• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Mutu Pendidikan (Studi di Lima Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Mutu Pendidikan (Studi di Lima Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian

Mutu Pendidikan

(Studi di Lima Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan)

Oleh : Drs. Amir Daud

Abstract: This research was aimed at knowing how the society role in quality control of education at school. It was descriptive research. The population of this research are the society in the school environmental from five districts/town Barru, Pare-pare, Soppeng, Takalar, and Bantaeng, which were the guiding districts of LPMP South Sulawesi. Sampling was chosen purposively from society in senior high school, yunior high school, and elementary school of every districts/town, based on location and the type of school. The data collection was done by using enquette, and it was analysed qualitatively and quantitatively. The results showed that (1) school committee not yet optimal in doing its role and function, even some of them which never involved in the school activity; (2) society’s figures not yet a lot of which involved directly even never partisipated in helping the school program; (3) not yet a lot of student’s parents which always involved directly even never partisipated in the school program, and ; (4) not yet a lot of school which always tried to involve the society role actively, even there were some school that never involve society.

Kata kunci: Peran serta masyarakat, pengendalian mutu, komite sekolah, tokoh masyarakat, orang tua siswa.

(2)

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam pendidikan (Bab XV pasal 54 ayat 1, dan 2), serta pentingnya evaluasi dalam pengendalian mutu pendidikan secara nasional (Bab XVI, pasal 57, ayat 1).

Pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan sekolah, tetapi pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Tanggung jawab masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak boleh diabaikan. Tanpa dukungan masyarakat, pendidikan tidak akan berhasil secara maksimal.

Hasil penelitian yang dilakukan PT INCO Sorowako melalui

Community Development melakukan pemetaan pendidikan (mapping in education) di daerah yang tercakup dalam daerah pemberdayaannya yang

meliputi Kecamatan Nuha, Towuti, dan Malili Kabupaten Luwu Timur di antaranya menunjukkan bahwa khusus untuk aspek peran serta masyarakat dalam penjaminan mutu pendidikan menunjukkan hasil: (1) pemahaman masyarakat tentang pendanaan pendidikan masih kurang; (2) kesadaran dan atau keterlibatan masyarakat/orang tua pada proses penyelenggaraan pendidikan masih rendah; dan (3) msyarakat belum terlibat dalam manajemen sekolah dan belum berperan baik dalam kegiatan belajar-mengajar.

Pada saat ini, umumnya sekolah telah mempunyai komite sekolah yang merupakan wakil masyarakat dalam membantu sekolah, karena disadari betapa pentingnya dukungan mereka untuk keberhasilan pembelajaran di sekolah. Namun demikian, hingga saat ini kegiatan komite sekolah lebih banyak diarahkan pada pengumpulan dana dan bantuan fisik sekolah, belum tampak pada bantuan non-fisik sehingga tugas pokok dan fungsi komite sekolah belum berjalan optimal.

Beberapa temuan tentang peran komite sekolah (Dikdasmen, 2005), berdasarkan hasil proyek program MBS adalah sebagai berikut: (1) pada sebagian daerah, sosialisasi tentang peran komite sekolah belum diefektifkan; (2) pada beberapa sekolah pelaksanaan pemilihan pengurus komite sekolah belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (3) peran komite sekolah mengutamakan pengumpulan dana dan fisik sekolah dan kurang menyentuh program non-fisik; (4) peran dan fungsi komite sekolah belum dilaksanakan secara optimal; dan (5) pada beberapa sekolah komposisi keanggotaan laki-laki dan perempuan dalam organisasi komite sekolah belum berimbang.

(3)

Dukungan dari masyarakat dapat berupa bantuan fisik dan materi, serta bantuan dalam bidang teknik edukatif. Dukungan dalam bidang fisik dan materi, seperti pembangunan gedung dan merehab sekolah. Bantuan dalam bidang teknik edukatif, seperti menjadi guru bantu, guru pengganti, mengajarkan olah raga dan kesenian, keterampilan atau agama. Hingga saat ini, dari sekian banyak jenis dukungan masyarakat kepada sekolah, baru tampak pada bidang fisik dan materi, sedangkan pada bidang teknik edukatif belum banyak dilakukan. Bila masyarakat terlibat dalam perencanaan dan kegiatan sekolah, maka mereka akan merasa memiliki dan siap untuk mendukung pendidikan anak. Di samping itu, pada umumnya sekolah kurang memanfaatkan orang tua siswa atau hanya dimanfaatkan sebagai sumber dana, padahal orang tua juga dapat membantu secara langsung pendidikan anaknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah?. Masalah ini dapat dinyatakan secara rinci sebagai berikut: (1) bagaimanakah peran serta komite sekolah sebagai lembaga organisasi yang mewakili masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah?; (2) bagaimanakah peran serta tokoh masyarakat di lingkungan sekolah dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah?; (3) bagaimanakah peran serta orang tua siswa dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah?; dan (4) bagaimanakah peran sekolah dalam mengajak masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengendalian mutu pembelajaran di sekolah?

Berdasarkan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) peran serta komite sekolah sebagai lembaga organisasi yang mewakili masyarakat dalam pengendalian pendidikan di sekolah; (2) peran serta tokoh masyarakat di lingkungan sekolah dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah; dan (3) peran serta orang tua siswa dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah; dan (4) peran sekolah dalam mengajak masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengendalian mutu pembelajaran di sekolah.

Dengan mengetahui bagaimana peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah yang telah dilakukan selama ini, maka dapat dijadikan sebagai dasar untuk membuat rekomendasi kebijakan dalam usaha meningkatkan aktivitas dan perhatian masyarakat terhadap peningkatan mutu sekolah. Di samping itu, dapat pula menjadi

(4)

dasar dalam mempertimbangkan suatu usaha untuk mengatasi hambatan yang dijumpai masyarakat dalam melaksanakan peran serta mereka dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah. Demikian pula untuk memberi masukan kepada pihak sekolah dalam usaha memaksimalkan peran serta masyarakat.

Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan

Apabila kita melihat fenomena di masyarakat, seakan-akan ada jurang pemisah antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat. Ada pula anggapan bahwa sekolah hanya sekadar tempat penitipan anak karena orang tua tidak mempunyai waktu dan kemampuan untuk mendidik anaknya. Penghargaan orang tua dan masyarakat terhadap sekolah menjadi rendah, mungkin karena mereka merasa telah memberikan imbalan yang cukup kepada sekolah. Padahal jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai anak berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa tidak seimbang dengan imbalan yang dibayarkan orang tua kepada sekolah. Komunikasi antara orang tua dan masyarakat dengan sekolah jarang terjadi.

Hubungan antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat perlu dipererat sehingga tanggung jawab pendidikan bukan hanya dibebankan kepada sekolah. Dengan terbentuknya komite sekolah, diharapkan menjadi penghubung antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat, sehingga mereka dapat diberdayakan secara optimal dalam pendidikan. Orang tua dan masyarakat harus diajak aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Mereka harus ikut menentukan dan membuat program bersama sekolah dan pemerintah. Mereka harus ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran maupun non instruksional. Orang tua harus menyediakan waktu untuk berkunjung ke sekolah dan kelas untuk mengontrol pendidikan anaknya, berdiskusi dengan guru untuk mengetahui hambatan dan kemajuan yang dihadapi anaknya.

Clark (dalam Nurkolis. 2003) megemukakan bahwa terdapat dua jenis pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat berpartisipasi aktif dalam pendidikan, yaitu: (1) pendekatan school-based dengan cara mengajak orang tua siswa datang ke sekolah melalui pertemuan-pertemuan, konferensi, diskusi guru-orang tua dan mengunjungi anaknya yang sedang belajar di sekolah; dan (2) pendekatan home-based, yaitu orang tua membantu anaknya belajar di rumah bersama-sama dengan guru yang berkunjung ke rumah.

(5)

Rhoda (dalam Nurkolis. 2003) mengemukakan bahwa keikutsertaan keluarga dan masyarakat memiliki banyak keuntungan, yaitu: (1) pencapaian akademik dan perkembangan kognitif siswa meningkat secara signifikan; (2) ornag tua dapat mengetahui perkembangan anaknya dalam proses pendidikan di sekolah; (3) orang tua akan menjadi guru yang baik di rumah; (4) orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap sekolah.

Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pengendalian mutu pendidikan karena beberapa hal sebagai berikut: (1) Pendidikan adalah tanggung jawab bersama keluarga, masyarakat, Negara; (2) Keluarga bertanggung jawab untuk mendidik moralitas/agama, menyekolahkan anaknya serta membiayai keperluan pendidikan anaknya; (3) Anak berada di sekolah antara 6–9 jam sehari, selebihnya berada di luar sekolah (rumah dan lingkungannya). Dengan demikian tugas keluarga amat penting untuk menjaga dan mendidik anaknya; (4) Pendidikan adalah investasi masa depan anak; (5) Anak perempuan perlu mendapat pendidikan setinggi anak laki-laki mengingat mereka akan menjadi ibu dari anak-anaknya, serta sebagai pendidik/pengasuh anak di rumah; (6) Masyarakat berhak dan berkewajiban untuk mendapatkan dan mendukung pendidikan yang baik; (7) Pemerintah berkewajiban membuat gedung sekolah, menyediakan tenaga/guru, melakukan standarisasi kurikulum, menjamin kualitas buku paket, alat peraga, dan sebagainya. Karena kemampuan pemerintah terbatas, maka peran serta masyarakat sangat diperlukan; (8) Pemerintah mungkin tidak dapat mengetahui secara rinci perbedaan di masyarakat yang berpengaruh pada bidang pendidikan. Jadi masyarakat berkewajiban membantu penyelenggaraan pendidikan; (9) Masyarakat dapat terlibat dalam memberikan bantuan dana, pembuatan gedung, lahan, pagar, dan sebagainya. Masyarakat juga dapat terlibat dalam bidang teknik edukatif; (10) Sekolah bertanggung jawab kepada pemerintah dan juga kepada masyarakat sekitarnya; dan (11) Peran serta masyarakat masih terbatas pada hal-hal berikut: (a) Keterlibatan masyarakat hanya dalam bentuk dukungan dana atau sumbangan yang berupa fisik saja; (b) Saat ini, PSM sudah dapat dianggap baik jika orang tua ikut dalam pengelolaan sekolah; (c) Masyarakat juga dimungkinkan ikut memikirkan penambahan guru yang tidak ada atau kurang, dan bahkan menjadi guru pengganti (Depdiknas, 2005).

(6)

Peran serta masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi tujuh (7) tingkatan, dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, sebagai berikut: (1) peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia; (2) peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga; (3) peran serta secara pasif. Masyarakat menyetujui dan menerima apa yang diputuskan oleh pihak sekolah (komite sekolah); (4) peran serta melalui adanya konsultasi di sekolah mengenai anaknya; (5) peran serta dalam pelayanan. Orang tua/masyarakat terlibat dalam kegiatan sekolah; (6) peran serta sebagai pelaksana kegiatan, seperti memberi penyuluhan; (7) peran serta dalam pengambilan keputusan, baik akademik maupun non akademik.

Meningkatnya kepedulian dan partisipasi masyarakat terhadap pengembangan sekolah, akan semakin meningkatkan rasa memiliki. Selain itu, hubungan antara sekolah dan masyarakat semakin dekat dan sekolah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat.

Pemberdayaan Komite Sekolah

Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah merupakan satu bentuk desentraliasasi yang langsung sampai ke ujung tombak pendidikan di lapangan. Jika kantor cabang dinas pendidikan kecamatan, dan dinas pendidikan kabupaten/kota lebih memiliki peran sebagai fasilitator dalam proses pembinaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian, maka sekolah seharusnya diberikan peran nyata dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Hal ini disebabkan karena proses interaksi edukatif di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan yang sebenarnya. Oleh karena itu, bentuk desentralisasi pendidikan yang paling mendasar adalah yang dilaksanakan oleh sekolah dengan menggunakan Komite Sekolah sebagai wadah pemberdayaan peran serta masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat perlu dibentuk Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan. Amanat rakyat dalam undang-undang tersebut telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam Kepmendiknas tersebut disebutkan bahwa peran yang harus diemban Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah: (1) sebagai advisory agency (pemberi pertimbangan); (2) supporting agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan); (3) controlling agency

(7)

(pengontrol kegiatan layanan pendidikan); dan (4) mediator atau penghubung atau pengait tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.

Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat membina kerja sama dengan orangtua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya, sangat diperlukan manajemen partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat sehingga semua kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencapai keberhasilan bersama. Dengan demikian, prinsip kemandirian dalam otonomi sekolah adalah kemandirian dalam nuansa kebersamaan. Hal ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang disebut sebagai total quality management, melalui suatu mekanisme yang menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada satu tujuan, yaitu peningkatan dan pengendalian mutu, serta kesesuaian pendidikan dengan pengembangan masyarakat.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan bagaimana peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah. Peran serta masyarakat dibagi dalam tiga bagian, yaitu: (1) komite sekolah; (2) tokoh masyarakat di lingkungan sekolah; dan (3) orang tua siswa. Di samping itu, digambarkan pula bagaimana peran sekolah dalam mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengendalian mutu pembelajaran di sekolah.

Penelitian ini hanya menyelidiki satu variabel, yaitu peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah yang terdiri atas komponen komite sekolah, tokoh masyarkat, dan orang tua siswa. Komite sekolah yang dimaksudkan adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di sekolah. Tokoh masyarakat yang dimaksudkan adalah warga masyarakat sekitar/lingkungan sekolah yang dianggap mempunyai kekuatan dan kemampuan menggalang masyarakat setempat yang bukan anggota komite sekolah. Orang tua siswa yang dimaksudkan adalah anggota masyarakat yang anaknya sedang belajar (menjadi siswa) pada sekolah tempat penelitian.

(8)

Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di lingkungan sekolah pada kabupaten/kota: (1) Barru; (2) Pare-pare; (3) Soppeng; (4) Takalar; dan (5) Bantaeng, yang merupakan kabupaten binaan LPMP Sulawesi Selatan. Sampel dipilih secara purposive sampling dari masyarakat jenjang SD, SMP, dan SMA pada setiap kabupaten/kota berdasarkan lokasi dan tipe sekolah.

Data dari variabel penelitian dikumpulkan dengan menggunakan angket yang dikembangkan oleh tim peneliti. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan angket untuk diisi oleh responden penelitian. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

HASIL

Hasil analisis dirangkum dalam tabel-tabel berikut:

Tabel 1. Rangkuman Hasil Penelitian Menurut Sub-Variabel

Sub Variabel Frekuensi ∑ n Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak pernah Ortu 578 545 244 307 1674 62 35% (21) 32% (19) 15% (9) 18% (11) Kasek 1124 916 385 550 2975 85 38% (32) 31% (27) 13% (11) 18% (15) Komite 1676 1110 420 520 3726 81 45% (37) 30% (24) 11% (9) 14% (11) Tomasy 388 416 157 119 1080 40 36% (14) 38% (15) 15% (6) 11% (5)

Pada Tabel 1 tampak bahwa dari 62 responden, hanya 35% atau sejumlah 21 orang yang menyatakan bahwa selalu terlibat secara langsung dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga, dana maupun bahan, serta aktif dalam bentuk pemikiran. Namun demikian, masih terdapat 18% responden atau sejumlah 11 orang dari 62 orang tua siswa yang tidak pernah terlibat.

Pada Tabel 1 tampak bahwa hanya 38% responden atau sejumlah 32 orang kepala sekolah dari total responden 85 kepala sekolah yang mengusahakan keterlibatan peran serta masyarakat secara aktif dalam

(9)

merencanakan, melaksanakan, dan bertanggung jawab pada program-program di sekolah. Di samping itu, masih terdapat 18% responden atau sejumlah 15 orang dari 85 kepala sekolah yang tidak pernah melibatkan atau mengikutsertakan masyarakat maupun komite sekolah.

Pada Tabel 1, tampak bahwa hanya sekitar 45% atau sejumlah 37 orang dari total responden 81 komite sekolah yang sudah berperan secara aktif dalam memberikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan, mendukung dalam wujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan, mengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, serta sebagai mediator antara sekolah dan masyarakat. Demikian pula tampak bahwa masih 14% responden atau sejumlah 11 orang komite sekolah dari 81 responden komite yang tidak pernah terlibat dalam kegiatan di sekolah.

Pada Tabel 1 tampak bahwa hanya 14 responden, atau hanya 36% dari sejumlah 40 orang tokoh masyarakat yang menyatakan bahwa sudah terlibat secara langsung dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga, dana maupun bahan, serta terlibat aktif dalam bentuk pemikiran. Demikian pula, masih terdapat 11% responden atau sejumlah 5 orang dari 40 tokoh masyarakat yang tidak pernah terlibat atau diikut sertakan.

Tabel 2. Keterlibatan Orang Tua Perkategori

Keterlibatan dalam Frekuensi ∑ Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah A. Perencanaan 100 124 61 87 372 27 % 33 % 16 % 23 % B. Pelaksanaan Program 50 42 23 9 124 40 % 34 % 19 % 7 % C. Penggalangan sumber dana 116 88 23 21 248 47 % 35 % 9 % 8 % D. Bantuan dana, bahan, tenaga 45 73 55 73 246 18 % 30 % 22 % 30 % E. Bentuk pemikiran 30 103 47 68 248 12 % 42 % 19 % 27 % F. Pertanggung jawaban 237 115 35 47 434 55 % 26 % 8 % 11 %

(10)

Berdasarkan Tabel 2, tampak bahwa keterlibatan orang tua pada umumnya dalam pelaksanaan program (40%); penggalangan sumber dana (47%); dan pertanggung jawaban (55%); sedangkan ketidakterlibatan orang tua pada umumnya dalam bantuan dana, bahan, dan tenaga (30%); pemikiran (27%); dan perencanaan (23%).

Tabel 3. Keterlibatan Tokoh Masyarakat Perkategori

Keterlibatan dalam Frekuensi ∑ Selalu Kadang-kadang Jarang Tidak Pernah A. Perencanaan 62 113 37 28 240 26 % 47 % 15 % 12 % B. Pelaksanaan Program 38 32 8 2 80 48 % 40 % 10 % 3 % C. Penggalangan sumber dana 76 62 12 10 160 48 % 39 % 8 % 6 % D. Bantuan dana, bahan, tenaga 25 62 43 30 160 16 % 39 % 27 % 19 % E. Bentuk pemikiran 19 72 42 27 160 12 % 45 % 26 % 17 % F.Pertanggung jawaban 168 75 15 22 280 60 % 27 % 5 % 8 %

Berdasarkan Tabel 3, tampak bahwa keterlibatan tokoh masyarakat pada umumnya dalam pelaksanaan program (48%); penggalangan sumber dana (48%); dan pertanggung jawaban (60%); sedangkan ketidakterlibatan tokoh masyarakat pada umumnya dalam bantuan dana, bahan, dan tenaga (19%), serta pemikiran (17%).

(11)

Tabel 4. Peran Komite Sekolah Perkategori Peran sebagai Frekuensi ∑ Selalu Kadang-Kadang Jarang Tidak Pernah A. PEMBERI PERTIMBANGAN (ADVISORI AGENCY) 656 476 193 295 1620 40 % 29 % 12 % 18 % B. PENDUKUNG (SUPPORTING AGENCY) 462 307 100 103 972 48 % 32 % 10 % 11 % C. PENGONTROL (CONTROLING AGENCY) 372 204 75 78 729 51 % 28 % 10 % 11 % D. MEDIATOR (MEDIATING AGENCY) 186 123 52 44 405 46 % 30 % 13 % 11 %

Berdasarkan Tabel 4, tampak bahwa peran komite sekolah tersebar hampir merata pada setiap komponen, baik sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan, pendukung dalam wujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan, pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, serta sebagai mediator antara sekolah dan masyarakat.

PEMBAHASAN

Sebaran data yang terungkap dalam penelitian menunjukkan tampak bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan masih kurang. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antarannya peran komite sekolah dan upaya kepala sekolah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada juga masih perlu ditingkatkan. Demikian pula dengan pemahaman masyarakat yang rendah terhadap perannya dalam pengendalian mutu pendidikan di sekolah. Pembahasan lebih rinci tentang masing-masing responden diberikan dalam pembahasan berikut ini.

(12)

Peran Orang Tua Siswa

Hasil analisis data menunjukkan bahwa hanya 35% dari responden orang tua yang menyatakan bahwa selalu terlibat secara langsung dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga, dana maupun bahan, serta aktif dalam bentuk pemikiran. Namun demikian, masih terdapat 18% orang tua siswa yang sama sekali tidak pernah terlibat langsung. Dari orang tua yang selalu terlibat langsung pada umumnya dalam pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, dan pertanggung jawaban sekolah, sedangkan ketidakterlibatan orang tua pada umumnya dalam bentuk bantuan dana, bahan, tenaga dan pemikiran, serta perencanaan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab orang tua siswa tidak optimal memberikan bantuan dalam program-program sekolah dengan adanya anggapan dari beberapa anggota masyarakat bahwa dengan adanya bantuan dari pemerintah, maka orang tua tidak perlu lagi memberi bantuan kepada sekolah. Hal ini sejalan dengan anggapan bahwa sekolah adalah tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian, umumnya orang tua hanya ingin memberi bantuan lain, yang bukan berupa bantuan dana. Namun demikian, kenyataannya ada sebanyak 71,2% dari orang tua siswa menganggap bahwa biaya pendidikan dari dana bos dana bantuan lain dari pemerintah tidak cukup, dan hanya 28,8% dari orang tua siswa menganggap sudah cukup.

Peran Sekolah

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pihak sekolah kurang memaksimalkan potensi yang ada baik orang tua, tokoh masyarakat, dan komite sekolah dalam mendukung pencapaian visi dan misi sekolah, serta pelaksanaan program. Hal ini ditunjukkan bahwa hanya 38% sekolah yang selalu mengusahakan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam merencanakan, melaksanakan, dan pertanggungjawaban program-program di sekolah. Bahkan, masih terdapat 18% sekolah yang tidak pernah melibatkan atau mengikutsertakan masyarakat maupun komite sekolah. Beberapa hambatan yang dijumpai sekolah dalam mensosialisasikan program kepada masyarakat, terutama dalam mengajak dan memberi pemahaman tentang pentingnya peran serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain: (1) adanya pemikiran masyarakat bahwa sekolah merupakan urusan pemerintah saja; (2) dengan adanya dana bos dan bantuan lain dari pemerintah, masyarakat

(13)

menganggap sekolah sudah mampu, dan tidak perlu lagi diberi bantuan; (3) kepedulian masyarakat terhadap sekolah masih rendah; (4) adanya pemikiran sebagian masyarakat tentang adanya pendidikan gratis; (5) kemampuan ekonomi masyarakat rendah; (6) adanya beberapa pemerintah daerah yang menyampaikan kepada masyarakat, bahwa tidak ada pungutan biaya penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah; dan (7) komite sekolah belum berperan secara maksimal.

Peran Komite Sekolah

Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun masih kurang, yaitu hanya sekitar 45% komite sekolah yang sudah berperan secara aktif dalam memberikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan, mendukung dalam wujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan, mengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan, serta sebagai mediator antara sekolah dan masyarakat. Namun demikian, terungkap pula bahwa masih terdapat 14% komite sekolah yang sama sekali tidak pernah terlibat dalam kegiatan di sekolah. Hal ini tersebar hampir merata pada setiap komponen baik sebagai pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, maupun mediator. Beberapa faktor yang menjadi penyebab adalah sulitnya anggota komite sekolah mengajak dan memberi pemahaman kepada masyarakat umum tentang pentingnya peran serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Tidak banyak masyarakat yang mau diajak untuk ikut menjadi anggota komite sekolah. Komite sekolah menanggapi dengan baik tentang penerapan peran dan fungsi komite sekolah dalam menunjang pelaksanaan program sekolah. Namun demikian mereka belum dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan kerena adanya berbagai kendala. Karena itu, komite sekolah mengharapkan adanya kerja sama dengan kepala sekolah, dan masyarakat. Beberapa cara yang telah dilakukan untuk mengaktifkan masyarakat dalam membantu program sekolah, antara lain mensosialisasikan program sekolah kepada masyarakat secara terus menerus setiap ada kesempatan, dan mengadakan pertemuan antara komite sekolah, kepala sekolah, guru-guru, orang tua siswa, dan masyarakat secara berkala.

Peran Tokoh Masyarakat

Hasil analisis data menunjukkan sebanyak 36% tokoh masyarakat yang menyatakan bahwa sudah terlibat secara langsung dalam

(14)

perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga, dana maupun bahan, serta terlibat aktif dalam bentuk pemikiran. Namun demikian, masih terdapat 11% tokoh masyarakat yang tidak pernah terlibat atau diikut sertakan dalam program-program sekolah. Keterlibatan tokoh masyarakat pada umumnya dalam pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, dan pertanggung jawaban sekolah, sedangkan ketidakterlibatan tokoh masyarakat pada umumnya dalam bantuan dana, bahan, dan tenaga, serta pemikiran. Beberapa faktor yang menjadi penyebab belum maksimalnya tokoh masyarakat memberi bantuan dalam program sekolah, mereka tidak merasa ikut memiliki sekolah yang dimaksud, sehingga kepedualian mereka terhadap sekolah masih rendah. Sebanyak 78,9% tokoh masyarakat yang menganggap bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan dana bantuan lain dari pemerintah tidak cukup, dan hanya 23,1% dari tokoh masyarakat yang menganggap cukup. Walaupun demikian, partisipasi mereka untuk memberikan bantuan dana kepada sekolah masih kurang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan masih kurang. Hal ini didukung oleh sejumlah data, yaitu: (1) hanya sekitar 45% komite sekolah yang selalu berperan secara aktif dalam; (a) memberikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan; (b) mendukung dalam wujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan; (c) mengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan; dan (d) sebagai mediator antara sekolah dan masyarakat. Namun demikian, masih terdapat 14% komite sekolah yang tidak pernah terlibat dalam kegiatan di sekolah; 2) hanya sekitar 36% tokoh masyarakat yang menyatakan bahwa selalu terlibat secara langsung dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga, dana maupun bahan, serta terlibat aktif dalam bentuk pemikiran. Namun demikian, masih terdapat 11% tokoh masyarakat yang tidak pernah terlibat atau diikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta pertanggungjawaban program dan kualitas pendidikan di sekolah; (3) hanya sekitar 35% orang tua siswa yang selalu terlibat

(15)

secara langsung dalam perencanaan program sekolah, pelaksanaan program, penggalangan sumber dana, memberi bantuan baik berupa tenaga, dana maupun bahan, serta terlibat aktif dalam bentuk pemikiran. Namun demikian, masih terdapat 18% orang tua siswa yang tidak pernah terlibat atau diikut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta pertanggung jawaban program dan kualitas pendidikan di sekolah; (4) peran sekolah dalam usaha meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan juga harus ditingkatkan. Hal ini terungkap dari data yang menunjukkan bahwa hanya sekitar 38% sekolah yang selalu mengusahakan keterlibatan peran serta masyarakat secara aktif dalam merencanakan, melaksanakan, dan pertanggung jawaban program-program di sekolah. Namun demikian, masih terdapat 18% sekolah yang tidak pernah melibatkan atau mengikutsertakan masyarakat maupun komite sekolah dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta pertanggungjawaban program dan kualitas pendidikan di sekolah.

Saran

Dari kesimpulan berdasarkan analisis data yang terungkap dalam penelitian ini, selanjutnya diharapkan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mencari sumber masalah yang menjadi penyebab rendahnya peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan bagi setiap daerah atau lingkungan sekolah, yang selanjutnya ditindak lanjuti dengan segera untuk mengatasi masalah tersebut bagi setiap sekolah atau daerah; (2) membuat mekanisme atau kegiatan sehingga keterlibatan masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan dapat ditingkatkan; (3) mekanisme kegiatan dapat dirumuskan melalui kegiatan workshop yang melibatkan seluruh komponen baik orang tua, tokoh masyarakat, komite sekolah, dan kepala sekolah; (4) hasil penelitian ini diharapkan dapat disosialisikan kepada pihak terkait guna mendapatkan respon tentang keadaan yang sebenarnya mengenai peran serta masyarakat khususnya pada lima kabupaten yang telah dijadikan sampel dalam penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

Ace Suryadi. 2003. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah:

Mewujudkan Sekolah-Sekolah yang Mandiri dan Otonom. Jakarta:

(16)

Depdiknas. 2005. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat.

”Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program

Manajemen Berbasis Sekolah”. Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen.

Depdiknas. 2005. Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah dan

Masyarakat. ”Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak

Program Manajemen Berbasis Sekolah”. Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen.

Desentralisasi Pendidikan: DEPDIKNAS Ardiani Mustikasari. 2006.

Pendidikan Berbasis Masyarakat. http://edu-articles.com

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo. Laporan. 2004. Maping Pendidikan PT. INCO. Sorowako.

Gambar

Tabel 1. Rangkuman Hasil Penelitian Menurut Sub-Variabel
Tabel 2. Keterlibatan Orang Tua Perkategori
Tabel 3. Keterlibatan Tokoh Masyarakat Perkategori
Tabel 4. Peran Komite Sekolah Perkategori

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari penelitian relevan lainnya yang telah dilakukan sebelumnya oleh Risma Darni dengan judul” Analisis Butir Soal Buatan Guru Hasil Ujian Akhir

Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang telah berjalan tetapi dalam implementasinya masih banyak orang yang kurang disiplin dengan

[r]

Data Hasil Pengujian pada kaca soda lime glass dengan mata bor tungsten carbide. No Kecepatan

menyelesaikan pengaduan dapat bekerja sama dengan unit kerja yang terkait dengan permasalahan yang diadukan. 2) Penyampaian hasil penanganan pengaduan secara lisan

Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani perkara yang dapat merusak ke -d}a>bit-an seorang rawi ialah dalam meriwayatkan hadis, lebih banyak kesalahan dari pada benarnya, lebih

Karakteristik morfotektonik yang tercermin pada bentang alam di DAS Cimanuk bagian hulu, diantaranya adalah kelurusan geomorfologi, kelokan sungai yang relatif menyiku di

[r]