• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI

3.1

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilakukan di Sub DAS Cisadane hulu dengan menggunakan outlet sungai daerah Batubeulah. Sub DAS Cisadane Hulu secara geografis terletak pada 106°28’53.61”-106°56’42.32” BT dan 06°31’21.54”-06°47’16.87” LS. Outlet sungai pada Batubeulah terletak pada 106°41’211”BT dan 06°31’21”LS. Letak Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Wilayah Sub DAS Cisadane Hulu (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2007)

Sub DAS Cisadane Hulu yang terletak pada Propinsi Jawa Barat memiliki DAS yang berbentuk radial, dengan bentuk DAS melebar dan anak-anak sungai mengalir dengan arah yang terkonsentrasi di satu titik yaitu outlet Batubeulah. Penelitian dilaksanakan pada bulan maret 2010 sampai dengan Januari 2011.

3.2 ALAT DAN BAHAN

1. Alat penelitian ini dilaksanakan dengan alat bantu berupa perangkat komputer dengan menggunakan open souce software MapWindow GIS 4.6 SR, MWSWAT, dan SWAT Ploth and Graph, SWATCUP.

(2)

2. Bahan-bahan yangyang digunakan antara lain :

a. Data global. berupa peta DEM (Digital Elevation Mode) dengan resolusi 90 m x 90 m yang berasal dari STRM (Shuttle Radar Thopography Mission) International Centre for tropical Agricultutre (CIAT) tahun 2004. Kemudian peta digital Australasia drainage basin.

b. Data Lokal

1. Data debit outlet sungai Cisadane Batubeulah tahun 2009 dari Balai PSDA Bogor. 2. Peta tanah Sub DAS Cisadane Hulu skala 1 : 250000 dan peta batas Sub DAS

Cisadane Hulu dari BPDAS Ciliwung –Cisadane Bogor dan Limnologi Lipi Bogor. 3. Peta landuse olahan citra satelit Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2008 skala 1:

250000 dari BPDAS Ciliwung–Cisadane Bogor.

4. Data iklim harian stasiun iklim Darmaga tahun 2004-2009 dari BKMG Jakarta. 5. Data curah hujan harian tahun 2004-2009 dari pos hujan Sub DAS Cisadane Hulu

dari Balai PSDA Bogor.

6. Daftar stasiun iklim (stsnlist.txt) yang berisi nomor dan nama stasiun dan pos hujan yang digunakan.

3.3 METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan penelitian terdiri dari lima tahap kegiatan. Kegiatan tersebut, antara lain: 1) pengumpulan data, 2) pengolahan data, 3) analisis MWSWAT, 4) kalibrasi data 5) validasi. Adapun diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data didapat dari penelitian sebelumnya atau dari instansi terkait. Data – data tersebut terdiri dari dua jenis data yaitu data spasial dan data teks (atribut). Data hidrologi DAS Cisadane Hulu berupa data debit harian di SPAS (Stasiun Pencatat Aliran Sungai) Batubeulah dan data curah hujan dari pos hujan yang berada di Sub DAS Cisadane Hulu. Peta penggunaan lahan (land use), peta jenis tanah, dan peta batas Sub DAS Cisadane Hulu, peta au basin, peta DEM dan daftar stasiun iklim (stnlist.txt).

2. Pengolahan Data a. Data spasial

Beberapa data masukan yang diperlukan untuk menjalankan model hidrologi SWAT berupa data spatial (peta – peta). Peta – peta yang diperlukan seperti peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah diperoleh dari BPDAS masih dalam bentuk vektor. Sedangkan SWAT hanya bisa mengolah data spasial dalam bentuk raster sehingga peta – peta tersebut perlu diolah terlebih dahulu menggunakan tool yang ada di Map Window yaitu tool convert a shapefile a grid dengan ukuran cell 30x30, tipe data grid long interger, dan disimpan dalam bentuk TIF, kemudian peta tersebut di reprojected dengan bantuan gistool raster (reprojected grid).

b. Data teks (atribut)

Data atribut yang diperlukan sebagai masukan SWAT adalah data tanah, data iklim, dan data debit sungai Cisadane. Data tanah dalam SWAT dimasukkan dalam fileSOL yang

(3)

adalah curah hujan , temperatur udara maksimum dan minimum harian (0C), radiasi sinar matahari harian (MJ/m2/hari), kelembaban udara harian (%). Data – data tersebut dikumpulkan file PCP, TMP, SLR, HMD, WGN.

3. Analisis MWSWAT

Analisis dilakukan dengan membandingkan keluaran output debit hasil simulasi SWAT dengan debit outlet Batubeulah yang ada dilapangan (observasi) dengan menggunakan parameter p-value dan r-factor. Nilai p-value > 0.8 langsung ke proses validasi sedangkan Nilai p-value < 0.8 harus melalui proses kalibrasi dan r-factor < 1 langsung ke proses validasi sedangkan Nilai - r-factor > 1 harus melalui proses kalibrasi.

4. Kalibrasi

Pada proses kalibrasi dimasukkan nilai parameter-parameter yang dalam bentuk range atau ketidakpastian, nilai parameter-parameter tersebut akan disimulasikan oleh SUFI2.SWATCUP. Nilai p-value > 0.8 langsung ke proses validasi sedangkan Nilai p-value < 0.8 harus melalui proses kalibrasi kembali dan r-factor < 1 langsung ke proses validasi sedangkan Nilai - r-factor > 1 harus melalui proses kalibrasi. Pada proses kalibrasi data mengenai iklim dan data debit sungai yang digunakan adalah data dari tahun 2004 sampai dengan 2006, sedangkan data mengenai peta tanah dan peta penggunaan lahan yang digunakan adalah tahun 2008.

5. Validasi

Pada proses validasi dimasukan nilai parameter-parameter hasil kalibrasi disimulasikan kembali untuk di pastikan bahwa hasil kalibrasi dapat valid digunakan. Model dianggap valid jika lebih dari 80% data hasil observasi perpotongan dengan luasan grafik 95PPU (p-value > 0.8). Selain itu, rata – rata selisih nilai antara batas bawah (pada level 2.5%) dan batas atas (pada level 97.5%) grafik 95PPU lebih kecil dari standar deviasi data hasil observasi (r-fator < 1). Pada proses validasi data mengenai iklim dan debit yang digunakan adalah data dari tahun 2007 sampai dengan 2009, sedangkan data untuk peta tanah dan penggunaan lahan adalah tahun 2008.

3.3.1 Map Window Soil and Water Assessment Tool (MWSWAT)

1. Pengumpulan data.

Data yang diperoleh berupa data sekunder yang diperoleh dari Balai Pengolahan Sumber Daya Air (PSDA) Bogor, Balai Pengolahan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ciliwung-Cisadane, Limnologi LIPI Bogor, dan BMKG Jakarta.

2. Pengolahan data.

a. Pengolahan data peta digital dilakukan dengan menggunakan software Global Mapper v7, arc view 3.3 dan Mapwindow 4.6SR.

1. Memotong peta DEM, basin, landuse, dan tanah sesuai dengan daerah penelitian. 2. Memberi ID tambahan pada Tabel atribut peta tanah (SOIL_ID) dan landuse

(LANDUSE_ID) sesuai dengan ID yang terdapat pada dabase mwswat.mdb. 3. Menyamakan sisten koordinat pada peta agar dapat digunakan bersama

(4)

Tidak

Ya Tidak

Gambar 4. Diagram Alir Validasi dan Kalibrasi model MWSWAT

Mulai

Analisis MWSWAT

Kalibrasi

Pengolahan Data :

Pengolahan data peta

dan iklim

Data spatial

Data iklim 2004-2006

Validasi

Menggunakan data

2007-2009

selesai

p-value > 0.8 r-factor < 1 p-value > 0.8 r-factor < 1

ya

(5)

3. Menyiapkan data iklim

1. Menyiapkan data stasiun (stnlist.txt) dengan kordinat, elevasi, serta nama dan pos yang digunakan.

2. Menyiapkan data hujan harian (.pcp) tahun 2009 dalam satuan mm yang berasal dari stasiun iklim Darmaga, pos hujan Empang serta PLTA Karacak.

3. Menyiapkan data temperatur harian dalam satuan °C dari stasiun iklim Darmaga 2009. 4. Menyiapkan data iklim tahun 2003-2009 didalam file generator (.wgn).

Untuk membentuk weather generator, data iklim yang ada diolah menjadi beberapa tahapan yang meliputi :

a. TITTLE : judul pada baris pertama file. Wgn b. WLATITUDE : koordinat lintang pada stasiun iklim. c. WLONGITUDE : koordinat bujur pada stasiun iklim. d. WLEV : elevasi stasiun iklim (m).

e. RAIN_YRS : jumlah tahun data iklim yang digunakan. f. Temperatur maksimum (TMPMX)

Temperatur ini merupakan suhu maksimum rata – rata harian pada satu bulan tertentu selama n tahun, untuk contoh suhu maksimum rata – rata pada bulan Januari 10 tahun.

Dimana :

Tmx,bulan = temperatur maksimum harian selama pencatatan pada bulantersebut (0C).

N = jumlah hari perhitungan temparatur maksimum pada bulan tersebut.

g. Temperatur Minimum (TMPMN)

Temperatur ini merupakan suhu minimum rata – rata pada satu bulan tertentu selama n tahun. Contoh suhu minimum rata – rata pada bulan Januari selama 10 tahun.

Dimana :

Tmn,bulan = temperatur minimum harian selama pencatatan pada bulan itu (0C). N = jumlah hari perhitungan temperatur minimum pada bulan tersebut.

h. Standar Deviasi Suhu Maksimum Harian (TMPSTMTDMN) Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

(6)

Dimana :

σmx = standar deviasi suhu maksimum.

Tmxbulan = suhu maksimum harian pada bulan tertentu.

N = periode waktu (tahun).

i. Standar Deviasi Suhu Minimum Harian (TMPSTMTDMN) Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

Dimana:

σmx = standar deviasi suhu minimum.

Tmxbulan = suhu minimum harian pada bulan tertentu.

N = periode waktu (tahun).

j. Curah Hujan Rata – rata (PCPMM)

Curah hujan rata – rata pada satu bulan selama n tertentu

Dimana:

Rhari,bulan = curah hujan harian selama pencatatan pada bulan tersebut (mmH2O) N = total hari pencatatan selama bulan tersebut yang digunakan untuk

menghitung rata – rata.

Tahun = jumlah tahun dari hujan harian dicatat.

k. Standar Deviasi Untuk Curah Hujan Harian (PCPSTD)

Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan.

Dimana :

σbulann = standar deviasi suhu maksimum Rhari = curah hujan harian pada bulan tertentu. Rbulan = rata – rata curah hujan dalam satu bulan. N = total bulan (jumlah tahun)

l. Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan (PCP Skew)

Dimana :

ģbulan = koefisien Skew.

Rhari.bulan = curah hujan harian pada bulan tertentu selama N tahun.

N = total tahun.

(7)

m. Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering dalam satu bulan dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-Wl).

Dimana :

hariW/D,i = jumlah hari basah yang diikuti hari kering. harikering,i = jumlah hari kering selama hari pencatatan.

n. Perbandingan jumlah hari kering ke hari kering dengan jumlah hari kering selama satu bulan (PR-W2).

Dimana :

hariW/W,i = jumlah hari basah yang diikuti hari basah. Haribasah,i = jumlah hari basah selama periode pencatatan.

o. Jumlah hujan rata – rata pada bulan tertentu selama n tahun (PCPD)

p. Jumlah curah hujan maksimum selama pencatatan (PCP mak) q. Radiasi Surya (SOLARAV)

Rata – rata radiasi surya pada satu bulan tertentu selama n tahun

r. DEW point (titik beku) s. Kecepatan angin (WNDAV)

Kecepatan angin rata – rata (m/s) pada satu bulan tertentu selama N tahun.

Perincian data input file yang diperlukan dalam SWAT dapat dilihat pada Tabel 1.

4. Operasi software SWAT

a. Langkah pertama input data yang akan digunakan yaitu DEM, Sub DAS, dan penentuan outlet dari reach.

b. Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU), input data yang dimasukan adalah interval slope, peta raster landuse dan peta raster tanah.

c. Simulasi. Setelah unit atau kelompok lahan terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan model SWAT.

d. Visualisasi hasil. Pada tahap ini, visualisai hasil diinginkan dapat dilihat. Misalnya dengan memilih parameter output debit aliran sungai harian. Visualisasi digambarkan dengan perubahan warna menurut nilai output parameter yang dipilih.

(8)

Tabel 1. File data input dalam SWAT untuk analisis hidrologi

Nama File Fungsi

RTE CROP URBAN PCP TMP SLR HMD WGN SOL MGT CIO COD FIG BSN SUB HRU GW

File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida File parameter tumbuh tanaman

File data terbangun atau urban area File data curah hujan harian

File temperature udara maksimum dan minimum harian File radiasi matahari harian

File kelembaban udara harian File data generator iklim File data tanah

File scenario pengelolaan dan penutupan lahan File untuk mengontrol data input dan output Mengontrol file input dan output

Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS Mengontrol keragaman parameter di tingkat Sub DAS Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU File air bawah tanah

5. Analisis Hasil Simulasi

Analisis dilakukan dengan membandingkan keluaran output debit hasil simulasi SWAT dengan debit outlet Batubeulah yang ada dilapangan (observasi) dengan menggunakan SWAT plot and graph. Pada SWAT plot and graph digunakan koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe (NSI). Koefisien determinan menunjukkan seberapa besar kedekatan hasil nilai observasi dengan nilai simulasi. Sedangkan Nash-Sutcliffe (NSI) digunakan untuk mengevaluasi model pada SWAT plot and graph. Range NSI antara ∞ samapai dengan 1, dengan katagori layak (NSI > 0.75), memuaskan (0.7 >NSI>0.36), dan kurang memuaskan(NSI<0.36) (Van Liew et al, 2005 dalam Sethr, 2009).

6. Validasi dan kalibrasi

Kalibrasi dan pengujian bertujuan agar output dari model yang digunakan hasilnya mendekati output dari DAS yang sebenarnya. Validasi dilakukan secara visual dengan membandingkan kurva debit hasil simulasi dengan kurva debit hasil pengukuran langsung di stasiun pengamat. Menurut Heuvelmans et al. (2004), kalibrasi dilakukan dengan cara merubah beberapa nilai parameter sensitif yang berpengaruh terhadap nilai debit hasil simulasi. Parameter tersebut antara lain CN2, SOL_K, SOL_AWC, GW_REVAP, REVAPMN, GW_DELAY, dan ALFA_BF. Proses kalibrasi dilakukan dengan menggunakan software CUP. Langkah – langkah dalam mengoperasikan SWAT-CUP dapat dilihat di bawah ini :

1. Install program SWAT-CUP dan operasikan progam tersebut. 2. Untuk proyek baru :

a) Masukan SWAT“TxtInOut” directory sebagai sumber data masukan untuk membuat proyek baru.

(9)

b) Kemudian pilih salah satu program kalibrasi yang tersedia untuk proyek baru tersebut (SUFI2, GLUE, ParaSol, MCMC).

c) Beri nama proyek baru tersebut.

d) Tentukan lokasi untuk menyimpan file proyek tersebut. Ketika file proyek tersebut disimpan program akan membuat project directory yang diinginkan dan menyalin semua TxtInOut files di Backup directory. Parameter – parameter yang ada pada file – file tersebut merupakan parameter standar yang belum dikalibrasi. 3. Pada “Project Explorer” window terdapat “Calibration Inputs” yang berisi data parameter – parameter yang akan dikalibrasi. Parameter – parameter ini harus diteliti dan diubah secara hati – hati.

4. Setelah nilai parameter – parameter tersebut diubah langkah

5. selanjutnya adalah menjalankan proses kalibrasi dengan menekan tombol“Execute” pada Tool Bar.

6. Untuk suatu proyek yang baru pastikan anda mulai dari proses paling atas yang ada pada Tool Bar “Execute”.

7. Lihat hasil dari proses kalibrasi tersebut.

8. Jika diperlukan, ganti parameter-parameter di dalam Par_infsf2 dengan parameter – parameter yang ada pada New_parssf2 dan lakukan iterasi lain. Parameter pada Par_infsf2 yang digunakan untuk mengganti parameter New_parssf2 harus memiliki interval yang lebih kecil.

9. Semua iterasi-iterasi disimpan dalam iteration history sehingga kita dapat melihat kemajuan dari proses kalibrasi.

Pada proses kalibrasi dimasukan nilai parameter-parameter yang dalam bentuk range atau ketidakpastian, nilai parameter-parameter tersebut akan disimulasikan oleh SUFI2.SWATCUP dengan mensimulasikan setiap nilai parameter ( mulai dari range minumum sampai range maksimum) yang terdapat pada nilai absolut pada SWATCUP, kemudian hasil simulasi dengan parameter-parameter tersebut dibandingakan dengan data observasi dan dilihat seberapa besar nilai perpotongan antara hasil simulasi (dalam bentuk grafik 95PPU) dengan data observasi. Menurut Abbaspour (2007), model dianggap valid jika lebih dari 80% data hasil observasi perpotongan dengan luasan grafik 95PPU (P-value > 0.8). Selain itu, rata – rata selisih nilai antara batas bawah (pada level 2.5%) dan batas atas (pada level 97.5%) grafik 95PPU lebih kecil dari stadar deviasi data hasil observasi (R-fator < 1).

Gambar

Gambar 3. Wilayah Sub DAS Cisadane Hulu (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2007)
Gambar 4. Diagram Alir  Validasi dan Kalibrasi model MWSWAT

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan citarasa sari buah jeruk masih dapat diterima selama penyimpanan dalam refrigerator sampai 3 hari untuk jeruk ukuran kecil, sedangkan pada sari

Siswa tidak dapat melafalkan aksara lokal jika sebelumnya tidak mampu mengenali bentuk aksara dan tidak mampu menyebutkan nama-nama aksara dalam aksara Satera Jontal..

Artesis alami terjadi karena tekanan air yang cukup besar dari kedalaman tertentu sehingga mampu menembus berbagai lapisan batuan dan tanah sehingga muncul di

Full costing merupakan metode penetuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya

Prospek dan kendala pengembangan jamur entomopatogenik, Beauveria bassiana untuk pengendalian hayati hama penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei. A catalog of Scolytidae and

Masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah cara memberikan warna kepada semua simpul-simpul yang ada, sedemikian rupa sehingga 2 simpul yang berdampingan

Tingkat penetrasi perangkat bergerak yang sangat tinggi, tingkat penggunaan yang relatif mudah, dan harga perangkat yang semakin terjangkau, dibanding perangkat

Dari sini peneliti dapat melihat perbedaan serta persamaan yang ada pada penelitian terdahulu yaitu dalam persamaannya ritual Fida’an dan ritual Sedekah bumi