha bahan segar atau 20 ton/ha bahan kering dengan kandungan protein tinggi (RADOVIC et al., 2009). Tanaman tersebut juga mengandung asam amino serta kaya vitamin serta unsur mineral penting untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak (MARKOVIC et al., 2007). Bahkan dimanfaatkan sebagai konsumsi manusia untuk kesehatan terutama sumber klorofil.

Di Amerika sebagai komoditas utama dengan menempati urutan keempat di sektor pertanian setelah jagung, kedele dan gandum. Alfalfa ini dalam bentuk hay telah diekspor ke Jepang, Korea, Taiwan, Mexico dan Kanada sekitar 5% (WORC, 2005). Kemudian LANDERS et al. (2005) melaporkan sebagai pakan ternak unggas saat rontok bulu, bila diberikan tepung Alfalfa secara ad libitum dapat mempertahankan kualitas telur. Keadaan ini memberi gambaran peranan Alfalfa merupakan komoditas hijauan yang dapat digunakan untuk berbagai jenis ternak. Pemanfaatan Alfalfa umumnya digunakan untuk pakan sapi perah, sapi potong, babi dan domba.

Sedangkan di Indonesia tanaman Alfalfa baru mulai dikembangkan beberapa tahun terakhir ini, sehingga belum diketahui pertumbuhan dan produktivitasnya serta penggunaannya sebagai pakan ternak. Perkembangan tanaman Alfalfa di Indonesia pertama dibudidayakan tahun 1996 di Boyolali hingga menyebar ke BPTU-Baturaden tahun 2004 sampai 2005 kemudian Ciawi 2007. Tanaman tersebut ditanam dari biji impor. Pengembangan Alfalfa di Boyolali dan Baturaden tidak menghasilkan biji.

Untuk meningkatkan produksi hijauannya, antara lain dengan pemupukan. Pemberian

pupuk kandang bermanfaat untuk

meningkatkan kandungan bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan ketersediaan hara. Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah (SOEPARDI, 1983). Susunan kimia pupuk kandang berbeda-beda tergantung dari jenis ternak, umur ternak,

sifat fisik dan kimiawi tanah mendorong kehidupan mikroba tanah yang mengubah berbagai faktor dalam tanah sehingga menjadi faktor yang menjamin kesuburan tanah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan Alfalfa. Mengingat saat ini belum banyak informasi mengenai kebutuhan pupuk kandang untuk tanaman Alfalfa.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di rumah kaca Balitnak Ciawi-Bogor pada tanah ultisol dari Januari – Desember 2009, lokasi percobaan terletak pada ketinggian 500 m dari permukaan laut.

Bahan tanaman yang digunakan adalah dari biji Alfalfa yang disemaikan dalam bak berisi pasir dan setelah satu bulan dipindahkan ke pot yang telah diisi tanah kering sebanyak 15 kg. Satu minggu sebelum tanam pupuk kandang dicampur sesuai dosis perlakuan yang dikonversikan dengan luas permukaan pot sehingga tiap pot mendapatkan pupuk kandang 700 g/pot (dosis 10 ton/ha), 1050 g/pot (15 ton/ha) dan 1400 g/pot (20 ton/ha). Setelah tanaman tumbuh merata selama 4 bulan kemudian dipotong bersamaan (pemerataan) kemudian pengukuran produksi setiap 6 minggu. Hasil yang diperoleh ditimbang berat segar kemudian dikeringkan dalam oven dengan temperatur 60°C hingga mendapatkan berat kering stabil (48 jam).

Perlakuan disusun dalam rancangan percobaan acak kelompok (RAK) pola faktorial dan lima ulangan. Perlakuan percobaan adalah menggunakan pupuk kandang (P) yang terdiri dari tiga jenis pupuk kandang yaitu: P1: Pupuk kandang kelinci; P2: pupuk kandang ayam dan P3: pupuk kandang domba. Masing-masing jenis pupuk diberikan dengan dosis: D1: 0 ton/ha; D2: 10 ton/ha; D3: 15 ton/ha; D4: 20 ton/ha.

Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tanaman dan produksi hijauan berat segar dan berat kering serta kandungan protein kasar pada akhir percobaan.

(3)

dan 2. Pada Tabel 1 menunjukkan media tanah yang digunakan termasuk pasir berlempung dengan pH rendah dan kandungan bahan organik sedang. Ketersediaan P tinggi, K rendah, Ca sedang, Mg sedang. Hasil analisa tiga jenis pupuk organik dengan kandungan N termasuk tinggi terutama pada pupuk ayam kemudian kandungan P, K, Ca, Mg dan S termasuk sedang (Tabel 2)

Pertumbuhan tanaman Alfalfa (M. sativa)

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman sebelum pemotongan rata-rata tinggi tanaman

Alfalfa dengan pemberian beberapa jenis dan dosis pupuk kandang tertera pada Tabel 3. Pada Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata perbedaan jenis pupuk berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap pertumbuhan tanaman Alfalfa. Hasil analisa statistik menunjukkan perbedaan jenis pupuk dan dosis berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman Alfalfa (P < 0,05). Penggunaan pupuk kandang domba dan ayam menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang kelinci maupun perlakuan kontrol. Keadaan ini disebabkan karena pupuk kandang domba dan ayam

Tabel 1. Status hara dan fisik media tanah percobaan

Harkat* Tekstur dan jenis hara Nilai

SR R S T ST Pasir (%) 61,5 Debu (%) 5,75 Liat (%) 32,75 pH (H2O) 1 : 5 5,28 4,09 pH (KCL) 1 : 5 4,25 4,09 KTK (me/100 g) 19,0 C (%) 2,69 < 1 1,0 2,0 3,0 N (%) 0,29 < 0,1 0,1 0,2 P2O5 – HCl 25 % (mg/100 g) 99 < 5 5 10 15 25 K2O – HCl 25 % (mg/100 g) 8,75 Ca (mg/100 g) 7,01 < 2 2 5 10 Mg (mg/100 g) 1,39 < 0,3 0,3 1,0 3,0 K (mg/100 g) 0,15 < 0,2 0,2 0,3

*= SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi

Sumber pengharkatan: PUSLITANAH, 1980

Tabel 2. Status hara pupuk organik yang digunakan untuk percobaan

Jenis pupuk N P K Ca Mg S

Kelinci (%) 2,62 2,46 1,86 2,08 0,49 0,39

Ayam (%) 5,0 3,0 1,5 4,0 1,0 2,0

Domba (%) 2,45 1,13 3,50 1,47 0,76 0,52

Standar pupuk* < 6 < 6 < 6 *: standar mutu pupuk organik permentan no. 28/O.T/140/2/2009

(4)

Tabel 3. Rataan tinggi tanaman Alfalfa sebelum

pemotongan

Tinggi tanaman (cm) pada panen ke- Perlakuan I II III Kontrol 0 ton/ha 46,2a 64,2b 66,2b Pupuk kelinci 10 ton/ha 47,6a 62,2b 53,2a 15 ton/ha 45,0a 59,0a 60,6a 20 ton/ha 48,2a 54,8a 65,6b Pupuk ayam 10 ton/ha 50,8b 58,0a 66,2b 15 ton/ha 51,2b 60,8a 59,2b 20 ton/ha 49,8a 79,2c 61,8a Pupuk domba 10 ton/ha 52,2b 69,6c 69,0a 15 ton/ha 63,8b 65,8b 49,2a 20 ton/ha 65,8b 73,0e 72,8b Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom sama tidak beda nyata (P < 0,05)

kandungan N-nya lebih tinggi sehingga merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman lebih cepat. Pertumbuhan tanaman tertinggi pada perlakuan pupuk domba (64,58 cm) kemudian diikuti pupuk ayam (59,67 cm) dan terendah pupuk kelinci (55,13 cm). Sedangkan pada pupuk kelinci lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal demikian disebabkan tanaman Alfalfa termasuk jenis legumniosa yang dapat mengikat nitrogen dari udara sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan vegetatif. Menurut FREEYER (2004) tanaman Alfalfa mampu mengikat N sebesar 7,85 – 10,37 g/m2/th. Sehingga pada perlakuan kontrol (tanpa pemberian pupuk) pertumbuhan lebih tinggi dibanding pupuk kelinci namun keadaan ini tidak diikuti produksi hijauan (Tabel 4).

Selain itu kandungan N yang lebih tinggi pada pupuk ayam sehingga cepat terurai, sedangkan pupuk kelinci lebih padat dan mengalami penguraian cukup lambat. Seperti yang dikemukakan BUCKMAN dan BRADY (1982) bahwa kotoran ternak yang lebih padat

Tabel 4. Rataan produksi berat segar dan berat

kering hijauan Alfalfa (g/tanaman) dengan pemberian pupuk yang berbeda

Produksi hijauan (g/tanaman/panen) Perlakuan Berat segar Berat kering Kadar air (%) Kontrol 0 ton/ha 18,10a 5,11a 71,8a Pupuk kelinci 10 ton/ha 29,26ab 6,54b 77,6a 15 ton/ha 30,73ab 7,51b 75,6a 20 ton/ha 46,34c 10,95bc 76,4a Pupuk ayam 10 ton/ha 30,32ab 7,49b 75,3a 15 ton/ha 50,25c 11,71bc 76,7a 20 ton/ha 46,86c 9,40bc 79,9a Pupuk domba 10 ton/ha 30,24ab 7,01b 76,8a 15 ton/ha 23,96a 6,36b 73,4a 20 ton/ha 34,31ab 8,39bc 75,5a Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom sama tidak beda nyata (P < 0,05)

dengan pupuk kandang kelinci (Tabel 2). Jika dibandingkan perlakuan dosis pupuk dari tiap jenis maka dengan pemberian pupuk kandang 20 ton/ha pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 15 dan 10 ton.

Produktivitas hijauan Alfalfa (M. sativa)

Hasil pengamatan produksi tanaman Alfalfa dengan pemberian pupuk kandang berbeda berpengaruh nyata seperti pada Tabel 4. Tabel 4 memperlihatkan bahwa pada penggunaan pupuk ayam rata-rata produksi berat segar tertinggi 50,25 g/tanaman atau kering 11,71 g/tanaman pada pemupukan 15 ton/ha. Selanjutnya diikuti perlakuan pupuk kelinci pada dosis 20 ton/ha produksi berat segar 46,34 g/tanaman atau berat kering 10,95 g/tanaman dan terendah pupuk domba 34,31 g/tanaman atau 8,39 g/tanaman berat kering. Hasil tersebut jika dibandingkan dengan

(5)

nampaknya juga berhubungan dengan kandungan unsur N, P, Ca dan S pada ayam lebih tinggi daripada kandungan hara pupuk domba dan kelinci. Lebih tingginya unsur-unsur tersebut dalam pertumbuhan tanaman berperan penting untuk tanaman yang berfungsi menaikkan produksi hijauan.

Jika diperbandingkan dalam perlakuan dosis pupuk kandang maka pemberian dosis 20 ton/ha rata-rata lebih tinggi, kecuali pada pupuk ayam dengan dosis 15 ton/ha diperoleh hasil yang tinggi. Rata-rata produktivitas hijauan selama tiga kali pemanenan (Tabel 4) dari analisis data dapat diketahui bahwa dosis dan jenis pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi total hijauan. Dosis pupuk 20 ton/ha menunjukkan produksi terbesar selanjutnya diikuti dosis 15 dan 10 ton.

Produktivitas satu tahap panenan merupakan hasil panen hijauan yang dilakukan selama 6 minggu. Pada tahap panen pertama setelah pemerataan terlihat bahwa tinggi tanaman dari 45,0 – 65,8 cm, kemudian panen kedua 54,8 – 79,2 cm dan panen ketiga 49,2 – 72,8 cm dengan pertumbuhan tertinggi dicapai pada panen kedua dan panen ketiga telah mulai berkurang. (Gambar 1). Pada Gambar 1 tersebut terlihat bahwa tahapan panen pertama sampai panen ketiga dengan pemberian dosis pupuk 20 ton memberikan produksi yang stabil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun hasil tersebut juga menunjukkan adanya penurunan

produksi setelah panen kedua. Hal ini sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan hara pada media telah terserap tanaman.

Penurunan produksi hijauan Alfalfa diduga pengaruh pada media tanam, dimana peranan hara N untuk tanaman berkurang. Fungsi nitrogen antara lain untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bagian-bagian vegetatif, meningkatkan kadar protein (asam amino) dari tubuh tanaman dan meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun (SUTEJO, 2002). Selain hara perlakuan dosis 20 ton/ha produksinya lebih stabil. Nampaknya pada perlakuan ini produktivitas Alfalfa yang optimal. Menurut BAGG (2003) untuk mengoptimalkan produksi dan kualitas diperlukan manajemen pemotongan yang tergantung dari tahap perkembangan tanaman. Selanjutnya hasil yang sama juga diperoleh WIDYAWATI et al. (2009) pada Alfalfa terjadi penurunan produksi karena kandungan N dalam tanah telah berkurang (paling rendah). Sehingga menyebabkan produksi telah berkurang dan keadaan demikian perlu pemberian pupuk kembali agar produksinya stabil.

Kandungan nutrisi hijauan

Nilai nutrisi hijauan Alfalfa yang diberi berbagai jenis pupuk kandang akhir percobaan tertera pada Tabel 5.

Gambar 1. Produksi hijauan kering Alfalfa selama penelitian

Dosis pupuk Pupuk domba Pupuk ayam Pupuk kelinci Dosis pupuk g/ pa ne n /t ana m an 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0

(6)

Tabel 5. Kandungan nutrisi hijauan Alfalfa pada akhir percobaan

Kandungan nutrisi hijauan Perlakuan Protein kasar (%) P (%) Ca (%) Cu (ppm) Zn (ppm) Kontrol 0 ton/ha 20,56 0,62 1,12 0,01 15,22 Pupuk kelinci 10 ton/ha - - - - - 15 ton/ha 21,32 0,51 0,69 0,24 0,65 20 ton/ha 23,36 0,66 0,88 0,35 1,08 Pupuk ayam 10 ton/ha 22,36 0,23 0,47 0,95 1,78 15 ton/ha 22,13 0,56 0,81 1,05 1,91 20 ton/ha 25,75 0,68 1,03 1,27 2,36 Pupuk domba 10 ton/ha 20,44 0,43 0,73 0,45 0,89 15 ton/ha 23,44 0,63 0,84 0,87 1,56 20 ton/ha 23,94 0,86 0,92 1,02 1,80

-: tidak teranalisa kandungan nutrisinya

Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa nilai nutrisi Alfalfa mempunyai perbedaan kandungan nutrisi pada tanaman yang diberi jenis pupuk berbeda. Hasil analisa protein kasar tertinggi (27,94%) pada pemberian pupuk ayam kemudian diikuti pupuk domba (23,94%) dan terendah pupuk kelinci (23,36%). Demikian juga kandungan P, Ca, Cu dan Zn pada pupuk ayam tertinggi. Hal demikian nampaknya kandungan nutrisi hijauan banyak ditentukan jenis pupuk yang diberikan pada tanaman. Menurut YUSUF (2009) bahwa kualitas pupuk kandang dipengaruhi oleh jenis ternak dan pakan, karena ternak yang banyak mendapat pakan banyak mengandung N, P dan Ca akan menghasilkan jenis pupuk tinggi kandungan haranya. Sehingga akan mempengaruhi kualitas hijauan yang dihasilkan tanaman. Hasil penelitian ini juga terlihat kandungan hara pada pupuk ayam lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk domba maupun kelinci.

KESIMPULAN

Pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha menghasilkan pertumbuhan tanaman dan produksi hijauan tertinggi. Jenis pupuk

kandang ayam. Produktivitas hijauan dari pemanenan pertama ke pemanenan berikutnya terjadi penurunan produksi.

DAFTAR PUSTAKA

BUCKMAN,H.G and N.C. BRADY. 1982. Ilmu Tanah.

Dalam: WURYANINGSIH, S. 1994. Pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi bunga mawar kultivar cherry brady. J. Hort. 4(2): 41 – 47. BAGG, J. 2003. Cutting management of Alfalfa.

Government of Ontario, Canada.

FREEYER, B. 2004. Biological nitrogen fixation of different legume species under water stress. University of Natural resources and applied Life Sciences Institute of Organic Farming. Gregor Mendel strasse 33, Vienna, Austria. HOY, D.M., K.J. MOOERE, J.R. GEORGE and E.C.

BRUMMER. 2002. Alfalfa yield and quality as influenced by establishment method. Agro. J. 94: 65 – 71.

LANDERS, K.L., Z.R. HOWARD, C.L. WOODWARD, S.G. BIRKHOLD, and S.C. RICKE. 2005. Potential of Alfalfa as an alternative molt induction diet for layning hens: egg quality and consumer acceptability. Bioresource

(7)

MARCOVIC, J., J. RADOVIC, Z. LUGIC and D. SOKOLOVIC. 2007. The effect of development stage on chemical composition of Alfalfa leaf and steam. Biotechnology in animal husbandry 23(5 – 6) (9/1/2011).

RADOVIC, J., D.SOKOVIC and J.MARKOVIC. 2009. Alfalfa Most Important perennial forage legume in Animal Husbandry. Biotechnology in Animal Husbandry. Belgrade-zemun 25(5-6): 465 – 475. Acces: 9/1/2010. http://jhered.oxfordjournals.org. (4/02/2011). SOEPARDI, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut

Pertanian Bogor, Bogor. 591 p.

SUTEJO. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta, Jakarta.

WORC. 2005. The problem with GM Alfalfa. Grassroot Leaderships & Action. http:// www.worldingo.com/ma/enwiki/en/Alfalfa. (30/1/2011).

WIDYAWATI,S.,F.KUSMIYATI,E.D.PURBAYANTI dan SURAHMANTO. 2009. Produksi dan kualitas hijauan Alfalfa (M. sativa) pemotongan pertama pada media tanam yang berbeda dan penggunaan inokulan. Pros. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang. 20 Mei 2009. hlm. 295 – 301.

YUSUF, T. 2009. Kandungan hara pupuk kandang.http://tohariyusuf.wordpress.com/200 9/04/25/ kandungan-hara-pupuk-kandang. (7 Juni 2011).

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Bagaimana kinerja produksi Alfalfa di daerah Tropis seperti Indonesia?

2. Apakah alfalfa tidak respon pupuk anorganik sehingga tidak ada pembanding dengan aplikasi pupuk anorganik?

Jawaban:

1. Tanaman alfalfa termasuk tanaman perenial sehingga tanaman ini termasuk tanaman tahan pemangkasan beberapa kali, tetapi perlu manajemen yang baik sehingga produktivitasnya stabil.

2. Respon pupuk anorganik kurang karena tanaman ini termasuk leguminosa yang dapat mengikat N dari udara untuk pertumbuhannya sendiri. Namun untuk pertumbuhannya memerlukan kondisi lahan yang tidak asam (pH 6 – 7) yang lebih baik dalam penelitian ini tidak dibandingkan dengan pupuk anorganik untuk mengetahui respon terhadap beberapa jenis pupuk kandang yang tersedia.

Gambar

Tabel 1. Status hara dan fisik media tanah percobaan
Tabel 4.  Rataan  produksi  berat  segar  dan  berat  kering hijauan Alfalfa (g/tanaman) dengan  pemberian pupuk yang berbeda
Gambar 1. Produksi hijauan kering Alfalfa selama penelitian Dosis pupuk Pupuk domba Pupuk ayam Pupuk kelinci Dosis pupuk g/panen/tanaman18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Tabel 5. Kandungan nutrisi hijauan Alfalfa pada akhir percobaan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana hubungan ukuran ovarium dan diameter oosit terhadap kualitas morfologi oosit dari sapi Bali Timor yang dikoleksi secara

Tidak berpengaruhnya Net Profit Margin terhadap manajemen laba dikarenakan nilai laba bersih perusahaan yang tinggi menunjukkan kinerja yang baik, sehingga para

Salah satu faktor penting dalam rangka manajemen sumber daya manusia adalah dengan menciptakan komitmen organisasi para karyawan atau anggota

Dalam proses ini data yang didapat yaitu data grey level (kode warna) yang berupa data dengan type double, sehingga diperlukan pengubahan data berbentuk integer

surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan syarat materiil tersebut maka surat dakwaan tersebut dapat dibatalkan. Mengingat pentingnya surat dakwaan untuk dapat

Selain itu, jumlah CMC- Na yang tidak terlalu besar dalam formula dengan perbandingan 30:70 menjadikan formula dengan perbandingan ini tidak mempunyai viskositas yang

Setiap GP3A mempunyai kinerja masing-masing dalam berpartisipasi pada O&amp;P jaringan utama. Kinerja GP3A dinilai dari empat aspek yaitu aspek manajerial

Kegagalan orang-orang menyadari bahwa ada suatu masalah: Anda mungkin bertemu dengan orang-orang yang menolak untuk mengakui ada nya suatu masalah karena pengakuan