• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan anugerah terindah yang tidak tergantikan dalam sebuah keluarga. Setiap orang yang berumah tangga sangat menginginkan akan hadirnya seorang anak. Anak dapat memberikan hiburan tersendiri kepada orang tua di kala mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan penerus keturunan dalam keluarga.

Tidak semua keluarga memiliki kesempatan untuk memiliki anak kandung. Banyak hal yang menyebabkan hal ini. Bisa jadi karena alasan medis, karena usia, atau karena memang belum “dipercaya” untuk memiliki anak oleh Tuhan. Bagi keluarga yang belum dikaruniai anak, adopsi merupakan jalan yang tepat. Banyak keluarga yang mengadopsi anak sebagai “pancingan” agar secepat mungkin dikaruniai anak kandung. Namun ada juga yang mengadopsi anak untuk meringankan beban orang tua kandung si anak, terlebih lagi jika orang tua kandung anak tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu.

Jika dalam perkawinan itu tidak diperoleh anak berarti tidak ada yang melanjut keturunan dan kerabatnya, yang dapat mengakibatkan punahnya kerabat tersebut. Oleh karena itu orang akan melakukan cara apa saja dan mengorbankan biaya berapa saja mendapatkan anak dalam perkawinan bahkan ada yang melakukan program bayi , tidak jarang juga mendapatkan anak walaupun telah

(2)

berusaha secara maksimal sehingga pengangkatan anak (adopsi) dianggap sebagai jalan terakhir.

Pengangkatan yang lazim disebut adopsi merupakan lembaga hukum yang dikenal sejak lama dalam budaya masyarakat Indonesia bermaca-macam motif orang melakukan pengangkatan anak, sehingga mengadopsi seorang anak tidak bisa dilakukan dengan “asal-asalan”. Ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang adopsi anak.

Peraturan mengenai tata cara dan akibat hukum dari pengangkatan anak itu sendiri juga bersifat pluralistik di Indonesia. Masing-masing etnis dan golongan penduduk mempunyai aturan sendiri mengenai prosedur dan akibat hukum pengangkatan anak. Keanekaragaman ini sering menyebabkan ketidakpastian dan masalah hukum yang tidak jarang menjadi sengketa pengadilan. Eksistensi adopsi di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum masih belum sinkron, sehingga masalah adopsi masih merupakan problema bagi masyarakat, terutama dalam masalah yang menyangkut ketentuan hukumnya. Ketidaksinkronan tersebut sangat jelas dilihat, kalau dipelajari ketentuan tentang eksistensi lembaga adopsi itu sendiri.

Masalah pengangkatan anak semakin menarik perhatian untuk dikaji setelah berlakunya Intruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, oleh Kompilasi Hukum Islam mengakui adanya hubungan hukum antara anak angkat dan orang tua angkat berupa wasiat wajibah dalam pasal 299. sehingga mengenai pengangkatan anak merupakan topik yang sangat menarik dibahas. Selain itu isu adopsi oleh orang warga negara asing kembali mencuat

(3)

pasca bencana tsunami dan gempa di Nanggroe Aceh Darussalam. Dimana sejumlah masyarakat berkeinginan untuk mengadopsi anak-anak Aceh korban tsunami2 Berita hilangnya 300 anak pasca bencana tsunami Aceh yang dilarikan oleh World Help sampai hari ini tidak jelas penyelesaianya, dan banyak pihak menduga anak-anak ini dilarikan ke Amerika.3

Pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandung sendiri, berdasarkan Pada mulanya pengangkatan anak hanya dilakukan semata-mata untuk melanjutkan dan mempertahankan garis keturunan/marga dalam suatu keluarga yang tidak mempunyai anak kandung. Disamping itu juga untuk mempertahankan ikatan perkawinan. Sehingga tidak timbul perceraian. Tetapi dalam perkembangannya kemudian sejalan dengan perkembangan masyarakat, tujuan adopsi telah berubah menjadi untuk kesejahteraan anak. Hal ini tercantum dalam Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No 4 Tahun 1979, yang berbunyi “pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak”.

Namun masih ada juga penyimpangan-penyimpangan seperti misalnya ingin menambah/mendapatkan tenaga kerja yang murah. Ada kalanya keluarga yang telah mempunyai anak kandung, merasa perlu lagi untuk mengangkat anak yang bertujuan untuk menambah tenaga kerja dikalangan keluarga atau karena kasihan terhadap anak yang diterlantarkan.

2

http;//www.texassweetheart.blog.friend.com, “Adopsi legal dan Ilegal” diakses pada hari Sabtu, tanggal 13 Februari 2009, Pkl 20.30 WIB

3

www.kpai.go.id/download/doc_download/2-melawan-trafficking.html, “Melawan Trafficking” diakses pada hari selasa, tanggal 16 Februari 2009, Pkl. 15.30 WIB

(4)

ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan.

Kenyataan sosial pengangkatan anak merupakan salah satu aspek dalam hubungan antar bangsa dan anak negara. Pengangkatan anak semacam itu menimbulkan masalah baru yaitu masalah pengangkatan anak antar negara. Namun demikian hingga kini belum dijumpai literatur yang memadai tentang pengangkatan anak antar negara, demikian pula mengenai undang-undang tentang pengangkatan anak yang sejak tahun 1982 masih tetap menjadi rancangan undang-undang.

Dalam proses pengangkatan anak, anak tidak mempunyai kedudukan yang sah sebagai pihak yang membuat persetujuan. Anak merupakan objek persetujuan yang dipersoalkan dan dipilih sesuai dengan selera pengangkat. Tawar-menawar seperti dalam dunia perdagangan dapat selau terjadi. Pengadaan uang serta penyerahaan sebagai imbalan kepada yang punya anak dan mereka yang telah berjasa dalam melancarkan pengangkatan merupakan petunjuk adanya sifat bisnis pengangkatan anak.

Sehubungan dengan ini, maka harus dicegah pengangkatan anak yang menjadi suatu bisnis jasa komersial. Karena hal itu sudah bertentangan dengan azas dan tujuan pengangkatan anak.

Menurut azas pengangkatan anak, maka seorang anak berhak atas perlindungan orang tuanya, dan orang tuanya wajib melindungi anaknya dengan berbagai cara. Oleh sebab itu hubungan antara seorang anak dengan orang tua harus dipelihara dan dipertahankan sepanjang hidup masing-masing. Pelaksanaan

(5)

pengangkatan anak pada hakekatnya merupakan suatu bentuk pemutusan hubungan antara orang tua kandung dengan anak kandung. Dengan demikian, maka pengangkatan anak adalah pada dasarnya tidak sesuai dengan azas pengangkatan anak dan tidak dapat dianjurkan.

Pengangkatan anak pada hakekatnya dapat dikatakan salah satu penghambat usaha perlindungan anak. Oleh sebab pengangkatan anak yang pada hakekatnya memutuskan hubungan antara orang tua kandung dengan anak kandung, menghambat seorang ayah kandung melaksanakan tanggung jawabnya terhadap anak kandung dalam rangka melindungi anak (mental, fisik,dan sosial). Pengangkatan anak tidak memberikan kesempatan anak melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap orang tua kandungnya. Hal ini tidak mendidik dan membangun kepribadian seorang anak. Kalaupun upaya adopsi berhasil, pasal 40 UU perlindungan anak masih mewajibkan orang tua angkat memberitahukakan asala-usul orang tua kandung kepada anak kelak.4

Pengangkatan anak menyangkut nasib anak yang harus dilindungi, sebab anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cta perjuangan bangsa. Anak mempunyai peran yang strategis dalam menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan, oleh karena itu setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhalak mulia. Oleh sebab itu juga pengangkatan anak harus menjadi pokok perhatian perlindungan anak, serta

4

(6)

pelaksanaannya harus diamankan oleh hukum perlindungan anak demi perlakuan adil dan sejahtera bagi kehidupan anak.

Pengangkatan anak akan mempuyai dampak perlindungan anak apabila syarat-syarat seperti dibawah ini dipenuhi, yaitu;

1. diutamakan pengangkatan anak yang yatim piatu 2. anak yang cacat mental, fisik, sosial,

3. orang tua anak tersebut memang sudah benar-benar tidak mampu mengelola keluarganya

4. bersedia memupuk dan memelihara ikatan keluarga anatara anak dan orang tua kandung sepanjang hayatnya

5. hal-hal lain yang tetap mengembangkan manusia seutuhnya. 5

Permasalahan pengangkatan anak jelas begitu kompleks dan rumit dan dapat membuat anak tidak mampu melindungi dirinya sendiri menjadi korban non struktural dan struktural. Oleh karena itu Mahkamah Agung tidak menutup mata dengan banyak masalah yang terjadi pada pengangkatan anak sehingga aturan yang dulu dipakai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 tahun 1979, disempurnakan lewat Surat Edaran Mahkamah agung (SEMA) No. 6 tahun 1983

Dengan banyaknya permohonan pengangkatan anak baik didalam negeri maupun antar negara. Terlebih melihat modernisasi negara-negara barat yang telah melahirkan tingkat kemakmuran tinggi yang membawa perubahan jalan fikiran tentang perkawinan dan keluarga dimana kaum wanita tidak ingin menikah, ataupun kalau menikah mereka tidak ingin memiliki anak. Mereka rela

5

Irma Setyowati Soemitro, Aspek Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 40

(7)

mengeluarkan biaya yang besar untuk mengadopsi anak Kebutuhan Adopsi massal ini yang menyebabkan ada pihak-pihak yang menarik banyak keuntungan yang tidak pada tempatnya. Pada sisi lain negara-negara berkembang seperti Indonesia masih dipenuhi warga miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran pencarian anak-anak yang akan diadopsi melalui proses perdagangan6

6

. Hal ini disertai Kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dari kelurahan atau kepala desa dan kurangnya pengamatan/penelitian dapat mengakibatkan lolosnya permohonan pengangkatan anak antar negara tanpa memperhatikan aspek keamanan negara. Seperti kasus Tristan dowse, korban penjualan anak berkedok adopsi adalah kasus yang besar tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara asal orang tua yang mengadopsinya, Irlandia. Setelah melalui proses hukum tristan kembali ke ibu kandungnya. Tristan adalah salah satu contoh adopsi orang asing, walaupun dalam praktek terdapat jual beli. Adopsi anak bernama asli Erwin disahkan Pengadilan Negeri Jakarta selatan. Diyakini ada banyak kasus sejenis terjadi meskipun belum terungkap kepermukaan. Umumnya terjadi melalui sindikat perdagangan bayi.

Diyakini di Indonesia ada ratusan ribu anak yang belum mendapat pengasuhan dan perlindungan sangat rentan dengan adopsi yang tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku (adopsi Ilegal) hal ini justru membuat anak tidak bahagia karena ada yang dieksploitasi bahakan ditelantarkan kembali oleh orang tua yang mengadopsinya.

(8)

Oleh karena itu terlepas dari siapapun yang hendak mengadopsi dan dengan alasan apapun hendak mengasuh dan mengadopsi anak harus sesuai dengan prosedur yang diatur dalam hukum. Hal ini untuk mencegah terjadinya Traffiking anak sebab trafficking bukan saja persoalan penjualan anak untuk eksploitasi baik seksual maupun tenaga, tetapi juga penjualan bayi yang masih dalam kandungan, dan anak-anak dengan dalih adopsi.

B.

Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana peraturan hukum mengenai pengangkatan anak (adopsi) dan prosedur pengangkatan anak?

2. Bagaimana implementasi hak anak dalam hukum nasional?

3. Bagaimana sanksi pidana bagi pelaku pengangkatan anak secara ilegal?

C.

Tujuan dan Pemanfaatan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan adalah seagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai peraturan hukum mengenai pengangkatan anak (adopsi) dan proses pengangkatan anak

(9)

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan sanksi hukum bagi pelaku pengangkatan anak secara ilegal (adopsi Ilegal)

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini berjudul: “KAJIAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGANGKATAN ANAK SECARA ILEGAL” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan kondisi dan fenomena dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang ada melalui refrensi buku-buku, media elektronik, dan bantuan berbagai pihak. Dalam rangka melengkapi Tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Hukum Di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Anak

1. pengertian anak menurut Undang-undang dasar 1945

Pengertian anak adalah kedudukan yang ditetapkan dalam pasal 34. pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena yang menjadi esensi dasar kedudukan anak dalam kedua pengertian ini yaitu anak adalah subjek hukum dai sistem hukum nasional, yang harus

(10)

dilindungi, dipelihara, dan dibina untuk kesejahteraan anak. Pengertian menurut Undang-undang dasar 1945 dan pengertian politik melahirkan atau menonjolkan hak-hak yang harus diperoleh anak dari masyarakat, bangsa, dan negara atau dengan kata yang tepat pemerintah dan masyarakat dan lebih bertanggung jawab terhadap masalah sosial, yuridis dan politik yang ada pada seorang anak

2. Pengertian menurut hukum perdata

Pengelompokan anak menurut pengertian hukum perdata di bangun dari beberapa aspek keperdataan yang ada pada anak sebagai seorang subjek hukum yang tidak mampu. Aspek-aspek tersebut sebagai berikut;

1. Status belum dewasa (batas usia) sebagai subjek hukum 2. Hak-hak anak dalam hukum

Dalam hukum perdata khususnya pasal 330 ayat 1, mendudukan anak sebagai berikut “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin....dst” dalam pasal 330 ayat 3, mendudukkan anak sebagai berikut “seorang yang belum dewasa yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua akan berada dibawah perwalian....dst” pengertian anak disini disebut sebagai istilah “belum dewasa’ dan mereka yang berada dalam pengasuhan orang tua dan perwalian. Pengertian yang dimaksud sama halnya dengan pengaturan yang terdapat dalam Undang-undang No1 tahun 1974 tentang perkawinan, yurisprudensi, hukum adat, dan hukum islam pengertian anak ditetapkan sama makna dengan mereka yang belum dewasa dan

(11)

seseorang yang belum mencapai usia batas legitimasi hukum sebagai hukum atau layak subjek hukum normal yang ditentukan oleh perundang-undangan perdata7

3. pengertian anak menurut hukum pidana

Menurut Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan undang-undang mengklasifikasikan anak kedalam pengertian berikut ini:

1. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama berumur 18 tahun

2. Anak negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS paling aman sampai berumur 18 tahun

3. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orangtua atau walinya memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Menurut Undang-Undang Peradilan Anak No. 3 Tahun 1997:

Batas usia Anak yang diatur dalam peradilan anak adalah 8 hingga 18 tahun. Pelaku tindak pidana anak di bawah usia 8 tahun diatur dalam Undang-Undang Peradilan Anak: “Akan diproses penyidikannya, namun dapat diserahkan kembali pada ortunya atau bila tidak dapat dibina lagi diserahkan pada Departemen Sosial.“

7

Maulana Hassan Wadong, Advokasi dan Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 17

(12)

Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan AnakAnak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

4. Pengertian anak menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Ruang lingkup pengertian anak dalam Hukum Tata Negara memiliki makna yang tidak jauh berbeda dengan makna yang ditetapkan oleh undang-undang dasar 1945 dan yang ditentukan anak dalam pengertian politik dan atau dari pengertian hukum perdata. Dalam makna tata negara anak berhak untuk mendapatkan status atas perlindungan dari kewajiban-kewajiban hukum baik baik untuk dipelihara atau direhabilitasi dari perbuatan pidana atau perbuatan melanggar hukum lainnya. Pengertian anak menurut ketentuan HTN dapat meliputi hak-hak orangtua yang menajdi PNS dan atau ABRI seperti berikut; a. hak untuk memperoleh tunjangan

b. hak untuk memperoleh askes, tunjangan kepegawaian, dll.

2. Pengertian Pengangkatan Anak

Pengertian adopsi dapat dibedakan dari dua sudut pandangan yaitu secara etimologi; adopsi bersalah dari kata ”adoptie” bahasa Belanda, atau ”adopt” (adoption) bahasa Inggris yang berarti pengangkatan anak. Dalam bahasa arab disebut ’tabbani’ yang menurut Mahmud yunus diartikan sebagai ”mengambil

(13)

anak angkat” sedangkan dalam kamus Munjid diartikan ”ittihadzahu Ibnan’ yaitu menjadikannya sebagai anak.8

Menurut Hilman Hadi Kusuma, dalam bukunya hukum perkawinan adat: anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orangtua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga

Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum, berarti ”pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya sendiri” jadi disini penekanannya pada persamaan status anak angkat dari hasil pengangkatan anak sebagai anak kandung. Ini adalah pengertian secara literlijk yaitu adopsi diover kedalam bahasa indonesia menjadi anak angkat atau pengangkatan anak.

Secara terminologi, para ahli mengemukakan beberapa rumusan tentang adopsi, antara lain;

9

Adopsi (mengangkat anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang mememungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri

.

Menurut Surojo Wignjodipuro, dalam bukunya “pengantar dan asas-asas hukum adat memberikan batasan sebagai berikut;

10

8

Muderis Zaini, Adopsi: Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal. 4

9

Ibid., hal. 5 10

Surojo Wignojodipuro, Pengangtar dan Asas-asas Hukum Adat, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta Hal.4

(14)

Kemudian Mahmud Syaltut, seperti yang dikutip secara ringkas oleh Factur Rachman dalam bukunya ahli waris, beliau membedakan dua macam arti anak angkat yaitu11;

Pertama; penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya. bahwa ia sebagai anak orang lain kedalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberiaan nafkah, pendidikan, dan pelayanan dalam segi kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri.

Kedua; yakni yang dipahamkan dari perkataan “tabanni” (mengangkat anak secara mutlak menurut syariat adat dan kkebiasaan yang berlaku pada manusia tabanni ialah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai oranglain kedalam keluarganya, yang tidak ada pertalian nasab kepada dirinya, sebagaimana anak yang sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan hukum sebagai anak.

Dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perlindungan Anak , UU No 23 Tahun 2002 memberi pengertian pengangkatan anak ;

Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan-kekuasaan keluarga orangtua yang sah/walinya yang sah/orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan kekuasaan kekeluargaan orangtua angkat berdasarkan putusan/penetapan pengadilan negeri

Pengertian lain adopsi adalah suatu perbuatan hukum yang memberikan kedudukan kepada seseorang anak orang lain yang sama seperti anak sah.

11

(15)

3. Pengertian pengangkatan anak secara ilegal

Pengangkatan anak yang dimasukkan dalam kategori ilegal, berdasarkan pasal 39 UU No 23 tahun 2003 dapat dirincikan sebagai berikut:

1. Pengangkatan anak yang dilakukan bukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, tetapi untuk kepentingan pribadi seseorang, dan dilakukan tidak berdasarkan adat kebiasaan setempat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku .

2. Pengangkatan anak yang memutuskan hubungan nasab dengan orangtua kandung anak angkat.

3. Calon orang tua kandung ternyata tidak seagama dengan anak yang diangkat.

4. Pengangkatan anak oleh warga negara asing yang telah ternyata bahwa pengangkatan anak bukan merupakan upaya terakhir, karena masih ada upaya lainnya12

Menurut Boediono, Wakil Ketua Bidang Anak Dan Pendidikan Yayasan Pembinaan Dan Asuhan Bunda (YPAB) adopsi ilegal adalah

.

13

12

Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan pengangkatan Anak di Indonesia, Rajawali Pers, 2008, hal. 89

13

http;//www.texassweetheart.blog.friend.com, loc.cit

;

Adopsi yang dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antar pihak orangtua yang mengangkat dengan orangtua kandung anak

.

Dalam UU No 27 tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 5 angka 1 menjelaskan adopsi ilegal yaitu:

Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi.

(16)

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah: 1. Jenis Penelitian

Penelitian skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi.

2. Data dan Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang telah ada dan yang berhubungan dengan skripsi penulis yang terdiri dari UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan bahan hukum primer yaitu terdiri dari rancangan Undang-Undang, Buku, Pendapat para sarjana, hasil penelitian dan kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahasan judul skripsi ini, yaitu pengangkatan anak secara ilegal.

b. bahan hukum sekunder, berupa buku yang berkaitan dengan yang berkaitan dengan pengangkatan anak (adopsi) secara ilegal, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan dan sebagainya.

c. bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus. Kamus hukum , ensiklopedia, dan lainnya.

3 Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) yakni penelitian terhadap

(17)

literatur-literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar analisis terhadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi. Tujuan penelitian kepustakaan (Library Research) ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangn, buku, majalah, surat kabar, situs internet, maupun bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

4. Analisis Data

yakni dengan analisis secara kualitatif. Data sekunder yang diperoleh dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permaslahan.

G.

Sistematika Penulisan

Gambaran isi dan tulisan ini diuraikan secara sistematis dalam bentuk tahapan-tahapan atau bab-bab yang masalahnya diuraikan secara tersendiri, tetapi antara satu dengan yang lain memepunyai keterkaitan (Komprehensif)

Berdasarkan sistematika penuisan yang baku, penulisan skripsi ini dibagi dalam 4 (empat) Bab yaitu:

BAB I Pendahuluan

Bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisi latar belakang. Pemilihan judul, Perumusan masalah, tujuan dan pemanfaatan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan gambaran isi.

(18)

BAB II Ketentuan Hukum Tentang Pengangkatan Anak dan Prosedur Pengangkatan Anak

Didalam bab ini dijelaskan tentang pengangkatan anak menurut Peraturan Perundang-undangan, akibat hukum tentang pengangkatan anak, Syarat-syarat pengangkatan anak Warga Negara Asing Kepada Warga Negara Indonesia, Syarat-syarat pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing.

BAB III Implementasi Hak-Hak Anak Dalam Hukum Nasional

Didalam bab ini dijelasan tentang hak dan kewajiban Anak, pengasuhan dan Pengangkatan anak, keajiban Warga negara dan Pemerintah, Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua, Penyelenggaraan Perlindungan anak.

BAB IV Ketentuan Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pengangkatan Anak Secara Ilegal dan Beberapa Contoh Kasus

Secara garis besar bab ini menguraikan mengenai sanksi pidana dari pengangkatan yang dilakukan secara ilegal . Didalam penjelasan mengenai sanksi pidan diuraikan sanksi-sanksi hukuman bagi pelaku pengangkatan anak secara ilegal yang terdapat dalam KUHP, dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak.

BAB V Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan dengan memberikan beberapa saran yang diharapkan akan dapat berguna bagi paar pembaca baik secara teori maupun di dalam prakteknya.

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan penelitian rumah ibadah sebagai destinasi wisata yang melihat di puri tri agung dalam membangun ikatan toleransi dalam masyarakat yang berbeda-beda,

Dengan metode ini diharapkan siswa Sekolah Dasar dapat secara mendalam memahami materi Aksara Jawa dan dapat membaca dengan lancar dan baik, sehingga Aksara Jawa yang

 Gunakan Moz untuk cek DA/PA = Di atas 10, apabila DA/PA di bawah 10, tapi memiliki sumber backlink yang bagus, perlu di riset lebih mendalam, bisa digunakan atau tidak

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Alwani (2007) yang meneliti pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja auditor pada KAP di kota Semarang menunjukkan

Di Kabupaten Pelalawan, setiap kecamatan pasti terjadi sengketa/konflik lahan antara masyarakat adat dengan perusahaan terkait dengan tanah ulayat milik masyarakat adat yang berada

Dengan sistem informasi pada stokist yang akan dibangun diharapkan dapat membantu pihak stokist dalam manajemen data produk dan distributor serta mempermudah para distributor

Faktor siswa yaitu mengamati kegiatan siswa dalam mempelajari pendidikan agama Islam dengan menggunakan model pembelajaran everyone is a teacher here dalam meningkatkan

Latar Belakang: Balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, pada masa ini balita sangat rentan mengalami masalah kesulitan makan dikarenakan