• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN BUPATI NO. 23 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN BUPATI NO. 23 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR TAHUN 2017"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

i

EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN BUPATI NO. 23

TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN

KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KABUPATEN OGAN

KOMERING ILIR TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menempuh

Derajat S-1 Ilmu Administrasi Publik

Oleh:

DONI FIRNANDO 07011181520166

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA MEI 2019

(2)
(3)
(4)

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

“Jadikan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) sebagai Musuh Bersama” (Kol. Inf. Iman Budiman- Danrem 044 Garuda Dempo)

Atas Ridho Allah SWT, Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ayahku Tercinta Rohimi (Alm) dan Ibuku Jemari

2. Saudara-saudariku, Atin Diwi, Atin Agus, Udo Awan, Wo Ros, Bang Beni, Johan, Deston, Eka, Merina, Septa dan Rafik 3. Dosen dan Pegawai FISIP UNSRI 4. Sahabat-sahabat terbaikku

5. Teman-teman seperjuanganku Administrasi Publik angkatan 2015

(5)

v

ABSTRACT

This study was motivated by forest and land fires that occurred in the district. Ogan Komering Ilir in 2015 and will increase in 2017 compared to the previous year. This study aims to study the process of the Implementation of Policies on Forest and Land Fire Prevention in Ogan Komering Ilir District, South Sumatra in 2017. Data collection techniques were carried out through in-depth interviews, documentation and observation. The theory used in this study is the theory of Leo Agustino, where evaluation of this implementation will be seen from five dimensions, namely Apparatus Resources, Institutional, Infrastructure and Technology, Finance and Regulation. Based on the research in the field, the results of the implementation of Regent Regulation No. 23 of 2016 concerning the Forest and Land Fire Control System have been running, but have not fully supported the fulfillment of support in terms of technology, finance and not related to the operational guidelines to support the support Land and Land in Kab.Ogan Komering Ilir. This study suggests that Regent Regulation No. 23 of 2016 concerning the Forest and Land Fire Control System will continue in the following year, Facility and Technology Improvement, evaluation of the budget for funds equipped with implementing instructions and technical instructions.

(6)

vi ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kab. Ogan Komering Ilir secara besar-besaran pada tahun 2015 dan terjadi peningkatan luas lahan terbakar pada tahun 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses Implementasi Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Tahun 2017. Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Teori yang digunkaan dalam penelitian ini adalah teori Leo Agustino, dimana evaluasi impelementasi ini akan dilihat dari lima dimensi, yaitu Sumber Daya Aparatur, Kelembagaan, Sarana prasarana dan Teknologi, Finansial dan Regulasi. Berdasarkan penelitian dilapangan menunjukkan bahwa Implementasi Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2016 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan sudah berjalan, namun belum secara maksimal dikarenakan kurang terpenuhinya dukungan dari sisi sarana teknologi, finansial dan tidak adanya regulasi yang pasti (juklak dan juknis) untuk menunjang mekanisme pelaksanaan sehingga menyebabkan masih terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Kab. Ogan Komering Ilir. Penelitian ini memberikan saran agar Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2016 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan tetap dijalankan di tahun selanjutnya, peningkatan sarana dan teknologi, evaluasi anggaran dana serta dilengkapi dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis sehingga tercapainya tujuan secara bersama.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Evaluasi Kebijakan Peraturan Bupati No. 23 Tahun 2016 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2017”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam mendapatkan derajat sarjana Ilmu Politik program Strata Satu (S-1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, kasih sayang, pengorbanan serta do’a yang tulus untuk penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, antara lain:

1. Ayahanda Rohimi (alm) dan Ibunda Jemari terimakasih atas kasih sayang, do’a dan pengorbanan yang tak terhitung sampai saat ini.

2. Bapak Prof. Dr. Kgs. M. Sobri, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3. Bapak Prof. Alfitri, M.Si. selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 4. Bapak Sofyan Effendi, S.IP, M.Si. selaku Wakil Dekan II fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik.

5. Bapak Dr. Andy Alfatih, M.P.A. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Bapak Zailani Surya Marpaung, S.Sos., M.PA. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Publik.

7. Ibu Ermanovida, S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya sekaligus selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan memberikan saran selama proses penyelesaian Skripsi Ini.

8. Bapak Dr. Ardiyan Saptawan., M.Si sebagai Dosen Pembimbing I Skripsi, yang selalu sabar dan berbaik hati dalam proses penyelesaian ini serta seluruh Bapak/Ibu Dosen serta staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

9. Kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten OKI Provinsi Sumatera Selatan terima kasih atas waktu dan izin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Semua Pihak yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat-nya untuk kita semua.

Penulis menyadari dalam Skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari segi bahasa maupun dari segi ilmiah, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekaligus memberi masukan kearah yang lebih baik, guna kesempurnaan dan mamfaat maksimal dari penulisan skripsi ini. Atas segala perhatian dan kerjasamanya penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermamfaat bagi penulis dan pembaca dalam menambah wawasan dan pengetahuan kita semua.

Inderalaya, Mei 2019

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 15

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15

1.3.1 Tujuan ... 15

1.3.2 Manfaat ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Landasan Teori ... 16

2.1.1 Kebijakan Publik ... 16

2.1.2 Evaluasi Kebijakan Publik ... 19

2.13 Jenis Evaluasi Kebijakan ... 21

2.2 Teori-teori Evaluasi Kebijakan ... 25

(9)

ix

2.4 Kerangka Pemikiran ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Definisi Konsep ... 33

3.3 Fokus Penelitian ... 35

3.4 Unit Analisis Data ... 37

3.5 Informan Penelitian ... 37

3.6 Jenis, Sumber dan Keabsahan Data ... 38

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.8 Teknik Analisis Data ... 40

3.9 Sistematika Penulisan ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Gambaran Umum Kabupaten OKI ... 43

4.2 Gambaran Umum BPBD OKI ... 48

4.3 Hasil dan Pembahasan ... 58

4.3.1 Sumber Daya Aparatur ... 58

4.3.2 Kelembagaan ... 62

4.3.3 Sarana, Prasarana dan Teknologi ... 78

4.3.4 Finansial ... 83

4.3.5 Regulasi ... 86

4.4 Hasil Temuan Fokus Penelitian ... 88

BAB V PENUTUP ... 91

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 93

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 ... 6

1.2 Luas Areal Hutan dan Lahan Berdasarkan Tingkat Kerawanannya Tahun 2017 ... 7

1.3 Rekapitulasi Jumlah Personil Penanggulangan KARHUTLAH Tahun 2017 ... 12

1.4. Data Hotspot Wilayah Kerja Daops OKI Tahun 2017 (LAPAN) ... 13

1.5. Perbandingan Luas Hutan dan Lahan Terbakar Kab. OKI Tahun 2014-2017 ... 14

2.1 Pendekatan Evaluasi Implementasi Dunn ... 24

2.2 Kriteria Evaluasi Kebijakan... 29

2.3 Penelitian Terdahulu ... 31

3.1 Fokus Penelitian ... 35

4.1 Satgas Tenaga Kontrak BPBD OKI Tahun 2017 ... 61

4.2 Daftar Pendirian Posko 2017 ... 70

4.3 Jenis Pelatihan Manggala Agnis ... 73

4.4 Jadwal Patroli Gabungan ... 76

4.5 Daftar Rincian Sarana, Prasarana dan Teknologi ... 79

4.6 Rincian Anggaran Berdasarkan Program Tahun 2017 ... 84

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Sebaran Hotspot Wilayah Kerja Daops OKI 2017 berdasarkan Satelit ... 8

2.1 Kerangka Pemikiran ... 32

4.1 Peta Administrasi Kab. Ogan Komering Ilir ... 44

4.2 Kantor BPBD OKI ... 50

4.3 Struktur Organisasi BPBD OKI 2017 ... 52

4.4 Struktur Organisasi Tim Koordinasi Dalkarhutlah OKI ... 63

4.5 Dokumentasi Rapat Koordinasi BPBD OKI Tahun 2017 ... 65

4.6 Alur Komunikasi ... 66

4.7 Sebaran Luas Lahan Rawan Karhutlah ... 67

4.8 Patroli Terpadu ... 69

4.9 Pemasangan Posko Dalkarhutlah 2016 ... 69

4.10 Pemasangan Papan Himbauan ... 72

4.11 Maklumat dari Pihak Kepolisian ... 77

(12)

xii

DAFTAR SINGKATAN

BPBD : Badan Penanggulangan Bencana Daerah OKU : Ogan Komering Ilir

PPLH : Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UUD : Undang-Undang Dasar

WALHI : Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DALKARHUTLAH : Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan SOP : Standar Operaional Prosedur

SATGAS : Satuan Tugas

MPA : Masyarakat Peduli Api KTPA : Kelompok Tani Peduli Api

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Tugas Pembimbing ... 96

2. Kartu Konsultasi Dosen Pembimbing I ... 97

3. Kartu Konsultasi Dosen Pembimbing II ... 98

4. SK Pembimbing ... 99

5. Surat Izin Penelitian... ...100

6. Pedoman Wawancara ... ...101

7. Matriks ... 102

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki hutan dengan luas 884.95 kilometer persegi atau sekitar 46,46% wilayah Indonesia adalah kawasan perhutanan. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi kesembilan dengan hutan terluas di dunia. Hutan merupakan sutau bentang alam luas yang didalamnya terdapat berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Pengertian hutan menurut UU No. 41 tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Keberlangsungan hidup flora dan fauna akan bergantung pada hutan yang secara umum memberikan manfaat sebagai penyuplai oksigen guna kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di bumi. Selain itu fungsi hutan lainnya yaitu untuk menyimpan, mengatur, menjaga persediaan dan keseimbangan air pada musim hujan dan musim kemarau, menyuburkan tanah, mencegah terjadinya erosi maupun tanah longsor serta menjaga kestabilan ekosistem alam.

Kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi permasalahan nasional yang tak kunjung selesai. Terutama pada musim kemarau, kebakaran terjadi hampir setiap tahun baik di lahan mineral maupun di lahan rawa gambut. Kebakaran di lahan rawa gambut merupakan penyebab kerugian di sektor perhubungan dan kesehatan akibat asap yang ditimbulkan. Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam adalah negara yang ikut merasakan dampak dari adanya asap kebakaran lahan gambut sehingga kerap sekali mengundang protes. Kebakaran

(15)

2

hutan dapat terjadi pada seluruh tipe hutan, baik hutan pegunungan, hutan dataran rendah, hutan tanaman, hutan rawa gambut, semak/belukar dan padang rumput.

Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia terletak di beberapa provinsi yang memiliki jumlah titik api (hotspots) terbanyak yaitu di pulau Kalimantan dan pulau Sumatera. Kebakaran hutan dan lahan di pulau Kalimantan yaitu di provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Sedangkan di Pulau Sumatera terjadi di Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi dan Riau.

Adanya musim kemarau yang berkepanjangan merupakan salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan yang dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat yang berprofesi di bidang pertanian. Hal ini merupakan salah satu pemicu masyarakat untuk membuka lahan dengan cara membakar untuk dijadikan perkebunan dan pertanian. Dalam usaha peternakan pun masyarakat melakukan peremajaan rumput dengan cara dibakar. Pembakaran lahan yang dilakukan oleh masyarakat selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang siap diserap tumbuhan.

Dampak adanya kebakaran hutan dan lahan akan memberikan efek dominan yang disebabkan terjadinya kabut asap. Adanya kabut asap akan mengganggu kesehatan masyarakat dan sistem transportasi sungai, darat, laut dan udara. Dilihat dari sektoral dampak kebakaran hutan dan lahan akan pula mencakup sektor perhubungan, ekonomi, ekologi dan sosial, termasuk citra bangsa dimata negara tetangga bahkan dunia.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan gerakan pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara nasional guna menstabilkan udara yang bersih. Hal ini juga dillakukan dalam rangka menjaga kelancaran dan kestabilan pemerintahan. Dalam rangka peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah Republik Indonesia keluarlah Inpres nomor 11 tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian

(16)

3

Hutan dan Lahan. Instruksi presiden ini menjelaskan dan memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menggunakan otonomi daerah dalam rangka penyusunan sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan ini digalakkan melalui kegiatan yang meliputi:

a. Pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan; b. Pemadaman kebakaran hutan dan lahan;

c. Penanganan pasca kebakaran/pemulihan hutan dan lahan

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada umumnya (99,9%) disebabkan oleh manusia, baik disengaja maupun akibat kelalainnya. Sedangkan isinya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva gunung berapi). Penyebab kebakaran hutan oleh manusia menurut Catur Wahyu Adinugroho dkk. dapat dirinci sebagai berikut:

a. Konversi lahan: kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari kegiatan pembakaran lahan untuk pertanian, industri, pembuatan jalan, jembatan, bangunan, dan lain-lain.

b. Pembakaran vegetasi: kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari pembakaran vegetasi yang disengaja namun tidak terkendali sehingga terjadi api lompat. Misalnya pembukaan area lahan HTI dan perkebunan, penyiapan lahan oleh masyarakat.

c. Aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam: kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dariaktivitas selama pemanfaatan sumber daya alam. Pembakaran semak belukar dilakukan untuk memasak oleh para penebang liar ataupun pencari ikan didalam hutan. Ketekedoran mereka dalam memadamkan api akan menimbulkan kebakaran.

d. Pembuatan kanal-kanal/saluran-saluran di lahan gambut: slauran ini biasanya dilakukan untuk sarana transportasi untuk mengangkut kayu hasil dari tebangan maupun irigasi. Hal ini menyebabkan lepasnya air dari lapisan gamut sehingga gambut mudah terbakar.

e. Penguasaan lahan: api sering digunakan masyarakat lokal untuk memperoleh kembali hak-hak mereka atas lahan atau bahkan menjarah lahan “tak bertuan” yang terletak didekatnya.

Kegiatan pembakaran hutan dan lahan telah dilarang dan diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Undang-undang

(17)

4

ini secara eksplisit mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Pasal 69 ayat (1) huruf h menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”. Namun ketentuan pembukaan lahan ini diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan lokal yang dimaksud disini yaitu melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektar per kepala untuk ditanami jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

Larangan membuka lahan dengan cara membakar juga diatur didalam UU Perkebunan. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang perkebunan menyatakan bahwa: “Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang dan atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup”. Artinya, meskipun masyarakat akan membuka lahan dengan tujuan perekonomian, pun dilarang dengan cara membakar lahan.

Kemudian sejalan dengan UU PPLH dan UU Perkebunan tersebut diatas, aturan mengenai persoalan membuka lahan dengan cara membakar pun diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan. Pada pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa: “Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektar per kepala untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa”. Meskipun terdapat aturan demikian, masih saja terus terjadi pembkaran hutan dan lahan oleh manusia oleh karena itu diperlukannya fungsi otonomi daerah untuk mengatur fenomena pembakaran tersebut.

Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Selama kurang dari 60 tahun Indonesia merdeka, otonomi daerah turut mengiringi pula

(18)

5

perjalanan bangsa Indonesia Hayat dkk (2018:28). Pada masa orde lama otonomi daerah belum sepenuhnya dilaksanakan, karena pimpinan negara yang menerapkan demokrasi terpimpin cenderung bersikap otoriter dan sentralistis dalam melaksanakan pemerintahannya. Demikian pula pada masa orde baru dengan demokrasi pancasilanya, pelaksanaan pemerintahan masih cenderung bersifat sentralistis dan otoriter. Sehingga pada kedua masa tersebut banyak terjadi distorsi kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah. Sehingga muncul antusiasme dan tuntutan untuk segera melaksanakan otonomi daerah juga berdatangan dari kelompok-kelompok yang secara ekonomis dan politis mempunyai kepenntingan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa “Pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Otonomi daerah secara harfiah adalah kewenangan mengurus diri sendiri. Kewenangan dapat dipahami sebagai hak legal secara penuh untuk bertindak, mengatur dan mengelola urusan rumah tangga sendiri. Kewenangan juga merupakan instrumen administrastif untuk mengelola berbagai urusan. Kewenangan akan memperkuat posisi dan eksistensi subjek pemilik kewenangan itu untuk secara leluasa dan otonom dalam mengambil keputusan

Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi yang memiliki luas hutan dan lahan terbakar dengan angka yang cukup tinggi. Menurut data dari Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa pada 2015 total luas lahan terbakar mencapai 8.50486 ha. Hal ini cukup

fantasctic untuk menjadi pusat perhatian pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya.

(19)

6 Tabel 1.1 Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015

Jenis Hutan Total Luasan (ha) Luasan Terbakar (ha)

Hutan Produksi 2.098.949 7.695.71

Hutan Lindung 577.327 -

Hutan Wisata Suaka Alam 803.262 407.40

Lahan 207.569 401.75

Total 3.625.763 8.504.86

Sumber: Statistik Kementerian Lingkungan dan Kehutanan 2015

Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas gambut hampir mencapai 1,3 juta hektar. Lahan gambut tersebut tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) seluas 768.501 hektar, Musi Banyuasin (Muba) seluas 340.604,48 hektar, Banyuasin seluasi 253.706,52 hektar, Musi Rawas seluas 34.126,00 hektar, serta Muara Enim 24.104,00 hektar (Mongabay.co.id, 2018). Lahan gambut adalah jenis lahan yang terbentuk dari akumulasi sisa tumbuhan yang setengah membusuk tau mengalami dekomposisi tidak sempurna, mengandung bahan organic tinggi dan digenangi air sehingga kondisinya anaerobik atau tanpa oksien. Kedalamannya menncapai lebih dari 10 meter.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dalam pemaparannya tentang peningkatan titik panas di Sumatera Selatan, menyatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam jumlah (hotspot) pada tahun 2014 dan 2015. Pada Tahun 2014 jumlah titik api di Sumatera Selatan sebanyak 7.214 menjadi 27.507 pada tahun 2015.

Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir tidak hanya terjadi pada tahun 2014 dan 2015 saja, melainkan terus terjadi sepanjang tahun 2018. Jumlah titik api terbanyak di Sumatera Selatan terjadi di kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Bahkan pada

(20)

7

Juli 2018 terdapat 305 hektar lahan terbakar (kompas.com, 2018). Kepala posko media pada BPBD Sumsel, Ansori mengatakan bahwa;

“Lokasi kebakaran lahan itu meluas di tiga tempat yakni di Desa Jaya, Kayu Labu, dan Pedamaran Timur. Di Cinta Jaya dan pedamaran, luas lahan yang terbakar mencapai 105 hektar dalam waktu empat hari. Sementara di Kayu Labu dan Pedamaran Timur luas lahan terbakar 200 hektar dalam waktu satu hari”. (kompas.com, diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 pukul 20.30 WIB”).

Tabel 1.2 Luas Area Hutan dan Lahan berdasarkan Tingkat Kerawanan Tahun 2017

No Kabupaten Luas Terbakar (Ha)

1. Banyuasin 141.124 2. Empat Lawang 901 3. Lahat 2.801 4. Muara Enim 30.291 5. Musi Banyuasin 108.329 6. Musi Rawas 37.620 7. Muratara 14.500 8. Ogan Ilir 12.295

9. Ogan Komering Ilir 377.365

10. Ogan Komering Ulu 1.008

11. Ogan Komering Ulu Timur 3.989

12. Palembang 379

13. Pali 5.905

Total Luasan 736.587

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. OKI Tahun 2017

Berdasarkan informasi tentang luas lahan yang terbakar di sumsel dan tabel 1.2 maka menjadikan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan sebagai lokus penelitian. Kabupaten Ogan

(21)

8

Komering Ilir adalah kabupaten yang memiliki tingkat titik panas tertinggi pada tahun 2017 dibandingkan 17 kabupaten lainnya yang ada di Sumatera Selatan.

Gambar 1.1 Sebaran Hotspot Wilayah Kerja Daops OKI 2017 Berdasarkan Satelit LAPAN Dapat dilihat pada gambar 1.1 diatas bahwa sebaran titik api (hotspot) lebih banyak terletak pada Kabupaten Ogan Komering Ilir. Puncak titik hotspot meningkat drastis pada bulan September. Hal ini dikarenakan masyarakat banyak membuka lahan dengan cara bersonor pada musim kemarau yaitu sekitar bulan September-November. Bersonor masih tetap menjadi salah satu masalah yang cukup sulit diatasi oleh pemerintah. Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD OKI Bapak Taslim mengatakan bahwa:

“Sonor adalah sistem penanaman padi tradisional di areal rawa atau gambut, yang hanya dilakukan pada musim kemarau panjang dengan cara membakar semak-semak, kemudian membakar dan menanamnya dengan sistem tugal tanpa pupuk sedikit pun”

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap daerah tentunya memiliki kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri seperti misalnya pencegahan kebakaran hutan dan lahan merupakan hak pemerintah daerah kota/kabupaten. Keberhasilan pengelolaan kebakaran hutan dan lahan sangat ditentukan oleh kegiatan pencegahan terjadinya kebakaran yang efektif. Upaya-upaya berbagai kalangan, khususnya pemerintah dalam menanggulangi bahaya

1 1 4 9 20 14 14 17 53 27 18 1 0 0 0 0 0 2 14 21 41 9 0 0 0 1 1 0 0 0 1 7 30 12 6 1 0 0 0 1 0 5 10 6 23 4 1 0

JAN… FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGUST SEPT OKTO NOV DES

OGAN KOMERING ILIR OGAN KOMERING ULU OGAN KOMERING ULU SELATAN

(22)

9

kebakaran telah banyak dilakukan tidak terkecuali Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Berkaitan dengan pengendalian pencegahan kebakaran hutan dan lahan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir melakukan gerakan baik melalui pencegahan, penanggulangan dan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan yang meliputi upaya terpadu dalam mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan melalui pendekatan ekologi, hukum dan ekonomi serta sosial budaya. Kabupaten Ogan Komering Iir (OKI) mempunyai langkah tersendiri dalam rangka penertiban pelaku pembakaran hutan dan lahan guna mencegah kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir melalui peraturan yang telah direncanakan dan dilaksanakan.

Adapun peraturan yang dimaksud yaitu Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2016 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten Ogan Komering Ilir. Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir Nomor 23 Tahun 2016 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan salah satu upaya pengendalian dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Melalui Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2016 dijelaskan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang disebut DALKARHUTLAH merupakan upaya yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan penanganan paska kebakaran hutan dan lahan. Dalam penelitian ini akan berfokus pada tindakan pencegahan dari kebakaran hutan yaitu pada Bab V tentang Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan pasa 21 dan 22.

Peraturan Bupati No 23 Tahun 2016 ini juga memperbolehkan membuka lahan dengan cara membakar lahan, namun sesuai dengan syarat tertentu. Pada Pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa:

(23)

10

“Pelaksanaan pembakaran hutan dan lahan secara terkendali uuntuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakan antara lain untuk pengendalian kebakaran, pembasmian hama, dan pembinaan habitat tumbuhan dan satwa dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari pejabat yang berwenang”.

Namun senyatanya, pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir dilakukan bukan dalam rangka seperti apa yang tertulis pada pasal 17 (ayat 2) diatas bahwa apabila masyarakat akan membuka lahan untuk dijadikan sebagai lahan bisnis perkebunan, pertanian ataupun peternakan harus mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Hal ini disampaikan oleh Kabid. Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD OKI Bapak Taslim mengatakan bahwa:

“Masyarakat membuka lahan tidak dengan izin terlebih dahulu, kami tiba-tiba mendapatkan laporan bahwa terjadi pembakaran lahan pada hari itu. Kita tidak tahu siapa yang membakarnya karena kekmungkinan besar pembakarannya dilakukan ketika malam hari, ketika siang api nya sudah menyebar kemana-mana kurang lebih 1 hektar sudah terbakar ketika kita kelokasi”

Berdasarkan observasi awal, diperoleh informasi bahwa kerap sekali masyarakat yang melakukan pembakaran hutan ataupun lahan tidak mendapatkan izin terlebih dahulu. Sehingga, jarang sekali oknum pembakaran tersebut tidak ditemukan baik pada terjadinya kebakaran maupun pasca kebakaran.

Adapun Ruang Lingkup dari Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2016 yaitu;

a. Upaya terpadu dalam menanggulangi terjadinya pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan dilakukan melalui pendekaran hukum pendekatan teknologi ramah lingkungan dan peran serta masyarakat;

b. Peningkatan kemampuan kelembagaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang lebih responsif dan pro aktif, sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam melakukan pengendalian pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup;

c. Penguatan peran serta masyarakat dan pihak lain yang terkait dalam pengendalian, pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan.

(24)

11

Pada Peraturan Bupati Nomor 23 tahun 2016 tepatnya pasal 21 perihal pencegahan dilakukan melalui:

a. Penerapan prinsip kehati-hatian;

b. Penerapan sistem peringatan dan pencegahan dini; c. Penerapan pembukaan lahan tanpa bakar;

d. Penyuluhan dan peningkatan peran serta masyarakat dan/atau pemberdayaan masyarakat;

e. Sosialisasi peraturan untuk meningkatkan kesadaran hukum terhadap kebakaran lahan dan/atau hutan, serta kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan;

f. Pengembangan teknologi dan prosedur terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan; dan

g. Pemberian penghargaan bagi masyarakat yang berjasa dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Setiap orang yang usahanya berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di lokasi usahannya dengan prinsip kehatihatian sebagaimana dimaksud pasal 21 huruf a. Tujuan strategi pengendalian pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah:

1. Berkurangnya titik api sebagai sumber bencana dengan pemadaman darat dan udara; 2. Menghindarkan kerugian lebih besar terhadap jumlah lahan yang terbakar;

3. Pengurangan dampak penderita penyakit pernapasan; 4. Pencegahan bencana wabah penyakit akibat kekeringan.

Kemudian dalam rangka kewajiban mencegah terjadinya kebakaran tersebut wajib memiliki sistem, sarana, dan prasarana sesuai standar untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang meliputi:

a. Sistem peralatan deteksi dini untuk mengetahui kebakaran hutan dan lahan; b. Alat pencegahan kebakaran hutan dan lahan;

(25)

12

d. Standar operasional prosedur (SOP) untuk pencegahan dan penanggulangan terjadinya kebakaran hutan dan lahan;

e. Perangkat organisasi yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan terjadinya kebakaran hutan dan lahan;

f. Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan; dan

g. Pengaturan tata kelola lahan dan air sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku.

Selain dari komponen diatas, terdapat unsur-unsur yang berperan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan tersebut. Dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.3 Rekapitulasi jumlah personil penanggulangan kebakaran hutan dan lahan kabupaten

ogan komering ilir tahun 2017

No. Kecamatan UNSUR JUMLAH KET

SATGAS Manggala Agni

MPA KTPA Relawan

1. Lempuing - - - - 35 35 2. Lempuing Jaya - - - 21 5 26 3. Mesuji - - - 13 5 18 4. Sungai Menang - - - 34 5 39 5. Mesuji Makmur - - - - 5 5 6. Mesuji Raya - - - 22 5 27 7. Tulung Selapan - - 139 15 5 159 8. Cengal - - - 21 - 21 9. Pedamaran - - 10 - 5 15

(26)

13

Sumber: BPBD OKI, 2017

Pada tahun 2017 Manggala Agni Daerah Operasi Ogan Komering Ilir telah melaksanakan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan bidang pencegahan dengan tim personil yang terdiri dari SATGAS, Mangggala Agni, Masyarakat Peduli Api, Kelompok Tani Peduli Api, dan relawan. Pengendalian kebakaran dibidang pencegahan dilakukan melalui kegiatan Patroli Terpadu, Sosialisasi Dalkarhut, Kampanye melalui Kunjungan ke Sekolah, Pembinaan MPA, Apel Siaga, Pelatihan Dalkarhutla dan Patroli Mandiri ke beberapa desa rawan kebakaran hutan/lahan dan di wilayah kerja Daops.

Tabel 1.4 Data Hotspot di Wilayah Kerja Daops OKI 2017 (LAPAN)

No. Kabupaten Jumlah Hotspot

1. Ogan Komering Ilir 179

2. Ogan Komering Ulu 87

10. Pedamaran Timur - - 10 17 5 32 11. Tanjung Lubuk - - - - 5 5 12. Teluk Gelam - - - - 5 5 13. Kayu Agung 30 65 10 - 5 110 14. Sirah Pulau Padang - - - - 5 5 15. Jejawi - - - - 5 5 16. Pampangan - - 19 14 5 38 17. Pangkalan Lampam - - 90 15 35 140 18. Air Sugihan - - 20 - 5 25 JUMLAH 30 65 298 172 145 710

(27)

14

3. Ogan Komering Ulu Selatan 59 4. Ogan Komering Ulu Timur 50

Jumlah 375

Sumber: Sipongi.menlhk@go.id (LAPAN)

Apabila merujuk data yang disajikan pada tabel 1.4, menerangkan bahwa kabupaten Ogan Komering Ilir menempati angka yang tertinggi mengenai jumlah titik api kebakaran hutan dan lahan dibandingkan kabupaten lainnya. Meskipun pemerintah telah tegas dalam hukum yang bersifat mengatur dan menertibkan, namun masih saja sering terjadi kebakaran hutan sepanjang tahun 2014-2017. Dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.5 Perbandingan Luas Hutan dan Lahan terbakar Kab. OKI tahun 2014-2017

Tahun Luas terbakar (ha)

2014 196.063

2015 377.365

2016 30.6

2017 57.0

Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. OKI

Pada tabel 1.3 diatas menjelaskan bahwa Kabupaten Ogan Komering Ilir dalam empat periode terakhir terus mengalami kebakaran. Pada tahun 2016, Pemerintah Kabupaten OKI berhasil dalam menurunkan angka luas lahan terbakar menjadi 30.6 hektar. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2017 terjadi peningkatan luas kebakaran hutan dan lahan dibandingkan tahun 2016 sehingga perlu diteliti lebih lanjut mengenai Evaluasi Implementasi Kebijakan Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2016 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2017.

(28)

15 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembahasan masalah diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Proses Implementasi Kebijakan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Tahun 2017”.

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses implementasi kebijakan Pengendalian Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

1.3.2 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu agar diperolehnya suatu konsep tentang evaluasi kebijakan yang efektif dalam rangka pelaksanaan pencegahan kebakaran hutan dan lahan tersebut

b. Manfaat Praktis

Memberikan sumbangsih pemikiran kepada instansi pemerintah dalam rangka meninjau atau memberikan masukan agar pelaksanaan kebijakan lebih baik lagi bagi implementor serta pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengendalian Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Ogan Komering Ilir.

(29)

93

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Agustino, Leo. 2017. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Cetakan ketiga Bandung: Alfabeta Akbar Firiyal dan Widiya Kurniati Mohi. 2018. Studi Evaluasi Kebijakan (Evaluasi Beberapa

Kebijakan di Indonesia). Gorontolo: Ideas Publishing

Creswel, John W. 2016. Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dwijowijoto, Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT Alex Media Sriwijaya

Hayat, dkk. 2018. Reformasi Kebijakan Publik Perspektif Makro dan Mikro. Jakarta: Prenamedia Group

Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta. Subarsono, AG. 2016. Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Wahab, Abdul Solichin.2012. Analisis Kebijakan Publik.Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wibawa, Samudra dkk. 1999. Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Winarno, Budi.2016. Kebijakan Publik Era Globalisasi. Yogyakarta: Center of Academic

Publishing Service.

Peraturan-peraturan:

Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pengendalian Pencegahan Kebakaran Hutan Kabupaten Ogan Komering Ilir

Inpres nomor 11 tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Hutan dan Lahan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup

(30)

94

Penelitian Ilmiah:

Utami, Putri. 2017. Evaluasi Program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat di Kelurahan

Bagus Kuning dan Jalan Dr. M. Isa Kelurahan Kuto Batu Kota Palembang Pada tahun 2015. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Ilmu Administrasi Negara UNS

Andyan, Rapatya. 2016. Evaluasi Pembinaan Anak Jalanan Berdasarkan Peraturan Daerah

Kota Palembang Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis. Skripsi tidak diterbitkan. Bandar Lampung: Ilmu Administrasi Negara

Unila

Internet:

id.m.wikipedia.org Mongabay.co.id

Gambar

Tabel 1.1 Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015
Tabel 1.2 Luas Area Hutan dan Lahan berdasarkan Tingkat Kerawanan Tahun 2017
Gambar 1.1 Sebaran Hotspot Wilayah Kerja Daops OKI 2017 Berdasarkan Satelit LAPAN     Dapat  dilihat  pada  gambar  1.1  diatas  bahwa  sebaran  titik  api  (hotspot)  lebih  banyak  terletak pada Kabupaten Ogan Komering Ilir
Tabel 1.3 Rekapitulasi jumlah personil penanggulangan kebakaran hutan dan lahan kabupaten  ogan komering ilir tahun 2017
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sistem yang akan di terapkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ilir .... Penyelidikan

Analisa identifikasi permasalahan ini perlu melihat secara holistik yang melibatkan beberapa aspek secara terintegrasi seperti aspek sosial, ekonomi, budaya, lingkungan,

Yang dimaksud dengan “Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan normal dinilai memiliki permasalahan signifikan” adalah Bank yang memperoleh penilaian tingkat

Dalam rangka menghasilkan benih bermutu varietas unggul tanaman pangan, kendala yang masih sering dihadapi adalah keragaman yang dijumpai di pertanaman, sehingga benih..

Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien yang positif, artinya bahwa Kualitas Layanan yang telah dilakukan penelitian pada toko Discovery Sidoarjo bepengaruh

alat tangkap yang memadai dalam melakukan penangkapan udang karang (lobster) sehingga pada penelitian ini akan dilakukan inovasi perancangan alat tangkap

Program Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bireuen Ketersediaan infrastruktur ini juga

Kegiatan net yang mempunyai lingkup jangkauan seluruh Indonesia telah dimulai pada tgl 18 Februari 1982 dengan nama Indonesia Nusantara Net dan telah disyahkan sebagai salah satu