• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG

MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

RELATION DEGREE ANGLE DEVIASI SEPTUM NASI WITH CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PATIENT WHO UNDERGO

EXAMINATION PARANASALIS SINUS CT SCAN

I Nyoman Teri Atmaja1, Nurlaily Idris1, Muhammad Ilyas1, Frans Liyadi1 Muhammad Fadjar Perkasa2, R. Satriono3,4

1

Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar 2

Bagian Ilmu THT - KL Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar 3

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar 4

Bagian Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar

Alamat Koresponden :

I Nyoman Teri Atmaja

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245

HP : 081355724709

(2)

2 Abstrak

Pengukuran derajat sudut Deviasi Septum Nasi dan Concha Bullosa Pneumanisasi Index dengan pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis untuk menilai hubungan derajat Sudut Deviasi Septum Nasi Dengan Conha Bullosa Pneumatisasi Index Pada Pasien Yang Menjalani Pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Penelitian ini bertujuan mengetahui adakah hubungan derajat sudut DSN dengan CBPI pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Selama periode bulan November 2012 sampai Maret 2013 di Bagian Radiologi RS Wahidin Sudirohusodo Makassar didapatkan 117 sampel yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis terdiri dari 39 laki-laki dan 71 perempuan. Metode penelitian bersifat Cross Sectional. Pengukuran derajat sudut DSN dan CBPI dinilai pada monitor CT Scan, dilakukan analisis statistik uji Spearman, Chi Square dan Fisher Exact Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat sudut DSN dengan CBPI,dan tidak terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian CB dengan Rinosinusitis Kronik,tetapi terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan CB, dan terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan Rinosinusitis Kronik.

Kata kunci : Derajat sudut Deviasi Septm Nasi, Concha Bullosa Pneumatisasi Index, Rinosinusitis Kronik.

Abstract

Measurement of Degree Angle Deviaion Septum Nasi and Concha Bullosa Pneumatization Index with Paranasalis Sinus CT Scan to evaluate relation Degree Angle Deviation Septum Nasi with Concha Bullosa pneumatization Index Patients Who Undergo Examination Paranasalis Sinus CT Scan This study aims to find out is there a relationship DSN Degree angle with CBPI in patients who under went CT Scans Sinus Paranasalis. During the period from November 2012 to March 2013 in the Department of Radiology Hospital Makassar Wahidin Sudirohusodo, 117 samples that underwent a CT scan of the sinuses Paranasalis comprised 39 men and 71 women were obtained. Research methods are cross sectional. Measurement DSN degree angle and CBPI can be assessed on a CT scan monitor, performed statistical analysis Spearman test, Chi Square and Fisher Exact Test. The results showed that there was no correlation between DSN degree angle with CBPI, and there is no significant correlation between the incidence of CB with chronic rhinosinusitis, but there is a correlation between incidence of DSN with CB, and there is a correlation between incidence of DSN with chronic rhinosinusitis .

Keywords : Degree Septum Nasi Angle degree , Concha Bullosa Pneumatization Index, Chronic Rhinosinusitis.

(3)

3

PENDAHULUAN

Deviasi Septum Nasi adalah suatu deformitas yang banyak ditemukan dan mempunyai patogenesis yang jelas dengan terjadinya rinosinusitis kronis (Earwaker, 1993). Beberapa hipotesis yang dikemukakan berkaitan dengan patofisiologi antara Deviasi Septum Nasi dan kejadian Rinosinusitis Kronik antara lain ; teori Stammberger’s yaitu adanya stenosis pada ostiomeatal complex (OMC) diakibatkan oleh adanya konfigurasi anatomi atau hipertrofi mukosa menyebabkan obstruksi dan stagnasi dari sekret yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi (Earwaker, 1993). Hipotesis yang kedua yaitu pengaruh aerodinamik yaitu Deviasi Septum Nasi yang terjadi akibat peningkatan kecepatan aliran udara dalam rongga hidung yang menyebabkan mukosa kering dan fungsi mukosiliar berkurang.(De Weese,1998, Bhargava, 2007). Hipotesis yang ketiga dikemukakan oleh Hollinshead yang mendemonstrasikan perubahan tekanan dan ventilasi sinus maksila dengan Deviasi Septum Nasi pada daerah OMC (Hollinshead ,1996) yang disimpulkan bahwa tekanan antral berkurang yang diakibatkan oleh adanya deviasi septi bagian posterior. (Harar dkk., 2004, Miller ,1998)

Tidak semua deviasi septi memberikan gejala pada penderitanya namun adapula yang memberikan gejala antara lain perubahan pada mukosa hidung, Efek neurologik berupa sakit kepala akibat penekanan pada nervus trigeminus dan obstruksi pada cavum nasi.(Datu, 1999) Salah satu dampak dari deviasi septi adalah rinosinusitis. Rinosinusitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.(Kenjono, 2004)

Selain DSN, CB (pneumatisasi pada concha nasalis) sering ditemukan pada pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis jika ukurannya besar bisa menimbulkan Rinosinusitis Kronik. Hubungan DSN dan CB menurut teori E Vacuo dan penelitian Uygur dkk., 2003 adalah : Mekanisme pasti dari pembentukan belum dapat diterangkan, dari pertimbangan pentingnya perputaran aliran udara dalam cavum nasi, menurut teori “E vacuo” aliran udara akan berkurang pada cavum nasi yang menyempit karena arah konveksitas deviasi sehingga aliran udara lebih banyak lewat melalui sisi kontra lateral dan menyebabkan pneumatisasi pada sisi tersebut. Tidak ada teori dijumpai pada literatur mengenai hubungan kejadian dari Concha Bullosa dengan deviasi septi dan hubungan antara deviasi septi dan Concha Bullosa , tapi penambahan pneumatisasi concha nasalis media kontra lateral tergantung pada derajat sudut deviasi.(Uygur dkk., 2003)

CT Scan adalah modalitas radiologi yang paling baik dalam menilai dan mengukur DSN, CB, Derajat sudut DSN dan CBPI.(Hamdy dkk., 2006)

(4)

4 Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menentukan hubungan antara derajat sudut Deviasi Septum Nasi dengan Concha Bullosa Pneumatisasi Index pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan rancangan penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian Radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai bulan November 2012 sampai dengan Maret 2013. Rancangan penelitian yang digunakan adalah observational dengan desain cross sectional study .

Populasi dan sampel

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke bagian Radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo untuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Sampel sebanyak 117 pasien diambil dengan metode consecutive sampling serta bersedia mengikuti penelitian ini dengan menandatangani informed consent yang dikeluarkan oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran Unhas.

Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti. Biodata pasien dicatat pada formulir kuesioner penelitian. Setiap hasil pemeriksaan CT Scan sinus paranasalis potongan koronal dinilai dan diukur DSN, CB, derajat sudut DSN dan CBPI dilakukan oleh peneliti serta dinilai dan diukur bersama seorang ahli radiologi yang bertugas saat itu.

Analisis data

Semua data yang diperoleh dicatat dan dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji korelasi Pearson, Chi-square dan Fisher dengan tingkat kemaknaan p≤0,05 serta penentuan nilai OR dengan CI 95% > 1 yang menunjukkan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko dan CI 95% < 1 menunjukkan faktor protektif.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik sampel

Tabel 1 memperlihatkan karakteristik sampel berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Penelitian ini total sampel sebanyak 117 : 41 sampel laki-laki dan 76 sampel perempuan. Pada tabel ini memperlihatkan bahwa pada kelompok umur 21-40 tahun dan jenis kelamin perempuan paling banyak didapatkan DSN,CB dan RSK yang positif.

Tabel 2 memperlihatkan ukuran derajat sudut DSN dan CBPI, dengan derajat sudut DSN minimal 0 derajat dan maksimal 21 derajat sedangkan CBPI minimal 0,00 index dan

(5)

5 maksimal 32,20 index serta rerata derajat sudut DSN 10,39 derajat dan rerata CBPI 9,4191 index.

Tabel 3 memperlihatkan angka kejadian DSN, CB dan RSK, didapatkan sebanyak 110 sampel DSN positif, 79 sampel CB positif, 77 sampel RSK positif dan sebanyak 7 sampel DSN negatif, 38 sampel CB negatif serta 40 sampel RSK negatif.

Analisis statistik

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji korelasi spearman seperti yang terlihat pada tabel 4, dimana tidak ditemukan hubungan bermakna antara derajat sudut DSN dengan CBPI.

Pada tabel 5, analisis dengan uji Chi-square diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian CB dengan RSK. Tetapi analisis dengan uji Fisher diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan CB (p=0,05) dengan OR 14,625 dan 95% CI antara 1,692-126,387. Dan terdapat hubungan bermakna antara kejadian DSN dengan RSK (p=0,045) dengan OR 5,357 dan 95% CI antara 0,990-28,981.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara derajat sudut deviasi septum nasi dengan concha bullosa pneumatisasi index pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Berdasarkan hasil analisis statistik pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat sudut Deviasi Septum Nasi dengan Concha Bullosa Pneumatisasi Index karena nilai p = 0,748 ( bermakna jika p< 0,05 ) namun nilai koefisien korelasi r = 0,030 (positif) artinya derajat sudut Deviasi Septum Nasi berbanding lurus terhadap Concha Bullosa Pneumatisasi Index sehingga jika semakin besar derajat sudut Deviasi Septum Nasi semakin besar pula Concha Bullosa Pneumatisasi Index begitu pula sebaliknya. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kemal Uygur et al, dimana didapatkan hubungan bermakna antara derajat sudut Deviasi Septum Nasi dengan Concha Bullosa Pneumatisasi Index. Hal ini terjadi karena Concha Bullosa Pneumatisasi Index ditentukan bukan saja karena besar derajat sudut Deviasi Septum Nasi tetapi bisa karena banyak faktor seperti tipe dari Deviasi Septum Nasi maupun tipe Concha Bullosa Pnematisasi itu sendiri.

Pasien kelompok umur 21-40 tahun paling banyak didapatkan Deviasi Septum Nasi positif, Concha Bullosa positif dan Rinosinusitis Kronik positif dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal ini mungkin disebabkan karena pada kelompok umur tersebut merupakan masa

(6)

6 perkembangan septum nasi dan merupakan usia produktif serta paling banyak aktifitasnya sehingga merasa sangat terganggu akhirnya rajin melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Sementara kelompok umur lainnya masa perkembangan septum nasi dan aktifitas tidak maksimal sehingga jarang memeriksakan kesehatan termasuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis. Demikian pula halnya pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak didapatkan Deviasi Septum Nasi positif, Concha Bullosa positif dan Rinosinusitis Kronik positif dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perempuan lebih perhatian dan lebih berani sehingga rajin melakukan pemeriksaan kesehatan termasuk pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis.

Berdasarkan hasil analisis statistik lainnya yaitu hubungan antara angka kejadian Deviasi Septum Nasi dengan angka kejadian Concha Bullosa didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna dengan nilai p = 0,05 (uji Fisher) dan OR = 14,625. Artinya jika terdapat Deviasi Septum Nasi maka resiko kemungkinan terjadinya Concha Bullosa sebanyak 14,625 kali dibandingkan yang tidak terdapat DSN. Hal ini sesuai dengan teori Evacuo yang menyebutkan bahwa jika terdapat Deviasi Septum Nasi akan terjadi kompensasi kontra lateral yaitu terbentuknya Concha Bullosa Pneumatisasi pada Concha Nasalis Media kontra lateralnya.

Pada penelitian ini kami juga menilai hubungan antara angka kejadian Deviasi Septum Nasi dengan angka kejadian Rinosinusitis Kronik. Dari hasil analiis statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan bermakna dengan nilai p = 0,045 (uji Fisher) dan OR = 5,537. Artinya jika terdapat Deviasi Septum Nasi maka resiko kemungkinan terjadinya Rinosinusitis Kronik sebanyak 5,537 kali dibandingkan yang tidak terdapat DSN. Hal ini sesuai dengan patofisiologi terjadinya RSK karena obstruksi ostiomeatal complex sehingga terjadi gangguan drainase dan menyebabkan infeksi (Rinosinusitis Kronik).

Penelitian ini juga menilai hubungan antara angka kejadian Concha Bullosa dengan angka kejadian Rinosinusitis Kronik. Dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna mungkin karena tidak semua tipe CB menyebabkan RSK. Hal ini juga sesuai dengan referensi yaitu patofisiologi Concha Bullosa belum diketahui secara pasti dan tidak selalu terjadi karena kompensasi dari Deviasi Septum Nasi, sehingga hubungan antara angka kejadian Concha Bullosa dan angka kejadian Rninosinusitis Kronik tidak bermakna dan dapat berdiri sendiri.

(7)

7

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis, tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat sudut DSN dengan CBPI dan tidak terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian CB dengan RSK . Namun terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan CB, pada pasien yang mengalami DSN memiliki risiko CB 14,625 kali lebih besar dibandingkan yang tidak mengalami DSN serta terdapat hubungan bermakna antara angka kejadian DSN dengan RSK, pada pasien yang mengalami DSN memiliki risiko RSK 5,537 kali lebih besar dibandingkan yang tidak mengalami DSN.

Oleh karena itu, untuk menilai hubungan antara derajat sudut deviasi septum nasi dengan CBPI dan hubungan antara angka kejadian CB dengan RSK, perlu mengetahui tipe-tipe CB dan DSN sehingga perlu penelitian yang lebih lanjut yang meneliti tentang hubungan antara derajat sudut deviasi septum nasi dengan tipe-tipe CB dan tentang hubungan antara angka kejadian tipe-tipe CB dengan RSK.

DAFTAR PUSTAKA

Bhargava, S.K. (2007). Nasal or paranasal sinus lesion. In: CT differential diagnosis. New Delhi. 177-202.

Datu, R. (1999). Anatomi septum nasi dan Sinus Paranasalis.Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.

De Weese, D.D. (1998). Otolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Mosby. 62-6.

Earwaker, S. (1993). Anatomic variants in sinonasal CT: Radiographics, The journal of continuing medical education in radiology. 381-415.

Hamdy,O., Porramatikul, S., Ozairi, E.Al. (2006). Metabolic Obesity: The Paradox BetweenVisceral and Subcutaneus Fat. Current Diabetes Review; Vol.2. No.4. Harar, R. and Chadha, N.K. (2004). The role of septal deviation in adult chronic

rhinosinusitis. 126-130.

Hollinshead, B. (1996). Anatomy for Surgeon, Head and Neck. Vol. I. Harper and Row. New York. 237-40.

Kemal Uygur, Mustafa Tuz, Harun Dogru. (2003). The correlation between septal deviation and . 33-36.

Kenjono, WA. (2004). Rinosinuitis: Etiologi dan patofisiologi dalam naskah lengkap perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan rinosinusitis. Bagian ilmu kesehatan THT FK Unair/ RSU Dr. Soetomo. Surabaya. 1-16.

(8)

8 Miller, P.J. (1998). New development in nasal valve analysis and functional nasal

surgery.In : current opinion in Otolaryngology & Head and neck Surgery. 238-45.

Lampiran

Daftar Tabel

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Pasien CT Scan Sinus Paranasalis (n=117)

Deviasi SN CB RSK + - + - + - Umur ≤ 20 (tahun) 21-40 41-60 > 60 Total 26 52 29 3 110 1 2 4 0 7 20 38 20 1 79 7 16 13 2 38 15 38 21 3 77 12 16 12 0 40 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total 39 71 110 2 5 7 29 50 79 12 26 38 27 51 78 14 25 39 Keterangan : SN = Septum Nasi; CB=Concha Bullosa; RSK = Rinosinusitis Kronik; n=sampel

Tabel 2. Hasil pengukuran derajat sudut DSN dan CBPI pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT scan Sinus Paranasalis

Derajat Sudut DSN CBPI

Pasien CT Scan Paranasalis (n=117)

Minimal Maksimal Rerata SB

0 21 10,39 4,932

0,00 32,20 9,4191 8,97446

Keterangan : DSN=Deviasi Septum Nasi; CBPI=Concha Bullosa Pneumatisasi Index; n=sampel; SB=Simpangan Baku

Tabel 3. Hasil penilaian angka kejadian Deviasi Septum Nasi , Concha Bullosa dan Rinosinusitis Kronik Karakteristik Pasien CT Scan SPN (n=117) Total Positif Negatif DSN CB RSK 110 79 77 7 38 40 117 117 117 Keterangan : DSN=Deviasi Septum Nasi; CB=Concha Bullosa; RSK=Rinosinusitis Kronik; SPN=Sinus Paranasalis; n=sampel

(9)

9

Tabel 4. Hasil analisis korelasi spearman antara derajat sudut DSN dengan CBPI pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis

CBPI

p r Derajat Sudut DSN 0,748 0,030 Uji Spearman ,

Keterangan : p = probabilitas (<0,05); r = koefisien korelasi; DSN=Deviasi Septum Nasi; CBPI=Concha Bullosa Pneumatisasi Index.

Tabel 5. Hasil analisis Chi-square faktor risiko kejadian Deviasi Septum Nasi dan Concha Bullosa terhadap kejadian Concha Bullosa dan RSK pada pasien yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis

Semua Pasien CT Scan SPN (n=117) Kejadian CB p OR 95% CI + - Lower Upper Kejadian DSN + 78 32 0,05* 14,625 1,692 126,387 - 1 6 Kejadian RSK p OR 95% CI + - Lower Upper Kejadian DSN + 75 35 0,045* 5,357 0,990 28,981 - 2 5 Kejadian RSK p OR 95% CI + - Lower Upper Kejadian CB + 53 26 0,675 1,189 0,529 2,671 - 24 14

Uji Fisher*; Uji Chi-square

Keterangan : p=probabilitas (< 0,05) ; DSN=Deviasi Septum Nasi; CB=Concha

Bullosa;RSK=Rinosinusitis Kronik; p=probabilitas; OR=Odds Rasio; CI=Confident Interval; n=sampel

Gambar

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian
Tabel  5.    Hasil  analisis  Chi-square  faktor  risiko  kejadian  Deviasi  Septum  Nasi  dan  Concha  Bullosa  terhadap  kejadian  Concha  Bullosa  dan  RSK  pada  pasien  yang menjalani pemeriksaan CT Scan Sinus Paranasalis

Referensi

Dokumen terkait