• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Matematika

Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian yang di pilih untuk menumbuhkembangkan kemamuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Wahyudi dan Kriswandani (2013:11). Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh secara logis BNSP (2004:2).

Matematika merupakan tujuan yang abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola yang deduktif Soedjadi (2012:1). Menurut James dan James (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) ”Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama dengan jumlah yang banyak dan terbagi dalam 3 bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri”. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Subarinah (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:10) bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, srtuktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Sependapat dengan Johnson dan Rising (2012:3) matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara dedukif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan.

Matematika merupakan tujuan yang abstrak. Sependapat dengan James dan James (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) dan Johnson dan Rising (2012:3) dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai, bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan

(2)

yang lainnya dengan tujuan yang abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola yang deduktif.

Matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang belajar matematika dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang untuk siswa melakukan kegiatan belajar matematika di sekolah Wahyudi dan Kriswandani (2013:13). Menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran matematika SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a). Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep secara akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b). Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c). Memcahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d). Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah. e). Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.2 Belajar

Belajar merupakan sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu Fudyartanto (dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni 2015:15). Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengaalaman Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2015:14). Sependapat dengan Purwanto (2014:38-39) Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Menurut Winkel (dalam Purwanto 2011:39) belajar

(3)

merupakan suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif untuk menghasilkan suatu perubahan pada diri seseorang yang menonjol baik dari pengetahuan, keterampilan dan sikap. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya Slameto (2003:2). Menurut Hilgrad dan Bower (dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni 2015:15) belajar memiliki arti: 1). To gain knowledge, compreshension, or mastery of trough experience or study, 2). To fix in the mind or memory, memorize, 3). to acquire trough experience, 4). to become in forme of to find out. Menurut definisi ini belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.

Oemar Hamalik (2005:27) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of

behavior through experiencing). Artinya belajar adalah suatu proses kegiatan dan

bukan suatu hasil yang hanya sekedar untuk gaya hidup saja. Dalam belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni memahami, mengerti dan menerapkannya didalam kehidupan. Dari beberapa pendapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha untuk memperoleh Perubahan sebagai hasil dari proses belajar seseorang yang menonjol atau ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti baik dari pengetahuan, keterampilan, sikap, pemahaman, kecakapan, dan kebiasaan.

(4)

2.2.1 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru Nasution (2006:36). Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjono (2002:3) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.

Pendapat yang sama juga menurut Oemar Hamalik bahwa hasil belajar menunjukan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan. Dan menurut Arikunto (2006) mengungkapkan pengertian belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan penilaian seseorang untuk mengetahui sejauh mana materi yang sudah diterima. Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru yang berupa evaluasi hasil belajar.

Gagne (dalam Agus Suprijono, 2014:5) Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran yang terdiri dari lima jenis yaitu: 1). Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang, dimana kemampuan ini merupakan kemampuan melakukan aktifitas kognitif. 2). Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan ataupun tertulis dan tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan. 3). Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan kemampuan kognitifnya, 4). Keterampilan motorik yaitu kemampuan siswa melakukan serangkaian gerak jasmani sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5). Sikap yaitu kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek-objek tersebut. Berdasarkan pendapat Gagne dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai kemampuan mengungkapkan pengetahuan, mempresentasikan, kecakapan menyalur, melakukan gerak dan sikap kita terhadap objek. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar

(5)

merupakan kemampuan yang di miliki siswa yang dapat ditunjukan berupa prestasi belajar yang di dapatkan melalui interaksi tindak belajar mengajar.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2003:54-72) dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor yang berasal dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor intern meliputi jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Baharudin (2015:23-34) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisiologis, psikologis. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sosial dan instrumental.

Sependapat dengan Wina Sanjaya (2006:50-55) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah guru, siswa, sarana dan prasarana dan lingkungan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa berasal dari dalam maupun luar siswa itu sendiri yang meliputi jasmaniah, psikologis, kelelahan, keluarga, sekolah, masyarakat, bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif,

Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Wina Sanjaya (2006:50) karena setiap guru pasti akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pemberian bantuan kepada peserta didik. Jadi, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of

learning). Dengan demikian, hasil belajar seseorang terletak di pundak guru. Oleh

karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran Wina Sanjaya (2006:50).

(6)

Faktor yang menonjol yaitu guru masih menggunakan pendekatan konvensional dimana siswa menerima informasi secara pasif, belajar secara individu, pembelajaran secara teoritis, interaksi antara siswa yang satu dengan yang lainnya masih kurang, dalam kegiatan belajar pengetahuan dari guru ke siswa sehingga siswa pasif, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru didepan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal. Metode yang digunakan oleh guru saat mengajar adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi dan metode penugasan. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan konvensional merupakan pembelajaran yang lebih banyak berpusat kepada guru dan siswa nya kebanyakan pasif. Jadi pada proses pembelajaran saat melakukan tanya jawab kebanyakan siswa pasif dikarena kan siswa tidak berani untuk mengeluarkan ide-ide dan itu dapat mengakibatkan siswa merasa bosan sehingga dalam penelitian ini model yang digunakan untuk mengarahkan siswa untuk dapat aktif dalam belajar adalah menggunakan model Numbered Heads Together (NHT) dengan Think Pair Share

(TPS).

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial Trianto (2009:22). Menurut Aunurrahman (2014:146) bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Kata kooperatif berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama yaitu dengan saling membantu satu sama lain sebagai sebuah tim Jamal Ma’mur Asmani (2016:37).

(7)

Pembelajaran kooperatif merupakan pedoman pembelajaran. Sependapat dengan para ahli Trianto (2009:22) dan Aunurrahman (2014:146) dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu perencanaan atau pola pedoman pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

2.3.1 Model Pembelajaran Tipe Numbered Head Together (NHT)

Menurut Miftahul Huda (2014: 130) pada dasarnya NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaanya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai guru memanggil nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi.

NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Slavin (dalam Mitfahul Huda 2014: 130) NHT yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok koopertif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

(8)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, dimana setiap kelompok masing-masing mempunyai nomor, kemudian siswa yang mempunyai nomor tersebut akan dipanggil secara acak oleh guru untuk menjawab pertanyaan.

2.3.2 Langkah-langkah Model Numbered Head Together (NHT)

Untuk melakukan pembelajaran NHT Miftahul Huda (2014: 138) menjelaskan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

2. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya

3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Sintaks pembelajaran numbered heads together menurut Kegan (dalam Ibrahim 2000: 28).

(9)

Tabel 1

Sintak Pembelajaran Model Numbered Head Together (NHT)

Fase-Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa

Fase 1

Penomoran

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi nomor siswa.

Setiap siswa dalam tim mempunyai nomor yang berbeda-beda sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok

Fase 2

Pengajuan pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi.

Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan.

Fase 3

Berpikir bersama

Guru memberikan bimbingan bagi kelompok yang membutuhkan

Siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya hingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

Fase 4

Pemberian jawaban

- Guru menyebutkan salah satu nomor.

- Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut.

- Setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

- Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mangangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan.

Tabel 2

Pemetaan Model Numbered Head Together (NHT) berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

No

Fase NHT (Numbered Head

Together)

Langkah dalam standar proses

Pendahuluan

Kegiatan inti

Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

1 Penomoran  2 Mengajukan Pertanyaan  3 Berfikir bersama  4 Menjawab  

(10)

Berdasarkan penjabaran sintaks Model Numbered Head Together (NHT) dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dan pemetaan langkah-langkah model NHT menurut Trianto (2012:82), langkah selanjutnya akan menyusun implementasi model Numbered Head Together (NHT) berdasarkan standar proses. Langkah-langkah implementasi NHT berdasarkan Standar Proses yaitu: 1). Pendahuluan (Penomoran dan Mengajukan Pertanyaan); 2). Elaborasi (Berfikir bersama); 3). Konfirmasi (Menjawab) 4). Penutup (Menjawab). Berikut adalah tabel implementasi model Numbered Head Together (NHT)

Tabel 3

Implementasi Model Numbered Head Together (NHT) Berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses

Tahap Kegiatan

Pendahuluan - Memberikan apersepsi

- Menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan - Menjelaskan langkah pembelajaran NHT

- Membagi siswa dalam kelompok kecil

- Memberikan nomor kepala kepada setiap anggota kelompok

Kegiatan Inti Eksplorasi

- Guru menyampaikan materi pelajaran

- Guru memberikan pertanyaan dalam masing-masing kelompok - Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi

Elaborasi

- Siswa bersama kelompoknya mulai mendiskusikan apa yang telah mereka dapatkan dari kegiatan membaca materi

- Siswa bersama kelompok berkerjasama untuk menjawab pertanyaan agar menemukan jawaban yang dianggap paling tepat

- Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta membantu siswa yang memerlukan

(11)

2.3.3 Implementasi Model Numbered Head Together (NHT)

Adapun implementasi yang dilakukan dalam penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran

2. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor

3. Guru membagikan nomor kepada masing-masing siswa dan menggunakan nomor tersebut sebagai kepala bernomor.

4. Guru memberikan arahan kepada siswa dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan di capai.

5. Guru menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan materi yang akan di sampaikan

6. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

7. Guru memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk berdiskusi memikirkan jawaban untuk soal yang telah di berikan.

8. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa yang nomor nya di pilih melakukan presentasi tentang hasil kerja kelompoknya.

9. Guru melakukan kegiatan membuat kesimpulan bersama siswa.

Konfirmasi

- Guru memanggil salah satu nomor secara acak

- Siswa yang ditunjuk nomornya mengangkat tangan dan mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok

- Siswa dari kelompok lain menanggapi atau mengomentari hasil dari kelompok yang presentasi

- Guru memberikan umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa - Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan motivasi

siswa agar lebih berpartisipasi aktif lagi

Penutup - Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan tentang materi

- Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru sebagai proses penilaian pembelajaran

(12)

2.3.4 Kelebihan dan kelemahan model Numbered Head Together (NHT)

Keunggulan dari pembelajaran Numbered Head Together (NHT) ialah sebagai berikut : a). Mempermudahkan dalam pembagian tugas, b). Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawan pribadinya, c). Meningkatkan semangat kerja siswa, d). Siswa dapat saling berbagi ide-ide Anita Lie (2005:59). Sedangkan kelemahan model ini adalah : a). Kurang cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama dan b). tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

2.3.5 Model Pembelajaran Tipe Think Pair and Share (TPS)

Pembelajaran Kooperatif tipe Tipe Think Pair and Share (TPS) ini merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa untuk mendorong rasa ingin tahu, ingin melakukan, ingin maju. Model pembelajaran ini lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama untuk mengatur tempat duduk ataupun mengelompokkan siswa (Asyhar, 2009). Pembelajaran ini melatih siswa untuk berpendapat dan menghargai pendapat teman Sa’dijah (dalam Adib, 2010). Strategi Think Pair and Share (TPS) atau berfikir berpasangan berbagi adalah merupakan pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model ini dapat memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, untuk saling merespon dan saling membantu Trianto (2012:81). Pendapat ini sejalan dengan Isjoni (2013:112) bahwa Think Pair and

Share (TPS) ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama

dengan orang lain.

Think Pair and Share (TPS) ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja

sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan melatih siswa untuk berpendapat dan menghargai pendapat teman yang lain.

(13)

2.3.6 Langkah-langkah Model Think Pair and Share (TPS)

Pembelajaran dengan tipe Think Pair and Share (TPS) terdiri dari tiga tahapan utama yaitu Thinking (berfikir), Pairing (berpasangan), Sharing (berbagi), Agus Suprijono (2015:110). Menurut Trianto (2012:81-82) bahwa langkah-langkah model TPS ada tiga yaitu Berfikir (thinking), Berpasangan (pairing), dan Berbagi (Sharing). Tahap pertama (pendahuluan) diawali dengan Thinking (berfikir), dimana guru mengajukan pertanyaan terkait dengan pelajaran untuk difikirkan oleh siswa. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawabannya secara individu. Tahap selanjutnya yaitu Pairing (berpasangan), pada tahap ini guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan. Guru memberikan kesempatan kepada pasangan-pasangan tersebut untuk berdiskusi, dan diharapkan pada tahap ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan dengan pasangannya. Tahap terakhir adalah Sharing (berbagi), dimana siswa secara individu memawakili pasangan melaporkan hasil diskusinya pada pasangan seluruh kelas dan diharapkan terjadi tanya jawab. Langkah-langkah model Think Pair and Share (TPS) dapat dilihat pada pada penjelasan di bawah ini.

1. Guru mengajukan pertanyaan terkait dengan materi pelajaran kepada siswa, kemudian guru memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tanpa bertanya kepada teman.

2. Guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan. guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan berfikir, dan diharapkan siswa dapat memperdalam jawaban yang telah dipikirkan bersama pasangannya.

3. Siswa secara individu mewakili pasangan melaporkan hasil diskusinya kepada pasangan didepan kelas sebagai hasil diskusi kelompok mereka.

(14)

Tabel 4

Sintak Pembelajaran Model Think Pair and Share (TPS)

Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Fase 1 Berfikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan yang dikait dengan materi pelajaran

Masing-masing siswa untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tanpa bertanya kepada teman. Fase 2

Berpasangan (Pairing)

Guru meminta siswa untuk

berpasang-pasangan dan berdiskusi

Siswa memiliki pasangan dan berdiskusi bersama

pasangannya. Fase 3

Berbagi (Sharing)

Guru meminta pasangan-pasangan untuk melaporkan hasil diskusinya

Siswa secara individu mewakili pasangan

melaporkan hasil diskusinya kepada pasangan didepan kelas sebagai hasil diskusi kelompok mereka.

Tabel 5

Pemetaan Model Think Pair and Share (TPS) berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

No

Think Pair and Share (TPS)

Langkah dalam standar proses

Pendahuluan

Kegiatan inti

Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

1 Berfikir (Thinking)   2 Berpasangan (Pairing)  3 Berbagi (Sharing)   4 Menyimpulkan 

Berdasarkan penjabaran sintaks Model Think Pair and Share (TPS) dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dan pemetaan langkah-langkah model Think Pair and Share (TPS) menurut Trianto (2012:82), langkah-langkah selanjutnya akan menyusun implementasi model Think Pair and Share (TPS) berdasarkan standar proses. Langkah-langkah implementasi Think Pair and Share

(15)

(TPS) berdasarkan Standar Proses yaitu: 1). Pendahuluan [Berfikir (Thinking)]; 2).

Eksplorasi [Berfikir (Thinking)]; 3). Elaborasi [Berbagi (Sharing) dan berpasangan (Pairing)]; 4). Konfirmasi [Berbagi (Sharing)]; 4). Penutup (Menyimpulkan).

Tabel 6

Implementasi Model Think Pair and Share (TPS) Berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses

Langkah dalam Standar Proses

Kegiatan guru

Pendahuluan 1. Memberikan apersepsi

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan 3. Menjelaskan langkah pembelajaran TPS

4. Membagi siswa dalam kelompok kecil Eksplorasi 1. Guru menyampaikan materi pelajaran

2. Guru memberikan pertanyaan dalam masing-masing kelompok 3. Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi

Elaborasi 1. Siswa bersama kelompoknya mulai mendiskusikan apa yang telah mereka dapatkan dari kegiatan membaca materi

2. Siswa bersama kelompok berkerjasama untuk menjawab pertanyaan agar menemukan jawaban yang dianggap paling tepat

3. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta membantu siswa yang memerlukan

Konfirmasi 1. Guru memanggil salah satu nomor secara acak

2. Siswa yang ditunjuk nomornya mengangkat tangan dan mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok

3. Siswa dari kelompok lain menanggapi atau mengomentari hasil dari kelompok yang presentasi

4. Guru memberikan umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa 5. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan

motivasi siswa agar lebih berpartisipasi aktif lagi

2.3.7 Implementasi model Think Pair and Share (TPS)

Pada dasarnya, model pembelajaran kooperatif tie TPS (Think Pair Share) dapat di terapkan pada semua mata pelajaran. Menurut MMiftahul Huda (2012:136),

rosedur pelaksanaan model ini adalah sebagai berikut:

(16)

2. Guru memberikan soal/pertanyaan kepada siswa. Siswa diminta untuk memikirkan jawaban atas soal tersebut secara individu (Think).

3. Siswa kemudian diminta duduk dengan siswa lain untuk mendiskusikan jawaban atas soal yang diberikan guru secara berpasangan (Pair).

4. Guru meminta pasangan siswa untuk membagikan/mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas (Share).

5. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.

Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS

cukup sederhana, namun guru harus dapat menghindari kesalahan dalam kerja kelompok. Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Adanya kegiatan berpikir berpasangan-berbagi dalam model ini memberi banyak keuntungan. Siswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat meningkat.

2.3.8 Kelebihan dan kelemahan model Think Pair and Share (TPS)

Kelebihan model Think Pair and Share (TPS) yaitu dapat mendidik siswa untuk berfikir dengan teliti dan tekun, mendidik siswa agar mampu menyelesaikan kesulitan yang dihadapi secara individu maupun secara berkelompok serta mampu melatih siswa agar percaya diri (Khodir, 2012). Kelebihan Think Pair and Share (TPS) yaitu memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi siswa, serta bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas Miftahul Huda (2011:136).

Kekurangan model ini yaitu (Khodir, 2012), siswa yang pandai selalu mendominasi pembelajaran. Susanto (2010) juga menyatakan bahwa apabila terdapat pasangan-pasangan kelompok yang tidak memahami informasi sama sekali, siswa diperlambat untuk menjelaskan informasi dari awal dan apabila terdapat pasangan

(17)

yang salah satu anggota nya malas, maka akan ada yang harus melakukan semua pekerjaan yang diberikan

2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan model pembelajaran kooperatif Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together

(NHT) dengan konvensional. Berikut beberapa penelitian yang membandingkan

model pembelajaran kooperatif dengan konvensiaonal.

Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Manuaba (2012) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair and Share (TPS) dan Konvensional Pada Siswa Kelas VII SMP Mater Alma Materi Pokok Segitiga dan Segi empat”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and

Share (TPS) lebih efektif dan nilai hasil belajar lebih tinggi dibandingkan

pembelajaran dengan model konvensional.

Penelitian yang dilakukan oleh Mei Lane Tanjungsari (2013) melakukan penelitian dalam bentuk eksperimen dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika dengan Model kooperatif Learning Tipe Numbered Heads Together

(NHT) dan Think Pair Share (TPS). Penelitian ini dilakukan dikelas X-3 dan X-4

dimana kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dengan model kooperatif learning tipe NHT dan kelas X-4 sebagai kelas kontrol dengan model kooperatif learning tipe TPS. Hasil analisis nilai kemampuan awal menunjukan bahwa kedua kelas sebelum diberi perlakuan mempunyai data yang berdistrbusi normal dan homogen. Hail observasi menunjukan skor penilaian minimal 3, yang berarti guru mengajar dengan baik sesuai dengan model pembelajaranyang ada. Hasil posttest dengan uji t menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model kooperatif learning tipe NHT dan TPS. Hasil ini ditunjukan dengan nilai sig.(2-tailed) pada equal variances not assumed sebesar 0,000 < 0,05 yang dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang signifikan. Nilai rata-rata kelas dengan model cooverative learning tipe NHT sebesar 93,74, lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata

(18)

kelas dengan model kooperatif learning tipe TPS lebih baik (lebih efektif) dari model kooperatif learning tipe TPS.

Penelitian Lia Lutfi Marwandari yang telah melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

(Numbered Head Together) Berbantuan Media Animasi pada Siswa Kelas 4 SD

Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Pembimbing Wahyudi, S.Pd., M.Pd. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT

(Numbered Head Together) Berbantuan Media Animasi pada Siswa Kelas 4 SD

Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil analisa data menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan nilai rata-rata dari 64 pada pra siklus menjadi 75 pada siklus I dan 84 pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari 16 siswa atau 37% pada pra siklus menjadi 31 siswa atau 72% pada siklus I dan 43 siswa atau 100% siswa tuntas pada siklus II. Penelitian ini dianggap berhasil karena sudah mencapai indikator kinerja yaitu 80% siswa tuntas belajar.

Penelitian Luthfiatul Khusna yang telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered head Together (NHT) Dan Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Kimia Dan Keterampilan Kerja Sama”. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain the tatic group pretest-posttest design. Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap hasil belajar kimia peserta didik. Hal ini didasarkan pada hasil uji T nilai signifikan (2-tailed) sebesar 0,874 > 0,05. Artinya H0 diterima atau tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap hasil belajar kimia peserta didik. Selain itu, hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap keterampilan kerja sama

(19)

peserta didik. Hal ini didaarkan pada hasil uji T nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05. Artinya, H0 ditolak atau terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap keterampilan kerja sama peserta didik.

Penelitian Tri Sugiarto (2012) yang melakukan penelitian dalam bentuk eksperimen dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa yang Diajarkan dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

Head Together (NHT) dan Model Pembelajaran Konvensional Kelas VIII di SMP

Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil Penelitian Menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika antarasiswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan model pembelajaran konvensional.

Penelitian Rahmawan dan Pramukantoro yang melakukan penelitian dalam bentuk eksperimen dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Menerapkan Dasar-Dasar Kelistrikan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

and Share (TPS) dan tipe Numbered Head Together (NHT) di SMK Negeri 03

Jombang”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

Penelitian Noviana Dini Rahmawati (2011) yang melakukan penelitian dalam bentuk skripsi eksperimen dengan judul Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT) pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa SMP Negeri SE-Kabupaten Grobogan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Model Pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model NHT. 2. Prestasi belajar matematika pada siswa beraktivitas tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang beraktivitas rendah, prestasi belajar matematika pada siswa beraktivitas sedang lebih baik dibandingkan dengan siswa beraktivitas rendah, prestasi belajar

(20)

matematika pada siswa beraktivitas tinggi sama baiknya dibandingkan dengan siswa beraktivitas sedang. 3. Pada masing-masing kategori aktivitas (rendah, sedang dan tinggi), model pembelajaran TGT memberikan Prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada model pembelajaran NHT. 4. Pada masing-masing model pembelajaran Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT) prestasi belajar siswa beraktivitas tinggi lebih baik dari pada prestasi belajar siswa beraktivitas rendah dan prestasi belajar siswa beraktivitas sedang samabaiknya dibandingkan dengan siswa beraktifitas tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Adi Wibowo (2015). Melakukan penelitian yang berjudul pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap kemampuan berfikir kritis matematika siswa kelas IV SD Negeri Kebumen 01 dan SD Negeri Kebumen 03 Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, disimpulkan dengan perhitungan menggunakan uji-t pada hasil posttest kelompok eksperimen dan posttest kelompok kontrol, diperoleh hasil nilai t adalah 2,163 dengan signifikansi 0,036 < 0,05 maka Ho ditolak, hal ini berarti terdapat perbedaan nilai rata-rata antara siswa yang diajar dengan menggunakan model

Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran konvensional. Dengan

melihat rata-rata kedua kelas dimana kelas eksperimen rata-ratanya lebih tinggi yaitu 72,01, sedangkan kelas kontrol yang rata-ratanya hanya 59,35, disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran konvensional kelas IV SDN Kebumen 01 dan kelas 4 SDN Kebumen 03.

(21)

2.5 Kerangka Pikir

Kerangka Pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai hal yang penting. Artinya sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang aling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran suatu bentuk proses dari keseluruhan penelitian yang dilakukan. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya di tunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru. Dengan adanya hasil belajar kita dapat melihat seberapa jauh dan seberapa besar siswa memahami materi yang telah kita berikan. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal suasana pembelajaran harus di kondisikan sedemikian rupa agar tercipta nya pembelajaran yang menarik.

Pembelajaran yang menarik dapat diciptakan melalui penerapan berbagai model pembelajaran. Salah satu nya adalah melalui model pembelajaran kooperatif. Dalam model ini siswa akan belajar secara kelompok. Salah satu nya adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara berasangan dengan siswa lain yang memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan pasangan dalam kelompok ini akan menimbulkan saling ketergantungan di dalamnya. Peran aktif siswa dalam pembelajaran sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Kerja sama menjadi suatu hal yang penting dalam pembelajaran ini agar tujuan dapat tercapai dan peranan siswa dalam kelompoknya yaitu rasa tanggung jawab yang mendorong siswa untuk belajar.

Dalam penerapan model TPS (Think Pair Share), siswa berusaha mengeksplorasi kemampuan dirinya dengan berfikir (Think) sendiri atas soal yang telah diberikan guru sebelum bekerja sama dalam kelompok. Kemudian guru mengorganisasikan siswa kedalam bentuk kelompok agar berpasangan (Pair) dengan siswa lainnya untuk mendiskusikan hasil pemikiran nya supaya terjadi proses interaksi antara siswa yang satu dengan yang lain. Masing-masing siswa dalam

(22)

pasangan harus bekerja sama untuk mendapatkan hasil kerja sama yang baik. Dan langkah yang terakhir adalah siswa harus membagi (Share) hasil diskusi dan kerja sama yang telah dilakukan. Berbeda dengan penerapan model kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT), dalam model pembelajaran ini semua siswa harus

aktif dalam kelompok supaya mampu menjawab pertanyaan guru apabila nomor yang mendapat giliran menjawab. Apabila siswa data menjawab dengan benar maka kelompok akan mendapat nilai tambah, sebaliknya apabila siswa tidak dapat menjawab dengan benar maka kelompok juga tidak mendapat nilai tambah. Dengan demikian diharapkan siswa saling membantu dalam bekerja sama dalam suatu kelompok, siswa yang mampu akan membantu temannya yang kurang mampu. Pada model Numbered Head Together (NHT) ini berbeda dengan langkah-langkah yang ada pada model Think Pair Share (TPS), adapun langkah-langkah model Numbered

Head Together (NHT) sebagai berikut: Pada tahap Penomoran guru membagi siswa

ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5 sesuai jumlah anggota dalam setiap kelompok. Kemudian guru mengajukan pertanyaan atau tugas kepada siswa dan siswa diberi kesempatan untuk memikirkan jawaban untuk soal yang diberikan. Guru mendampingi siswa saat melalkukan kegiatan kerja sama, diskusi dalam kelompok dan menjawab pertanyaan jika ada yang bertanya saat melakukan diskusi. Kemudian guru mengundi atau memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang memiliki nomor tersebut mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang telah diberikan untuk seluruh kelas.

(23)

Gambar 1 Kerangka Pikir Model NHT dan TPS

(Kondisi Awal) Kegiatan Belajar Mengajar dengan guru

kelas Kelas Eksperimen 1 Model NHT Kelas Eksperimen 2 Model TPS Pretest Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Membagikan siswa dalam kelompok 2. Memberikan kartu nomor

3. Mengajukan pertanyaan

4. Siswa melakukan diskusi (proses berfikir) 5. Menjawab pertanyaan

6. Mempresentasikan hasil kerja kelompok

1. Mengajukan pertanyaan

2. Meminta siswa untuk berfikir secara individu

3. Siswa diminta secara berpasang-pasangan dan berfikir dengan pasangannya

4. Siswa melakukan diskusi

5. Memberi kesempatan untuk bertanya 6. Melaporkan hasil diskusinya

Perbedaan Hasil Belajar Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Ekserimen 2 Posstest Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil belajar Perbedaan Hasil Belajar Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Ekserimen 2 Perbedaan Hasil Belajar Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Ekserimen 2 Hasil belajar

(24)

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir yang diuraikan diatas maka hipotesis atau dugaan sementara dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Tipe

Think Pair and Share (TPS) dengan Numbered Head Together (NHT) dalam

pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan siswa kelas IV SD Negeri Kuowinangun 08 dan Kutowinangun 09 Semester II.

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pikir Model NHT dan TPS

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar pada Berita Acara Pembuktian kualifikasi Nomor : 125/ULP-Pokja-II- JK/APBD/2015 tanggal 11 Mei 2015 Pekerjaan Ded Dataran Irigasi Ataran Sungai Nibung

Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Kabupaten Muara Enim Pokja Pengadaan Barang Kelompok I yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan

Jika informasi yang diberikan menjadi lengkap dengan uraian panjang lebar yang memerlukan lebih banyak halaman tidak lain karena konsep STIFIn tentang belahan dan lapisan

Hal ini sesuai dengan pengertian kepemimpinan, Keberhasilan suatu kegiatan operasional tidak lepas dari peran seorang pemimpin yang melakukan koordinasi dalam menyelesaikan

■ Menyambung kabel input video ke komputer dengan menggunakan kabel VGA atau kabel DVI-D (konektor DVI-D hanya untuk monitor model f; kabel DVI-D dijual secara terpisah).. ✎

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége 

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan gula kelapa kristal di tingkat home industry atau pengrajin gula kelapa pada umumnya meliputi kain saring untuk menyaring nira sebelum

Adi Wijaya, penulis skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Edukasi untuk Mencegah Stroke terhadap Perubahan Perilaku Populasi Lansia di Posyandu Srikandi, Dusun Burikan dan