• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara orang tua dan anak. Relasi atau hubungan orang tua dengan anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara orang tua dan anak. Relasi atau hubungan orang tua dengan anak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 A.Latar Belakang Masalah

Orang tua merupakan figur penting dalam kehidupan seorang remaja. Relasi dan peran orang tua pada masa remaja sangat penting bagi perkembangandiri remaja (Dirgagunarsa & Sutantoputri, 2004). Relasi yang baik antara orang tua dan remaja yang telah dibina sejak lahir akan menimbulkan adanya keterikatan atau ikatan relasi satu sama lain. Hetherington dan Parke (2003) mengemukakan bahwa keterikatan adalah hubungan, mengembangkan interaksi antara orang tua dan anak. Relasi atau hubungan orang tua dengan anak remaja pada keluarga normal terlihat adanya afeksi yang hangat antara orang tua terhadap anak remaja dan remaja terhadap orangtua (Dirgagunarsa & Sutantoputri, 2004). Selain ikatan afeksi, relasi remaja dengan orang tua juga dikarakteristikkan dengan komunikasi yang baik dan identifikasi yang kuat (Rice, 1999). Menurut Atwater (1983) penerimaan dan perhatian dari orangtua selama masa pertumbuhan merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan diri remaja. Dari penelitian yang dilakukan oleh Holmbeck, dkk ditemukan bahwa ikatan relasi yang hangat, mendalam dan berkualitas antara orang tua dan remaja mampu membantu remaja dalam mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya (dalam Widjaja & Widiastuti, 2004).

Orangtua juga memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan anak. Nilai-nilai moral, agama dan norma-norma sosial dikenalkan kepada anak

(2)

2

2

melalui interaksi di dalam keluarga. Menurut Reidler dan Swenson (2012), kualitas hubungan yang negatif antara orangtua dan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan pada remaja, dan dikaitkan dengan kurangnya komunikasi antara orangtua dan remaja tersebut. Orangtua yang menunjukkan pengertian akan membuat remaja merasa dihargai, dihormati dan diperhatikan (Tukan, 1994). Hasil penelitian Karofsky (2000) menunjukkan bahwa remaja yang kurang mendapatkan komunikasi yang hangat, cinta, dan perhatian dari orangtua memiliki tekanan emosi, harga diri rendah, masalah di sekolah, dan perilaku seksual menyimpang.

Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa.Tugas perkembangan masa remaja yang harus dikuasai salah satunya adalah menjalin hubungan baru dengan lawan jenis secara lebih matang. Pada masa ini remaja memiliki tingkat minat yang lebih tinggi terhadap lawan jenis, mulai memiliki perhatian, perasaan senang dan tertarik dengan lawan jenisnya yang ditunjukkan dengan munculnya cinta erotik pada remaja (Monk, Knoers & Haditomo, 1994). Remaja berada dalam masa pertentangan dan masa puber dengan ciri-ciri sering dan mulai timbul sikap untuk menentang dan melawan orangtua dan guru. Remaja juga memiliki minat rasa ingin tahu yang lebih tinggi mengenai seksualitas dibandingkan masa sebelumnya, namun remaja lebih memendam keingintahuannya tersebut karena khawatir penilaian lingkungan (Hurlock, 2002).

Rasa ingin tahu yang tinggi membuat remaja mencari sumber informasi mengenai seksualitas dari berbagai sumber. Ketidaktahuan remaja mengenai

(3)

3

3

sumber informasi yang benar membuat remaja mencari sumber informasi mengenai seksualitas dari media elektronik, internet, komik, buku, dan sebagainya. Permasalahannya adalah tidak semua sumber informasi tersebut memberikan informasi seksualitas secara komprehensif, bahkan informasi yang diberikan dapat menjerumuskan remaja karena hanya diberikan secara fragmental. Sikap menerima atau menolak seks pranikah remaja tidak dapat dilepaskan dari berbagai pengaruh lingkungan yang melingkupi kehidupan mereka, salah satunya yaitu hubungan antara orang tua dengan remaja. Menurut Laily dan Matulessy (2004), informasi atau pengetahuan mengenai seksualitas yang diberikan pada remaja lebih baik dan tepat jika dilakukan dalam keluarga, karena anak dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga, sehingga salah satu cara yang dapat diusahakan untuk mengurangi perilaku seksual pranikah pada remaja adalah dengan meningkatkan kualitas komunikasi orang tua-anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Indrijati (dalam Lestari, 2007), semakin baik kualitas komunikasi remaja dan orang tua maka sikapnya semakin tidak mendukung (menolak atau menjauh atau negatif) terhadap hubungan seks pranikah atau sebaliknya, jika semakin menurun (negatif) terhadap kualitas komunikasi remaja dan orang tua maka sikapnya semakin mendukung (menerima atau positif) terhadap hubungan seks pranikah.

Hasil asesmen awal peneliti terhadap stake holder di desa X yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh pemuda, tokoh pendidikan, tokoh agama dan orangtua di desa X dengan metode Participatory Rural Apraissal (PRA) menunjukkan bahwa penyebab banyaknya kasus perilaku seks remaja yang

(4)

4

4

belum menikah dapat dikelompokkan menjadi empat penyebab, yaitu: (1) karena adanya teknologi yang mudah diakses dan menyediakan informasi yang tidak seimbang; (2) kurangnya pengawasan dan perhatian orangtua kepada anak dan ketidakmampuan orangtua untuk menjadi pendidik seksualitas bagi anaknya;(3) remaja kurang memiliki pengetahuan tentang seks bebas dan dampak-dampaknya; dan (4) pengaruh negatif dari teman sebaya. Dari empat kelompok penyebab masalah tersebut, para stake holder menilai bahwa penyebab masalah yang lebih mendesak untuk ditangani adalah kepada orangtua agar mampu memberikan perhatian lebih kepada anak dan memberikan edukasi dan pembekalan moral kepada anak-anaknya agar di kemudian hari kasus kehamilan remaja tidak terjadi kembali atau dapat diminimalisir.

Dari hasil PRA tersebut dapat diketahui bahwa kedekatan antara orangtua dan anak masih kurang sehingga tidak dapat menjadi rekan bagi anaknya untuk mentransferkan nilai-nilai moral kepada anak. Agar orangtua dapat memberikan edukasi dan pembekalan moral kepada anaknya maka diperlukan kedekatan dan kenyamanan hubungan orangtua dan anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Blake (2001) bahwa kualitas hubungan antara orangtua dan anak mengenai seks dan seksualitas merupakan penentu kuat sikap dan perilaku seksual remaja.

Remaja sebenarnya membutuhkan informasi tentang seksualitas dari orang terdekat dan orang yang dianggap penting. Penelitian Turnbull (2012) menemukan bahwa anak-anak memiliki preferensi untuk berbicara dengan orang tua mereka serta belajar dari sumber lain mengenai topik seksualitas, namun sering ditemukan bahwa orang tua menyatakan keberatan untuk mendiskusikan

(5)

5

5

topik seksualitasdengan anak-anak mereka karena mereka merasa malu dan ada pengalaman ketidaknyamanan. Padahal menurut Ali dan Asrori (2005) seorang yang dianggap penting oleh remaja akan diharapkan persetujuannya setiap gerak dan tingkah laku, seseorang yang tidak ingin dikecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi remaja (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap (Ali & Asrori, 2005). Bahkan hasil penelitian Lestari dan Purwandari (2002) mengungkap bahwa ibu cenderung bersikap menunggu pertanyaan daripada bersikap proaktif untuk menyampaikan materi seksualitas pada anak.

Kedekatan hubungan akan tercipta jika terjadi komunikasi yang efektif dan terbuka antara orangtua dan anak. Komunikasi yang terbuka di dalam keluarga akan membangun perkembangan positif pada remaja, dan dikaitkan dengan prestasi di sekolah dan kemampuan memecahkan masalah. Sebaliknya kenakalan remaja, kehamilan remaja, penyalahgunaan alkohol dan obat, depresi, dan bunuh diri dikaitkan dengan remaja yang memiliki komunikasi tertutup, berkonflik dan komunikasi satu arah dengan keluarganya (Riesch, Henriques, Chanchong, & Weena, 2003). Di sinilah letak pentingnya hubungan yang berkualitas antara orangtua dan anak. Orangtua harus lebih terbuka dan memberi kesempatan kepada anak untuk menceritakan permasalahannya tanpa rasa takut. Orangtua diharapkan sebagai teman untuk anaknya berkomunikasi agar remaja merasa nyaman untuk terbuka mengenai permasalahannya dan orangtua lebih mudah untuk memberikan informasi maupun nasehat dengan lebih nyaman.

(6)

6

6

Kenyataan yang terjadi bahwa kondisi yang diidealkan ini belum terwujud. Orangtua seringkali masih belum mampu menjalankan perannya sebagai pendidik seksualitas maupun sahabat bagi anaknya. Hasil wawancara dengan empat orang Ibu yang memiliki remaja di X pada tanggal 5 Desember 2015 menunjukkan bahwa Ibu merasa kesulitan untuk mendekati dan masuk pada dunia anak yang berada pada masa remaja. Ibu juga merasakan anak tertutup untuk membicarakan masalahnya. Sejauh ini anak atau remaja juga tidak pernah menceritakan permasalahan mereka kepada orangtua dan orangtua juga tidak bersikap proaktif untuk menanyakan permasalahan remajanya. Masalah lain yang terjadi adalah antara remaja dan orangtua tak jarang mengalami konflik saat berkomunikasi dikarenakan adanya keinginan atau persepsi yang berbeda antara orangtua dan anak yang kurang bisa dikomunikasikan. Orangtua menilai bahwa anak-anak mereka lebih pandai mencari informasi dan pandai menyembunyikan rahasia dari orangtua. Orangtua merasa tidak mempercayai anak-anaknya dan berfikir bahwa apa yang dilakukan anak di luar rumah barangkali berbeda dan perilaku anak di dalam rumah. Bahkan orangtua belum memiliki pemahaman tentang perkembangan remaja dan permasalahannya sehingga seringkali terjadi salah paham antara orangtua dan remaja.

Sementara menurut remaja, sikap yang ditunjukkan orangtua saat berkomunikasi dengan remaja adalah menunjukkan perilaku menginterogasi anak, menceramahi dan bahkan mengancam kepada anak. Sikap orangtua tersebut membuat anak merasa tidak nyaman dan bahkan takut untuk menceritakan permasalahannya. Remaja merasa tidak nyaman dan segan untuk

(7)

7

7

mengutarakan hal-hal yang bersifat pribadi apalagi yang menyangkut masalah seksualitas kepada orangtua. Remaja menilai bahwa orangtua kurang sejalan pemikirannya karena berbeda generasi. Remaja merasa lebih nyaman dan menikmati ketika membicarakan masalah pribadi kepada teman sebaya. Remaja menilai teman sebaya lebih memahami perasaan mereka karena mengalami hal yang sama. Topik pembicaraan dengan teman lebih banyak berkaitan dengan ketertarikan dengan lawan jenis dan bertukar pengalaman mengenai hubungan saat berpacaran, serta saat mengalami konflik dengan teman sekolah. Sementara topik pembicaraan dengan orangtua adalah mengenai pelajaran di sekolah atau mengenai keperluan sekolah.

Berdasarkan data-data penelitian terdahulu dan penelitian awal diperoleh data bahwa hubungan kedekatan ibu dengan anak belum terjalin dengan baik. Hal itu dapat dilihat dari kurangnya kepercayaan dari anak kepada ibu dan sebaliknya serta ketidakpuasan anak terhadap cara ibu dalam melakukan pengawasan terhadap anak, bahkan tidak jarang interaksi orangtua diwarnai oleh konflik. Selain itu komunikasi di dalam keluarga belum tercipta dengan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ester dan Lance (2012) bahwa ketidakcocokan antara orangtua dan anak bisa dikaitkan dengan kualitas hubungan yang kurang antara orangtua dan anak, hal itu dapat dilihat dari kurangnya komunikasi dan kedekatan antara orangtua dan anak.

Menurut hasil penelitian Miller selama 20 tahun, komunikasi orang tua dengan remaja tentang topik-topik seksualitas memiliki peran penting untuk dapat memahami adanya variasi pada sikap dan perilaku seksual remaja, seperti sikap

(8)

8

8

untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Akan tetapi komunikasi seksualitas orang tua dengan remaja baru akan mempengaruhi sikap remaja bila orang tua dapat mengkomunikasikan topik-topik seksualitas dengan remaja yang nyaman (Whitaker, 1999).

Dalam penelitian ini peneliti ingin lebih mengangkat peran ibu dalam menjalin kedekatan dan menjadi pendidik seksualitas bagi anaknya dengan pertimbangan Ibu adalah sosok yang paling berperan dalam mendidik anak dan ibu adalah sosok yang memiliki ikatan emosional dan melakukan banyak interaksi dengan anak. Menurut Notosoedirjo dan Latipun (2002), ibu merupakan orang pertama yang mempunyai relasi dengan anaknya. Ibu lebih banyak melewatkan waktu untuk memperhatikan anaknya secara fisik dan memberikan kesejahteraan secara afeksi (Berk, 2003). Parsons dan Bales (dalam Widiastuti & Widjaja, 2009) mengemukakan peran ibu dalam keluarga sebagai “ekspresif” dan ayah sebagai “instrumental”. Mereka mengatakan bahwa ibu menunjukkan karakteristik dalam memberikan empati dan kenyamanan emosional untuk anak-anaknya, sedangkan ayah menunjukkan karakteristik instrumental dalam melindungi keluarga dan memberikan kestabilan ekonomi rumah tangga dengan bekerja di luar rumah untuk pekerjaan yang memerlukan keahlian dan inteligensi. Ibu bertanggung jawab untuk suasana emosional dan afektif dalam rumah, dan untuk membesarkan anak-anak, sedangkan ayah dianggap kurang berperan dalam hal membesarkan anak (Shulman & Seiffge-Krenke, 1997). Peranan ayah diartikan sebagai pencari nafkah yang baik dan memberi disiplin yang tegas. Akibatnya secara sosial dibandingkan wanita, pria kurang terlibat dalam pengasuhan anak

(9)

9

9

sehari-hari (Lamb dalam Widiastuti & Widjaja, 2004). Peran Ibu yang lebih dekat secara afeksi dan memiliki karakteristik yang memberikan kenyamanan emosional memungkinkan Ibu lebih mudah dalam menjalin kedekatan dan keterbukaan dengan anak.

Kebutuhan komunikasi merupakan kebutuhan vital di dalam keluarga. Komunikasi terbuka dan hangat merupakan hal yang penting di dalam hubungan orangtua dan anak terutama pada masa remaja. Dengan adanya komunikasi yang terbuka dan efektif antara orangtua dan remaja maka diharapkan hubungan antara orangtua dan remaja menjadi lebih dekat dan berkualitas. Hal itu memungkinkan remaja merasa nyaman untuk terbuka kepada orangtuanya. Jika remaja merasa nyaman dengan orangtuanya maka orangtua dapat dengan mudah memberikan edukasi mengenai seksual kepada anak sehingga kasus kehamilan remaja dapat ditekan.

Bentuk-bentuk intervensi yang pernah dilakukan untuk meningkatkan kualitas hubungan antara orangtua dan remaja dalam rangka mengatasi permasalahan remaja dilakukan melalui upaya program parenting maupun palatihan komunikasi. Menurut penelitian Lewis (dalam Miller, 2010) komunikasi antara orangtua dan pra remaja tentang seksualitas di Inggris berupaya untuk contoh bagi negara-negara Eropa lainnya seperti Belanda, Perancis dan Jerman untuk mengatasi kehamilan remaja dan infeksi penyakit menular seksual lebih rendah.

Penelitian Blake, Simkin, Ledsky, Perkins, dan Caleberese (2001) menunjukkan hasil bahwa pemberian intervensi pengasuhan tentang komunikasi

(10)

10

10

orangtua dan remaja awal terbukti efektif memperbaiki kualitas komunikasi orangtua dan remaja dengan ditunjukkan dengan meningkatnya intensitas komunikasi mengenai seksualitas antara orangtua dan remaja, serta menunjukkan hasil positif mengenai sikap seksual remaja. Sementara hasil penelitian Riesch, Henriques, Chanchong, dan Weena (2003) menunjukkan bahwa orangtua dan remaja yang mendapatkan pelatihan ketrampilan komunikasi (kelompok eksperimen) mempersepsikan bahwa mereka telah memiliki kedekatan, dan penyesuaian yang bertambah di dalam keluarga dibandingkan kelompok kontrol. Selanjutnya hasil penelitian Turnbul (2012) menunjukkan bahwa kedekatan hubungan di dalam keluarga akan membangun kedekatan dan kenyamanan untuk membicarakan masalah seksual secara terbuka.

Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa intervensi mengenai pemberian ketrampilan komunikasi terbukti efektif untuk meningkatkan intensitas maupun kualitas komunikasi sehingga mampu membangun kedekatan hubungan antara orangtua dan remaja. Demikian pentingnya kedekatan dan hubungan yang berkualitas antara orangtua terutama ibu dan anak maka perlu dilakukan penelitian untuk menemukan program pelatihan komunikasi yang tepat guna meningkatkan kualitas hubungan antara ibu dan remaja.

B.Rumusan Masalah

Orangtua memiliki peran penting dalam mendidik dan menjadi sahabat bagi anak remajanya. Komunikasi terbuka dan hangat merupakan hal yang penting di dalam hubungan orangtua dan anak terutama pada masa remaja.

(11)

11

11

Dengan adanya komunikasi yang terbuka dan efektif antara orangtua dan remaja maka diharapkan hubungan antara orangtua dan remaja menjadi lebih dekat dan berkualitas. Hal itu memungkinkan remaja merasa nyaman untuk terbuka kepada orangtuanya. Jika remaja merasa nyaman dengan orangtuanya maka orangtua dapat dengan mudah memberikan edukasi mengenai seksualitas kepada anak sehingga kasus perilaku seksual sebelum menikah dapat ditekan. Pada kenyataannya orangtua belum mampu berperan menjadi pendidik maupun sahabat bagi remaja, bahkan hubungan antara remaja dan orangtua kurang dekat yang disebabkan oleh komunikasi yang kurang terbuka antara orangtua dan remaja. Hal itu membuat remaja merasa tidak nyaman bahkan takut untuk menceritakan permasalahannya kepada orangtua. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa hubungan orangtua dan remaja belum berkualitas. Berdasarkan paparan di atas maka penelitian ini bermaksud menguji efektivitas pelatihan komunikasi dalam meningkatkan kualitas hubungan antara Ibu dan remaja. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah pelatihan ketrampilan komunikasi pada Ibu dapat meningkatkan kualitas hubungan antara Ibu dan remaja?”

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas pelatihan ketrampilan komunikasi untuk meningkatkan kualitas hubungan antara Ibu dan remaja.

(12)

12

12

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

Manfaat teoritik dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan di dalam bidang psikologi keluarga dan psikologi kesehatan, terutama yang berkaitan dengan pengembangan metode intervensi dalam mencegah perilaku tidak sehat dan mempromosikan pola perilaku sehat kepada masyarakat.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini antara lain: a. Bagi Orangtua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan ketrampilan bagi orangtua dalam melakukan komunikasi efektif kepada anaknya sehingga dapat meningkatkan kualitas hubungan antara orangtua anak untuk mencegah perilaku seks remaja sebelum menikah.

b. Bagi Praktisi di bidang pendidikan (guru, konselor sekolah), hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan komunikasi yang efektif kepada remaja sehingga praktisi pendidikan lebih tepat dalam memberikan pendidikan moral maupun seksualitas kepada siswa remaja.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengangkat tema kualitas hubungan ibu dan remaja dalam kajian psikologi belum banyak dilakukan di indonesia. Beberapa penelitian di luar negeri bersifat komparatif dan asosiatif maupun dengan metode pendekatan kualitatif.

(13)

13

13

Pada penelitian sebelumnya belum dilakukan penelitian yang bersifat ekspeimental untuk menguji efektifitas intervensi pelatihan komunikasi dalam rangka mengatasi masalah kualitas hubungan ibu dan anak.

Penelitian dengan tema pelatihan komunikasi sebelumnya dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi orangtua terhadap anak dalam rangka mencegah hubungan seksual sebelum menikah pada remaja.

Shek (2006) melakukan penelitian dengan topik “Persepsi Kualitas Hubungan Orangtua-Anak dan Kontrol perilaku dan Psikologis dari Orangtua pada Remaja China di Hongkong”. Subjek penelitian adalah pelajar tingkat dua di China. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui persepsi remaja tentang kualitas hubungan dengan orangtua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Orangtua memiliki kepercayaan pada anak dan anak memiliki kepercayaan pada orangtua berhubungan positif dengan kesiapan anak untuk terbuka pada orangtua dan kepuasan pada kontrol orangtua.

Topik penelitian Kualitas Hubungan juga dilakukan oleh Reidler dan Swenson (2012) dengan judul “ Perbedaan antara Persepsi Remaja dan Ibu pada Kualitas Hubungan Ibu-Anak dan Diri yang Tertutup: Dampak pada Remaja dan Ibu-Penyesuaian pada Anak. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan antara Ibu-anak terhadap kualitas hubungan ibu-anak dan keterbukaan dan penyesuaian ibu-anak pada ibu. Penelitian tersebut memberikan saran pada peneliti selanjutnya untuk mengkaji mengenai aspek-aspek negatif yang mempengaruhi kualitas hubungan Ibu-anak, kontribusi

(14)

14

14

munculnya perilaku dan treatmen untuk mengatasi masalah hubungan Ibu dan anak.

Selanjutnya, Widiastuti dan Widjaya (2004) juga melakukan penelitian mengenai Kualitas Hubungan dengan topik “ Hubungan antara Kualitas Relasi Ayah dengan Harga Diri Remaja Putra. Penelitian tersebut dilakukan pada 90 remaja siswa SMU di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas relasi ayah dengan harga diri remaja putra. .

Riesch, dkk (2003) telah melakukan penelitian dengan topik “Pengaruh Pelatihan Ketrampilan Komunikasi pada Orangtua dan Remaja dari Tipe Keluarga yang Memiliki Banyak Perbedaan”. Subjek penelitian ini adalah Orangtua (ayah, ibu) dan remaja di Wisconsin yang berasal dari keluarga bermasalah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa antara ayah dan remaja tidak terdapat perubahan hasil dari program intervensi, sementara ibu yang menjadi subjek penelitian mempersepsikan bahwa komunikasi antara ibu dan remaja menjadi lebih terbuka daripada peran kontrol ibu. Secara umum hasil penelitian Riesch, dkk (2003) menyimpulkan bahwa intervensi yang berbasis pada keluarga tidak harus dilakukan pada keluarga yang bermasalah.

Selanjutnya Blake, Simkin, Ledsy, Perkins dan Calabrese (2001) melakukan penelitian dengan topik “ Pengaruh Intervensi Komunikasi Orangtua-anak pada Remaja yang Beresiko pada Gejala Awal Sexual Intercourse. Penelitian ini dilakukan pada remaja di sekolah menengah yang diberikan intervensi berupa tugas rumah (home work assignment) yang harus diisi oleh remaja dan orangtua.

(15)

15

15

Penelitian tersebut merupakan model penelitian eksperiman yang bertujuan untuk men-support program sekolah dalam rangka menanggulangi perilaku seks bebas pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program intervensi tersebut terbukti dapat meningkatkan ketahanan diri pada remaja untuk tidak melakukan perilaku seks bebas.

Mengacu pada beberapa penelitian di atas, maka peneliti berusaha melakukan follow up atas penelitian yang dilakukan Swenson (2012) dan Riesch, dkk (2003) untuk memberikan treatment dalam rangka memperbaiki kualitas hubungan Ibu dan anak. Selanjutnya terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya. Adapun persamaannya adalah berkaitan dengan beberapa teori tentang kualitas hubungan yang digunakan oleh Widiastuti dan Widjaya (2009), Rieesch, dkk (2003) dan Shek (2006).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada, yaitu dengan judul Efektifitas Pelatihan Komunikasi untuk Meningkatkan Kualitas Hubungan Ibu-Remaja. Beberapa perbedaannya antara lain adalah subjek dan lokasi pada penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu ibu yang berdomisili di wilayah Boyolali. Alat ukur penelitian ini mengadaptasi skala kualitas relasi orangtua-anak yang disusun Lestari (2013) berdasarkan aspek-aspek kualitas hubungan orangtua anak dari Shek (2006). Perbedaan selanjutnya adalah modul intervensi pelatihan ketrampilan komunikasi ini peneliti susun sesuai konteks budaya di lokasi penelitian di desa X dengan mengacu kisi-kisi pelatihan

(16)

16

16

ketrampilan komunikasi pada orangtua dan remaja yang diungkapkan Riesch, dkk (2003).

Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa keaslian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan. Hal itu dapat diketahui dari lokasi penelitian, subjek penelitian, alat ukur penelitian, dan modul pelatihan belum pernah digunakan dalam penelitian lain yang sejenis.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi anggota Badan Perwakilan Desa di Kabupaten Sleman tentang kesetaraan gender dan organisasi peka gender.. Populasi

19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finasial yang merujuk pada Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, sulit dilakukan

peningkatan pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Karangsari Tahun Ajaran 2013/2014, dapat disimpulkan bahwa (1) Langkah-langkah penggunaan Model

[r]

Dengan fenomena awal dari hubungan kerja, lingkungan kerja serta motivasi kerja pegawai tersebut, mendorong penulis untuk meneliti seberapa besar pengaruh hubungan kerja,

Dengan sumber data utama diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan sejumlah informan seperti anggota DPRD Kota Semarang, BAPPEDA Kota Semarang, DTKP Kota Semarang,

Dengan pemodelan peluang kecelakaan yang melibatkan pengendara sepeda diharapkan dapat digunakan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait permasalahan

The research is focused on the development a tool for converting IOTNE into IOTED and apply the tool to obtain EDM in the Indonesian industrial sector based on the 2008