46
PRODUKSI UDANG GALAH
H. Sutomo, D. Rohmana, S. Rosellia, K. Tisna Wibowo, A. Djadjanurdjasa, S. Hastuti, Sudiana, L. Rahmi, T. Bastian, Nendih, Bunga
Abstrak
Dalam rangka meningkatkan produktivitas udang galah di kolam budidaya, dilakukan pembentukan populasi dasar sintetis, dengan harapan pada generasi tertentu akan diperoleh benih yang menunjukkan kinerja pertumbuhan yang jauh lebih baik. Produksi benih sebar dilakukan melalui pemijahan induk Mahakam-Mahakam dan Mahakam-Mahakam-Bone. Sedangkan sistem teknologi budidaya yang diterapkan adalah budidaya terintegrasi udang galah bersama padi di sawah atau UGADI. Kegiatan pembentukan populasi dasar sintetis menghasilkan calon induk dasar sintetis sebanyak 1.000 pasang dengan ukuran dan bobot calon induk jantan dan betina masing-masing 14,1cm dan 39,1 g serta 11,9 cm dan 18,5 g. Kegiatan budidaya udang galah di sawah bersama padi menghasilkan kelangsungan hidup antara 34,2-72,5% dan FCR antara 1.1-1.9.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang galah (Macrobrachium
rosenbergii) merupakan spesies penting
secara komersil khususnya di Asia
Tenggara untuk konsumsi lokal maupun sebagai produk ekspor yang bernilai tinggi. Selain pangsa pasarnya yang masih terbuka luas, udang galah relatif mudah dibudidayakan karena makanannya tidak tergantung pada pakan buatan dan dapat dibesarkan secara polikultur dengan ikan tawar lain (Asaduzzaman et al., 2009).
Menurut Weidenbach (1982) M.
rosenbergii di alam memiliki kebiasaan
makan yang bersifat omnivor, makan dengan frekuensi sering dan rakus terhadap cacing air, serangga air, larva serangga, moluska kecil, krustase (udang jenis lain), daging dan organ dalam ikan
dan binatang lain, padi-padian, biji-bijian,
kacang-kacangan, buah-buahan, alga,
serta daun dan batang lunak tanaman air. Bahkan dapat memanfaatkan bakteri
heterotrof dalam bentuk biofloc
(Rohmana, 2009).
Pengembangan udang galah
terkendala dengan ketidakberhasilan
produksi benih di hatchery akibat infeksi
penyakit yang beragam dan tidak
terpungkiri bahwa saat ini banyak
hatchery udang galah yang berhenti beroperasi. Kerentanan larva terhadap
penyakit sebagai dampak dari
manajemen induk yang salah. Pada umumnya hatchery menggunakan induk dari hasil pembesaran sendiri tanpa
memperhatikan kaidah memproduksi
induk yang seharusnya. Kegiatan
sebelumnya memperlihatkan bahwa
47
dan pemijahan Mahakam-Mahakam
mampu meningkatkan kelangsungan
hidup larva yang jauh lebih baik sehingga
produktivitas benih di hatchery
meningkat. Oleh karena itu produksi benih sebar pada tahun 2011 pun akan
menggunakan kedua kombinasi
pemijahan tersebut.
Sementara itu produktivitas udang galah di kolam pembesaran mengalami permasalahan dengan pertumbuhan yang lambat. Peningkatan performa udang galah dapat dilakukan melalui upaya
perbaikan mutu genetik benih
diantaranya dengan hibridisasi,
penggunaan induk hasil seleksi dan pembentukan populasi dasar sintetis.
Penggunaan benih hibrida untuk
meningkatkan kinerja pertumbuhan telah
dilakukan. Namun demikian upaya
tersebut belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Untuk mendukung
produktivitas udang konsumsi di kolam budidaya, pada tahun 2011 ini akan dilakukan pembentukan populasi dasar sintetis, dengan harapan pada generasi tertentu akan diperoleh benih yang menunjukkan kinerja pertumbuhan yang jauh lebih baik. Pada saat ini BBPBAT Sukabumi memiliki induk udang galah F3 terseleksi yang berasal dari Sungai
Mahakam (Kalimantan Timur), Sungai Cenranae-Bone (Sulawesi Selatan) dan Citanduy (Jawa Barat). Induk F3 dari ketiga sumber tersebut akan dijadikan sebagai bahan dasar pembentukan populasi sintetis udang galah.
Mina padi atau UGADI (Udang Galah dan Padi) belum lama dikenal di masyarakat tetapi belum berkembang
secara intensif dan berkelanjutan.
Gerakan ugadi merupakan sinergi antara
pertanian dan perikanan sekaligus
menambah pendapatan petani. Budidaya ugadi adalah budidaya terpadu yang dapat meningkatkan produktivitas lahan sawah, yaitu selain tidak mengurangi hasil padi, juga dapat menghasilkan udang. Selain menyediakan pangan sumber karbohidrat, sistem ini juga menyediakan protein, sehingga cukup baik untuk
meningkatkan kebutuhan gizi
masayarakat. Dengan teknologi yang
tepat, ugadi dapat memberikan
keuntungan bagi petani. Keuntungan yang didapat dari usaha tani ugadi berupa peningkatan produksi padi dan udang, mengurangi penggunaan pestisida, pupuk organik dan penyiangan. Pada saat harga gabah turun atau bahkan gagal panen, petani tetap mendapatkan pendapatan dari pemeliharaan udang galah konsumsi.
48 Tujuan
49 • Pengolahan tanah dasar
- Pembalikan tanah dasar untuk
menyempurnakan proses oksidasi dalam tanah
- Pengapuran bila pH tanah < 6,7 dengan bahan CaCO3 (ton/ha)
- Pemupukan menggunakan pupuk organik (kompos) dengan dosis 1 – 3 ton/ha
• Pengisian air dan penumbuhan
plankton
- Menutup pintu pengeluaran air sampai tidak ada kebocoran
- Air dimasukkan melalui pintu
pemasukan yang dilengkapi saringan dengan mesh size 1 mm untuk mencegah masuknya ikan liar dan sampah dari saluran air
- Pemupukan anorganik awal 5 ppm dengan rasio N : P = 3 : 1 hingga 5 : 1 - Pemupukan anorganik susulan 2 ppm
dengan rasio yang sama
Tabel 1. Kebutuhan Kapur Bakar (CaO) pada Berbagai pH pan Tekstur Tanah
pH TANAH TANAH LIAT LIAT BERPASIR BERPASIR < 4,0 14,32 7,16 4,48 4,0 – 4,5 10,74 5,37 4,48 4,6 – 5,0 8,95 4,48 3,58 5,1 – 5,5 5,37 3,58 1,79 5,6 – 6,0 3,58 1,79 0,90 6,1 – 6,5 1,79 1,79 Nihil
>6,5 Nihil Nihil Nihil
b. Persiapan sarana dan prasarana
• Bangunan hatchery dibersihkan dengan sapu, lantainya didesinfeksi dengan kalsium hipoklorit 10%
• Mencuci kotoran yang menempel pada permukaan bak dengan memakai detergen selanjutnya diseka dengan kalsium hipoklorit 10%
• Pipa saluran air didesinfeksi dengan
cara memasukkan larutan kalium
permanganat dengan dosis 100 g/ton ke dalamnya dan ditahan selama minimal 24 jam
• Perlengkapan aerasi dan perlengkapan lapang lainnya dicuci dengan detergen selanjutnya direndam pada larutan iodin dengan dosis 100 ml/ton selama minimal 24 jam, lalu dibilas dan dikeringkan (dijemur) di tempat yang bersih
• Bangunan dan bak pemeliharaan dibiarkan terjemur selama minimal 1
minggu selanjutnya dicuci ulang
dengan menggunakan natrium
thiosulfat 5% sampai residu kaporit hilang
50
• Pemasangan perlengkapan aerasi dan pipa outlet/dop di setiap wadah pemeliharaan
c. Pengelolaan air sumber
• Air tawar berasal dari sumur dalam, dipompa dan diendapkan di bak reservoir air tawar
• Air laut diambil pada saat kondisi jernih
di hamparan karang dengan
menggunakan pompa dan diendapkan di bak reservoir air laut
• Air tawar dialirkan melalui send filter dan air laut disaring dengan filter bag ke dalam bak pencampuran
Pada kegiatan pembenihan
dibutuhkan air bersalinitas 5‰ untuk
penetasan telur dan 12‰ untuk
pemeliharaan larva, dan untuk membuat air dengan salinitas tersebut digunakan perhitungan dengan rumus:
S
cV
c= S
tV
t+ S
lV
l St: salinitas air tawar, Vt: volume air tawar Sl: salinitas air laut, Vl: volume air lautSc: salinitas air campuran, Vc: volume air campuran
Desinfeksi air dilakukan dengan cara berikut:
• Mengisi air pada bak pencampuran dengan salinitas yang dikehendaki
• Menimbang kalsium hipoklorit
sebanyak 30 g/m3, ditempatkan di ember 10 liter, lalu diencerkan dengan air, diaduk dan disebar merata pada air yang didesinfeksi
- Pengaerasian dilakukan selama 1 jam
untuk menghomogenkan kalsium
hipoklorit
51 • Pemijahan dilakukan di bak pemijahan
berukuran 15 m2secara masal dengan
kepadatan 2-3 ekor/m2 serta
perbandingan jantan dan betina adalah 1 : 3. Model pemijahan yang akan dilakukan adalah persilangan induk betina Mahakam F3 Mahakam dengan induk jantan Bone F3 dan pemijahan sesama induk Mahakam F3
• Pemilahan induk yang bertelur
dilakukan setelah 3 minggu pemijahan. e. Penetasan telur
• Wadah penetasan berupa bak volume 2 m3 dan diisi dengan air bersalinitas 5 ppt yang telah didesinfeksi
• Induk yang bertelur dikelompokkan berdasarkan tingkat kematangan telur. • Selama pengeraman induk diberi pakan
pellet sebanyak 3 %/BB dengan frekuensi 2 kali yaitu pagi dan sore hari • Telur akan menetas setelah kira-kira 21
hari sejak diovulasikan; telur yang telah berwarna kecoklatan akan segera menetas, biasanya tidak lebih dari dua hari
• Induk yang telah menetaskan telur dipindahkan ke bak pemeliharaan induk dan larva dipanen dengan
scoopnet dan ditampung di baskom 10 liter
f. Pengelolaan larva
• Wadah pemeliharaan larva berupa bak fiber glass volume 1,5 m3 dan diisi dengan air bersalinitas 12 ppt sebanyak 1 m3 yang telah didesinfeksi
• Manajemen pemberian pakan larva disajikan pada Tabel 2
• Mulai stadia hari ke-31, benih diberi pakan cramble sebanyak 2 g/m3 bersamaan dengan pemberian pakan egg custard
• Penambahan air dilakukan pada hari ke-7 dan 10 sebanyak 0,25 m3 hingga mencapai volume maksimal (1,5 m3) selanjutnya dilakukan pergantian air sebanyak 10-25% setiap tiga hari bertepatan dengan waktu penyifonan kotoran
• Monitoring kesehatan dan lingkungan dilakukan secara rutin dan apabila terjadi gejala penyakit dan penurunan kualitas air dilakukan tindakan berupa pemberian probiotik dan pergantian air • Penurunan salinitas dimulai pada saat
stadia D-28 secara gradual dan
mencapai salinitas 0 promil pada saat stadi juvenil D-5.
52
Tabel 2. Manajemen Pemberian Pakan Larva Udang Galah
STADIA (hari ke-) 07.00 09.00 11.00 13.00 15.00 17.00 ARTEMIA (ekor/ml) EGG CUSTARD (g/m3) ARTEMIA (ekor/ml) EGG CUSTARD (g/m3) ARTEMIA (ekor/ml) EGG CUSTARD (g/m3) D1 D2-5 D6-10 D11-15 D16-20 D21-25 D26-30 D31-35 D36-40 - 1 1 1-2 1-2 2 2 2 2 - - 2 4 6 8 6 4 2 - - 1 1-2 1-2 2 2 2 2 - - 2 4 6 8 6 4 2 - 1 1 1-2 1-2 2 2 2 2 - - 2 4 6 8 6 4 2
g. Penyediaan pakan buatan larva
• Menimbang bahan-bahan pakan yang terdiri dari tepung terigu 250 g, tepung kanji 10 g, udang kering 15 g, cumi-cumi segar 10 g, udang segar 10 g, ragi roti 10 g, minyak ikan 5 g, telur ayam 10 butir, vit mix 2 g
• Bahan yang masih kasar diiris dengan pisau sehingga mudah diblender
• Semua bahan dibender hingga hancur dan tercampur merata
• Adonan ditempatkan pada wadah plastik tahan panas dan dikukus hingga matang
• Pakan buatan yang sudah matang
dicetak dengan kain kasa yang
mempunyai mata lubang 1 mm sehingga menghasilkan butiran pakan berukuran 0,5-1 mm
• Pengawetan pakan dapat dilakukan dengan cara menyimpannya dalam kulkas
h. Penyediaan pakan alami-artemia
• Dekapsulasi artemia dengan tahapan proses sebagai berikut:
- Menimbang siste artemia sebanyak 75 gram dan memasukkan dalam
kantong mesh 200 selanjutnya
direndam dalam air tawar selama ½ jam
- Membuat larutan dekapsulasi yang terdiri dari kaporit 30 gram dan soda api 15 gram dalam 1 liter air tawar - Membuat larutan penetral natrium
thiosulfat 15 gram dalam 1 liter air tawar
- Siste dalam kantong yang telah direhidari direndam dalam larutan
dekapsulasi selama 5 menit
selanjutnya diremas-remas hingga cangkang terkelupas yang dicirikan dengan terjadinya perubahan warna menjadi oranye
- Siste dicuci dengan air tawar sampai bersih untuk membuang larutan
53 dekapsulasi lalu direndam dalam
larutan penetral selama 5 menit dan dibilas lagi dengan air tawar
- Siste siap ditetaskan dan untuk pengawetan dapat disimpan dalam kulkas
• Wadah penetasan berupa fiber glass berbentuk kerucut dan diisi dengan air
bersalinitas 12‰ yang telah
didesinfeksi
• Menimbang siste hasil dekapsulasi sesuai kebutuhan lalu dimasukkan ke dalam corong penetasan yang telah berisi air dan diberi aerasi kuat
• Panen dilakukan setelah 24 jam dengan cara menyifon menggunakan selang ½ inchi yang bagian ujungnya dilengkapi kantong mesh 200
• Siste dibilas dengan air steril lalu diberikan pada larva udang.
i. Pengelolaan juvenil
• Wadah pemeliharaan juvenil berupa bak outdoor volume 20 m3 dengan air tawar (0 ‰) sebanyak 15 m3 yang telah didesinfeksi. Aerasi diberikan sangat kuat supaya terjadi pengadukan bahan organik.
• Penebaran juvenil muda sebaiknya dilakukan pada pagi hari dengan kepadatan 1000-2000 ekor/m3
• Pemberian pakan alami artemia
dilakukan hanya pada saat penebaran selanjutnya diberikan pakan buatan
yang mengandung protein 40%
sebanyak 40% BB/hari dengan
frekuensi 3 kali yaitu jam 07.00, 12.00 dan 17.00
54
terpisah, bersih dan siap pakan sesuai peruntukannya
• Pengaturan akses masuk lokasi
• Sterilisasi wadah, peralatan dan
ruangan
• Sanitasi lingkungan pembenihan • Pengelolaan limbah buangan hatchery • Pengaturan personil:
- Pakaian dan perlengkapan kerja personil harus bersih
- Sterilisasi alas kaki dan tangan k. Pembesaran udang galah bersama
padi di sawah
• Dalam pemeliharaan ugadi, benih padi yang digunakan yaitu dari jenis INPARI
13 dan benih udang galah
(Macrobrachium rosenbergii).
• Pupuk yang digunakan pada awal pemeliharaan padi dengan NPK.
• Pakan buatan (pellet) dengan protein 30%. Pemberian pakan pada awal penebaran sebanyak 4% bobot biomass dan berkurang pada 1 bulan terakhir masa pemeliharaan, sebanyak 2% bobot biomass.
• Ukuran benih yang ditebar yaitu ukuran
3-5 gram/ekor dengan masa
pemeliharaan 3 bulan (90 hari) dan
ukuran 6-8 gram/ekor selama 2 bulan
(60 hari) pemeliharaan, dengan
kepadatan yang sama yaitu 5 ekor/m2.
Pembentukan Populasi Dasar Sintetis Calon Induk Udang Galah
Prosedur pembentukan populasi
dasar sintetis mengacu pada protokol P4
Pemuliaan Udang Galah (LRPTBPAT
Sukamandi, 2010) dan Teknis pembesaran udang galah mengikuti Standar Prosedur Operasional (SPO) Pembesaran Udang Galah di Kolam (BBPBATS, 2007).
a. Penyediaan induk dari populasi/strain yang berbeda
• Populasi/strain bersumber dari tiga populasi budidaya generasi ke-3 (F3) asal Mahakam (M), Cenranae-Bone (B) dan Citanduy (C)
• Kriteria induk jantan dan betina adalah yang secara visual tampak normal dan sehat dan berukuran masingmasing 50 dan 40 gram.
b. Pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva
• Pemijahan untuk menghasilkan
populasi dasar sintetik dilakukan secara resiprokal, yaitu induk jantan dari populasi A dikawinkan dengan induk betina dari populasi B dan sebaliknya. Selain itu, pemijahan pada
masing-55 masing populasi/strain juga dilakukan.
Jumlah kombinasi persilangan adalah N2; dimana N adalah jumlah populasi. Sehingga terdapat 32 (=9) kombinasi persilangan yaitu MM, MB, MC, BM, BB, BC, CM, CB dan CC.
• Pemijahan antara suatu kombinasi populasi dengan kombinasi populasi lainnya dilakukan secara terpisah. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap
kombinasi populasi memiliki
representasi (turunan) yang dapat dikontribusikan kepada populasi dasar. Sementara pemijahan pada masing-masing kombinasi populasi dapat menerapkan salah satu dari dua cara, yaitu pemijahan secara berpasangan atau pemijahan secara komunal. Dalam hal ini di BBPBAT Sukabumi dilakukan pemijahan secara komunal.
• Pemijahan secara komunal dilakukan dengan menebar dan memelihara calon-calon induk jantan dan betina secara bersama-sama dalam satu kolam dan membiarkan perkawinan terjadi di kolam.
• Mengecek induk-induk yang telah memijah dengan cara memanen dan mengamati secara visual setelah 15 hari masa pemijahan.
• Memindahkan induk induk betina yang telah memijah dan mengerami telur
berwarna kecoklatan ke wadah
penetasan sampai telur dilepaskan dari kantung pengeraman (brood chamber). • Memindahkan induk betina setelah
semua telur menjadi larva.
• Memelihara larva secara terpisah antar famili dalam bak pemeliharaan larva. Metoda pemeliharaan larva mengikuti SOP produksi benih (BBPBATS, 2009). c. Pendederan (pentokolan)
Tahap pendederan bertujuan
menyediakan benih udang galah dengan ukuran yang siap ditebar ke kolam pembesaran. Bergantung pada ukuran tokolan yang dikehendaki untuk tujuan pembesaran, dikenal istilah tokolan I dan tokolan 2. Tokolan satu adalah tokolan berukuran panjang total 3-5 cm yang didapat dari pemeliharaan PL selama satu bulan sedangkan tokolan 2 berkuran 5-7 cm yang didapatkan dari pemeliharaan PL selama 2 bulan. Pendederan dapat dilakukan di kolam tanah atau waring dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pendederan dalam kolam tanah dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik, namun biasanya memiilki
56
Sebaliknya, pendederan dalam waring umumnya menghasilkan kelangsungan
hidup yang lebih tinggi, walapun
pertumbuhan sedikit lebih rendah. Uraian
dalam protokol ini adalah untuk
pendederan yang dilakukan dalam waring yang dipasang di kolam tanah untuk masa pemeliharaan selama 1 bulan.
• Mempersiapkan kolam, meliputi
mengolah tanah dasar, mengangkat sisa-sisa bahan organik, dan menabur kapur bila pH tanah rendah.
• Mengisi kolam melalui sistem
penyaringan hingga ketinggian air 30 cm, memupuk kolam dengan kotoran ayam 250-500 kg/ha, 15 kg/ha urea dan 10 kg/ha TSP
• Memasang waring ukuran 2x2 m dengan ukuran mata waring 1 mm beserta perangkat pendukungnya, yaitu shelter dan aerasi.
- Memasukkan air hingga ketinggian 80 cm, dengan penetrasi cahaya 25-40 cm
- Menebar juvenil yang telah siap dari masing-masing kombinasi pemijahan dengan kepadatan 250 ekor/m2 - Memberi pakan benih dengan pakan
berprotein 38-40%, sebanyak 20% dari bobot biomass dengan frekwensi
4 kali per hari, untuk kontrol pakan menggunakan anco
- Memonitor parameter kualitas air
(kuantitas dan kualitas) secara
periodik dan kondisi waring.
Diupayakan agar sirkulasi air dalam waring terjaga dengan menggosok sisi-sisi waring secara rutin terutama apabila populasi organisme penempel pada waring telah rata
- Memasukkan air sebayak 10%
volume per hari guna
mempertahankan kualitas air kolam - Pada saat pemanenan, mengambil
50% populasi terbaik dari masing-masing kombinasi pemijahan dan
dilakukan pembesaran secara
komunal. d. Pembesaran
Tahap pembesaran ditujukan untuk mendapatkan udang galah calon induk dengan ukuran >30 gram/ekor.
• Persiapan wadah pemeliharaan
Persiapan kolam untuk kegiatan pembesaran sama seperti persiapan
kolam untuk produksi benih
57 • Penebaran benih - Padat tebar : o tahap pentokolan II (ukuran 10 – 15 ekor/m2) o tahap pembesaran (ukuran 5 – 10 ekor/m2)
- Waktu tebar benih/tokolan dilakukan pada pagi atau sore hari
- Aklimatisasi dilakukan hingga ada kesuaian dengan air kolam
- Benih yang sehat dengan sendirinya akan keluar dari wadah aklimatisasi • Pemberian pakan
- Menimbang pakan sesuai kebutuhan o Pentokolan II : 10 – 6% biomass
dengan frekuensi 3 – 4 x per hari o Pembesaran : 5 – 3% biomass
dengan frekuensi 3-4 kali per hari - Ukuran butiran pakan disesuaikan
dengan ukuran udang
- Pemberian pakan disebar merata ke seluruh kolam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Populasi Dasar Sintetis
Hasil pemijahan dan pemeliharaan larva udang galah dari sembilan kombinasi
pemijahan pada kegiatan pembentukan populasi dasar sintetis disajikan pada Tabel 3.
Induk betina F3 Citanduy paling baik dalam hal pemijahan, lebih dari 75%
berhasil bertelur selama 15 hari
pemijahan. Kelangsungan hidup larva tertinggi diperoleh dari hasil pemijahan
Bone-Ciamis, diikuti Bone-Bone dan
Mahakam-Mahakam. Sedangkan pada kegitan pentokolan, kelangsungan hidup tertinggi diperoleh dari hasil pemijahan Mahakam-Bone diikuti Mahakam-Ciamis dan dan Bone-Bone (Tabel 4).
Setiap kombinasi pemijahan diambil tokolan yang paling besar sebanyak 1000 ekor sehingga terdapat 9000 tokolan hasil pencampuran 9 kombinasi pemijahan.
Tokolan tersebut dipelihara sampai
mencapai ukuran calon induk. Pada akhir pemeliharaan diseleksi calon induk yang ukurannya paling besar sebanyak 1000 ekor jantan dan 1000 ekor betina dengan ukuran dan bobot jantan 14,1 cm dan 39,1 g serta betina 11,9 cm dan 18,5 g.
Hasil kegiatan pendederan juvenil udang galah dengan teknologi bioflok disajikan pada Tabel 5.
59 Tabel 6. Data Kegiatan Sistem Budidaya Terintegrasi Udang Galah-Padi (UGADI)
Laju pertumbuhan harian dan
kelangsungan hidup benih udang galah pada perlakuan bioflok lebih tinggi daripada kontrol sebagai akibat dari selalu tersedianya pakan dalam bentuk bioflok. Udang galah dapat meretensi protein sebanyak 17,3-25% (Rohmana dkk., 2010). Udang windu hanya meretensi nitrogen sebesar 16,3-17,1% (Hari et al.. 2004).
Benih sebar udang galah pada tahun 2011 telah didistribusikan ke wilayah Jawa
Barat (Sukabumi, Garut, Karawang),
Banten (Pandeglang), Kalimantan Timur,
DI Yogyakarta (Sleman), dan Riau
(Kampar). Sedangkan induk/calon induk pada tahun 2011 mulai didistribusikan ke Loka Riset Pemuliaan Sukamandi, Balai
Udang Galah Pamarican, Balai Udang Galah Karawang dan VEDCA Cianjur.
Hasil kegiatan sistem budidaya
terintregasi antara udang galah dan padi (Ugadi) disajikan pada Tabel 6. Kegiatan budidaya udang galah di sawah bersama padi menghasilkan kelangsungan hidup antara 34,2-72,5%, lebih rendah dari
budidaya udang di kolam yang
menghasilkan kelangsungan hidup antara 60-80%. Namun demikian FCR pada budidaya ugadi lebih baik daripada budidaya monokultur di kolam yaitu antara 1.1-1.9. FCR budidaya monokultur udang galah umumnya di atas 2.
PARAMETER NOMOR SAWAH
SAWAH 1 SAWAH 2 SAWAH 3 SAWAH 4 SAWAH 5
Luas (m2) 1,126 1,028 875 666 849
Jumlah Tebar (ekor) 5,750 5,180 4,377 2,544 4,425
Padat Tebar (ekor/m2) 5 5 5 4 5
Pakan (% BBM) 4 4 4 4 4
Tebar
Tanggal 07 Jun 07 Jun 31 Mei 31 Mei 31 Mei
Panjang (cm) 7.31 10.42 7.61 7.92 7.61
Berat (g) 3.31 10.47 3.64 3.98 3.64
Pakan (g/hari) 305 868 255 162 258
Panen
Tanggal 22 Aug 09 Aug 22 Aug 22 Aug 22 Aug
Ukuran Besar (kg) 61.0 97.0 61.5 52.5 65.0 Ukuran Kecil (kg) 9.0 6.0 9.0 4.0 4.0 Total (kg) 70.0 103.0 70.5 56.5 69.0 Total (ekor) 1,965.0 3,037.0 2,226.0 1,845.0 2,270.0 FCR 1.58 1.51 1.40 1.11 1.94 SR (%) 34.2 58.6 50.9 72.5 51.3
60
KESIMPULAN DAN SARAN
Kegiatan pembentukan populasi
dasar sintetis menghasilkan calon induk dasar sintetis sebanyak 1.000 pasang. Benih sebar udang galah didistribusikan ke wilayah Jawa Barat (Sukabumi, Garut,
Karawang), Banten (Pandeglang),
Kalimantan Timur, DI Yogyakarta
(Sleman), dan Riau (Kampar). Sedangkan induk/calon induk didistribusikan ke Loka Riset Pemuliaan Sukamandi, Balai Udang Galah Pamarican, Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut Karawang dan VEDCA Cianjur. Kelangsungan hidup pada kegiatan budidaya udang galah bersama padi lebih rendah daripada budidaya udang di kolam. Namun demikian FCR pada budidaya ugadi lebih baik daripada budidaya monokultur di kolam.
DAFTAR PUSTAKA
Asaduzzaman M, Wahab MA, Verdegem MCJ, Benerjee S, Akter T, Hasan MM, Azim ME. 2009. Effect of addition of tilapia Oreochromis niloticus and substrates for periphyton developments on pond ecology and production in C/N-controlled freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii farming systems. Aquaculture 287: 371-380.
[BBPBATS] Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. 2007. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pembesaran Udang Galah di Kolam. Sukabumi: BBPBATS, DJPB-DKP. [BBPBATS] Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar Sukabumi.2009. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pembenihan Udang Galah. Sukabumi: BBPBATS, DJPB-DKP.
[LRPTBPAT] Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi.2010. Protokol Pemuliaan Udang Galah. Sukamandi: LRPTBPAT, PRPB-BRKP. New MB. 2002. Farming Freshwater Prawns: A
Manual for Cultureof The Gaint River Prawn (Macrobrachium rosenbergii). Roma: Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Rohmana, D. 2009. Konversi limbah budidaya ikan lele, Clarias sp., menjadi bakteri heterotrof untuk perbaikan kualitas air dan makanan udang galah, Macrobrachium rosenbergii [Tesis]. Bogor: Mayor Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, IPB.
Weidenbach RP. 1982. Dietary components of freshwater prawns reared in Hawaiian ponds. Di dalam: New MB, Editor. Giant Prawn Farming. ‘Giant Prawn 1980’, An International Conference on Freshwater Prawn Farming; Bangkok, 15-21 June 1980. Amsterdam: Elseiver. hlm 257-267.