• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT ALUMINIUM / FLY ASH DENGAN VARIASI FRAKSI BERAT DAN TEMPERATUR SINTERING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT ALUMINIUM / FLY ASH DENGAN VARIASI FRAKSI BERAT DAN TEMPERATUR SINTERING"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT

ALUMINIUM / FLY ASH DENGAN VARIASI

FRAKSI BERAT DAN TEMPERATUR SINTERING

Zulfikar

(1) (1)

Staf Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang

ABSTARCT

Composite materials made from aluminum powder as matrix and fly ash as reinforcement are known as Al-MMCs. They can be produced with powder metallurgy technique. This research is aim to study physical and mechanical properties of aluminum/fly ash composite with various weight fractions and sintering temperatures.The aluminum powder was obtained from Merck Germany that has irregular shape and fine particle size. The fly ash was collected from PLTU Suralaya and it has spherical shape with particle size of <53m. Fly ash powder was calcined in temperature of 800oC for 3 hours to eliminate compounds that are evaporable in sintering process. Various weight fractions of fly ash as reinforcement are 7.5%, 5%, 2.5% and 0%. Each composition of aluminum powder and fly ash was mixed for 5 hours, and then they were uniaxially pre-compacted to produce greenbody of cylinder specimens and rectangular cross-section bar specimens using a pressure of 100 MPa. The green compacts were further compacted with cold isostatic pressing using media of lubricating oil with a pressure of 100 MPa. Then the specimens were pressureless sintered with various temperatures of 500oC, 525oC, 550oC, and 575oC in argon environment for 1 hour. The sintered specimens were tested include bending strenght (MOR), Vickers hardness (Hv), wear resistance (Wa) and density (). The results

of the research indicate that the optimum mechanical properties are obtained in specimens containing 5% weight fly ash sintered at temperature of 550oC. The optimum properties of bending strength, Vickers hardness, wear resistance and density are 73.03 MPa, 40.5 kg/mm2, 0.0021 mm3/Nm and 2.504 gram/cm3respectively.

Keywords: Al-MMCs fly ash, weight fractions, sintering, physical & mechanical properties. 1. PENDAHULUAN

Komposit adalah material yang diperoleh dengan penggabungan dua atau lebih bahan penyusun yang berbeda dalam bentuk dan komposisi bahannya, masing-masing dari bahan tidak larut satu sama lain. Selalu yang diperlukan Aluminium merupakan salah satu material yang digunakan sebagai matrik pada pembuatan komposit yang disebut Aluminium Metal

Matrix Composite (Al-MMCs). Al-MMCs

Alumenium – Fly Ash (ALFA) telah berkembang penggunaannya beberapa tahun terakhir ini, sekarang sudah banyak dikembangkan dengan berbagai bahan

penguat seperti SiC, Al2O3, B4C berupa whisker

ataupun serat pendek (Van den Bergh, 1998). Dalam penelitiannya Bienas, dkk. (2003) melaporkan ada kekurang seragaman distribusi fly ash pada komposit aluminium-fly ash yang dibuat dengan teknik gravity dan squeezes casting. Oleh karena itu penulis mencoba meneliti komposit yang dibuat dari serbuk aluminium sebagai matrik, fly ash sebagai penguat yang dengan cara pressureless sintering (kompaksi dan sintering dilakukan tidak secara bersamaan). Pressureless sintering terhadap serbuk aluminium pernah dilakukan oleh Sukanto (2003) dengan material serbuk aluminium hasil atomisasi air serta Setyana dan Wildan (2004) dengan material serbuk

Al-Si yang dibuat dengan pengikiran sebagai matrik dan serbuk grafit sebagai penguat

Fly ash (abu terbang) merupakan sisa dari hasil

pembakaran batu bara pada power plants.

Permanfaatan abu terbang sebagai penguat pada matrik paduan aluminium yang disebut dengan Metal Matrix Composites (MMCs) sangat menguntungkan

dilihat dari sudut pandang lingkungan, karena

banyaknya abu yang dihasilkan dari proses

pembakaran batu bara akan menyebabkan polusi lingkungan berupa pencemaran udara dan air tanah. Fly ash mempunyai titik lebur sekitar 1300oC (Erol, dkk, 2000) dan berdasarkan uji komposisi kimia fly ash mengandung CAS (CaO-Al2O3-SiO2) dalam

jumlah besar[4] yang merupakan pembentuk utama

network glass[5]. Fly ash mempunyai precipitator dengan kerapatan massa massa (densitas) antara 2,0 –

2,5 gcm3 yang mempunyai kandungan air dan berat

yang rendah[4], sehingga dapat meningkatkan sifat

mekanis dari material yang digunakan yaitu

aluminium, di antaranya kekuatan, kekakuan dan ketahanan aus.

Pemanfaatan fly ash juga sangat menguntungkan

dilihat dari sudut pandang lingkungan, karena

(2)

pembakaran batubara akibat kecenderungan industri mulai mengalihkan sumber energi dari minyak ke

batubara, sehingga akan menyebabkan polusi

lingkungan berupa pencemaran udara dan air tanah. Penelitian ini meneliti tentang pengaruh fraksi berat penguat dan temperatur sintering terhadap sifat fisis dan mekanis Al-MMCs dengan penguat fly ash. Ejiofor dan Reddy (1997) meneliti komposit paduan

Al-Si (hyper-entectoid Al-Si)/Al2O3 dengan metode

tuang. Penambahan 3% berat alumeniumAl2O3

menyebabkan kekerasan meningkat dari 27 BHN menjadi 37 BHN dan UTSnya naik dari 75 MPa menjadi 93 MPa. Kemudian Wildan, dkk (2005)

meneliti pengaruh kandungan serbuk alumina

terhadap kekerasan dan kekuatan bending komposit

paduan Al-Si / alumina. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kekerasan dan kekuatan

bending akan optimal pada 6% berat Al2O3 dan akan menurun bila kandungan lebih dari 6% berat.pa. Sedangkan Wu dkk (2000) meneliti komposit matrik

(Al-12%Si) diperkuat 30% volume whiskers

K2O.nTiO2. Penguat tersebut dapat memperbaiki

kekuatan tarik Al-Si pada temperatur tinggi.

Selanjutnya Zhang, dkk (2004) melakukan penelitian tentang komposit matrik aluminium 6092 dengan

penguat 5% dan 15% B4C yang menghasilkan

kekuatan komposit meningkat dengan bertambahnya fraksi volume dari partikel penguat.

Arik dan Cengiz (2001) meneliti komposit serbuk Al/ 3% berat C yang dikompaksi dengan variasi tekanan dan variasi temperatur sinter. Hasil analisa XRD menunjukkan adanya fase Al, Al2O3 dan Al4C3 pada spesimen hasil sinter. Hasil pengujian kekerasan dan transverse rupture strength meningkat dengan

bertambahnya temperatur sinter dan tekanan

kompaksi. Penelitian serupa Zhang, dkk (2004), melakukan penelitian tentang komposit alumenium 6092 dengan penguat 5% dan 15% faksi volume

B4C. Kekuatan komposit meningkat dengan

bertambahnya fraksi volume dari partikel penguat. Untuk semua fraksi volume penguat, komposit

menunjukkan laju regangan yang signifikan,

berbanding terbalik dengan laju regangan kuasi statik.pernah

Wildan dan Handayani (2004) meneliti tentang pressureless sintering paduan Al 9% Si. Pembuatan spesimen dengan variasi tekanan kompaksi 300, 400

dan 500 MPa dan Variasi Suhu Sinter 4500C, 5000C

dan 5500C selama 2 jam dalam lingkungan gas argon.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya

tekanan kompaksi dan suhu sinter akan

meningkatkan kekerasan dan densitas dari spesimen. Wildan, Rusianto dan Rochardjo (2005) meneliti

pengaruh kandungan serbuk alumina terhadap

kekerasan dan kekuatan bending komposit paduan Al-Si/Alimuna. Dari hasil penelitian disimpulkan

bahwa penambahan partikel Al2O3 menurunkan

densitas dari kompasit paduan Al-Si/Al2O3.

Kekerasan dan kekuatan bending akan optimal pada

6% berat Al2O3 dan akan menurun bila kandungan

Al2O3lebih dari 6% berat.

Sukanto (2004) terhadap aluminium akibat pengaruh tekanan kompaksi dan temperatur sinter. Hasil penelitian menunjukkan densitas maksimum setelah

sintering sebesar 2,306 gr/cm3 terjadi pada suhu

5000C dan tekanan 435 MPa. Begitu juga kekerasan

maksimum sebesar 44, 541 BHN dan kekuatan patah melintang maksimum sebesar 20,726 MPa pun

terjadi pada suhu 500°C dan tekanan 435 MPa.

2. DASAR TEORI

Komposit dapat diartikan sebagai penggabungan dua bahan atau lebih yang memiliki phase berbeda. Komposit yang diteliti ini adalah penggabungan antara alumenium dengan abu terbang sebagai penguat. Alumenium (Al) merupakan unsur logam yang cukup banyak terdapat dalam alam. Alumenium ditemukan oleh Sir Humpherey Davy pada tahun 1809, dan pertama kali direduksi sebagai logam oleh Hans Christian Oerted tahun 1825. Pada tahun 1886, Paul Heroult di Perancis dan C.M. Hall di Amerika Serikat secara terpisah telah memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa dari

garamnya yang terfusi. Penggunaan aluminium

sebagai logam setiap tahunnya adalah pada urutan kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi diantara logam non ferro.

Sifat fisis dan mekanis komposit aluminium / fly ash yang diteliti adalah densitas; kekuatan bending, kekerasan dan ketahanan aus.

Densitas aktual diuji menggunakan teori Archimedes[3].

fluida fluida udara udara

x

W

W

W

)

(

… (1)

Pengujian kekuatan bending dilakukan untuk

mengetahui flexural strength material, pengujian dilakukan dengan metode Four Point Bending dengan standar pengujian JlS R 1601 (Somiya,1989) seperti skema “Gambar (1)”

B Ffail/2 Ffail/2 S1 Ffail/2 W S2 S1 B W Ffail/2 Ffail/2 Ffail/2 Ffail/2

(3)

Jurnal Teknik Mesin Vol. 7, No.2,Desember 2010 ISSN 1829-8958

108 Hasil pengujian four point bending dapat dihitung

dengan persamaan berikut:

2 2 1

2

3

BW

)F

S

(S

I

My

σ

fail MOR

… (2)

Metode pengukuran kekerasan dilakukan dengan uji Vickers dengan mengacu pada ASTM Standard E 92-82 Volume 03.01 (2003). Angka kekerasan Vickers dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

2

8544

,

1

d

P

Hv

… (3)

Gambar 2 Pengujian Vickers

Pengujian laju keausan dilakukan dengan metode pin on abrasive disc dengan mengacu pada standar ASTM (ASTM, G99, 203). Laju keausan dihitung dengan persamaan (Izeiler dan Muratoglu, 2003)

)

/

(

.

3

Nm

mm

S

F

V

Wa

… (4) 3 METODOLOGI PENELITIAN

Serbuk Aluminium (SA)

Uji komposisi

Mixing dengan variasi fraksi berat

92,5% SA + 7,5% FA; 95% SA + 5% FA; 97,5% SA + 2,5% FA; 100% SA + 0% FA

Kompaksi pada tekanan 120 MPa

Sintering dengan variasi temperatur

500oC, 525oC, 550oC, 575oC,…

Kesimpulan Mulai

Selesai

Fly Ash (FA)

Uji Keausan Analisis Data Uji Density Uji Bending Uji Kekerasan Pengamatan Struktur Mikro/SEM Kalsinasi (8000C,3jam) Sieving (<53 µm) Uji Komposisi

(4)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bahan

4.1.1. Serbuk Aluminium

Serbuk aluminium Alumunium silikat, yang

berwarna silver digunakan sebagai matrik diperoleh dari Merck Germany melalui PT Kimia Raya Semarang. Berdasarkan foto SEM, serbuk aluminium

berbentuk serpihan yang irreguler seperti

ditunjukkan pada “Gambar (4)”.

Gambar 4 Foto SEM Serbuk Aluminium.

Berdasarkan uji EDX, serbuk aluminium memiliki unsur kimia seperti “Tabel (1)” berikut;

Tabel 1 Unsur kimia yang terkandung pada serbuk aluminium.

Hasil Uji EDX (% Elemen) Unsur I II III Rerata (%) C 1,03 0,66 0,83 0,84 O 1,07 3,34 1,48 1,96 Al 97,90 96,00 97,69 97,20 Total 100 100 100 100

4.1.2. Serbuk Fly ash

Fly ash berbentuk spherical dengan gumpalan halus digunakan sebagai penguat. Warna fly ash sebelum kalsinasi abu-abu dan sesudah kalsinasi berwarna pink. Pada “Gambar (5)” dapat dilihat foto SEM fly ash sebelum kalsinasi dan pada “Gambar (6)” foto SEM fly ash setelah kalsinasi dan sieving.

Gambar 6 Foto SEM fly ash setelah kalsinasi dan sieving

Pada “Tabel (2)” dan “Tabel (3)” berikut dapat dilihat hasil EDX fly ash;

Tabel 2. Unsur kimia yang terkandung pada fly ash sebelum kalsinasi

Hasil Uji EDX (% Elemen) Unsur I II III Rerata (%) C 2,08 2,75 2,93 2,59 O 44,23 41,67 41,79 42,56 Na 0,88 0,99 0,85 0,91 Mg 1,23 0,74 0,78 0,92 Al 15,04 18,99 19,57 17,87 Si 11,49 13,41 14,35 13,08 S 2,13 0,49 - 0,87 K 1,07 1,25 1,14 1,15 Ca 9,24 5,65 5,52 6,80 Ti 1,46 - - 0,49 Fe 11,15 14,06 13,06 12,76 Total 100 100 100 100

Tabel 3 Unsur kimia yang terkandung pada fly ash setelah kalsinasi dan sieving

Hasil Uji EDX (% Elemen) Unsur I II III Rerata (%) C 1,98 1,99 1,84 1,94 O 44,45 43,12 45,38 44,32 Na 1,18 0,95 0,65 0,93 Mg 0,85 0,77 0,64 0,75 Al 18,97 19,94 18,79 19,23 Si 13,92 13,67 12,39 13,33 S 0,43 0,53 0,44 0,47 K 1,63 1,70 1,62 1,65 Ca 4,79 5,41 5,65 5,28 Ti - - 1,12 0,37 Fe 11,80 11,92 11,48 11,73 Total 100 100 100 100

4.2 Hasil Pengujian dan Pembahasan 4.2.1. Pengujian Densitas

Densitas aktual komposit dapat diperoleh dari

“Persamaan (1)”. Pengujian densitas dilakukan

(5)

Jurnal Teknik Mesin Vol. 7, No.2,Desember 2010 ISSN 1829-8958

110 dapat dilihat pada “Tabel (4)” dan “Gambar (7)”

berikut;

Tabel 4 Rerata uji Densitas Al-MMCs dengan penguat fly ash

Densitas pada Suhu Sinter (0C)

Persentase berat penguat 500 525 550 575 7,5 2,391 2,41 2,424 2,418 5 2,467 2,491 2,504 2,498 2,5 2,4 2,42 2,434 2,428 0 2,377 2,395 2,407 2,403 2,360 2,380 2,400 2,420 2,440 2,460 2,480 2,500 2,520 0 2,5 5 7,5

Persen berat penguat fly ash

D e n s it a s (g ra m /c m 3) 500oC 525oC 550oC 575oC

Gambar 7 Grafik hubungan densitas vs % berat penguat fly ash

Hasil pengujian densitas seperti yang terlihat pada “Gambar (7)” memperlihatkan temperatur sinter

berpengaruh terhadap densitas. Densitas akan

cendrung naik apabila temperatur sinter dinaikkan

sampai 550oC, tetapi akan turun bila temperatur

sinter dinaikkan menjadi 575oC. Hal ini

menunjukkan bahwa pada temperatur 550oC proses

sinter telah terjadi dengan sempurna dengan

terbentuknya batas butir (grain boundary) antar

partikel didaerah necks yang ditandai dengan

berkurangnya porositas seperti juga terlihat foto struktur mikro.

Disamping itu fraksi berat penguat mempunyai pengaruh terhadap densitas. Bila fraksi berat penguat dinaikkan sampai 5%, maka densitas akan naik. Tetapi bila fraksi penguat dinaikkan lagi menjadi

7,5%, maka densitas akan turun. Hal ini

menunjukkan penambahan penguat fly ash yang

berlebihan akan menghambat terjadinya proses

sinter. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa densitas yang optimum terjadi pada temperatur sinter

550oC dan fraksi berat penguat fly ash 5% yaitu

sebesar 2,504 gr/cm3. 4.2.2 Pengujian Bending

Pengujian bending dilakukan untuk mengetahui Fracture Strength Maximum ( MOR). Dengan

menggunakan “Persamaan (2)” hasil MOR dapat

dilihat pada “Tabel (5)” dan grafiknya dapat dilihat pada “Gambar (8)” berikut;

Tabel 5 Rerata Hasil Pengujian Bending Al-MMCs dengan penguat Fly-Ash

Tegangan Bending pada Suhu Sinter (0C)

Persentase berat penguat 500 525 550 575 7,5 27,93 35,15 39,98 37,01 5 57,58 69,51 73,03 71,94 2,5 32,56 39,7 45,97 43,06 0 25,02 29,92 34,55 31,28 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 2,5 5 7,5

Persen Berat Penguat fly ash

K e k u a ta n B e n d in g (M P a ) 500o C 525o C 550o C 575o C

Gambar 8 Grafik hubunganMORvs % berat penguat

Hasil pengujian bending seperti yang ditunjukkan pada “Gambar (8)” bahwa spesimen yang dilakukan dengan proses cold isostatic pressure, permukaan spesimen telah mendapat tekanan permukaan yang merata. Temperatur sinter mempunyai pengaruh yang

besar terhadapMOR, karena temperatur sinter akan

dapat meningkatkan ikatan antar partikel, sehingga

kekuatan akan meningkat pula. MOR cenderung

selalu naik, apabila green compact di sinter sampai

temperatur 550oC, tetapi MOR akan turun pada

spesimen yang disinter pada temperatur 575oC. Hal

ini disebabkan terjadinya grain growth pada partikel matrik, sehingga porositas kembali terajadi yang akan melemahkan spesimen.

Disamping itu penambahan % berat penguat akan

berpengaruh terhadap MOR. MOR akan terus naik

sampai 5 % berat penguat, tetapi akan turun bila penguat dinaikkan menjadi 7.5 % berat penguat. Hal ini disebabkan oleh penguat fly ash menghambat

terjadinya proses sinter. Dengan demikianMORyang

optimum terjadi pada temperatur sinter 550oC dengan fraksi berat penguat 5 % fly ash yaitu sebesar 73,03 MPa.

Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatanMOR

bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sukanto (2004) yang menggunakan serbuk aluminium hasil

otomisasi dengan  MOR sebesar 20,726 MPa. Dan

juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Setyana (2004) yang menggunakan Al-9% Si sebagai matrik dan graphite 0% sebagai penguat,

(6)

4.2.3 Hasil Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan masing-masing dilakukan

terhadap 3 buah spesimen yang berbentuk selindris

dengan diameter 8 mm yang masing-masing

spesimen 3 titik pengujian. Angka kekerasan vickers (Hv) diperoleh dengan memberi beban sebesar 25 gram. Hasil pengujian kekerasan Vickers (Hv) diperoleh dengan menggunakan “Persamaan (3)” seperti yang terlihat pada “Tabel (6) dan “Gambar (9)”.

Tabel 6 Rerata Hasil Uji VHN dari AL-MMCs dengan penguat Fly-Ash

Harga VHN pada Suhu Sinter (0C) Persentase berat penguat 500 525 550 575 7,5 220,1 241,4 270,1 250,2 5 284,9 338,5 397,5 360,3 2,5 235,5 266,5 299,9 274,5 0 204 218,7 245,1 229,6 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 2,5 5 7,5

% Berat Penguat fly ash

H v (k g /m m 2) 500o C 525o C 550o C 575o C

Gambar 9 Grafik hubungan kekerasan vickers (Hv) vs % berat penguat

Hasil pengujian kekerasan vickers seperti yang ditunjukkan pada “Gambar (9)”, bahwa temperatur sinter mempunyai pengaruh yang besar terhadap Hv, karena temperatur sinter dapat mempengaruhi ikatan antar partikel. Ikatan yang kuat terjadi pada green

compact yang disinter pada temperatur

550oC.Penambahan fraksi berat penguat fly ash

berpengaruh terhadap Hv. Bila fraksi berat penguat ditambahkan sampai 5%, maka Hv akan cenderung naik. Tetapi bila penguat dinaikkan sampai 7,5%, maka Hv akan turun. Hal ini disebabkan penambahan penguat fly ash yang berlebihan akan menghambat terjadinya proses sinter. Proses sinter hanya terjadi pada matrik aluminium saja, sedangkan pada penguat fly ash tidak terjadi proses sinter, karena perbedaan titik lebur yang terlalu jauh (aluminium 660oC dan fly ash 1300oC). Dengan demikian Hv yang optimum

terjadi pada temperatur sinter 550oC dengan fraksi

berat penguat fly ash 5% yaitu sebesar 40,5 kg/mm2. 4.2.4 Hasil Pengujian Keausan

Pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan pin abrasive disc pada spesimen yang berbentuk selindris dengan diameter 8mm yang terlebih dahulu

diamplas agar permukaan spesimen rata dan

mengacu pada standard ASTM ( ASTM, G 99-95a, 2003). Keausan relatif diukur dengan menghitung berat spesimen yang hilang akibat abrasi dari disc yang mempunyai kekasaran permukaan 7,336 µm, dengan putaran 80 rpm dan besar beban yang diberikan 5100 gram (50,031N). Volume spesimen

yang hilang terabrasi pin dihitung sebagai

perbandingan antara berat yang hilang dengan densitas. Sedangkan laju keausan (Wa) dihitung

berdasarkan rumus (4) yang merupakan

perbandingan volume terabrasi (ΔV) dengan gaya yang bekerja pada spesimen (F) dan jarak lintasan yang ditempuh (S). Nilai keausan bersifat relatif karena bahan yang terabrasi tergantung dari sifat mekanis kedua bahan yang bergesekkan, beban dan jarak luncur. Hasil pengujian laju keausan dapat dilihat pada “Tabel (7)” dan “Gambar (10)”.

Tabel 7 Harga Rerata Laju Keausan Al-MMCs dengan penguat Fly-Ash

Laju Keausan setelah di Sinter (0C) Persentase berat penguat 500 525 550 575 7,5 0,0101 0,0091 0,0082 0,0086 5 0,0042 0,0029 0,0021 0,0026 2,5 0,0069 0,005 0,0041 0,0046 0 0,0131 0,0119 0,0111 0,0116 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012 0,014 0,0 2,5 5,0 7,5

Persen Berat Penguat fly ash

L a ju K e a u s a n (m m 3/N m ) 500o C 525o C 550o C 575o C

Gambar 10 Grafik hubungan laju keausan vs % berat penguat

Laju keausan terendah terjadi pada 5% berat penguat dengan temperatur 5500C yaitu sebesar 0,0021 mm3/ Nm, yang menunjukkan ketahanan aus terbesar pada material tersebut. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengujian kekerasan dan densitas, yang menunjukkan kekerasan dan densitas tertinggi juga terjadi pada 5% berat penguat dan temperatur sinter 5500C.

Ketahanan aus akan meningkat bila penambahan

penguat sampai 5% berat penguat dan akan turun

kembali bila penguat ditambahkan 7,5% .Hal tersebut sesuai dengan pendapat Miyajima (2003) yang menyatakan bahwa penguat jenis partikel keramik sangat efektif untuk meningkatkan ketahanan aus

(7)

Jurnal Teknik Mesin Vol. 7, No.2,Desember 2010 ISSN 1829-8958

112 pada komposit logam dengan matrik aluminium.

Permukaan fly ash yang keras dan bentuknya yang bulat (spherical) dengan ukuran yang lebih kecil dari aluminium sangat menguntungkan, karena dapat

mengisi kekosongan pada matrik aluminium.

Menurut German (1994), kerapatan yang tinggi dapat menurunkan laju keausan, sehingga ketahanan aus akan meningkat.

4.2.5 Pengamatan Struktur Mikro Dengan

Mikroskop Optik

Berdasarkan hasil pengujian diatas, bahwa sifat fisis dan mekanis yang optimum terjadi pada spesimen

yang di sinter pada temperatur 550oC dengan fraksi

berat penguat 5% fly ash. Hal tersebut dapat diperkuat dengan hasil foto struktur mikro yang ditunjukkan pada “Gambar (11)”. Pada foto struktur mikro (11.b), terlihat bahwa porositas yang terjadi

pada temperatur sinter 550oC dengan fraksi berat

penguat 5% fly ash sudah sedikit, sehingga sifat mekanisnya akan meningkat.

Porositas Porositas Fly ash Fly ash (a) (b) (c) (d) Porositas Porositas Fly ash Porositas

Gambar 11 Foto struktur mikro Al-MMCs yang disinter pada temperatur 550oC dengan fraksi berat penguat fly ash:

(a) 7,5 %, (b) 5%, (c) 2,5%, (d) 0%

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan;

1. Temperatur sinter pada spesimen Al-MMCs

dengan penguat fly ash berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis, karena temperatur sinter sangat mempengaruhi ikatan antar partikel. Sifat fisis dan mekanis akan mengalami kenaikan bila

proses sinter dilakukan pada temperatur 500oC

sampai 550oC, tetapi akan turun kembali bila

proses sinter dilakukan pada temperatur 575oC.

2. Fraksi berat penguat fly ash berpengaruh

terhadap sifat fisis dan mekanis Al-MMCs, karena penambahan fly ash akan memperkuat ikatan antar partikel bila penguat fly ash sampai 5%. Tetapi sifat fisis dan mekanis akan turun bila fly ash ditambahkan sampai 7,5%

3. Sifat fisis dan mekanis yang optimum terjadi

pada temperatur sinter 550oC dengan fraksi berat penguat 5% fly ash yaitu densitas () sebesar

2,504 gr/cm3, kekuatan bending σ MOR sebesar

73,03 MPa, kekerasan Vickers (Hv) sebesar 40,5

kg/mm2 dan laju keausan minimum (Wa min)

sebesar 0,0021 mm3/Nm.

PUSTAKA

1. ASTM Standards, Metals Test Methods and

Analytical Procedures, Volume 03.01, 2003.

2. Arik, H. dan Chengiz, B, Investigation of

Influences of Pressing and Sintering

Temperature on the Mechanical Properties of Al-AlC4O3Composite Materials, Turkish J. Eng.

Env. Sei, 53-58, 2001.

3. Barsoeum, M.W, Fundamentals of Ceramices,

Mc.Graw Hill Companies, New York, 1997.

4. Bienias, J., Walezak, M., Surowska, B., dan

Sobezak, J, Micristructure and Corrosion

Behavior of Aluminium Fly Ash Composites,

Journal of Optoelectronics and Advanced

Materials, Vol.5, No.2, June 2003, pp.493-502, 2003.

5. Cheng, T. W., dan Chen, Y.S, On Formation

of CaO-Al2O3-SiO2 Glass-Ceramics by

Vitrification of Incinator Fly Ash, Journal Chemosphere, 51, 817-824, 2003.

6. Ejioftor, J.U. dan Reddy R.G, Development in

the Processing and Properties of Particulate Al-Si Composites, Journals JOMom is Published of the minerals, Metals & Materials Society, 49 (11), pp 31-37, 1997.

7. Erol, M., Genc, A., Overcoglu, M.L.,

Yucelen,U., Kucukbayrak,S., dan Taptik,Y, Characterization of Glass Ceramic Produced from Thermal Power Plant Fly Ash, Journal of the European Ceramic Society, 20, 2209-2214, 2000.

8. German R.M, Powder Mettalurgy Science, 2nd

edition, Metal Powder Industries Federation, Princenton, New Jersey, 1994.

9. Izeiler, M. dan Muratoglu, M, Wear Behavior

(8)

RWAT System, Journal of Materials Processing Technology 132, pp.67-72, 2003.

10. Kim, J.M., Kim, H.S, Processing and

Properties of a glass from Coal Fly Ash a Thermal Power Plant Thought an Economic Process, Journal of The European Ceramic, Society, 24, 2825-2833, 2004.

11. Setyana, L.D. dan Wildan, M.W, Pengaruh Tekanan Kompaksi dan Kandungan Grafit Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis pada Komposit Al / Grafit, Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri, Yogyakarta, 2004.

12. Somiya, S, Advance Technical Ceramics,

Academic Press Inc, Tokyo, 1998.

13. Sukanto, H, Pengaruh Tekanan Kompaksi dan Suhu Sintering terhadap Densitas dan Sifat Mekanis Aluminium, Thesis S2, Teknik Mesin UGM, 2003.

14. Wildan, W.M., dan Handayani, F,

Pressureless Sintering Serbuk Paduan Al-Si, Jurnal Mesin dan Industri, Volume 1(2) , 2004. 15. Wildan, W.M., Rusianto, T., dan Rochardjo,

B.S.H, Pengaruh Kandungan Serbuk Alumina Terhadap Kekerasan dan Kekuatan Bending Komposit Paduan Al-Si / Alumina, Jurnal Mesin dan Industri, Volume 2(1) , 2005.

16. Zhang, H., Ramesh, K.I., Chin E.S.C, High Strain Rate Response of Aluminium 6092/B4C Composites, Materials Science and Engineering A 384, 26-34, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.1 Hubungan antara temperatur dan deformasi terhadap nilai kekerasan Bedasarkan hasil pengujian kekerasan yang digambarkan pada grafik dapat dilihat bahwa

Dari hasil pengujian didapat harga kekuatan tarik tertinggi di miliki oleh komposit serat batang pisang dengan suhu 29 0 C yaitu sebesar 11.721 N/mm 2 , pengujian

Tujuan dari penelitian adalah untuk mendeskripsikan kekuatan tarik komposit serat batang pisang akibat perubahan temperatur saat pengujian yang dicuci menggunakan

Jenis pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik, pengujian kekerasan brinell, pengujian berat jenis coran, pengamatan struktur mikro, dan pengamatan

oleh matrik alumunium akan membentuk suatu daerah dengan kekerasan yang lebih tinggi dibanding dengan daerah yang mendapatkan sedikit penguat atau tanpa penguat

Data Hasil Pengujian Penghalusan Benda uji struktur mikro Penghalusan Pemolesan Pengetsaan Penghalusan Benda uji kekerasan Spesimen A pada temperatur tuang 1542 o C

Penambahan grafit hingga 5% berat pada komposit AI/grafit menaikkan densitas relatifnya, sedangkan penambahan hingga 7,5 dan 10% berat justru menurunkan densitasnya seperti

oleh matrik alumunium akan membentuk suatu daerah dengan kekerasan yang lebih tinggi dibanding dengan daerah yang mendapatkan sedikit penguat atau tanpa penguat