• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: QFD, FAST, Value dan Pengaruh Klaster

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: QFD, FAST, Value dan Pengaruh Klaster"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN ALAT TANGKAP LOBSTER DENGAN PENDEKATAN

QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN FUNCTION ANALYSIS

SYSTEM TECHNIQUE (FAST) SERTA MANFAATNYA TERHADAP KLASTER

INDUSTRI PERIKANAN (STUDI KASUS : KOMUNITAS NELAYAN PACIRAN)

Mohammad Ali Akbar Felayati, Sri Gunani Partiwi

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: akbarfelayati@rocketmail.com ; srigunani@ie.its.ac.id Abstrak

Permasalahan teknologi tangkap nelayan merupakan salah satu faktor utama penyebab lemahnya daya saing bangsa di dunia perikanan. Minimnya penelitian pengembangan alat tangkap yang aplikatif di bidang industri penangkapan komoditas laut mengakibatkan stagnasi kuantitas penangkapan produk laut dan penggunaan bahan-bahan berbahaya yang lebih instan. Salah satu komoditas laut yang menjadi unggulan adalah Lobster. Lobster memiliki nilai jual tinggi akan tetapi eksplorasinya masih minim karena tidak adanya alat tangkap yang spesifik. Wilayah Paciran adalah salah satu wilayah pesisir Laut Jawa dengan komoditas tangkap lobster tersebut. Pada saat musim lobster tiba, alat tangkap yang digunakan terbatas pada alat tangkap berupa bubu dan jaring yang bukan merupakan alat tangkap lobster. Mengacu pada permasalahan di atas, maka dilakukan penelitian untuk mendesain alat tangkap spesifik untuk menangkap lobster yang sesuai dengan ukuran perahu kecil nelayan Paciran. Perancangan alat tangkap lobster dilakukan dengan metode Quality Function Deployment (QFD) untuk mendapatkan kebutuhan nelayan dan Function Analysis System Technique (FAST) untuk mengembangkan kekuatan teknis berupa fungsi yang lebih detail dan spesifik. Minimasi cost yang dikeluarkan dalam proses pembuatan alat dilakukan pada tahap menginovasi dengan metode FAST berdasarkan komponen dengan cost terbesar dengan menggunakan pendekatan analisis value. Alat yang telah dihasilkan kemudian diprediksi pengaruhnya terhadap kinerja klaster industri perikanan dengan menggunakan causal loop diagram untuk mengetahui indikator-indikator kinerja yang berubah. Dalam penelitian ini, didapatkan alat tangkap lobster spesifik yang secara prinsip telah memenuhi kriteria alat tangkap pasif dan mampu menangkap lobster secara spesifik.

Kata kunci: QFD, FAST, Value dan Pengaruh Klaster ABSTRACT

Fisherman Catching Technology is one of the most influence factor decreasing Indonesia Fisherman’s competitiveness. Less of the catching tools technology development research in fish catching industry cause quantity stagnation and use of the instant hazardous tools. One of the sea commodity with the superior characteristic is Lobster. Lobster has a high price but minimum exploration because there is no specific catching tool for it. Paciran is one of the coastal area in Laut Jawa with lobster commodity. In lobster season, the catching tools limited to the bubu and net that don’t exist for catching lobster. Based on the problem, this research held for designing the new specific lobster catching tools that suitable for the little boat. Designing the lobster catching tools use the Quality Function Deployment (QFD) approach to get the need of the fisherman and Function Analysis System Technique (FAST) to develop the technical power in detail and specific function. Cost minimization in innovation step using FAST method based on the highest costing component using the value engineering approach. Exist tools influence is than predicted for the fishery industrial cluster performance using causal loop diagram to identify the influenced index. Result In this research is the specific lobster catching tools that fulfill the principle criteria of the passive catching tools and specific able to catch lobster. Keywords: QFD, FAST, Value and Cluster Influence

(2)

1. Pendahuluan

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki wilayah perairan Laut terluas di dunia. Luas Wilayah lautnya melebihi luas wilayah daratannya yaitu seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari 2,7 juta km2 perairan Nusantara dan 3,1 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif sehingga luas total keseluruhan perairan Indonesia mencapai 70% dari seluruh Luas Wilayah Indonesia. Menurut Budiharsono (2001), Luas Wilayah perairan Indonesia memiliki potensi sebesar 6,26 juta Ton ikan per tahun (belum termasuk ikan hias) sehingga dapat dikatakan potensi eksplorasi sangat besar. Akan tetapi teknologi yang minim membuat nelayan Indonesia memiliki kapasitas tangkap yang kecil dibandingkan kapasitas tangkap Negara lain yang cukup besar. Sebagai contoh Rusia 140 kg/nelayan/hari, Jepang 75 kg/nelayan/hari, USA 100 kg/nelayan/hari sedangkan rata-rata nelayan Indonesia hanya memiliki kapasitas tangkap rata-rata sebesar 5,5 kg/nelayan/hari (Anonim,2010).

Beberapa permasalahan di atas menjadi dasar untuk melakukan penelitian dalam rangka meningkatkan keunggulan tangkap di wilayah perairan Indonesia, khususnya di pantai Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur dengan objek tangkapan utama adalah Lobster karena memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kanna (2006) didapatkan data tentang potensi sumber daya udang laut yang ada di beberapa wilayah di Indonesia dan Potensi yang telah dimanfaatkan seperti yang tertulis pada tabel 1.1.

Dapat dilihat bahwa potensi lobster yang telah dimanfaatkan di laut Jawa hanya mencapai 7,7% dari seluruh potensi maksimal yang ada di Laut Jawa. Selain itu, berdasarkan luas wilayah yang ada, disebutkan dalam proposal tesis yang ditulis oleh Hadi (2007) bahwa luas lautan Indonesia secara keseluruhan mencapai 1.097.000.000 km2 dan di dalamnya terdapat luas habitat Lobster mencapai 6782,48 km2 atau sekitar 0,62%. Dari seluruh luas wilayah ini pula didapatkan data bahwa hanya 60% yang telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia.

Tabel 1.1 Potensi Sumber Daya dan Pemanfaatan

Udang Lobster Kode Daerah Luas Daerah (1000 km2) Potensi tersedia (.000 Ton) Potensi termanfaatkan (.000 Ton) Tingkat Usaha (%) 01 Samudera Hindia dan Barat Sumatera 615.87 734.8 205 27.90% 02 Selatan Jawa 384.49 234 196 83.76% 03 Selat Malaka 543.09 330.5 311 94.10% 04 Timur Sumatera 396.48 241.3 15 6.22% 05 Utara Jawa 870.24 529.6 41 7.74% 06 Bali dan Nusa Tenggara 543.09 330.5 311 94.10% 07 Selatan dan Barat Kalimantan 201.18 122.4 72 58.82% 08 Paparan Sunda Selat Malaka dan Timur Kalimantan 491.82 299.3 127 42.43% 09 Sulawesi Selatan 576.42 357.9 179 50.1% 10 Utara Selatan 697.86 424.7 22 5.18% 11 Maluku dan Papua 1992.12 786.4 18 2.29% Total 7312.66 4391.4 1497 34.09%

(sumber : Iskandar Kanna, 2006)

Oleh karena itu, melihat potensi dan keterbatasan yang ada saat ini, selain melakukan peningkatan keunggulan tangkap juga perlu dilakukan pengelolaan metode tangkap serta peralatannya sehingga kekayaan yang ada dapat tereksplor secara optimal dalam jangka panjang. Hal ini dapat dicapai melalui pengembangan teknologi yang ramah lingkungan tetapi efektif dan efisien dalam membantu proses penangkapan.

Departemen Kelautan dan Perikanan (2004) menyebutkan bahwa saat ini tingkat pemanfaatan lobster di seluruh Indonesia baru mencapai 10% dari keseluruhan potensi yang ada sehingga masih sangat jauh di bawah potensi yang seharusnya. Potensi tersebut belum tergali secara optimal karena minimnya teknologi yang diterapkan di bidang pemanfaatan lobster itu sendiri. Dengan memperhatikan potensi kelautan pesisir Indonesia dan minimnya teknologi tersebut khususnya di wilayah Paciran, maka diperlukan

(3)

alat tangkap yang memadai dalam melakukan penangkapan udang karang (lobster) sehingga pada penelitian ini akan dilakukan inovasi perancangan alat tangkap lobster menggunakan pendekatan QFD dan FAST serta menganalisis pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan alat terhadap kinerja klaster industri perikanan.

Dengan melihat kebutuhan adanya alat tangkap tersebut, maka dibutuhkan penelitian yang dapat meningkatkan kapasitas bersaing nelayan tradisional di Indonesia. Adapun beberapa tujuan yang lebih spesifik dari penelitian ini yaitu :

1. Membuat Rancangan alat tangkap lobster laut yang produktif, selektif , user friendly dan tidak merusak lingkungan

2. Membuat Prototype alat tangkap lobster 3. Melakukan eksperimen penangkapan 4. Menganalisis pengaruh alat bantu tangkap

lobster terhadap perkembangan klaster industri perikanan di wilayah paciran.

Agar penelitian yang dijalankan kali ini lebih fokus, maka beberapa batasan ruang lingkup yang diambil sebagai langkah memaksimalkan penelitian. Ruang lingkup yang diambil antara lain sebagai berikut :

1. Uji coba alat dilakukan pada range waktu penelitian yang disediakan

2. Alat yang dirancang sampai pada tahap

prototyping

3. Klaster industri yang menjadi amatan adalah klaster yang secara tidak langsung berkembang pada komunitas nelayan Paciran dengan mengacu pada penelitian yang telah ada sebelumnya

4. Model indikator kinerja yang akan dianalisis terbatas pada model konseptual yang telah ada.

5. Prediksi terhadap dampak alat terbatas pada analisis pengaruh keberadaan alat terhadap indikator yang ada menggunakan model

causal loop diagram

Sedangkan asumsi yang digunakan adalah tipe alat bubu representatif untuk dibandingkan dengan rancangan alat tangkap yang baru pada sisi mekanisme penangkapan. Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Didapatkan rancangan alat tangkap lobster 2. Peningkatan perekonomian masyarakat

melalui penangkapan lobster yang optimal 3. Peningkatan inovasi alat tangkap lobster

ataupun rajungan

4. Peningkatan Kinerja Klaster Indutri Perikanan setelah diimplementasikan alat tangkap lobster yang baru.

2. Metodologi Penelitian

Secara umum proses yang akan dilakukan dijabarkan melalui deskripsi kegiatan sebagai berikut :

2.1 Tahap Identifikasi Awal

Tahap ini merupakan tahapan yang berisi tentang identifikasi awal dalam menangkap kebutuhan komunitas nelayan yang menjadi subjek kerja sama penelitian. Tahap ini merupakan tahap dimana dilakukan eksplorasi kebutuhan alat tangkap bagi nelayan dengan disertai melakukan identifikasi kriteria tangkapan yang akan diambil sebagai objek penelitian. Selain itu pada tahapan ini juga dilakukan studi literature untuk memperkuat pemahaman tentang perancangan dan pengembangan produk maupun klaster industri secara lebih dalam. Tahap identifikasi awal ini sangat penting mengingat pendesainan alat tangkap berbeda dengan mendesain produk pada umumnya yang hanya didasarkan pada kebutuhan user. Desain yang ada juga harus mempertimbangkan secara lebih jauh tentang tangkapan yang akan dieksplorasi.

2.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data, dilakukan beberapa tahapan yang bersifat seri maupun paralel yaitu tahap pemilihan indikator klaster dan tahap menangkap kebutuhan nelayan melalui QFD yang dilanjutkan dengan tahap inovasi desain teknis.

a. Tahap Pemilihan Indikator Kinerja Pada tahapan ini akan dilakukan proses seleksi indikator yang digunakan untuk diimplementasikan dalam mengidentifikasi pengaruh kinerja klaster industri perikanan. Metode yang akan dilakukan adalah dengan melakukan wawancara dan analisis mengenai model yang telah ada dan kemudian menentukan indikator apa saja yang digunakan.

b. Tahap Identifikasi Kebutuhan Nelayan

Tahap ini berkaitan dengan bagaimana menangkap kebutuhan nelayan dalam desain dengan menggunakan pendekatan QFD. Dalam melakukan identifikasi

(4)

kebutuhan nelayan, pertimbangan terhadap pengalaman dan bentuk-bentuk alat tangkap yang seudah ada akan menjadi pertimbangan yang cukup membantu. Pendekatan ini akan didukung dengan penggunaan kuisioner dan wawancara.

(5)

c. Tahap Inovasi

Tahap ini merupakan tahap yang merupakan lanjutan dari QFD sehingga input yang dibutuhkan merupakan rancangan dalam HOQ yang didapatkan pada tahap sebelumnya. Tahap ini berguna untuk meningkatkan kapasitas teknis alat yang didesain dengan menerapkan prinsip-prinsip inovasi yang ada dalam Value and

FAST

2.3 Tahap Perancangan Prototipe

Pada tahapan ini akan dilakukan perancangan prototype alat dan dilakukan validasi penggunaan alat. Validasi yang dilakukan akan mungkin juga dilakukan di luar wilayah perairan Pantura misalkan di wilayah pesisir selatan mengingat pesisir selatan merupakan perairan yang telah banyak dijumpai pemburu lobster. Dalam tahap ini juga dilakukan perbaikan teknis seperlunya apabila terdapat kegagalan fungsi teknis alat yang dihasilkan.

2.4 Tahap Perhitungan

Pada tahap ini dilakukan perhitungan pengaruh kinerja klaster dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Selain itu, dilakukan perhitungan biaya produksi untuk satu alat.

2.5 Tahap Analisis Perancangan dan Pengaruh Kinerja Klaster

Pada tahap ini akan dilakukan analisis terhadap perancangan alat yang dilakukan dan pengaruh yang dihasilkan terhadap kinerja klaster industri perikanan. Dengan menggunakan model konseptual yang telah ada dan hasil perhitungan yang didapatkan, dilakukan perhitungan terhadap pengaruh kinerja klaster industri lobster.

3. Perancangan Produk

Makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, diketik dengan menggunakan Microsoft Word, font Times New Roman ukuran 11pt kecuali judul, abstrak dan alamat instansi, alignment justified, spasi tunggal, dalam dua kolom dimana jarak antar kolom 0,85 cm (0,33”).

3.1 Identifikasi Kondisi eksisting

Nelayan Paciran bekerja melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal ukuran kecil yang memiliki dimensi luas antara

1,1 m x 4 m hingga 1,5 m x 9 m sehingga hasil tangkapan yang didapat tidak optimal karena kapasitas kapal yang minim. Minimnya kapasitas kapal yang sudah menjadi tradisi di tempat tersebut mengharuskan alat tangkap yang digunakan sebisa mungkin memiliki spesifikasi yang menyesuaikan dengan bentuk kapal.

Dengan mengacu pada model klaster industri perikanan Jawa Timur pada penelitian yang dilakukan oleh Partiwi (2007), maka dapat dilihat pula bahwa beberapa stakeholder klaster tersebut terlibat secara langsung terhadap perkembangan industri perikanan di wilayah Paciran. Beberapa stakeholder yang saat ini telah terlibat secara aktif membangun wilayah Paciran dari berbagai sektor agroindustri laut antara lain sebagai berikut :

a. Nelayan b. Pengepul

c. PT Kelola Mina Laut, PT Bumi Menara Indah, PT Windika Utama, PT Tonga Tiur Putra dan PT Phillips Seafood Indonesia

d. TPI Blimbing

e. Rumah Makan Sekitar Wisata Bahari Lamongan dan Lamongan Shorebase f. Dinas Kelautan dan Perikanan Paciran g. Industri bahan baku alat dan perkakas h. Bank atau Lembaga Perkreditan

Stakeholder yang terlibat aktif di atas saat ini mayoritas bergerak pada bisnis Rajungan, Ikan Teri dan Ikan besar (kakap, krapu dan lain-lain). Secara lebih spesifik terhadap kemungkinan perkembangan klaster industri lobster, maka gambaran terhadap proses bisnis lobster tangkap sebagai berikut :

Gambar 3.1 Aliran Pasokan Lobster

Proses aliran rantai Lobster dengan produk perikanan yang lain memiliki sedikit perbedaan. Terdapat perbedaan yang utama berkaitan dengan prinsip nilai dan volume yang diterapkan dalam menggali bahan baku dari nelayan. Terdapat dua tipe bahan baku kelautan yang diambil sebagai komoditi bisnis yaitu

volume based dan value based. Kedua tipe

(6)

cukup signifikan, volume based product lebih banyak diambil oleh perusahaan dengan komoditi seperti ikan, udang dan rajungan sedangkan value based product banyak diambil oleh rumah makan atau eksportir secara langsung dengan produk seperti lobster dan ikan kerapu.

3.2 Voice of Customer

Dalam melakukan proses

mengidentifikasi Voice of Customer, dilakukan dua metode bersamaan yaitu wawancara dan kuisioner yang diberikan kepada nelayan di wilayah Paciran. Kusioner dan wawancara dilakukan dengan nelayan yang sebagian besar juga membuat alat. Dengan melakukan identifikasi awal sebelum memberikan kuisioner dan melakukan wawancara secara mendalam terhadap nelayan yang membuat alat, didapatkan beberapa atribut inisiasi yang potensinya besar untuk digali yaitu :

Nelayan Pemerintah Rumah makan/ perusahaan Petambak Kuantitas Tangkap Kemudahan Digunakan Keamanan Digunakan Tidak Merusak Lingkungan Kemudahan dibawa Peningkatan pendapatan Kondisi Hidup Selektivitas Awet Mudah Dibuat Mudah Diperbaiki

Gambar 3.2 Atribut dan Stakeholder inisiasi Atribut-atribut yang didapatkan sebagai inisiasi awal adalah atribut yang saling berkaitan antara nelayan, pemerintah, rumah makan / perusahaan dan petambak. Dalam perjalanan penelitian yang dilakukan, customer yang pada akhirnya dapat diidentifikasi adalah nelayan karena minimnya interaksi pemerintah dan rumah makan secara langsung terhadap proses penangkapan ikan di wilayah Paciran.

Setelah dilakukan proses diskusi dengan narasumber terhadap atribut yang akan diproses lebih lanjut, didapatkan beberapa atribut yang akan menjadi atribut utama yang akan digali yaitu : 1. Kapasitas Tangkap 2. Keamanan Penggunaan 3. Keramahan Lingkungan 4. Kemudahan Dibawa 5. Ukuran 6. Selektivitas 7. Awet 8. Kemudahan Dibuat 9. Kemudahan Diperbaiki 10. Kondisi Tangkapan Hidup 3.3 House of Quality

House of Quality yang ada pada bagian

ini akan menjelaskan tentang kebutuhan nelayan dan respon teknis yang dapat diberikan terhadap kebutuhan tersebut. Terdapat beberapa atribut yang telah ditangkap untuk kemudian diidentifikasi respon teknis yang tepat yang dapat diberikan untuk menjawab atribut kebutuhan yang ada. Dalam melakukan penyusunan HoQ, dilakukan beberapa modifikasi pada tahap VoC untuk mendapatkan analisis yang komprehensif terhadap kebutuhan nelayan.

Relationship matrix merupakan matriks

yang menggambarkan tentang hubungan antara respon teknis dan atribut yang ada pada alat yang dikembangkan. Hubungan tersebut digambarkan dengan adanya level hubungan pada setiap atribut dengan respon teknis yang dihasilkan. Pada relationship matrix ini terdapat tiga level hubungan antara atribut dengan respon teknis yaitu kuat (lingkaran), sedang (kotak) dan lemah (segitiga).

Tabel 3.3 Relationship Matrix

Hubungan antara respon teknis yang satu dengan yang lain juga digambarkan pada matriks di bawah ini. Matriks Technical

Correlation menggambarkan kekuatan

hubungan antara satu respon teknis terhadap yang lain dalam bentuk hubungan positif atau negative. Dengan mengetahui bentuk hubungan respon teknis tersebut, maka dapat dilakukan prioritas manakah yang harus diutamakan dalam mewujudkan respon teknis yang ada dengan melihat pengaruhnya terhadap yang lain. Hubungan antara respon teknis dalam matriks

Atribut Konsumen Dim e n si P r o d u k Be sa r D a y a Ta r ik M e k a n is m e Ta n g k a p M e k a n is m e P e n g g u n a a n M a te r ia l a la t Be r a t a la t K e r u m ita n d e sa in H a r g a b a h a n Kapasitas Tangkap 105.0% 105.0% 35.0% 35.0% Keamanan Penggunaan 99.1% 33.0% 11.0% Keramahan Lingkungan 116.6% 38.9% 13.0% Kemudahan Dibawa 99.1% 99.1% 33.0% Ukuran 81.6% 9.1% 27.2% 81.6% Selektivitas 42.8% 42.8% Awet 81.6% 27.2% Kemudahan Dibuat 10.1% 91.0% 30.3% Kemudahan Diperbaiki 84.0% 28.0%

Kondisi Tangkapan Hidup 33.0% 99.1%

(7)

Technical Correlation digambarkan pada

matriks di bawah ini :

Tabel 3.4 Technical Correlation Matrix

Setelah diketahui hubungan antara respon teknis satu terhadap yang lain serta atributnya, maka dilakukan penyusunan House of Quality yang menggambarkan secara keseluruhan korelasi atribut dan respon teknis yang ada dengan melakukan penjumlahan terhadap semua baris maupun kolom. Dengan demikian, dapat diketahui semua prioritas pada atribut maupun prioritas respon teknis yang telah mengandung kekuatan hubugan dengan atribut maupun respon teknis yang lain.

Tabel 3.5 Matriks House of Quality

Salah satu output HoQ yang kemudian menjadi masukan dalam metode FAST adalah beberapa respon teknis yang menjadi prioritas dalam melakukan perancangan alat. Untuk mengetahui seberapa jauh pergeseran prioritas atribut dibandingkan dengan jawaban respon teknisnya, dilakukan analisis menggunakan matriks hirarki atribut dan respon teknis. Dengan menggunakan matriks tersebut, dapat diketahui beberapa atribut dan respon teknis yang memiliki level hubungan kuat dan konsistensinya untuk diwujudkan. Hal ini dilakukan karena atribut yang memiliki banyak korelasi terhadap respon teknis meskipun bukan prioritas akan memliki nilai prioritas atribut

yang tinggi sehingga atribut prioritas di awal bergeser.

Di dalam matriks tersebut diketahui bahwa empat atribut teratas yaitu atribut kapasitas tangkap , kemudahan dibawa, ukuran ,dan keramahan lingkungan diikuti dengan empat respon teknis teratas yaitu dimensi produk besar,mekanisme tangkap, kerumitan desain dan harga bahan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa konsistensi prioritas atribut masih dapat dipertahankan dengan dibuktikan munculnya empat atribut tersebut kecuali atribut keramahan lingkungan.

Sesuai dengan kebutuhan prioritas atribut dan respon teknis yang didapatkan, maka respon teknis yang kemudian menjadi prioritas untuk mewujudkan empat atribut prioritas hasil

House of Quality adalah respon teknis berupa

dimensi produk besar, mekanisme tangkap, kerumitan desain dan harga bahan. Keempat respon teknis tersebut akan menjadi prioritas terbesar untuk setidaknya memprioritaskan adanya empat atribut utama dan beberapa atribut tambahan (atribut dengan level prioritas di atas 3).

3.4 Value Engineering

Penggambaran matriks nilai yang merupakan distribusi cost dalam komponen alat berfungsi untuk mengetahui proporsi cost tertinggi komponen dan fungsi yang ada dalam sebuah produk. Dalam mendesain matriks nilai berikut ini, performance yang merupakan salah satu kunci dalam meningkatkan value sebuah alat menjadi salah satu indikator yang tidak digambarkan secara kuantitatif karena alat yang ada secara spesifik belum dapat digunakan secara riil dalam operasional yang rutin.

Tabel 3.5 Matriks Value Engineering

Respon Teknis Komponen Function Men entu kan Bent uk Men entu kan Ukur an Men arik Ked atan gan Lobst er Men ahan Lobst er K elua r Mem perm udah Lobst er M asu k Mem asa ng A lat Men ggab ungk an R angk a Men gika t Lip atan Ran gka Tida k Mem iliki F ungsi Tota l Cost (dal am 0 00) % Total Number of Connected Function Total Level Korelasi Weighting Value Target Comp. Cost Actual Comp. Cost High or Low Respon Teknis Komponen K o m p o n e n Kerangka 100 175 60 335 62.50% 3 15 1675 382.5 335 High Umpan 50 50 9.33% 1 5 250 57.08955224 50 Pintu Jebakan 20 10 30 5.60% 2 10 150 34.25373134 30 Pengait 6 4 10 1.57% 2 8 42 9.591044776 10 Pengait Umpan 3 3 0.34% 1 3 9 2.055223881 3 Pengait Lampu 4 4 0.45% 1 3 12 2.740298507 4 Sambungan Las 100 100 11.19% 1 3 300 68.50746269 100 High Sambungan kaitan 10 10 1.12% 1 3 30 6.850746269 10 Jaring 50 50 5.60% 2 3 150 34.25373134 40 Dudukan 10 10 1.12% 1 3 30 6.850746269 10 Pengunci 2 3 5 0.63% 2 6 17 3.882089552 5 Pintu Pengambilan 5 5 0.56% 1 3 15 3.425373134 5 12 9 9 6 9 16 6 18 6 100.00% 2680 602 2 1 1 2 1 4 2 2 2 110 175 50 70 10 15 110 63 9 612 530 875 250 250 50 53 330 315 27 2680 0.1978 0.32649 0.09328 0.09328 0.01866 0.019776 0.123134 0.117537 0.010075 1 121.03 199.813 57.0896 57.0896 11.4179 12.10299 75.35821 71.93284 6.165672 612 HighHigh Total (dalam 000) %Total High or Low Weighting Value Target Cost K o m p o n e n

Total Level korelasi Number of Connected Comp.

Distribusi Komponen Biaya yang seharusnya

Matriks di atas merupakan matriks yang didapatkan dengan membuat peta biaya terhadap fungsi dan komponen yang dihasilkan. Pemetaan biaya dilakukan berdasarkan pada

Atribut Konsumen Dim en si P rod u k B es ar D aya T ar ik M ek an is m e T an gk ap M ek an is m e P en ggu n aan M at er ial al at B er at al at K er u m it an d es ai n H ar ga bah an Kapasitas Tangkap 105.0% 105.0% 35.0% 35.0% Keamanan Penggunaan 99.1% 33.0% 11.0% Keramahan Lingkungan 116.6% 38.9% 13.0% Kemudahan Dibawa 99.1% 99.1% 33.0% Ukuran 81.6% 9.1% 27.2% 81.6% Selektivitas 42.8% 42.8% Awet 81.6% 27.2% Kemudahan Dibuat 10.1% 91.0% 30.3% Kemudahan Diperbaiki 84.0% 28.0%

Kondisi Tangkapan Hidup 33.0% 99.1%

-- + + + ++ + + + + + Respon Teknis + -Hubungan Positif Hubungan Negatif Atribut Konsumen Dim e n s i P r od u k B e s ar D aya T ar ik M e k an is m e T an gk ap M e k an is m e P e n ggu n aan M at e r ial al at B e r at al at K e r u m it an d e s ai n H ar ga bah an Relative Importa nce Index Sales Point Raw Weight Normalized Raw Weight Kapasitas Tangkap 105.0% 105.0% 35.0% 35.0% 3.6 1.5 5.4 11.66% Keamanan Penggunaan 99.1% 33.0% 11.0% 3.4 1.5 5.1 11.02% Keramahan Lingkungan 116.6% 38.9% 13.0% 4 1.5 6 12.96% Kemudahan Dibawa 99.1% 99.1% 33.0% 3.4 1.5 5.1 11.02% Ukuran 81.6% 9.1% 27.2% 81.6% 3.5 1.2 4.2 9.07% Selektivitas 42.8% 42.8% 2.2 1 2.2 4.75% Awet 81.6% 27.2% 3.5 1.2 4.2 9.07% Kemudahan Dibuat 10.1% 91.0% 30.3% 3.9 1.2 4.68 10.11% Kemudahan Diperbaiki 84.0% 28.0% 3.6 1.2 4.32 9.33%

Kondisi Tangkapan Hidup 33.0% 99.1% 3.4 1.5 5.1 11.02%

Total Score 318.8% 157.8% 293.5% 108.2% 147.7% 132.2% 254.0% 180.1% 1592.4% Total 46.3 100.00%

Prioritas 20.02% 9.91% 18.43% 6.80% 9.28% 8.30% 15.95% 11.31% Ranking 1 5 2 8 6 7 3 4 -- + + + ++ + + + + + Respon Teknis + -Hubungan Positif Hubungan Negatif

(8)

banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan komponen tertentu dan pentingnya fungsi yang direncanakan. Fungsi yang kritis belum tentu memiliki proporsi biaya yang besar. Hal ini diakibatkan yang memberikan kontribusi besar dalam menyerap biaya adalah besarnya usaha yang dikeluarkan untuk mewujudkan fungsi tersebut sehingga rujukan membagi proporsi biaya tersebut berdasar pada tingginya biaya komponen dan proses yang dikeluarkan.

Selain membuat peta biaya yang dikeluarkan sesuai dengan komponen yang dibutuhkan, peta biaya yang dikeluarkan juga dipetakan berdasarkan tingkat kepentingan fungsinya dengan warna yang berbeda. Warna merah digunakan untuk menunjukkan tingkat kepentingan tertinggi komponen terhadap pemenuhan fungsinya diikuti warna kuning untuk level tengah dan hijau untuk level terendah

3.5 Function Analysis System Technique

Function Analysis System Technique Diagram yang didapatkan merupakan Fungsi

yang berhasil dijabarkan secara hierarki untuk memenuhi pertanyaan How Why yang diungkapkan dalam menemukan solusi yang tepat terhadap tujuan dibuatnya alat yaitu menangkap lobster. Hirarki fungsi alat dibuat secara bertingkat dengan tingkatan fungsi tertinggi (high order function) ada pada bagian paling kiri diagram dan tingkatan fungsi terendah (low order function) pada bagian paling kanan. Garis tebal yang menghubungkan garis fungsi di tengah menandakan bahwa fungsi yang ada tersebut merupakan fungsi utama (basic function) yang tidak boleh dihilangkan. Tangkap Lobster dari Laut Tentukan tipe alatnya How Why When Buat Alat Perkecil Ukuran Dekatkan Lobster Gunakan Pemikat

Gunakan Cahaya Perbesar Pintu Perbanyak Pintu Pasang Rumbai Pasang Sliding Pertahankan Hidup Pahami Karakteristik Lobster Sederhanakan Pengoperasian Perpanjang Umur Alat Pergunakan Anti Karat Minimalisir Sambungan korosif Perbesar Ruang Tangkap Peringan Berat Sederhana kan Bentuk Permudah Penangkapan Efektifkan Proses Penangkapan Perbanyak Lobster masuk Perbanyak Lobster terjebak di Alat Kurangi Lobster keluar Gunakan Umpan Persulit Keluar dari Pintu Gunakan Material ringan Susun Kerangka Gabungkan Kerangka Stabilkan alat

pada posisi Beri Pemberat Perbesar Diameter Kerangka Tinggikan Letak Pintu Perberat Kerangka Mengambil Lobster dari Alat Beri Sekat Sederhanakan Lipatan Perbesar Kerangka Tentukan Bentuknya Pasang Corong Lentur Tentukan Bahan Kurangi Mekanisme Teknik Minimalisir Komponen Penunjang Beri Dudukan Pasang di Kerangka Menentukan Bentuk Menentukan Ukuran Menarik Kedatangan Menahan Lobster keluar Mempermudah Lobster masuk Memasang Alat Menggabungkan Rangka Mengunci Alat Kunci Sisi samping

Gambar 3.6 FAST Diagram

FAST diagram tersebut telah dipetakan

sesuai dengan fungsi-fungsi kritis yang berperan penting terhadap performansi alat dan yang menyerap cost tertinggi. FAST diagram berikutnya adalah FAST diagram yang secara spesifik menjabarkan fungsi tertentu secara detail setiap fungsi yang menyerap cost tertinggi sebagai berikut : Pertahankan Hidup Perbesar Ruang Tangkap Perbanyak Lobster terjebak di Alat Stabilkan alat

pada posisi Beri Pemberat Perbesar Diameter Kerangka Perberat Kerangka Beri Sekat Perbesar Kerangka Beri Dudukan Pasang di Kerangka Taruh di dasar Taruh Di samping Cari Bentuk terbesar Tentukan pembagian kebutuhan ruang Sesuaikan dengan bentuk alat Sesuaikan dengan bentuk lekukan Perhatikan kemudahan alat dibentuk Pengembangan spesifik

Gambar 3.7 Diagram FAST Fungsi Perbanyak Lobster Terjebak Tentukan tipe alatnya Buat Alat Perpanjang Umur Alat Pergunakan Anti Karat Minimalisir Sambungan korosif Susun Kerangka Gabungkan Kerangka Tentukan Bentuknya Tentukan Bahan Kunci Sisi samping Gunakan Bahan Pelapis Gunakan Bahan anti karat Gunakan Logam Anti Karat Gunakan Bahan Non Logam Gunakan Bentuk Terbaik Perhatikan hasil penelitian mengenai bentuk Tentukan Kebutuhan Keawetan Tentukan Kemampuan Harga Tentukan Toleransi Berat Pengembangan spesifik

Gambar 3.8 Diagram FAST Fungsi Perbanyak Lobster Terjebak

Diagram FAST di atas menjelasakan tentang beberapa fungsi yang secara spesifik dijabarkan untuk mendapatkan kualitas teknis yang lebih detail. Pembuatan diagram FAST secara detai ini merupakan penjabaran secara hirarki terhadap fungsi yang dinilai kritise sehingga didapatkan fungsi-fungsi deskriptif yang lebih detail dan dapat diinovasikan sehingga cost yang dikeliuarkan dapat diminamalisir

4. Analisis Konsep Terpilih

Dengan melakukan konsep scoring hingga dua level,didapatkan hasil bahwa konsep B1A2A3 merupakan konsep terpilih yang akan dikembangkan. Scoring konsep yang dilakukan merupakan scoring dengan kriteria berupa kapasitas tangkap, kemudahan dibawa dan ukuran sebagai kriteria favorit yang merupakan hasil dari HOQ. Penggunaan kriteria baru

(9)

berupa atribut kemudahan dibuat menjadi atribut seleksi yang ditambahkan ketika scoring mengalami kendala untuk menitikberatkan pada salah satu konsep. Screening Concepts yang ada di bawah ini.

Tabel 4.1 Scoring Concepts Level Kedua

Setelah didapatkan atribut dan respon teknis prioritas dalam QFD dan dijabarkan lebih dalam pada diagram FAST berdasarkan fungsinya masing-masing, maka atribut, respon teknis dan komponen yang ada dijabarkan dalam morphology chart. Morphology chart yang dihasilkan merupakan chart yang berbeda dengan morphology chart pada umumnya yang ada pada metode QFD. Chart yang dihasilkan pada dua kombinasi metode ini merupakan chart yang telah disempurnakan dan mengalami seleksi secara terstruktur melalui proses value

analysis dan FAST sehingga alternatif yang

didapatkan tidak lagi berorientasi hanya pada atribut mentah yang didapat pada proses QFD tetapi juga telah mempertimbangkan kemampuan buat dan nilai ekonomis yang dikeluarkan. Dengan demikian, beberapa komponen dalam morphology chart yang dinilai tidak terlalu signifikan memberikan nilai tambah terhadap alat dapat dieliminir untuk dijadikan alternatif.

Pada proses seleksi dan screening yang dilakukan, konsep yang terpilih adalah konsep B1A2A3 yang menggunakan komponen berupa penggunaan kerangka berbentuk buku terbuka, pintu lunak dan jebakan pintu kerucut. Alternatif ini dipilih berdasarkan kriteria atribut yang memiliki nilai terbesar karena dianggap paling mampu memenuhi kriteria tersebut. Secara spesfik, trade off yang terbesar pada aspek pemilihan ini dihadapi pada pemberian nilai untuk komponen pintu lunak atau pintu keras. Pintu lunak akan memudahkan proses melipat dan membawa alat tangkap akan tetapi mengurangi performance alat dalam membuat lobster masuk karena sedikit kurang kokoh untuk memudahkan lobster masuk. Sebaliknya untuk pintu keras, akan sangat memudahkan

lobster masuk akan tetapi mempersulit alat untuk dibawa. Pintu lunak terpilih dibentuk lingkaran dengan harapan bentuk tersebut akan menyesuaikan dengan bentuk lingkar perut lobster yang berbentuk lingkaran pipih ketika melesat menangkap makanan.

Upaya untuk melakukan proses seleksi secara ketat kemudian dilakukan dengan memanggil atribut sebelumnya yang didiamkan yaitu atribut kemudahan dibuat. Dengan menggunakan pertimbangan bahwa alat yang ada diorientasikan pada penggunaan secara mandiri oleh nelayan, maka pintu lunak menjadi opsi yang lebih dipentingkan karena lebih mudah direalisasikan dengan hanya melakukan modifikasi rajutan jaring.

Beberapa konsep tambahan pada alat seperti penggunaan penerangan belum dapat dimaksimalkan karena keterbatasan teknologi yang ada saat ini sehingga yang dilakukan adalah pendekatan kreativitas untuk mencari alternatif pengganti penerangan berupa penggunaan cat fosfor. Konsep yang terpilih sebagai berikut :

Gambar 4.2 Prototipe Alat Tangkap

Pada tinjauan ergonomi alat yang ada, secara spesifik tidak dimasukkan ke dalam desain alat dengan bahasa eksplisit berupa tingkat ergonomis alat akan tetapi lebih dipermudah pembahasaannya. Penekanan sudut pandang ergonomis dilakukan pada atribut kemudahan dibawa dan keamanan penggunaan alat sehingga alat lebih bersahabat dengan nelayan.

5. Analisis Manfaat Klaster

Setelah mendapatkan rancangan alat tangkap dengan menggunakan pendekatan

Quality Function Deployment dan Function Analysis System Technique, maka kemudian

analisis mengenai keberadaan alat digambarakan dengan menggunakan causal loop analysis mengenai pengaruhnnya. Analisis

Kriteria utama Rating Weight Rating Weight

Kapasitas Tangkap 4 0.11663 4 0.11663 Kemudahan Dibawa 4 0.11015 4 0.11015 Ukuran 4 0.09071 4 0.09071 Keramahan Lingkungan 4 0.12959 4 0.12959 Kemudahan Dibuat 3 0.10108 4 0.10108 2.09158 2.19266 Scoring Concepts 2 6 8 B1A2B3 B1A2A3 Concepts Dikembangkan Atribut yang signifikan dapat membedakan

(10)

pengaruh alat tangkap lobster digambarkan dengan causal loop sebagai berikut :

Gambar 5.1 Causal Loop Diagram Pengaruh terhadap indikator klaster industri

Pada mulanya, ketersediaan alat tangkap mengakibatkan pada peningkatan jumlah tangkapan lobster yang didapatkan oleh nelayan. Peningkatan jumlah tangkapan inilah yang kemudian menyebabkan perubahan berbagai variabel lain yaitu peningkatan pendapatan nelayan dan peningkatan jumlah nelayan. Kedua hal ini saling berhubungan karena dengan meningkatnya pendapatan nelayan yang mampu menangkap lobster, maka nelayan yang akan diprediksi mengikuti cara yang sama juga akan meningkat. Dengan menggunakan IKK yang ada pada penelitian sebelumnya secara spesifik, peningkatan jumlah tangkapan lobster akan menjadi kunci pengaruh terhadap kinerja social, lingkungan, ekonomi maupun proses bisnis internal dalam beberapa hal.

6. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil sesuai dengan tujuan penelitian yang ditetapkan di awal antara lain sebagai berikut :

1. Rancangan alat tangkap lobster yang dihasilkan secara konsep telah mampu memenuhi kriteria produktif berupa kemampuan menangkap alat dalam kuantitas yang melebihi alat tangkap sebelumnya, user friendly dalam penggunaannya dengan penerapan sistem mekanik yang minim dan ramah lingkungan dengan adanya sistem tangkap pasif (perangkap).

2. Selektivitas alat dalam proses penggalian atribut tidak menjadi atribut yang diunggulkan sehingga kriteria ini menjadi kriteria yang didiamkan dan dipanggil pada akhir realisasi prototipe dengan mendesain ukuran jaring lebih lebar.

3. Penerapan kombinasi metode QFD dan FAST merupakan pendekatan yang tepat dalam melakukan proses perancangan alat yang memiliki keunggulan akomodasi kebutuhan konsumen dan penguatan kemampuan teknis melalui pendefinisian fungsi yang rinci

4. Inovasi komponen yang menghasilkan cost tertinggi dalam proses value engineering merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan komponen terbaik yang ekonomis

5. Prototipe Alat tangkap berhasil dibuat secara visual maupun fisik sesuai dengan metode yang diimplementasikan dan telah memenuhi kaidah prinsip alat tangkap pasif yaitu ketertarikan terhadap umpan, kemudahan masuk dan kemudahan keluar 6. Ekperimen alat dilakukan di beberapa

tempat dengan hasil yang didapatkan berupa 2 lobster, 2 kerang dan 2 ubur-ubur

7. Komoditi Lobster yang diharapkan tertangkap dalam jumlah besar belum memenuhi harapan secara eksperimen karena saat ini bukan merupakan musim lobster akan tetapi secara prinsip mekanisme alat telah memenuhi

8. Prediksi pengaruh alat dilakukan dengan menggunakan causal loop diagram dengan pelaku inti utama yang telah disesuaikan yaitu Rumah Makan kawasan WBL, Rumah Makan kawasan Lamongan Shorebase dan Eksportir-Eksportir

9. Ketersediaan alat tangkap lobster secara bertahap akan mampu memberikan kontribusi pendapatan nelayan yang cukup signifikan. Pertumbuhan pendapatan akan mendorong adanya pelaku pendukung lain yang berpartisipasi sehingga memungkinkan terbentuknya klaster industri Lobster dengan karakteristik yang berbeda dengan industry perikanan bertipe volume based

Sedangkan saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya yang berkaitan dengan perancangan alat tangkap lobster sebagai berikut :

1. Kunci keberhasilan perancangan alat dengan melibatkan nelayan ada pada kemampuan berkomunikasi dengan bahasa daerah nelayan tersebut berasal dan tidak terpaku pada format-format akademis sehingga penggalian kebutuhan lebih maksimal Jumlah tangkapan sekali melaut Pendapatan Nelayan Pendapatan Rumah Makan atau Perusahaan Jumlah Rumah Makan Potensi Jumlah Perusahaan yang terlibat Jumlah nelayan lobster Jumlah Pencemaran akibat Pengelolaan Lobster Total Penjualan Lobster Jumlah bahan baku lobster Kualitas Tangkapan Jumlah Komplain Lingkungan Harga Jual Produk Pendapatan Pemerintah dari Ekspor Jumlah Perguruan Tinggi Relevan Jumlah Usaha Pendukung Jumlah Lembaga Pemerintah yang terlibat Jumlah Institusi Penelitian yang terlibat Pendapatan Pemerintah Daerah Penelitian Tangkap Kuantitas penangkapan lobster Jumlah Habitat Lobster Budidaya lobster Jumlah Eksportir Jumlah industri sampingan Jumlah bantuan pemerintah Akses penangkapan Ketersediaan alat tangkap Tenaga Kerja terserap Pendapatan per kapita non nelayan Jumlah

Persaingan Harga jual dari

nelayan + + + + + -+ + + -+ + + + + Nilai Rendemen Alami -+ + + + + + + + + + + + + -+ + + - -+ + + Komplain kualitas produk olahan -+ + Jumlah Usaha Perbankan + + + + + -+ + + -Pangsa Pasar+ + + + + + -+ + + + Revealed Comparative Index + + +

(11)

2. Uji coba alat akan tepat dilakukan sesuai dengan musim penangkapan lobster yang ada sehingga seharusnya uji coba dilakukan pada bulan-bulan tertentu yang merupakan musim penangkapan lobster. Dengan mengacu pada hal tersebut, maka diperlukan survey awal berkaitan dengan kapan musim penangkapan lobster tersebut dimulai

3. Perlu adanya perancangan alat angkat fleksibel yang ekonomis untuk melakukan pengambilan alat dari dasar laut sehingga lebih mudah diangkat

4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk membuat permodelan sistem yang menggambarkan pengaruh alat lebih detail dan menyeluruh dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik ataupun yang lain

5. Perlu adanya uji empiris alat tangkap eksisting dengan alat tangkap baru agar dapat dibandingkan efektivitas dan efisiensinya secara kuantitatif

7. Daftar Pustaka

Anggrahini, D., 2010. Perancangan Mesin Sizing

Teri Nasi Berdasarkan Prinsip Length Grader dengan Menggunakan Quality Function Deployment. Institut Teknologi

Sepuluh Nopember.

Anonim, 2010. Wartawarga. [Online] Available at:

http://wartawarga.gunadharma.ac.id

[Accessed 29 Februari 2011].

Anonim, 2011. Cetak.Kompas.com. [Online]

Available at:

http://cetak.kompas.com/read/2010/02/02/1 1272373/harga.lobster.rp.450.000.per.kilogr am [Accessed 25 February 2011].

Cohen, L., 1995. Quality Function Deployment :

How To Make QFD Work For You. Canada:

Addison-Wesley Publishing Company. Crow, K., 2002. Value Analysis and Function

Analysis System Technique. [Online]

Available at: http://www.npd-solutions.com/va.html [Accessed 3 Maret 2011].

Dananjaya, R., 2009. Perancangan Alat Bantu

Pemindah Air Minum dalam Galon ke Dispenser dengan Metode Etnografi dan QFD. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

Departemen Kelautan Dan Perikanan, 2004. Musim

Penangkapan Ikan di Indonesia. Jakarta:

Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Dewaningsih, M., 2010. Home: Mengelola Potensi

Laut. [Online] Available at:

http://www.ambonekspres.com/index.php?a ct=news&newsid=29266 [Accessed 10 Maret 2011].

Dieter, G.E., 2000. Engineering Design. 3rd ed. Singapore: McGraw-Hill.

Diniyah & Lesmana, A., 2004. Dua Konstruksi

Krendet yang Berbeda dalam Pemanfaatan Sumber Daya Spiny Lobster.

Ekawati, P., 2008. Perancangan Alat Pengering Ikan

yang Memanfaatkan Tenaga Surya Berdasarkan Quality Function Deployment.

Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Elliot, M., 2006. Seafood Watch-American Lobster. Monterey Bay Aquarium.

Everett, J.T., 1972. Inshore Lobster Fishing. Fishing

Facts-4, p.26.

Febrianto, E.A., 2009. Perancangan Gerobak

Sampah yang Ergonomis denagn

Menggunakan Metode Kansei Engineering dan Quality Function Deployment.

Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Gaspersz, V., 2001. Total Quality Management. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, N., 2007. Analisis Pengaruh Pemberian Pakan

dan Suhu dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Reproduksi Lobster mutiara (P. Versicolor) Serta Lobster Batik (P. Penicillatus) dengan Sistem Bak Terkontrol. Proposal Thesis.

Universitas Pattimura.

Kanna, I., 2006. Lobster : Penangkapan Pembesaran

Pembenihan. Jakarta: kanisius.

Komnas Kajiskan, 2006. Hasil Evaluasi Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan., 2006.

Lakshitta, A., 2010. Perancangan Jumbo Bag

dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) dan Teoriya Resheniya Zadatch (TRIZ) dalam Upaya Peningkatan

Produktivitas Bongkar Muat Pada

Penggunaan Kapal Time Charte. Surabaya:

Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Laksmi, A., 2010. Perancangan Ulang Kompor

Bioethanol dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) & Theoriya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ). Surabaya:

(12)

Moosa, M.K. & Aswandi, I., 1984. Udang Karang (panulirus spp) dari Perairan Indonesia. pp.1-23.

Nurmianto, E., 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan

Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.

Partiwi, S.G., 2007. Perancangan Model

Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut.

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Schumpeter, J.A., 1911. Theorie der wirtschaftlichen Entwicklung.

Selliger, G., n.d. Product Innovation - Industrial

Approach. Berlin: Institute for Machine

Tools and Factory Management, Technical University Berlin, Germany.

Setyono, D.E.D., 2006. Budidaya Pembesaran

Udang Lobster (Panulirus Spp).

Tambunan, J.K.H., 2011. Laut Biru.com. [Online]

Available at:

http://ikanmania25.blogspot.com/2011/01/p erangkap-lobster.html [Accessed 3 Maret 2011].

Tarwaka, Shobichul, H. & Liliek, S., 2004.

Ergonomi Untuk Kesehatan dan

Keselamatan Kerja dan produktivitas.

Surakarta: Uniba Press.

Taufik, T., 2010. apa itu klaster industri. [Online] Available at: http://klaster- industri.blogspot.com/2008/12/apa-itu- klaster-industri.html?utm_source=feedburner&utm _medium=feed&utm_campaign=Feed:+Kla sterIndustri+(Klaster+Industri) [Accessed 16 Februari 2011].

Ulrich, K.T. & Elpinger, S.D., 2001. Perancangan

dan Pengembangan Produk. Jakarta:

Salemba Teknika.

Wignjosoebroto, S., 2000. Ergonomi, Studi Gerak

dan Waktu : Teknik Analisis untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta:

Gambar

Tabel  1.1  Potensi  Sumber  Daya  dan  Pemanfaatan  Udang Lobster  Kode  Daerah  Luas  Daerah (1000 km2)  Potensi  tersedia (.000 Ton)  Potensi  termanfaatkan (.000 Ton)  Tingkat Usaha (%)  01  Samudera  Hindia  dan Barat Sumatera  615.87  734.8  205  27.
Gambar 3.1 Aliran Pasokan Lobster
Gambar 3.2 Atribut dan Stakeholder inisiasi  Atribut-atribut yang didapatkan sebagai  inisiasi awal adalah atribut yang saling berkaitan  antara  nelayan,  pemerintah,  rumah  makan  /  perusahaan  dan  petambak
Tabel 3.4 Technical Correlation Matrix
+4

Referensi

Dokumen terkait

dapat dilihat bahwa hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match lebih tinggi dari pada hasil belajar sebelum menggunakan model

peneliti mengajar, Sekolah Dasar Negeri 50 Baet Kawan di kelas VI. Prosedur penelitian pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan metode diskusi

Hasil penelitian menunjukkan : (1) tingkat efektivitas pelayanan publik masih terkategori sedang dan rendah dilihat dari tingkat kemampuan dalam menyusun, mengembangkan

Untuk menyelesaikan permasalahan konflik dalam proses objektivasi, Berger menjaaabnya dengan dua jaaaban, yaitu dengan adanya institusionalisasi yang berfungsi sebagai

Ketikkan ‘PILIH’ (tanpa tanda petik) pada kolom SMS Command Prefix, yang artinya hanya sms dengan kata pertama ‘PILIH’ saja yang akan diproses.. Ketikkan

Dengan demikian, lembar kerja praktikum percobaan melde berbasis project based learning yang dikembangkan sangat layak dan sangat menarik digunakan pada pembelajaran..

Ekspresi tuntutan adalah suatu upaya yang dilakukan oleh penerima manfaat dalam suatu program kepada organisasi pelaksana sebagaimana apa yang dirasakan oleh

oleh DJP dan KPP Pratama Cikarang Utara yakni dari segi keandalan, yakni perlu adanya pemilihan provider jaringan yang memiliki kualitas lebih bagus lagi agar masalah