• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN BAKU"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN BAHAN BAKU

Pasca penggilingan padi jumlah asam lemak bebas pada bekatul meningkat dengan cepat (Ubaiddilah, 2010; Budijanto et al., 2010; Damardjati et al., 1990). Kenaikan tajam asam lemak bebas bekatul dari 1-3 % menjadi 33 % setelah seminggu dan mencapai 46 % setelah 3 minggu (Damardjati et al., 1990). Dari penelitian oleh Goftman (2003) yang diperkuat hasil penelitian Budijanto et al., (2010) dan Ubaidillah (2010), menunjukkan bahwa kecepatan hidrolisis trigliserida bekatul dipengaruhi oleh varietas padi.

Peningkatan asam lemak bebas yang terjadi diakibatkan oleh aktivitas enzim lipase pada bekatul. Selama proses penggilingan, lemak bekatul kontak dengan lipase yang menghidrolisis ikatan ester melepaskan asam lemak yang disebut asam lemak bebas (Ramezanzadeh et al., 1999). Enzim lipase merupakan enzim hidrolitik, dimana enzim ini bekerja dengan adanya air pada bahan pangan. Enzim ini akan menghidolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim lipase in situ dari kulit padi dan dari mikroba menyebabkan kerusakan hidrolitik pada lipid bekatul (Champagne et al., 1992).

Oleh karena itu, sebelum digunakan sebagai bahan baku, dilakukan inaktivasi enzim lipase pada bekatul. Inaktivasi enzim lipase menggunakan metode Ubaidillah (2010). Bekatul diekstrusi dengan menggunakan twin screw extruder no dye dengan kondisi pada T1= 130oC, T2= 180 oC dan T3=230 oC.

Setelah itu dilakukan pengukuran kadar air bahan yaitu grits jagung dan SRB (stabilized rice bran). Kadar air bahan sangat penting untuk mengetahui kisaran penambahan air agar mencapai kadar air yang diperlukan dalam formula sereal. Menurut Guy (2001), kebutuhan air untuk proses pemasakan berasal dari bahan baku dan pengaturan kelembaban, total kadar air dalam proses ekstrusi berada pada kisaran 16% sampai dengan 20%.

Hasil pengukuran kadar air bahan yaitu 12,40% untuk grits jagung ukuran 40 mesh dan 5,96% untuk bekatul hasil stabilisasi (stabilized rice bran). Penentuan penambahan air pada formulasi diperoleh dari perhitungan kadar air campuran bahan. Berdasarkan pada perhitungan kadar air campuran bahan untuk

(2)

33 mencapai kadar air formula pada kisaran 16-20% sehingga dilakukan penentuan penambahan air pada formulasi yaitu 5%, 8% dan 11%.

B. PEMILIHAN FORMULA

Parameter proses ekstrusi perlu diketahui terlebih dahulu agar diperoleh produk ekstrusi yang dapat dibentuk sesuai cetakan. Parameter proses ekstrusi diantaranya suhu proses, kecepatan putar ulir, kecepatan putar pisau, dan kecepatan pemasukan bahan. Ekstruder yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstruder ulir ganda model puffing 2256 Berto Company. Ekstruder ini memiliki panjang barel sebesar 98 cm dan diameter barel sebesar 64 mm. Panjang ulir sebesar 93 cm dan memiliki diameter ulir sebesar 54 mm. Diameter die/cetakan yang digunakan berbentuk oval dengan diameter 11 mm x 7 mm. Gambar ekstruder ulir ganda ditunjukan pada Gambar 7 dan tampak depan die dan pisau ditunjukkan pada Gambar 8.

Ekstruder ini tidak dilengkapi dengan alat pengukur tekanan sehingga besar tekanan dalam barrel tidak dapat diketahui serta tidak dapat mengatur besar tekanan yang diinginkan. Namun alat ini disertai dengan alat pengatur suhu yang terdiri dari tiga panel pengatur suhu, kecepatan ulir, kecepatan pemasukan bahan dan kecepatan putar pisau.

Suhu pengaturan pemanas pada alat ekstruder yang dilakukan pada penelitian ini yaitu 1350C, 1500C, dan 1650C pada T3. Menurut Muchtadi et al. (1988), proses pemasakan di dalam alat pengekstrusi dibutuhkan panas yang tinggi yaitu lebih dari 1500C. Kondisi proses ekstrusi adalah kecepatan ulir 400 rpm, kecepatan pemasukan bahan 350 rpm, kecepatan putar pisau 1200 rpm, suhu T1 = 800C dan T2 = 1000C. Kondisi proses ekstrusi konstan dan digunakan untuk membuat produk sereal bekatul.

(3)

34 Gambar 7. Ekstruder ulir ganda

Gambar 8. Tampak depan die dan pisau ekstruder ulir ganda

Proses pembuatan produk sereal bekatul meliputi persiapan bahan baku, pengaturan komposisi bahan, pencampuran, dan proses ekstrusi. Kemudian dilakukan pengamatan organoleptik secara subyektif dengan parameter bentuk dan keseragaman pada produk sereal bekatul oleh 5 orang panelis.

Penentuan produk dengan perlakuan terbaik diperoleh dari hasil pembobotan secara subyektif. Metode pembobotan dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik-karakteristik yang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Setiap karakteristik diberi bobot berdasarkan nilai kepentingannya kemudian diakumulasikan perkalian antara nilai rataan dengan bobot setiap karakteristik. Formula dengan skor tertinggi adalah formula terpilih dengan perlakuan terbaik. Hasil penilaian produk secara subyektif dapat dilihat pada Tabel 4.

(4)

35 Tabel 4. Hasil pengamatan subyektif seleksi formula sereal bekatul

Sampel Nilai Pembobotan

A1B1C1 2.5 A1B2C1 2.038 A1B3C1 5.0 A2B1C1 4.213 A2B2C1 4.538 A2B3C1 5.0 A3B1C1 1.713 A3B2C1 1.713 A3B3C1 1.713 A1B1C2 2.038 A1B2C2 1.250 A1B3C2 1.713 A2B1C2 2.5 A2B2C2 2.038 A2B3C2 2.038 A3B1C2 2.038 A3B2C2 2.5 A3B3C2 2.038 A1B1C3 1.713 A1B2C3 2.038 A1B3C3 2.5 A2B1C3 1.713 A2B2C3 2.5 A2B3C3 2.038 A3B1C3 1.250 A3B2C3 2.038 A3B3C3 2.5 Keterangan : • Perlakuan:

A = Kadar Bekatul (A1= 15%, A2= 20%, A3= 25%) B = Penambahan air (B1= 5%, B2= 8%, B3=11%) C = Suhu ekstruder (C1= 135, C2= 150, C3= 165oC)

Berdasarkan tiga taraf suhu yang dicobakan yaitu 1350C, 1500C dan 1650C, ternyata suhu 1350C menghasilkan bentuk dan keseragaman produk yang lebih baik dibandingkan dengan suhu 1500C dan 1650C. Semakin tinggi suhu ekstruder, proses pemasakan ekstrusi semakin sulit dikendalikan sehingga produk yang dihasilkan semakin kurang baik bentuknya dan kurang seragam. Hasil penelitian Hidayah et al. (2005) menunjukkan kondisi optimal proses ekstrusi terhadap pengembangan produk terjadi pada suhu minimum 1000C.

(5)

36 Perbandingan grits jagung dengan SRB (stabilized rice bran) 75:25 menghasilkan bentuk dan keseragaman yang kurang baik jika dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Penambahan bekatul lebih tinggi dari 20% menyebabkan produk tidak mengembang dengan baik. Hal ini karena bekatul mengandung serat dan protein yang relatif tinggi menyebabkan produk tidak mengembang.

Berdasarkan Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat empat perlakuan yang memiliki skor pembobotan tertinggi. Formula yang terpilih adalah formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 85:15, penambahan air 11% dan suhu ekstruder 1350C disebut Formula 1; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 5% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 2; formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 8% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 3; dan formula grits jagung dan SRB dengan perbandingan 80:20, penambahan air 11% dan suhu ekstrusi 1350C disebut Formula 4. Secara umum, produk sereal bekatul yang terpilih memiliki bentuk yang baik dan seragam, berwarna kecoklatan, mengembang, dan berbentuk bulat pipih. Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisiko kimia dan uji sensori terhadap keempat formula diatas untuk menentukan formula terbaik. Produk sereal bekatul yang dijadikan sampel untuk analisis dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

\

(6)

37 Gambar 10. Produk sereal bekatul terpilih tampak samping

C. ANALISIS FORMULA TERPILIH

Analisis yang dilakukan pada produk sereal bekatul terpilih meliputi analisis fisik (derajat gelatinisasi, derajat pengembangan, tekstur (kekerasan), indeks penyerapan air, indeks kelarutan air, dan ketahanan dalam susu), analisis kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat pangan), dan uji organoleptik.

1. Analisis Fisik

a. Derajat Gelatinisasi

Derajat gelatinisasi merupakan rasio antara pati yang tergelatinisasi dengan total pati (Wooton et al., 1971 dikutip Hermanianto et al., 2000). Tingkat derajat gelatinisasi produk menunjukkan tingkat pemasakan yang terjadi, artinya derajat gelatinisasi yang tinggi menunjukkan bahwa produk lebih mudah dicerna oleh tubuh. Produk dengan derajat gelatinisasi yang sangat rendah akan mengganggu sistem pencernaan karena pemasakan yang belum sempurna. Kesempurnaan gelatinisasi pada produk ekstrusi perlu di evaluasi untuk mengetahui batas maksimum pati mudah dicerna oleh tubuh.

Secara garis besar, kesempurnaan gelatinisasi pati dipengaruhi kadar air dan suhu proses (Muchtadi et al., 1988). Menurut Ahza (1996), faktor luar yang mempengaruhi derajat gelatinisasi yaitu energi (gelatinisasi adalah reaksi endotermik atau reaksi yang memerlukan panas), jumlah air yang ditambahkan pada saat proses (rasio air dan pati), waktu untuk berlangsungnya reaksi dan gesekan (shear) yang dapat dihasilkan dari ulir dengan bahan dan barrel.

(7)

Gambar 11

Keterangan : Suhu ekstrusi 135

pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan Formula 2 : Perbandingan Formula 3 : Perbandingan Formula 4 : Perbandingan

Derajat gelatinisasi produk sereal bekatul berkisar antara

36,81%. Berdasarkan analisis keraga

gelatinisasi dipengaruhi secara nyata oleh

Selanjutnya, dengan uji Duncan (p=0,05) terhadap sampel dapat diketahui bahwa nilai derajat gelatinisasi

dengan sampel lai

yang membantu proses gelatinisasi pati. Namun berbeda nyata secara signifikan.

Derajat gelatinisasi produk sereal yang dihasilkan rel

sekitar 30%. Penambahan air berpengaruh terhadap derajat gelatinisasi bekatul yang dihasilkan.

mudah terjadi jika rasio antara air dan pati pada bahan tinggi. Gelatinisasi pati akan sempurna jika terdapat

tinggi atau maksimum jika bahan dengan kadar air 25% pada suhu pemasakan

145-2050C (Eldash Gambar 11

terjadinya penurunan derajat gelatinisasi. Penyebab utama turunnya derajat gelatinisasi adalah turunnya jumlah pati dan meningkatnya jumlah serat pada

36.81c 26 28 30 32 34 36 38 Formula1 D er aj at ge lat in is as i (% )

Gambar 11. Hasil pengukuran derajat gelatinisasi sereal bekatul

Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%

Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Derajat gelatinisasi produk sereal bekatul berkisar antara Berdasarkan analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan gelatinisasi dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula (

Selanjutnya, dengan uji Duncan (p=0,05) terhadap sampel dapat diketahui bahwa nilai derajat gelatinisasi Formula 1 dan Formula 4 lebih besar dan berbeda nyata dengan sampel lainnya. Hal ini disebabkan oleh penambahan air pada formula yang membantu proses gelatinisasi pati. Namun Formula 2 dan

berbeda nyata secara signifikan.

Derajat gelatinisasi produk sereal yang dihasilkan rel

Penambahan air berpengaruh terhadap derajat gelatinisasi bekatul yang dihasilkan. Menurut Muchtadi et al., (1988) proses gelatinisasi akan mudah terjadi jika rasio antara air dan pati pada bahan tinggi. Gelatinisasi pati akan sempurna jika terdapat air yang cukup. Umumnya derajat gelatinisasi akan tinggi atau maksimum jika bahan dengan kadar air 25% pada suhu pemasakan

C (Eldash et al., 1982).

Gambar 11 menunjukkan penambahan konsentrasi bekatul menyebabkan terjadinya penurunan derajat gelatinisasi. Penyebab utama turunnya derajat gelatinisasi adalah turunnya jumlah pati dan meningkatnya jumlah serat pada

36.81c

30.82a 31.51a

Formula1 Formula2 Formula3 Formula4

Sampel

38

ereal bekatul

dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11%

jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% ng dan SRB 80:20, penambahan air 8% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Derajat gelatinisasi produk sereal bekatul berkisar antara 30,82% hingga

man dengan tingkat kepercayaan 5%, derajat

perlakuan formula (Lampiran 11).

Selanjutnya, dengan uji Duncan (p=0,05) terhadap sampel dapat diketahui bahwa lebih besar dan berbeda nyata nnya. Hal ini disebabkan oleh penambahan air pada formula ormula 2 dan Formula 3 tidak

Derajat gelatinisasi produk sereal yang dihasilkan relatif rendah yaitu

Penambahan air berpengaruh terhadap derajat gelatinisasi sereal

(1988) proses gelatinisasi akan mudah terjadi jika rasio antara air dan pati pada bahan tinggi. Gelatinisasi pati air yang cukup. Umumnya derajat gelatinisasi akan tinggi atau maksimum jika bahan dengan kadar air 25% pada suhu pemasakan

konsentrasi bekatul menyebabkan terjadinya penurunan derajat gelatinisasi. Penyebab utama turunnya derajat gelatinisasi adalah turunnya jumlah pati dan meningkatnya jumlah serat pada

35.27b

(8)

39 formula. Serat mempunyai daya serap yang tinggi termasuk terhadap air (Cahyono, 1999). Oleh karena itu, adanya serat pada formula dapat mengurangi ketersediaan air yang dapat digunakan untuk proses gelatinisasi.

Gelatinisasi akan berpengaruh terhadap daya cerna produk yang dihasilkan. Sebagai produk untuk kesehatan derajat gelatinisasi rendah akan menurunkan daya cerna sehingga cocok untuk produk diet atau keperluan khusus seperti penderita diabetes. Hasil penelitian Holm et al., (1988) menunjukkan bahwa tingkat gelatinisasi pati merupakan faktor penentu yang penting untuk tingkat hidrolisis pati secara in vitro dan respon metabolism pati secara in vivo. Siller (2006) melaporkan bahwa umumnya saat proses gelatinisasi pati sorgum mengarah pada gelatinisisasi penuh maka daya cerna pati akan meningkat. Hal ini juga didukung oleh Hongtrakul et al., (1997) yang melaporkan bahwa peningkatan derajat gelatinisasi pada jagung secara nyata dapat meningkatkan daya cerna.

b. Derajat Pengembangan

Salah satu parameter penting pada produk ekstrusi adalah kemampuan menghasilkan produk yang mengembang (puffing). Derajat pengembangan dipengaruhi oleh jumlah pati yang terdapat dalam bahan baku (Shukla, 1995). Jumlah pati tersebut erat hubungannya dengan jumlah pati tergelatinisasi. Besar kecilnya derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan oleh banyak sedikitnya jumlah pati yang tergelatinisasi selama proses ekstrusi. Menurut Harper (1981) derajat gelatinisasi yang semakin tinggi diikuti dengan derajat pengembangan yang semakin tinggi.

Menurut Harper (1981) komponen pati yang berperan terhadap puffing produk ekstrusi adalah amilopektin. Jika digunakan bahan dengan kandungan amilopektin yang cukup tinggi maka akan dihasilkan produk yang mudah mengembang, sedangkan produk yang terbuat dari bahan beramilosa tinggi akan lebih rapat, lebih keras, dan kurang mengembang ketika diekstrusi (Muchtadi et al., 1988). Bahan yang memiliki kandungan air yang sama, amilopektin lebih mudah mengembang dari pada amilosa. Pengembangan produk akan berdampak positif terhadap sifat kerenyahan produk (Wang, 1997).

(9)

Gambar 12. Hasil pengukuran derajat

Keterangan : Suhu ekstrusi 135

pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan Formula 2 : Perbandingan Formula 3 : Perbandingan Formula 4 : Perbandingan

Nilai derajat pengembangan produk sereal bekatul dapat dilihat pada

Gambar 12. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh derajat pengembangan produk sereal bekatul berkisar antara 118,64% hingga 149,77%. Berdasarkan analisis

sidik ragam pada tingkat kepercaya

dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula

dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui nilai derajat pengembangan untuk seluruh formula berbeda nyata satu sama lain.

pengembangan yang paling tinggi.

Derajat pengembangan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bekatul. Gambar 12 menunjukkan bahwa Formula 1 memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Formula 2. Ha dipengaruhi persentase bekatul yang meningkat sehingga kadar pati semakin menurun dan serat yang semakin meningkat. Menurunnya derajat pengembangan terkait dengan penurunan derajat gelatinisasi (Gambar 11).

Semakin tinggi persentase serat maka deraja

ekstrusi akan menurun (Wulandari, 1997). Menurut Syamsir (2008) serat cenderung untuk memperkuat struktur fisik produk dan menghambat kemampuannya untuk mengembang. Berglund

0 20 40 60 80 100 120 140 160 D er aj at p en ge m b an gan ( % )

. Hasil pengukuran derajat pengembangan sereal bekatul

Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%

Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Nilai derajat pengembangan produk sereal bekatul dapat dilihat pada . Berdasarkan hasil analisis, diperoleh derajat pengembangan produk sereal bekatul berkisar antara 118,64% hingga 149,77%. Berdasarkan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 5%, nilai derajat pengembangan dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula (Lampiran

dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui nilai derajat pengembangan untuk seluruh formula berbeda nyata satu sama lain. Formula 3 memiliki nilai

pengembangan yang paling tinggi.

Derajat pengembangan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bekatul. Gambar 12 menunjukkan bahwa Formula 1 memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Formula 2. Ha dipengaruhi persentase bekatul yang meningkat sehingga kadar pati semakin menurun dan serat yang semakin meningkat. Menurunnya derajat pengembangan terkait dengan penurunan derajat gelatinisasi (Gambar 11).

Semakin tinggi persentase serat maka derajat pengembangan produk ekstrusi akan menurun (Wulandari, 1997). Menurut Syamsir (2008) serat cenderung untuk memperkuat struktur fisik produk dan menghambat kemampuannya untuk mengembang. Berglund et al., (1994) melaporkan bahwa

121.14b 135.27c

149.77d

Formula1 Formula2 Formula3

Sampel

40

pengembangan sereal bekatul

Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata air 11%

jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Nilai derajat pengembangan produk sereal bekatul dapat dilihat pada . Berdasarkan hasil analisis, diperoleh derajat pengembangan produk sereal bekatul berkisar antara 118,64% hingga 149,77%. Berdasarkan analisis 5%, nilai derajat pengembangan

Lampiran 13). Selanjutnya

dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui nilai derajat pengembangan untuk memiliki nilai derajat

Derajat pengembangan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bekatul. Gambar 12 menunjukkan bahwa Formula 1 memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Formula 2. Hal ini

dipengaruhi persentase bekatul yang meningkat sehingga kadar pati semakin menurun dan serat yang semakin meningkat. Menurunnya derajat pengembangan

t pengembangan produk ekstrusi akan menurun (Wulandari, 1997). Menurut Syamsir (2008) serat cenderung untuk memperkuat struktur fisik produk dan menghambat ) melaporkan bahwa

118.64a

(10)

41 kadar serat yang tinggi pada barley yang digunakan pada penelitiannya dapat menghambat pengembangan selama proses ekstrusi.

Berdasarkan data hasil analisis menunjukkan bahwa meningkatnya penambahan air pada formula bahan cenderung menurunkan derajat pengembangan produk sereal bekatul. Ding et al., (2004) melaporkan bahwa peningkatan kadar air dapat menurunkan derajat pengembangan dengan tajam. Ketergantungan yang tinggi derajat pengembangan terhadap kadar air dapat mengubah karakteristik elastisitas pada bahan dasar pati. Meningkatnya kadar air selama proses ekstrusi dapat mengubah struktur molekul amilopektin pada bahan yang mengurangi elastisitas sehingga menurunkan derajat pengembangan.

Batisuti et al., (1991) mengoptimasi proses pemasakan ekstrusi untuk tepung chick-pea dan dilaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara suhu dan kadar air terhadap derajat pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan maksimum derajat pengembangan terjadi pada kadar air 13% dengan suhu ekstrusi 1300C.

c. Tekstur (kekerasan dan kerenyahan)

Tekstur berperan penting dalam penerimaan keseluruhan dari sebuah produk pangan dan merupakan kriteria penting bagi konsumen untuk menyatakan mutu dan kesegaran dari produk pangan. Persepsi terhadap tekstur pangan merupakan proses dinamis karena sifat-sifat fisik pangan berubah-ubah secara terus menerus dengan adanya proses pengunyahan, pembalutan dengan air liur, dan perubahan suhu tubuh (Apriani, 2009).

Hasil pengukuran kekerasan tekstur dengan Rheoner menunjukkan bahwa nilai kekerasan produk berkisar antara 0,551 – 1,179 Kgf. Analisis ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa kekerasan dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula (Lampiran 15). Kemudian dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui bahwa nilai tekstur produk sereal bekatul berbeda nyata untuk masing-masing formula.

Semakin tinggi nilai kekerasan maka produk tersebut mempunyai tekstur relatif keras dan bersifat kurang renyah dibandingkan produk yang memiliki nilai kekerasan lebih rendah (Melianawati, 1998). Hasil pengukuran kerenyahan

(11)

tekstur menunjukkan bahwa nilai kerenyahan produk berkisar antara 0,115

0,203 Kgf. Analisis ragam pada tingka

kerenyahan dipengaruhi secara nyata

Gambar 13

Keterangan : Suhu ekstrusi 135

pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan Formula 2 : Perbandingan Formula 3 : Perbandingan Formula 4 : Perbandingan Gambar 14 Keterangan : Suhu ekstrusi 135

pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan Formula 2 : Perband Formula 3 : Perbandingan Formula 4 : Perbandingan 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 T ek st u r k ek er as an ( K gf ) 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 T ek st u r k er en yah an ( K gf )

tekstur menunjukkan bahwa nilai kerenyahan produk berkisar antara 0,115 Analisis ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa dipengaruhi secara nyata perlakuan formula (Lampiran 17).

Gambar 13. Hasil pengukuran tekstur (kekerasan) sereal bekatul

Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%

Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Gambar 14. Hasil pengukuran tekstur (kerenyahan) sereal bekatul

Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%

Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

0.917c

0.551a

0.835b

Formula1 Formula2 Formula3

Sampel

0.198c

0.115a

0.203c

Formula1 Formula2 Formula3

Sampel

42

tekstur menunjukkan bahwa nilai kerenyahan produk berkisar antara 0,115 –

5% menunjukkan bahwa (Lampiran 17).

tekstur (kekerasan) sereal bekatul

Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11%

jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

tekstur (kerenyahan) sereal bekatul

Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11%

jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

1.179d

Formula4

0.152b

(12)

43 Tekstur produk sereal yang paling renyah mempunyai nilai kekerasan yang rendah yaitu sebesar 0,551 Kgf. Hasil diperoleh pada produk sereal pada Formula 2. Formula yang memiliki tekstur paling keras diperoleh nilai kekerasan sebesar 1,178 Kgf yaitu pada produk sereal Formula 4 namun memiliki nilai kerenyahan yang relatif rendah. Apabila dibandingkan dengan nilai kerenyahan formula yang lain, nilai kerenyahan Formula 4 lebih tinggi dari nilai kerenyahan Formula 2.

Menurut Tripalo et al., (2006), kelembaban bahan, kecepatan ulir, dan temperatur mempengaruhi kekerasan produk ekstrusi. Kelembaban memiliki efek paling signifikan terhadap kekerasan produk, namun rata-rata kecepatan pemasukan bahan (feeder) tidak memberi efek signifikan pada kekerasan produk ekstrusi (Apriani, 2009). Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai kekerasan yang tinggi dibandingkan Formula 2 dan Formula 3. Ding et al., (2004) melaporkan bahwa peningkatan kadar air bahan dapat meningkatkan kekerasan ekstrudat dan menurunkan kerenyahan ekstrudat. Kekerasan dan kerenyahan ekstrudat berhubungan dengan derajat pengembangan dan perubahan struktur sel dari produk.

d. Indeks Penyerapan Air (IPA)

Indeks penyerapan air (IPA) adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap air dalam jumlah tertentu (Harianto, 1996). Gomez dan Aguilera (1983) menyatakan bahwa penyerapan air tergantung pada dua hal, yaitu ketersediaan gugus hidrofilik yang mengikat molekul air dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul, yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi.

Secara umum nilai IPA berbanding terbalik dengan indeks kelarutan air (IKA). IPA dan IKA dapat digunakan sebagai indikator fungsional derajat pemasakan produk ekstrusi. Pati, protein, dan lemak akan terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih kecil setelah proses ekstrusi sehingga lebih mudah larut. Amilopektin akan mengalami degradasi paling besar selama proses ekstrusi sehingga semakin banyak molekul-molekul kecil yang akan berpengaruh dalam kelarutan air (Apriani, 2009). Semakin meningkat jumlah pati yang

(13)

tergelatinisasi pada proses ekstrusi (suhu dan tekanan) tinggi akan menyebabkan semakin banyak pati yang mengalami dekstrinasi. Pati yang terdekstrinisasi inilah yang berperan di dalam penyerapan air (Wulandari, 1997).

Gambar 15. Hasil pengukuran

Keterangan : Suhu ekstrusi 135

pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan Formula 2 : Perbandingan Formula 3 : Perbandingan Formula 4 : Perbandingan

Indeks penyerapan air produk sereal berkisar antara 4,646 g/ml hingga 4,780 g/ml. Berdasarkan analisis sidik

indeks penyerapan air dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula

(Lampiran 19). Selanjutnya dengan uji Dun indeks penyerapan air

berbeda nyata dengan berbeda nyata dengan F

Berdasarkan data hasil pengukuran IP

tinggi penambahan air, indeks penyerapan air semakin besar. Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai indeks penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan Formula 2 dan Formula 3. Polina (1995) menyatakan indeks penyerapan air

dipengaruhi kadar air, ukuran partikel, dan komposisi bahan.

al., (2005) melaporkan bahwa meningkatnya kadar air bahan dapat meningkatkan 4,55 4,6 4,65 4,7 4,75 4,8 IP A ( g/ m l)

tergelatinisasi pada proses ekstrusi (suhu dan tekanan) tinggi akan menyebabkan semakin banyak pati yang mengalami dekstrinasi. Pati yang terdekstrinisasi inilah yang berperan di dalam penyerapan air (Wulandari, 1997).

. Hasil pengukuran indeks penyerapan air (IPA)

Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%

Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Indeks penyerapan air produk sereal berkisar antara 4,646 g/ml hingga 4,780 g/ml. Berdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan indeks penyerapan air dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula

. Selanjutnya dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui nilai indeks penyerapan air Formula 2 berbeda nyata dengan Formula 1 namun tidak berbeda nyata dengan Formula 3 dan Formula 4. Sedangkan F

berbeda nyata dengan Formula 3 dan 4.

Berdasarkan data hasil pengukuran IPA menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan air, indeks penyerapan air semakin besar. Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai indeks penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan Formula 2 dan Formula 3. Polina (1995) menyatakan indeks penyerapan air

ngaruhi kadar air, ukuran partikel, dan komposisi bahan.

(2005) melaporkan bahwa meningkatnya kadar air bahan dapat meningkatkan 4.780b

4.646a

4.670ab

Formula1 Formula2 Formula3

Sampel

44

tergelatinisasi pada proses ekstrusi (suhu dan tekanan) tinggi akan menyebabkan semakin banyak pati yang mengalami dekstrinasi. Pati yang terdekstrinisasi inilah yang berperan di dalam penyerapan air (Wulandari, 1997).

(IPA) sereal bekatul Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata

jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Indeks penyerapan air produk sereal berkisar antara 4,646 g/ml hingga ragam pada tingkat kepercayaan 5%,

indeks penyerapan air dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan formula can (p=0,05) dapat diketahui nilai

ormula 1 namun tidak . Sedangkan Formula 1 tidak

A menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan air, indeks penyerapan air semakin besar. Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai indeks penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan Formula 2 dan Formula 3. Polina (1995) menyatakan indeks penyerapan air ngaruhi kadar air, ukuran partikel, dan komposisi bahan. Penelitian Singh et

(2005) melaporkan bahwa meningkatnya kadar air bahan dapat meningkatkan 4.679ab

(14)

45 IPA. Peningkatan IPA pada ekstrudat dapat dipengaruhi oleh denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan swelling serat kasar yang berubah selama proses ekstrusi.

Nilai IPA meningkat dengan peningkatan kelembaban karena degradasi pati yang lebih besar selama ekstrusi pada level kelembaban rendah sehingga semakin banyak pati yang terlarut mengakibatkan penurunan nilai IPA dan peningkatan nilai IKA (Apriani, 2009). Gomez dan Aguilera (1983) menyatakan bahwa proses degradasi pati pada kadar air yang lebih rendah selain meningkatkan IKA juga menurunkan IPA.

Gambar 15 menunjukkan Formula 1 dan Formula 4 memiliki nilai indeks penyerapan air menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi bekatul dalam formula bahan baku. Hal ini terkait dengan nilai derajat gelatinisasi, semakin meningkatnya jumlah pati tergelatinisasi maka jumlah amilosa yang berdifusi keluar juga semakin tinggi. Amilosa yang terdifusi dari struktur asalnya merupakan gugus pengikat air yang baik. Sehingga semakin banyak amilosa yang terdifusi keluar, semakin banyak pula air yang bisa terserap (Cahyono, 1999).

e. Indeks Kelarutan Air (IKA)

Indeks kelarutan air menunjukkan banyaknya bahan yang dapat larut dalam air dalam jumlah tertentu. Indeks kelarutan air (IKA) menunjukkan jumlah partikel produk yang dapat larut dalam air (Apsari, 2006). Colona et al., (1984) melaporkan bahwa setelah pati mengalami gelatinisasi maka akan terjadi degradasi amilosa dan amilopektin menghasilkan molekul yang lebih kecil. Degradasi tersebut disebabkan pada saat ekstrusi bahan berada dalam keadaan suhu dan tekanan tinggi. Molekul yang relatif kecil inilah yang lebih mudah larut dalam air (Apriani, 2009).

Menurut Polina (1995), partikel yang terlarut dalam air adalah karbohidrat yang mempunyai berat molekul besar dan mengembang merupakan pecahan dari molekul pati. Terjadinya dekstrinasi pada proses pemasakan ekstrusi akan meningkatkan indeks kelarutan air. Tingkat pemasakan dapat ditunjukkan oleh nilai derajat gelatinisasi. Oleh karena itu, semakin tinggi derajat gelatinisasi maka indeks kelarutan airnya akan meningkat.

(15)

Gambar 16. Hasil pengukuran

Keterangan : Suhu ekstrusi 135

pada uji Duncan dengan taraf 5% Formula 1 : Perbandingan Formula 2 : Perbandingan Formula 3 : Perbandingan Formula 4 : Perbandingan

Indeks kelarutan air produk berkisar antara 0,0139

g/ml. Berdasarkan analisis sidik kelarutan air dipengaruhi oleh

dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui bahwa n

untuk masing-masing sampel berbeda nyata.

semakin tinggi konsentrasi penambahan air maka indeks kelarutan air akan

menurun.

Menurut Rzedzicki

proses, seperti kelembaban bahan

kelembaban bahan menyebabkan penurunan nilai IKA. Peningkatan kelembaban bahan mentah dalam pemasakan ekstrusi akan mempengaruhi intensitas tekanan dalam proses yaitu lebih menurun sehingga menurunkan pula derajat deks polimer pati yang mempengaruhi nilai IKA.

bahwa menurunkan kadar air bahan dapat meningkatkan IKA. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya degradasi pati.

Peningkatan persentase bekatul dalam bahan baku menyebabkan indeks kelarutan air menurun. Hal ini terlihat pada nilai indeks kelarutan air antara Formula 1 dan Formula 4. Menurut Pontoh (1986) di dalam Cahyono (1999),

0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 IK A ( g/ m l)

. Hasil pengukuran indeks kelarutan air (IKA)

Suhu ekstrusi 1350C. Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata pada uji Duncan dengan taraf 5%

Formula 1 : Perbandingan grits jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% Formula 2 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% Formula 3 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% Formula 4 : Perbandingan grits jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

Indeks kelarutan air produk berkisar antara 0,0139 g/ml erdasarkan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan kelarutan air dipengaruhi oleh perlakuan formula (Lampiran

dengan uji Duncan (p=0,05) dapat diketahui bahwa nilai indeks kelarutan air masing sampel berbeda nyata. Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan air maka indeks kelarutan air akan

Menurut Rzedzicki et al., (2004), nilai IKA dipengaruhi oleh parameter proses, seperti kelembaban bahan dan temperatur ekstrusi. Peningkatan kelembaban bahan menyebabkan penurunan nilai IKA. Peningkatan kelembaban bahan mentah dalam pemasakan ekstrusi akan mempengaruhi intensitas tekanan dalam proses yaitu lebih menurun sehingga menurunkan pula derajat deks polimer pati yang mempengaruhi nilai IKA. Singh et al.,

bahwa menurunkan kadar air bahan dapat meningkatkan IKA. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya degradasi pati.

Peningkatan persentase bekatul dalam bahan baku menyebabkan indeks kelarutan air menurun. Hal ini terlihat pada nilai indeks kelarutan air antara Formula 1 dan Formula 4. Menurut Pontoh (1986) di dalam Cahyono (1999),

0.0139a

0.0287d

0.0144b

Formula1 Formula2 Formula3

Sampel

46

(IKA) sereal bekatul Huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak beda nyata

jagung dan SRB 85:15, penambahan air 11% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 5% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 8% jagung dan SRB 80:20, penambahan air 11%

g/ml hingga 0,0287

ragam pada tingkat kepercayaan 5%, indeks

Lampiran 21). Selanjutnya

ilai indeks kelarutan air Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan air maka indeks kelarutan air akan

(2004), nilai IKA dipengaruhi oleh parameter dan temperatur ekstrusi. Peningkatan kelembaban bahan menyebabkan penurunan nilai IKA. Peningkatan kelembaban bahan mentah dalam pemasakan ekstrusi akan mempengaruhi intensitas tekanan dalam proses yaitu lebih menurun sehingga menurunkan pula derajat dekstrinasi (2005) melaporkan

bahwa menurunkan kadar air bahan dapat meningkatkan IKA. Hal ini mungkin

Peningkatan persentase bekatul dalam bahan baku menyebabkan indeks kelarutan air menurun. Hal ini terlihat pada nilai indeks kelarutan air antara Formula 1 dan Formula 4. Menurut Pontoh (1986) di dalam Cahyono (1999),

0.0171c

(16)

47 semakin besar nilai derajat gelatinisasi, indeks kelarutan air akan meningkat karena karbohidrat yang tergelatinisasi lebih mudah larut.

f. Ketahanan dalam Susu

Uji ketahanan dalam susu biasa dilakukan untuk produk sereal sarapan. Makanan ini umumnya dimakan dingin, dimakan bersama susu atau dimakan langsung. Uji ketahanan dalam susu dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh produk ekstrusi untuk mempertahankan kerenyahan di dalam susu. Menurut Baik et al., (2003), karakteristik fisik yang diinginkan dari produk sereal sarapan mengembang (puffed cereal) adalah tekstur yang renyah dan daya tahan kerenyahan di dalam susu yang cukup baik.

Hasil uji ketahanan dalam susu pada produk sereal bekatul dapat dilihat pada Tabel 5. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh produk ekstrusi untuk mempertahankan kerenyahan dalam susu menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki karakteristik fisik yang mendekati produk sereal sarapan (Apsari, 2006).

Tabel 5. Hasil uji ketahanan produk sereal bekatul dalam susu

Uji ketahanan dalam susu dilakukan pula terhadap produk sereal sarapan komersial. Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui daya tahan kerenyahan produk sereal sarapan komersial di dalam susu dan untuk membandingkan daya tahan kerenyahan produk sereal ekstrusi di dalam susu. Produk sereal ekstrusi yang memiliki waktu ketahanan dalam susu yang mendekati atau lebih lama dibandingkan dengan waktu ketahanan dalam susu produk sereal sarapan komersial berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk sereal sarapan (Apsari, 2006).

Formula Ketahanan produk sereal dalam susu

Formula 1 52 menit 48 detik

Formula 2 44 menit 58 detik

Formula 3 53 menit 04 detik

(17)

48 Produk sereal sarapan komersial yang diuji terbuat dari campuran jagung dan tepung gandum utuh. Produk sereal sarapan ini dilapisi dengan gula sehingga mempengaruhi waktu ketahanan dalam susu. Waktu yang dibutuhkan produk sereal sarapan komersial untuk mempertahankan kerenyahannya di dalam susu adalah 22 menit 39 detik.

Berdasarkan data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat variasi waktu ketahanan dalam susu pada produk sereal bekatul. Adanya penambahan bekatul cenderung menurunkan waktu ketahanan dalam susu. Hal ini karena kandungan serat yang tinggi pada bekatul sehingga produk sereal lebih mudah menyerap susu.

2. Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik banyak dilakukan untuk mengetahui kesukaan produk di pasaran. Salah satu uji organoleptik yang sering digunakan untuk tujuan pengembangan produk adalah uji kesukaan (hedonik). Hasil uji hedonik merupakan respon kesukaan konsumen terhadap rangsangan motorik indra penglihatan, peraba, pembau, dan perasa tanpa membandingkan dengan produk sejenis (Muliany, 2005).

Atribut yang diujikan adalah rasa, kerenyahan, dan warna dengan skala 1 (amat sangat tidak suka) sampai 7 (amat sangat suka) dengan uji hedonik. Atribut penilaian keseluruhan (overall) diujikan dengan skala 1 (paling disukai) sampai 4 (paling tidak disukai) dengan uji peringkat hedonik.

Hasil uji peringkat kesukaan menempatkan formula 3 menjadi formula yang paling disukai panelis seperti terlihat pada pada Gambar 17. Dimana Formula 3 mendapatkan nilai terendah (1.90) dan berbeda nyata dibandingkan dengan ketiga formula lainnya (p<0.05). Hasil pengujian peringkat hedonik diperkuat dengan hasil uji kesukaan dengan atribut sampel yang telah ditentukan.

(18)

Gambar 17. Uji peringkat hedonik sereal bekatul atribut keseluruhan

Pengujian organoleptik dengan uji kesukaan dilakukan terhadap rasa, kerenyahan dan warna. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar

untuk atribut rasa, Gambar

atribut warna.

Berdasarkan Gambar 18

disukai panelis pada

memperoleh skor lebih rendah dibandingkan dengan Formula 1 dan atribut warna memperoleh skor lebih rendah dibandingkan dengan For

pada taraf disukai

atas menjelaskan bahwa Formula 3 merupakan formula terbaik dari sisi uji

hedonik. Gambar 18. Uji 3,70 3,80 3,90 4,00 4,10 4,20 4,30 4,40 4,50 4,60 S k o r 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 S k o r

Gambar 17. Uji peringkat hedonik sereal bekatul atribut keseluruhan

Pengujian organoleptik dengan uji kesukaan dilakukan terhadap rasa, kerenyahan dan warna. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar

rasa, Gambar 19 untuk atribut kerenyahan dan Gambar

Berdasarkan Gambar 18, 19, dan 20 dapat dilihat bahwa F

panelis pada atribut rasa. Penilaiam hedonik pada atribut kerenyahan memperoleh skor lebih rendah dibandingkan dengan Formula 1 dan atribut warna memperoleh skor lebih rendah dibandingkan dengan Formula 2 akan tetapi masih pada taraf disukai oleh panelis yaitu dengan skor lebih tinggi dari 4,00

atas menjelaskan bahwa Formula 3 merupakan formula terbaik dari sisi uji

Gambar 18. Uji hedonik sereal bekatul atribut rasa

4.17ab 4.03ab 4.50b 3,70 3,80 3,90 4,00 4,10 4,20 4,30 4,40 4,50 4,60

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Formula

2,23

2,80

1,90

3,07

Formula 1 Formula 2 Formla 3 Formula 4

Formula

49

Gambar 17. Uji peringkat hedonik sereal bekatul atribut keseluruhan (overall)

Pengujian organoleptik dengan uji kesukaan dilakukan terhadap atribut

rasa, kerenyahan dan warna. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 18

kerenyahan dan Gambar 20 untuk

, 19, dan 20 dapat dilihat bahwa Formula 3 lebih

rasa. Penilaiam hedonik pada atribut kerenyahan memperoleh skor lebih rendah dibandingkan dengan Formula 1 dan atribut warna mula 2 akan tetapi masih yaitu dengan skor lebih tinggi dari 4,00. Uraian di

atas menjelaskan bahwa Formula 3 merupakan formula terbaik dari sisi uji

hedonik sereal bekatul atribut rasa

3.97a

Formula 4 3,07

(19)

Gambar 19. Uji hedonik sereal bekatul atribut kerenyahan

Gambar 20. Uji hedonik sereal bekatul atribut warna

Penambahan konsentrasi bekatul cenderung menurunkan kesukaan terhadap rasa. Penampilan rasa dapat diperbaiki dengan penambahan

seperti gula dan flavor; dan pelapisan (

Menurut Hollingsworth (1996), parameter yang mempengaruhi panelis dalam menilai kerenyahan adalah kekerasan, kecenderungan untuk pecah atau hancur,

kunyahan, kelembaban atau kadar air, dan gigitan (

konsentrasi bekatul cenderung menurunkan kesukaan panelis terhadap kerenyahan produk. Hal ini terkait dengan konsentrasi serat yang tinggi pada bekatul, sehingga dengan meningkatnya konsentrasi

akan semakin keras.

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 S k o r 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 S k o r

Gambar 19. Uji hedonik sereal bekatul atribut kerenyahan

Gambar 20. Uji hedonik sereal bekatul atribut warna

Penambahan konsentrasi bekatul cenderung menurunkan kesukaan terhadap rasa. Penampilan rasa dapat diperbaiki dengan penambahan

seperti gula dan flavor; dan pelapisan (coating) pada produk akhir sereal bekatul. Menurut Hollingsworth (1996), parameter yang mempengaruhi panelis dalam menilai kerenyahan adalah kekerasan, kecenderungan untuk pecah atau hancur,

mbaban atau kadar air, dan gigitan (toothpacking

konsentrasi bekatul cenderung menurunkan kesukaan panelis terhadap kerenyahan produk. Hal ini terkait dengan konsentrasi serat yang tinggi pada bekatul, sehingga dengan meningkatnya konsentrasibekatul maka produk sereal akan semakin keras.

5.17b 3.60a 5.03b 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

Formula 1 Formula 2 Formla 3 Formula 4

Formula 3.83a 5.33c 4.43b 4.13ab 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

Formula 1 Formula 2 Formla 3 Formula 4

Formula

50

Gambar 19. Uji hedonik sereal bekatul atribut kerenyahan

Gambar 20. Uji hedonik sereal bekatul atribut warna

Penambahan konsentrasi bekatul cenderung menurunkan kesukaan terhadap rasa. Penampilan rasa dapat diperbaiki dengan penambahan bahan lain

) pada produk akhir sereal bekatul. Menurut Hollingsworth (1996), parameter yang mempengaruhi panelis dalam menilai kerenyahan adalah kekerasan, kecenderungan untuk pecah atau hancur, toothpacking). Peningkatan

konsentrasi bekatul cenderung menurunkan kesukaan panelis terhadap kerenyahan produk. Hal ini terkait dengan konsentrasi serat yang tinggi pada bekatul maka produk sereal

4.00a

Formula 4

4.13ab

(20)

51 Parameter warna tidak akan mempengaruhi secara nyata terhadap penilaian penampakkan produk sereal karena desain kemasan produk akan dibuat dalam bentuk aluminium foil. Selain itu penampilan warna dapat diperbaiki dengan pelapisan (coating) setelah proses ekstrusi.

3. Analisis Proksimat

Analisis kimia dilakukan terhadap formula sereal bekatul terpilih. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air (metode oven), kadar abu (metode pengabuan kering), kadar protein (metode Kjeldahl), kadar lemak (metode Soxhlet), kadar karbohidrat (by difference), dan kadar serat pangan (metode enzimatis). Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung pada keempat formula terpilih. Komposisi kimia produk sereal bekatul terpilih dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis proksimat formula terpilih Formula Hasil Analisis Proksimat (% bb)

Air Protein Lemak Abu Karbohidrat Serat Pangan*) Formula 1 3.33b 10.26b 2.25a 3.11b 81.05d 7.26a Formula 2 3.30b 9.70a 4.47b 2.79a 79.73c 7.93b Formula 3 3.67c 10.52bc 4.41b 3.40c 77.99a 8.19b Formula 4 2.89a 10.73c 4.51b 3.12b 78.74b 7.47a

Catatan: Huruf yang sama pada kolom hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa formula tersebut tidak berbeda nyata. *) Total Dietary Fiber (TDF)

Berdasarkan formula yang dihasilkan dapat dilihat bahwa keempat sereal yang dihasilkan mempunyai kadar air yang relatif rendah yaitu sekitar 3%. Kadar air pada produk sereal menjadi faktor kritis dalam penerimaan mutu. Nilai kadar air yang dihasilkan memenuhi syarat mutu kadar air makanan produk ekstrusi. Menurut SNI 01-2886-2000, kadar air makanan produk ekstrusi maksimal 4% (bb). Menurut Winarno (2002), pada tingkat kadar air 5 persen produk sereal tetap aman dikonsumsi. Bahan dengan kadar air 3-7 persen akan mencapai kestabilan yang optimum. Kadar protein produk sereal bekatul sekitar 10%. Menurut Cahyono (1999), bertambahnya bekatul pada formula bahan baku meningkatkan kadar protein dari bahan tersebut.

Kadar lemak produk sereal bekatul sekitar 4% kecuali Formula 1 memiliki kadar lemak relatif rendah yaitu 2,25%. Nilai kadar lemak yang

(21)

52 dihasilkan memenuhi syarat mutu kadar lemak makanan produk ekstrusi tanpa proses penggorengan. Menurut SNI 01-2886-2000, kadar lemak makanan produk ekstrusi tanpa proses penggorengan maksimal 30% (bb). Kadar abu relatif rendah yaitu berkisar antara 3%. Hasil kadar abu pada Tabel 6 memperlihatkan peningkatan kadar abu berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi bekatul pada formula.

Kadar karbohidrat pada produk sereal bekatul cukup rendah yaitu berkisar antara 75-80%. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Konsentrasi bekatul yang semakin tinggi pada formula, menurunkan kadar karbohidrat produk sereal. Hal ini disebabkan oleh kadar karbohidrat pada bekatul cukup rendah yaitu 33,5-52,3% (Hui, 1996). Peningkatan penambahan air pada formula juga menurunkan kadar karbohidrat. Hal ini disebakan karena semakin banyak pati yang mengalami gelatinisasi.

Kadar total serat pangan produk sereal bekatul berkisar antara 7-8%. Namun Formula 1 memiliki nilai kadar serat pangan yang paling rendah yaitu 7,26%. Muchtadi (2000) menyatakan bahwa serat makanan tidak larut merupakan kelompok terbesar dari serat dalam makanan, sedangkan serat larut menempati jumlah sepertiganya.

Gambar

Gambar 9. Produk sereal bekatul terpilih tampak depan
Gambar 12 . Hasil pengukuran derajat
Gambar 16 . Hasil pengukuran
Gambar 17. Uji peringkat hedonik sereal bekatul atribut keseluruhan
+3

Referensi

Dokumen terkait

akuntansi keuangan daerah (meliputi: pencatatan, penggolongan/pengklasifikasian, dan pelaporan) yang dilaksanakan dengan baik sesuai aturan yang berlaku maka dapat

Golongan Khawarij juga merupakan salah satu kelompok yang memiliki pemahaman agama yang radikal dan tekstual yang pernah muncul dalam catatan perjalanan sejarah

Menurut Sudjana dan Rivai (2002: 45), kriteria-kriteria pemilihan media pembelajaran adalah sebagai berikut. 1) Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran. Media pembelajaran

Kemudian sejauhmana pilihan terhadap saluran komunikasi ditentukan oleh tingkat keinovatifan petani dalam mengakses dan menggunakan saluran komunikasi yang ada serta

hidup akan gaya. Semakin bagus barang tersebut dengan sendirinya simbol status sosial semakin merangkak naik. Sebuah makna hanya dapat “disimpan” di dalam

penuaan jaringan tubuh dan mencegah arteriosklerosis serta diabetes. Berdasarkan hal diatas, maka penelitian ini mencoba untuk menganalisis kandungan gizi pada

dikhawatirkan akan mempengaruhi laju alir saliva sehingga menyebabkan mulut terasa kering dan dapat menimbukan karies karena aliran saliva sebagai self cleansing

tidak akan dapat berpikir secara kretaif dan inovatif jika masih dipunyai pemikiran yang menganggap bahwa yang dianut kebanyakan orang identic sebagai yang benar, maka