• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DAN SUMBER INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMAN 15 SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DAN SUMBER INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMAN 15 SEMARANG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DAN SUMBER INFORMASI

DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA

DI SMAN 15 SEMARANG

Manuscript

O l e h :

J u l i u s J u n i o r S e s a NIM : G2A211012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Manuscript dengan judul

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DAN SUMBER INFORMASI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMAN 15 SEMARANG

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan Semarang, Juni 2013

Pembimbing I

Ns. Hj. Sri Rejeki, M. Kep, Sp. Mat

Pembimbing II

(3)

Hubungan peran orang tua dan sumber informasi dengan perilaku seksual remaja di SMAN 15 Semarang

Julius Junior Sesa1, Sri Rejeki2, Riwayati3

1

Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Fikkes UNIMUS

2

Dosen Keperawatan Komunitas Fikkes UNIMUS

3

Dosen Keperawatan Fikkes UNIMUS

Abstrak

Masa remaja merupakan periode transisi atau peralihan dari masa anak – anak ke masa dewasa. Pada masa ini rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting terutama dalam pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas. Beberapa faktor seperti pola asuh orang tua, pengaruh teman, dan paparan informasi jika tidak dikendalikan justru akan menyebabkan terjadinya perilaku seksual yang salah pada remaja. Keterbatasan akses dan informasi mengenai seksual dan kesehatan reproduksi bagi remaja sekarang bisa dipahami karena masyarakat umumnya masih menganggap seksual sebagai sesuatu yang tabu dan tidak untuk dibicarakan secara terbuka. Orang tua biasanya tidak mau untuk memberikan penjelasan masalah-masalah seksual dan reproduksi kepada remajanya, dan anak pun cenderung malu bertanya secara terbuka kepada orang tuanya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran orang tua dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 15 Semarang. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMAN 15 Semarang yang berjumlah 248 orang dan sampel yang diambil adalah berjumlah 153 orang. Teknik sampling yang di gunakan berupa proporsional simple random sampling. Analisa data menggunakan univariat dan bivariat dengan korelasi Chi Square. Hasil uji chi square antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja dan antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja masing-masing didapatkan nilai p=0.000(< α=0.05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran orang tua dan sumber informasi terhadap perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 15 Semarang. Disarankan agar para remaja dapat meningkatkan pengetahuan tentang perilaku seksual, dengan mencari informasi yang baik dan akurat serta dapat memilih teman yang baik agar tidak terpengaruh terhadap perilaku seksual yang salah atau menyimpang.

Kata Kunci : Peran orang tua, sumber informasi, perilaku seksual remaja

(4)

Abstract

Adolescence is a transition period from childhood to adult. In this period, curiosity of sexuality is really important. It makes the teenagers want to know more about sexuality. Some factors such as parents parenting, social influence, and uncontrolled exposure of information can cause the bad sexual behaviour of teenagers. Limited access and information about sexuality and reproduction health for teenager can be understood because common societies think that sexuality is considering taboo. In sometimes, parents do not explain about sexual problems and reproduction to their teenagers likewise the teenagers are doubt to ask to their parents about that. The purpose of this research is to find out the relationship between parent and information resource with teenager sexual behaviour in SMAN 15 Semarang. This research is correlation descriptive with cross sectional approach. The population of this research is the XI grade students in SMAN 15 Semarang. Total of the students are 248 and 153 students is as the sample of this research. The sampling technique of this research is proportional simple random sampling. Data analysis uses univariat and bivariat with chi square correlation. The each result of chi square test between parents parenting with teenager sexual behaviour and information resource with teenagers sexual behaviour is p=0.000(< α=0.05). it can be concluded that there is the significant relationship between parents and information resource with teenager sexual behaviour in SMAN 15 Semarang. As suggestion, the teenagers have to improve the knowledge about sexual behaviour by finding the good friends and accurate information to protect them from the bad effect of sexual behaviour. Key words : parents parenting, information source, teenager sexual behaviour.

PENDAHULUAN

Masa Remaja adalah periode peralihan dan masa anak ke dewasa. Masa remaja adalah masa transisi yang di tandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis (Widyastuti, 2009). Data kesehatan remaja, Amerika Serikat, tahun 1997, menampilan gambaran yang menakjubkan. Jumlah remaja (usia 15 – 19 tahun) yang mengalami kehamilan mencapai 840.000 atau 79% dari seluruh kehamilan. Proporsi hubungan seksual (40%) dan kehamilan remaja yang tidak diinginkan (19%) terlihat tinggi. Sekitar 13% persalinan berasal dari remaja putri dan sekitar 31% diantaranya tanpa pernikahan (Soetjiningsih, 2004).

(5)

National Surveys of Family Growth pada tahun 1988 melaporkan bahwa 80% laki – laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama masa pubertas dan 20% dari mereka mempunyai empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% perempuan berumur antara 15 – 19 tahun melakukan hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah laki – laki yang melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat daripada perempuan. Di Amerika Serikat setiap menit kelompok remaja melahirkan satu bayi dan 50 % dari mereka melahirkan anaknya dan sisanya tidak melanjutkan kehamilannya. Menurut Craig, kadang – kadang remaja menemui pertentangan dari orang tua yang dapat menimbulkan konflik, namun orang tua dalam melalui proses tersebut berusaha meminimalkan konflik dan membantu anak remajanya untuk mengembangkan kebebasan berpikirnya dan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri. (Soetjiningsih, 2004).

Penelitian Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Depkes R.I tahun 1990 terhadap siswa-siswa di Yogyakarta menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan senggama adalah : membaca buku porno dan menonton film biru / blue film adalah 49,2%. Motivasi utama melakukan senggama adalah suka sama suka (75,6%), kebutuhan biologis 14–18% dan merasa kurang taat pada nilai agama 20–26%. Pusat studi kriminologi Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta menemukan 26,35 % dari 846 peristiwa pernikahan telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah yang mana 50 % diantaranya menyebabkan kehamilan. Dari berbagai penelitian menunjukkan perilaku seksual pada remaja ini mempunyai korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas (Soetjiningsih, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian Taufik (2005) menunjukan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan perilaku seksual remaja yang sedang pacaran,

(6)

dimana semakin tinggi religiusitas maka perilaku seksual semakin rendah, dan sebaliknya. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja adalah fakor lingkungan seperti VCD, buku, dan film porno. Menurut penelitian Rohmahwati (2008) paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah.

Laporan data dari pusat informasi dan layanan remaja PILAR PKBI daerah Jawa Tengah tahun 2010 menunjukkan angka untuk hubungan seksual pranikah yaitu 98 kasus, hamil pranikah 85 kasus, infeksi menular seksual 28 kasus, masturbasi 5 kasus, aborsi ada 78 kasus dan rata-rata usianya sekitar 15-19 tahun, permintaan yang datang untuk informasi tentang kesehatan reproduksi ada 10 dan dari 85 kasus hamil pranikah yang konsultasi ke PILAR PKBI JATENG, 24 kasus diantaranya terjadi di Semarang. Pada data tahun 2011 terdapat 821 kasus kesehatan reproduksi dan 79 kasus untuk hamil pranikah, kasus hamil pranikah tertinggi berada pada umur 15-19 tahun yaitu sekitar 37 kasus pada umur ini. Kebanyakan pada usia tersebut remaja pada jenjang pendidikan SMP hingga PT yang rentan karena sifat remaja yang penasaran sangat tinggi, suka coba-coba bisa mendesak remaja untuk mencoba melakukan aktifitas seksual dan tentunya yang dilakukan tanpa pertimbangan dan angka tertinggi untuk kasus hamil pranikah adalah mereka yang berpendidikan SMA yaitu sebanyak 49 orang. Dengan usia yang masih muda dan masih menjalani pendidkan cara yang banyak dilakukan remaja yaitu melakukan tindakan aborsi, hal tersebut dilakukan karena desakan orang tua sampai alasan sekolah.

Data dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang tahun 2012, pada tahun 2010 terdapat 173 kasus untuk hamil luar nikah dan kasus infeksi menular seksual yang terjadi di wilayah Kedungmundu yaitu 73 kasus dari 105 kasus untuk infeksi menular seksual. Untuk tahun

(7)

2011, kasus hamil di luar nikah terdapat 92 kasus dan untuk kasus infeksi menular seksual terdapat 95 kasus. Ketidakpedulian orang tua terhadap perkembangan anaknya, dan juga dikarenakan membahas sesuatu yang berbau seksualitas adalah tabu, menyebabkan para remaja mencari tahu sendiri apa itu seksualitas. Dan inilah yang menjadi masalah, sehingga penulis tertarik untuk meneliti perilaku seksual remaja. Jika mereka mendapatkan pengetahuan yang salah mengenai seksualitas, dan tidak mengetahui di mana batasan-batasannya, mereka akan mempraktikkan pengetahuan mereka kepada lawan jenisnya. Hal ini lah yang disebut dengan seks bebas, atau seks di luar nikah. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran orang tua dan sumber informasi terhadap perilaku seksual remaja.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif korelasi. Penelitian ini menggambarkan hubungan antara peran orang tua dan sumber informasi dengan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 15 Semarang. Pendekatan ini menggunakan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah remaja berusia 15 sampai 19 tahun yang berada di SMA Negeri 15 Semarang yang berjumlah 153 orang dan penentuan jumlah sampel dilakukan dengan teknik Proporsional Simple Random Sampling. Proses penelitian berlangsung pada tanggal 17 Oktober 2012 sampai 02 Mei 2013. Data dianalisis secara univariat, dan bivariat dengan menggunakan uji statistic Chi Square.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukan untuk rata-rata umur remaja adalah 16.2 tahun dengan usia termuda 15 tahun dan usia tertua 19 tahun. Jenis kelamin remaja di di SMA Nnegeri 15 Semarang, dari 153 orang sebagian besar adalah perempuan sebanyak 58.8% dan selebihnya

(8)

laki-laki sebanyak 41.2%. Dari pendidikan orang tua remaja didapatkan pendidikan orang tua sebagian besar adalah SMU sebanyak 47.7% dan sebagian kecil adalah S2 sebanyak 6 orang (3.9%) sedangkan pekerjaan orang tua sebagai swasta sebanyak 60.8%, pekerjaan orang tua sebagai wiraswasta sebanyak 28.8%, pekerjaan orang tua sebagai PNS sebanyak 10.5%. Untuk peran orang tua didapatkan hasil yang kurang 11.8%, cukup 57.5%, baik 30.7%, untuk sumber informasi remaja yang mendapatkn sumber informasi sedikit sebanyak 25.5%, sumber informasi yang banyak 74.5%, dan dari perilaku seksual remaja yang kurang terdapat 19.0%, cukup sebanyak 44.4%, perilaku yang baik 36.6%. Di peroleh hasil ada hubungan antara peran orang tua dan sumber informasi dengan perilaku seksual remaja, seperti pada tabel 3 dan 4.

Tabel 1

Distribusi frekuensi berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua pada remaja di SMAN 15 Semarang

No Karakteristik Responden

Minimum Maximum Mean SD F (%)

1 2 3 4 Umur Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

Pendidikan orang tua SMP

SMU D3 S1 S2

Pekerjaan orang tua Swasta Wiraswasta PNS 15 19 16.29 0.742 63 90 19 73 8 47 6 93 44 16 41.2 58.8 12.4 47.7 5.2 30.7 3.9 60.8 28.8 10.5

(9)

Tabel 2

Distribusi frekuensi peran orang tua, sumber informasi dan perilaku seksual pada remaja di SMAN 15 Semarang

Variabel F %

1 Peran orang tua Kurang Cukup Baik 2 Sumber informasi Sedikit Banyak 3 Perilaku seksual Kurang Cukup Baik 18 88 47 39 114 29 68 56 11.8 57.7 30.7 25.5 74.5 19.0 44.4 36.6 Tabel 3

Hasil uji korelasi antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja di SMAN 15 Semarang

Peran orang tua

Perilaku Seksual remaja Jumlah p

Kurang Cukup Baik

F % F % F % F % Kurang 18 11.8 0 0 0 0 18 11.8 0.000 Cukup 7 54.6 42 27.5 39 25.5 88 57.5 Baik 4 2.6 26 17.0 17 11.1 47 30.7 Total 29 19.0 68 44.4 56 36.6 153 100 Tabel 4

Hasil uji korelasi antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja di SMAN 15 Semarang

Sumber informasi

Perilaku Seksual remaja Jumlah p

Kurang Cukup Baik

F % F % F % F %

Sedikit 25 16.3 12 7.8 2 1.3 39 25.5 0.000

Banyak 4 2.6 56 36.6 54 35.5 114 74.5

(10)

Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden di SMAN 15 Semarang mempunyai peran orang tua yang cukup sebanyak 57.5%. Hasil penelitian Maesaroh (2010), menyatakan bahwa semakin tinggi peran orang tua pada remaja, maka perilaku seksual remaja semakin baik dan sebaliknya. Namun peran orang tua dalam perilaku seksual remaja juga masih kurang sebanyak 11.8%. menurut Penelitian Jumiatun (2010), peran orang tua dalam permasalahan yang dihadapi remaja juga masih kurang (62,7%) sehingga peran orang tua disini hanya memberitahu saja tanpa memberi kesempatan untuk berbicara secara terbuka maupun berdiskusi tentang apa yang terjadi atau yang sedang dialami oleh remaja. Kurangnya pemberian informasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dalam masalah seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual.

Penelitian Laily dan Matulessy (2004), juga mengemukakan bahwa informasi atau pengetahuan mengenai seksualitas yang diberikan pada remaja lebih baik dan tepat jika dilakukan dalam keluarga, karena anak dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga, sehingga cara lain yang dapat diusahakan untuk mengurangi perilaku seksual pranikah pada remaja adalah dengan meningkatkan kualitas komunikasi orang tua dengan anaknya.

Priyonggo (2002), juga mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang tidak lagi dianggap sebagai tempat yang aman dan mampu melindungi anggota keluarganya akan menimbulkan persoalan-persoalan yang semakin pelik pada anak, salah satunya yaitu masalah perilaku seksual pranikah, sehingga peran orang tua sangat diperlukan dalam memberikan informasi dan bimbingan tentang seksualitas kepada remaja.

(11)

Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden di SMAN 15 Semarang mendapatkan sumber informasi dalam kategori banyak yaitu ada 74.5% dan dari 153 responden yang memperoleh sumber informasi terbanyak dari keluarga sebanyak 100% dan dari media elektronik yang terbanyak dari televisi sebanyak 73.9%. Hal ini menggambarkan betapa besarnya pengaruh media televisi dalam menyampaikan berita dan informasi tentang seksual dan kesehatan reproduksi. Menurut Dianawati (2003), menyatakan pengaruh media elektronik dalam menyampaikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi mempunyai pengaruh yang paling besar.

Penelitiannya Kothari (2001), mengatakan informasi tentang seks yang tidak benar diterima oleh remaja selalu memberikan efek negatif, artinya remaja lebih banyak mengetahui masalah seksual melalui televisi merangsang para remaja lebih penasaran dan ingin tahu setelah mengakses informasi bahkan selalu mencoba-coba. Media televisi menyediakan gambar atau film porno yang memberikan reaksi negatif untuk merangsang para remaja dalam merespon seksual.

Menurut Rohmahwati, dkk (2008), paparan media massa, baik cetak maupun elektronik, mempunyai pengaruh terhadap remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh remaja dari media massa belum digunakan untuk pedoman perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Justru paparan informasi seksualitas dari media massa (baik cetak maupun elektronik) yang cenderung bersifat pornografi dan pornoaksi dapat menjadi referensi yang tidak mendidik bagi remaja. Maka dari itu sumber informasi yang baik dan bertanggung jawab diperlukan oleh remaja, agar remaja tidak salah dalam mendapatkan sumber informasi.

(12)

Perilaku seksual pada remaja di SMAN 15 sebagian besar mempunyai perilaku yang cukup yaitu sebanyak 44.4%. Pada hasil penelitian ditemukan remaja kalau berpacaran mereka mencium bibir pasangannya sebanyak 56.9%, melakukan ciuman di leher sebanyak 60.8%, mendekatkan alat kelamin dengan pasangan sebanyak 38.6% bahkan sampai melakukan oral seks sebanyak 39.9% dan memegang bagian vital lawan jenisnya sebanyak 58.2%. Dari hasil penelitian didapatkan beberapa remaja yang memiliki perilaku seksual kurang yang bisa mengarah untuk melakukan hubungan seksual sehingga bisa beresiko menimbulkan penyakit menular seksual bahkan bisa menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan.

Hasil penelitian terkait yang dilakukan Widjanarko (1999) mengemukakan bahwa remaja melakukan beberapa perilaku seksual seperti mengenal pacaran, dengan cara berpegangan tangan, memeluk, mencium, dan ada yang melakukan hubungan suami istri atau pranikah.

Penelitian yang dilakukan Nursal D.G (2007) terhadap murid SMU Negeri di Padang berperilaku seksual beresiko, diantaranya 15 orang (4.3%) telah melakukan hubungan seksual, alasan terbanyak yang dikemukakan adalah untuk mengungkapkan kasih sayang.

Hasil uji statistik menggunakan chi- square tentang hubungan peran keluarga dengan perilaku seksual remaja didapatkan hasil p=0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja.

(13)

Menurut penelitian Maesaroh (2010) dengan nilai p 0.000 maka ada hubungan peran orang tua dengan perilaku seks pranikah, jika orang tua banyak memberikan informasi mengenai perilaku seks pranikah maka perilaku remaja akan baik juga serta sebaliknya.

Orang tua adalah tokoh penting dalam perkembangan identitas remaja. Dalam hal komunikasi orang tua dengan remaja, seharusnya dapat dibina terus menerus, sehingga orang tua dapat mengetahui hal – hal yang berhubungan dengan tahap perkembangan remaja, dan remaja juga mendapatkan pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohaninya. Remaja akan terhindar dari keterlibatan dengan seks pranikah, jika remaja dapat membicarakan masalah seks dengan orang tuanya. Artinya, orang tua menjadi pendidik seksualitas bagi anak remajanya.

Menurut Soetjiningsih (2004) menunjukkan, makin baik hubungan orang tua dengan anak remajanya, makin rendah perilaku seksual pranikah remaja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah pada remaja paling tinggi adalah hubungan antara orang tua dengan remaja, tekanan teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiusitas), dan eksposur media pornografi.

Sesuai hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara peran orang tua dengan perilaku seksual remaja, hal ini dapat ditunjukan sebagian besar peran orang tua yang baik dengan perilaku seksual yang baik di SMA Negeri 15 Semarang sebanyak 11.1%. Jadi orang tua sebagai orang yang pertama memberikan informasi harus lebih baik karena orang tua itu yang pertama dipercaya oleh anak remajanya untuk memberikan informasi.

(14)

Hasil uji statistik menggunakan chi- square tentang hubungan sumber informasi dengan perilaku seksual remaja didapatkan hasil p 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Adnani dan Citra (2008) bahwa ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seksual pranikah remaja dengan nilai p=0.020. Artinya semakin banyak sumber informasi yang didapat oleh remaja maka akan semakin baik perilaku seksualnya.

Penelitian ini juga dilakukan Darmasih (2009) dengan hasil bahwa sumber informasi

berhubungan erat dengan perilaku seks pranikah remaja (0,022 < 0,05). Seringkali remaja

merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah kesehatan reproduksi sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Teman-teman yang tidak baik berpengaruh terhadap munculnya perilaku seks menyimpang, sehingga informasi yang baik dan akurat diperlukan oleh remaja untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang (Anonim, 2009). Pengaruh media elektronik dalam menyampaikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi mempunyai pengaruh yang paling besar.

Sesuai hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seksual remaja, hal ini dapat di tunjukkan sebagian besar sumber informasi yang banyak dengan perilaku seksual yang baik di SMA Negeri 15 Semarang sebanyak 35.5%. Sehingga, bila semakin banyak sumber informasi yang

(15)

didapat oleh remaja maka akan semakin baik perilaku seksualnya sebaliknya jika sumber informasi yang didapat oleh remaja sedikit dan setengah-setengah akan membuat perilaku seksual remaja yang salah atau beresiko terjadinya masalah kesehatan seperti KTD, PMS dan lain-lain.

PENUTUP

Hasil penelitian yang dilakukan pada remaja di SMAN 15 Semarang diperoleh hasil untuk peran orang tua menunjukkan sebagian besar kategori cukup sebanyak 57.5%, sumber informasi yang didapat remaja sebanyak 74.5% dalam kategori banyak dan perilaku seksual remaja sebagian besar dalam kategori cukup sebanyak 44.4%. Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara peran orang tua dengan perilaku seksual pada remaja di SMAN 15 Semarang, dengan nilai p value 0,000 (p<0.05) dan ada hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku seksual pada remaja di SMAN 15 Semarang, dengan nilai p value 0,000 (p<0.05).

Mengingat hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi remaja, sehingga peneliti

menyarankan remaja dapat meningkatkan pengetahuan mengenai perilaku seksual

tentang seks atau kesehatan reproduksi, dengan mencari informasi yang baik dan akurat serta dapat memilih teman yang baik agar tidak terpengaruh terhadap perilaku seksual yang salah atau menyimpang. Bagi Keluarga Khususnya Orang Tua dapat menciptakan suasana keluarga yang akrab sehingga tercipta komunikasi yang terbuka antara orang tua dengan remaja termasuk komunikasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi dan melakukan pendekatan khusus untuk mendampingi remaja dalam memilih teman dan lingkungan pergaulan serta penggunaan media informasi yang saat ini semakin marak. Bagi Pihak Sekolah diharapkan dapat lebih

(16)

memperhatikan dan meningkatkan Program Kesehatan Reproduksi Remaja Sekolah yang diberikan kepada siswa dengan lebih membina komunikasi yang terapeutik antara siswa dan guru, dapat memberikan arahan dan masukan kepada para siswanya.

Dan bagi Dinkes/Puskesmas diharapkan untuk mengadakan penyuluhan, seminar,

diskusi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas untuk remaja dan orang tua dengan melakukan kerjasama dengan lembaga pemerintahan, lembaga swasta yang mempunyai kompetensi di bidang kesehatan ini dan mengadakan pelatihan yang berkesinambungan tentang kesehatan reproduksi baik perilaku seksual remaja yang dapat dikemas berupa klinik pelayanan konsultasi kesehatan remaja.

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang sejauh mana hubungan peran orang tua dan sumber informasi dengan perilaku seksual pada remaja dengan metode penelitian yang lain misalnya dengan metode penelitian kualitatif dan diharapkan adanya tindak lanjut dari penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja selain faktor peran orang tua dan sumber informasi yang di atas.

KEPUSTAKAAN

Adnani, H., & Citra, W. (2008). Motivasi belajar dan sumber-sumber informasi tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual remaja di SMUN 2 Banguntapan Bantul. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.

Anonim. (2009). Seks pranikah remaja. http:// www. Isekolah org/file/h 1090920840.doc. diperoleh tanggal 2 mei 2013.

Darmasih, R. (2009). Faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja SMA di Surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadyah Surakarta

(17)

Dianawati, A. (2003). Pendidikan seks untuk remaja. Jakarta : Kawan Pustaka

Dinkes Kota Semarang. (2012). Rekap lapor program kesehatan remaja di Kota Semarang tahun 2009, 2010, dan 2011. Semarang. Dinkes Kota Semarang. Jumiatun, S. (2010). Pengaruh peran kontrol orang tua dan media terhadap Perilaku

seks pranikah pada remaja SMA di Kabupaten Kendal. Dosen Akademik Kebidanan Uniska Kendal.

Kothari, P. (2002). Sexual problem and solution. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Laily, N., & Matulessy, A. (2004). Pola komunikasi masalah seksual antara orang tua-anak. Anima Vol 19, No. 2. Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945.

Maesaroh. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah pada remaja di desa Pageruyung Kabupaten Kendal. Skripsi. STIKES Kendal Nursal, D. G. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid

SMU Negeri di Kota Padang. Thesis. Staf pengajar program studi ilmu kesehatan masyarakat. Fk Unand Padang.

Pilar PKBI Jawa Tengah. (2012). Survey masalah remaja khususnya di bidang kesehatan reproduksi di Semarang tahun 2010 dan 2011. Semarang. Pilar PKBI Jawa Tengah

Priyonggo. (2002). Penting, komunikasi dalam keluarga. Jakarta : Suara Merdeka. Rohmahwati dkk. (2008). Pengaruh pergaulan bebas dan vcd porno terhadap perilak

remaja di masyarakat. http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2569 Diperoleh Tanggal 11 Desember 2012

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto

(18)

Taufik. (2005). Perilaku seks di surakarta. http://elfarid.multiply.com/journal/item/306 Diperoleh tanggal 11 Desember 2012

Widjanarko, M. (1999). Seksualitas remaja. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM dan Ford Foundation.

Referensi

Dokumen terkait

The proportion of parental expenditure on education consumed by schools fees, defined as any contribution paid directly to the schools or school committees,

Ada beberapa kebingungan tentang penggunaan akronim yang melibatkan HSDPA , dan evolusi lebih lanjut untuk High Speed Uplink Packet Access ( HSUPA ) , karena istilah ini

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 52 TAHUN 2012 TANGGAL 20 JULI

[r]

Tanaman ini akan lebih sedikit memperoleh sinar matahari bahkan bisa tidak memperoleh sinar sama sekali, oleh karena itulah dalam praktikum kali ini, tanaman yang terkena sinar

Suatu penelitian telah dilakukan yang bertujuan 1) mengetahui kontribusi usaha babi terhadap pendapatan rumah tangga nelayan tradisional di Kabupaten Rote Ndao dan

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan seksama dan penuh

Mikrofilaria hidup di dalam aliran darah dan saluran pembuluh limfe, dan sampai saat ini belum jelas sumber nutrisi cacing mikrofilaria, apakah cacing mikrofilria