• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat material komposit berpenguat serat pinang dengan fraksi berat 3%, 5%, 7% dan 9%

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat material komposit berpenguat serat pinang dengan fraksi berat 3%, 5%, 7% dan 9%"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT MATERIAL KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT

PINANG DENGAN FRAKSI BERAT 3%, 5%, 7% DAN 9%

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai Sarjana Teknik Mesin

Oleh :

EDWARDO MCCAIN YUNFEI LAMALO NIM: 135214010

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

SIFAT MATERIAL KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT

PINANG DENGAN FRAKSI BERAT 3%, 5%, 7% DAN 9%

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai Sarjana Teknik Mesin

Oleh :

EDWARDO MCCAIN YUNFEI LAMALO NIM: 135214010

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

PROPERTIES OF BETEL NUT FIBER-REINFORCED

COMPOSITE WITH 3%, 5%, 7% AND 9% OF WEIGHT

FRACTION

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement

to obtain the Sarjana Teknik degree

in Mechanical Engineering

By :

EDWARDO MCCAIN YUNFEI LAMALO

Student Number: 135214010

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)
(7)

INTISARI

Indonesia merupakan negara yang cukup luas serta memiliki tumbuh-tumbuhan

yang beranekaragam. Salah satunya adalah pohon pinang yang serat dari buahnya

dapat dimanfaatkan sebagai penguat material komposit. Dalam penelitian ini

dipaparkan sifat mekanik dan fisik dari material komposit dengan serat pinang

sebagai penguatnya. Sedangkan variasi penelitian adalah fraksi berat serat yaitu

3%, 5%, 7% dan 9%. Fraksi berat tersebut berturut-turut setara dengan 9,06%,

15,10%, 21,15% dan 32,49% fraksi volume.

Metode pembuatan material komposit ini menggunakan teknik hand laminating (hand lay-up) dengan bantuan cetakan kaca berukuran 15 x 20 x 0,5 cm. Jenis matriks yang digunakan adalah polimer epoxy yang perbandingan epoxy resin dan

epoxyhardener sebesar 2:1. Serat pinang yang digunakan sebelumnya diberlakukan alkalisasi selama 2 jam dengan konsentrasi 5% NaOH dalam air mineral. Untuk

mengetahui sifat mekanik dilakukan pengujian tarik dengan mengacu pada standar

ASTM D638-14 namun dengan sedikit perbedaan pada tebal benda uji. Untuk

mengetahui sifat fisik dilakukan eksperimen perhitungan densitas. Pengujian

dilakukan sebanyak enam kali untuk tiap variasi.

Dari penelitian ini didapatkan bahwa material komposit serat pinang mengalami

penurunan kekuatan dan nilai densitas seiring bertambahnya fraksi berat serat.

Spesimen matriks memiliki kekuatan terbaik, sebesar 57,750 MPa dengan 3,611%

regangan serta nilai densitas sebesar 1,119 g/cm3. Sedangkan, diantara variasi

komposit, nilai kekuatan terbaik dimiliki oleh variasi 3% yaitu 33,125 MPa untuk

kekuatan tarik dan 1,764% untuk nilai regangan serta nilai densitas sebesar 1,109

g/cm3. Untuk kekuatan dan densitas terkecil dimiliki oleh variasi 9% dengan

kekuatan tarik sebesar 27,352 MPa, sedangkan nilai regangan 1,444% serta nilai

densitas sebesar 1,082 g/cm3. Dengan melihat bentuk patahan yang cenderung

patah getas dan terjadi fenomena fiber pull out menandakan material komposit serat pinang yang dibuat pada penelitian ini mengalami debonding.

(8)

ABSTRACT

Indonesia is a county appreciable and has a variety of plants. One of them is a

betel nut whose fiber can be utilized as a reinforcement of composite material. In

this research, presented the physical and mechanical properties of the composite

material with betel nut fiber as the reinforcement. Meanwhile, the research variation

is fiber fractions that are 3%, 5%, 7% and 9%. The weight fraction is equal to

9.06%, 15.10%, 21.15% and 32.49% of volume fraction.

The method, used hand lamination technique (hand lay-up) with measure of

glass molds is 15 x 20 x 0.5 cm. The type of matrix used an epoxy polymer which is epoxy resin and epoxy hardener ratios of 2:1. The areca nut previously applied alkalization for 2 hours of a concentration of 5% NaOH in mineral water. To find

out the mechanical properties, used tensile testing with reference to ASTM

D638-14 standard but with little difference in thickness of specimen. To know the physical

properties, author used a density determination experiments. Testing is done six

times for each variation.

From this research it was found, composite material with betel nut reinforced

decreased strength and density as the weight fraction increases. The matrix

specimen has the best strength with 57,750 MPa for tensile strength, 3.611% strain

and 1,119 g/cm3 of density value. Meanwhile, among the composite variations, the

best strength value is owned by 3% variation with 33,125 MPa for tensile strength

value, 1,764% for strain and 1,109 g/cm3 of density. For the lowest strength and

density is owned by a variation on 9% with a tensile strength of 27.352 MPa, strain

value of 1.444% and the density value of 1.082 g /cm3. By looking at the fracture,

brittle fracture and fiber pull out phenomenon indicates on this composite. Can be

concluded, this composite has interfacial debonding.

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala

rahmat, berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi merupakan salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknik di

Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata

Dharma. Skripsi ini membahas tentang sifat material komposit berpenguat serat

pinang dengan fraksi berat 3%, 5%, 7% dan 9%.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini melibatkan banyak pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math,Sc., Ph.D., Selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin

Unversitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.

4. Raden Benedictus Dwiseno Wihadi, S.T, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing

Akademik.

5. Jhony Stewardxy Lamalo dan Nova Donya Voerman selaku kedua orang tua

saya, yang telah memberikan motivasi, kasih sayang dan dukungan baik berupa

materi dan spiritual.

6. Novera Wisda Dewi Astuty yang selalu mendukung dalam doa dan semangat

serta pengertiannya kepada penulis.

7. Eric Siagian, Emanuel Roberto, Junior Kamagi, Hendrike Sumaraw, selaku

teman-teman seperjuangan dalam perkuliahan.

8. Seluruh staf pengajar dan laboran Program Studi Teknik Mesin Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu

pengetahuan kepada penulis.

9. Semua teman-teman Teknik Mesin angkatan 2013 yang telah berproses

(11)
(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

2.1.1.1 Definisi Matrial Komposit ... 6

2.1.1.2 Komposisi dan Klasifikasi Material Komposit ... 6

2.1.1.3 Bahan Matriks Yang Digunakan ... 15

2.1.1.4 Teknik Pembuatan Material Komposit ... 18

(13)

2.1.3 Perlakuan Alkalisasi (NaOH) Pada Serat ... 26

2.1.4 Pengujian Tarik ... 27

2.1.5 Rumus-Rumus Yang Digunakan ... 29

2.2 Tinjauan Pustaka ... 31

3.8 Proses Perhitungan Densitas Komposit. ... 47

3.9 Standar Uji Dan Ukuran Benda Uji ... 50

3.10 Proses Pengujian Tarik ... 50

3.11 Proses Pengujian Tarik Serat Pinang... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1Hasil Pengujian Pengujian Tarik... 53

4.1.1 Hasil Pengujian Tarik Penguat Atau Variasi... 54

0% Berat Serat 4.1.2 Hasil Pengujian Tarik Serat Pinang ... 57

4.1.3 Hasil Pengujian Tarik Komposit Dengan ... 58

Variasi 3%, 5%, 7% dan 9% 4.2 Hasil Pengukuran Densitas Komposit ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 74

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Matrix materials commonly used in advanced composite ... 8

(Composite Engginering Handbook.,1997) Tabel 2.2 Jenis-jenis penyusunan komposit serat ... 11

(Composite Engginering Handbook., 1997) Tabel 2.3 Komposisi Kimia Serat Pinang (Hassan et aI., 2010) ... 24

Tabel 4.1 Dimensi spesimen uji tarik dengan variasi 0% serat ... 55

Tabel 4.2 Tegangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi ... 56

0% serat Tabel 4.3 Regangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi ... 56

0% serat Tabel 4.4 Modulus elastisitas spesimen uji tarik dengan variasi ... 56

0% serat Tabel 4.5 Data hasil pengujian tarik serat pinang ... 57

Tabel 4.6 Dimensi spesimen uji tarik dengan variasi 3% ... 58

Tabel 4.7 Regangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 3% ... 59

Tabel 4.8 Tegangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 3% ... 59

Tabel 4.9 Modulus elastisitas spesimen uji tarik dengan ... 59

variasi 3%

Tabel 4.10 Dimensi spesimen uji tarik dengan variasi 5% ... 60

Tabel 4.11 Tegangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 5% ... 60

Tabel 4.12 Regangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 5% ... 60

(15)

5%

Tabel 4.14 Dimensi spesimen uji tarik dengan variasi 7% ... 61

Tabel 4.15 Tegangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 7% ... 61

Tabel 4.16 Regangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 7% ... 62

Tabel 4.17 Modulus elastisitas spesimen uji tarik dengan variasi ... 62

7% Tabel 4.18 Dimensi spesimen uji tarik dengan variasi 9% ... 62

Tabel 4.19 Tegangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 9% ... 63

Tabel 4.20 Regangan teknis spesimen uji tarik dengan variasi 9% ... 63

Tabel 4.21 Modulus elastisitas spesimen uji tarik dengan variasi ... 63

9% Tabel 4.22 Nilai sifat mekanis rata-rata dari spesimen uji tarik ... 64

komposit Tabel 4.23 Data pengujian densitas spesimen komposit variasi 0%... 69

Tabel 4.24 Data pengujian densitas spesimen komposit variasi 3%... 70

Tabel 4.25 Data pengujian densitas spesimen komposit variasi 5%... 70

Tabel 4.26 Data pengujian densitas spesimen kompoasit variasi 7% .... 71

Tabel 4.27 Data pengujian densitas spesimen komposit variasi 9%... 71

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis-jenis penyusunan serat dua dimensi ... 12

Gambar 2.2 Particulate Reinforcement Composite ... 14 (Materials Science And Engineering., 2009)

Gambar 2.3 Flake Reinforcement Composite ... 15 (Materials Science And Engineering., 2009)

Gambar 2.4 Grafik contoh proses curing polimer epoxy dengan ... 16 suhu konstan (NM Epoxy Handbook., 2014)

Gambar 2.5 Grafik presentasi pengaplikasian plastik epoxy ... 18 (NM Epoxy Handbook., 2014)

Gambar 2.6 Metode Hand Laminating (Principles Of The ... 19

Manufacturing Of Composite Materials., 2009)

Gambar 2.7 Metode Filament winding (Principles Of The ... 20

Manufacturing Of Composite Materials., 2009)

Gambar 2.8 Metode Fiber Placement (Principles Of The ... 20

Manufacturing Of Composite Materials., 2009)

Gambar 2.9 Buah Pinang ... 23

Gambar 2.10 Struktur Buah Pinang (Jarimopas et aI., 2009) ... 24

Gambar 2.11 Grafik kadar air serat pinang dengan kondisi mentah ... 25

(17)

Gambar 2.12 Grafik kemampuan serap air serat pinang dengan ... 26

kondisi mentah (ra w), matang (ripe), dan kering (dried) (Yusriah et al., 2012) Gambar 2.13 Permukaan serat pinang (a) sebelum perlakuan alkali .... 27

(b) setelah perlakuan alkali (Nirmal et al., 2010) Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ... 34

Gambar 3.2a-j Alat-alat yang digunakan ... 36

Gambar 3.3 Serat Pinang ... 38

Gambar 3.4 Epoxy Hardener (Kiri) dan Epoxy Resin (Kanan) ... 38

Gambar 3.5 Molding release (mirror glaze) ... 39

Gambar 3.6 NaOH Kristal ... 39

Gambar 3.7 Proses penimbangan serat beserta wadah ... 40

Gambar 3.8 Proses perhitungan densitas serat pinang ... 41

Gambar 3.9 Proses penataan serat dengan menggunakan bantuan ... 43

cetakan cebagai penentu ukuran Gambar 3.10 Proses pelapisan mirror glaze pada cetakan ... 43

Gambar 3.11 Proses pencampuran dengan cara mengaduk secara... 44

perlahan Gambar 3.12 Proses penimbangan epoxy resin dan epoxy ... 44

hardener dengan perbandingan 2:1 Gambar 3.13 Proses penuangan pertama campuran epoxy pada ... 44

(18)

Gambar 3.14 Proses peletakan serat keatas campuran epoxy ... 45

pertama Gambar 3.15 Proses penuangan campuran epoxy kedua ... 45

Gambar 3.16 Proses menghingkan void dan penekanan serat ... 46

Gambar 3.17 Proses penutupan... 46

Gambar 3.18 Bentuk komposit saat kering ... 47

Gambar 3.19 Proses pembentukan benda uji sesuai standar yang ... 47

telah ditentukan Gambar 3.20 Proses pengujian tarik ... 48

Gambar 3.21 Proses pembentukan spesimen uji densitas komposit ... 49

Gambar 3.22 Proses pengukuran dimensi spesimen uji densitas ... 49

komposit Gambar 3.23 Proses pengukuran massa spesimen uji densitas ... 50

komposit Gambar 3.24 Standar ASTM D638-14 ... 50

Gambar 3.25 Standar spesimen uji tarik komposit yang digunakan.... 51

Gambar 4.1 Grafik tegangan teknis rata-rata spesimen uji Tarik ... 64

Gambar 4.2 ..Grafik regangan teknis rata-tata spesimen uji Tarik ... 65

komposit Gambar 4.3 Grafik modulus elastisitas spesimen uji Tarik ... 65

Gambar 4.4 Contoh patahan getas (variasi 5%)... 67

(19)

Gambar 4.6 ..Grafik densitas spesimen uji meliputi serat, variasi ... 72

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas sekitar 9 juta km2

dan terletak diapit oleh dua samudera dan dua benua. Indonesia memiliki sekitar

17.500 buah pulau yang terbentang sepanjang 95.181 km garis pantai, oleh karena

itu Indonesia menjadi negara megabiodiversitas walaupun hanya memiliki luas 1,3% dari luas bumi (Kusmana dan Hikmat, 2015).

Daratan Indonesia yang sangat luas menjadi tempat yang baik untuk

bertumbuhnya flora yang beraneka ragam. Salah satu yang masuk pada daftar

keanekaragaman flora Indonesia yaitu areca ceae atau yang biasa dikenal dengan pohon palem. Arecaceae memiliki beragam jenis, salah satunya adalah Areca Catechu L atau Areca Nut dan sering disebut pinang di Indonesia. Pohon pinang sering digunakan sebagai ornamen pada pekarangan rumah sedangkan biji dari

buah pinang dapat menjadi obat yang berkhasiat mengurangi anemia, fits, lepra, serta cacingan (Orwa et al., 2009 : 3).

Untuk membuat buah pinang menjadi obat, yang digunakan hanya biji

pinangnya saja. Biji pinang dikeringkan lalu diekspor ke berbagai negara seperti

Thailand, Pakistan, Tiongkong dan India. Biji pinang kering menjadi komoditi

ekspor yang menjanjikan. Diberitakan menurut web resmi Kementrian Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa komoditi ekspor biji pinang meningkat tiap

(21)

Utara melalui jasa peti kemas BICT tercatat mencapai 9.061 ton pada tahun 2014,

naik dibandingkan tahun 2013 sebanyak 2.427 ton (“ekspor pinang”, 22 september, 2014).

Selain dapat diolah menjadi obat-obatan, bagian lain dari buah pinang yaitu

serabut, mengandung beragam jenis senyawa kimia, diantaranya cellulose, hemi-cellulose, lignin, pectin dan protopectin. Sebagian senyawa tersebut merupakan bahan pembentuk serat yang baik dan memiliki peluang untuk digunakan sebagai

bahan penyusun material komposit (Orwa et al., 2009 : 3).

Material komposit merupakan material yang tersusun dari dua atau lebih bahan

dengan tanpa terlarut satu sama lain dan tanpa mengubah sifat–sifat mekaniknya. Dengan teknologi pencetakan tertentu, penggabungan bahan tersebut dapat

menciptakan material komposit dengan sifat mekanik yang baru.

Pada teknologi pembuatan komposit, terdapat beragam jenis cara pembuatan

atau pencetakan diantaranya adalah dengan metode-metode mutakhir seperti

vacuum bag, vacuum injection, oven curing, dan pressure molding. Kelebihan dari metode-metode tersebut adalah pada hasil cetakan yang minim cacat (contohnya

void), akan tetapi memiliki kekurangan pada biaya pembuatan alat yang masih terlampau mahal. Sehingga pada penelitian ini penulis mencoba menggunakan

metode sederhana yang mudah serta murah untuk dilakukan yaitu teknik hand laminating (hand lay-up).

Melalui penelitian ini penulis berharap dapat memanfaatkan keanekaragaman

(22)

untuk dijadikan material komposit yang berkekuatan baik, densitas rendah, dan

dengan biaya pembuatan rendah.

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sifat material komposit adalah

fraksi serat atau reinforcement yang digunakan. Sifat suatu material dapat berupa sifat mekanik dan sifat fisik. Salah satu indikator sifat mekanik yaitu kekuatan tarik,

sedangkan sifat fisik adalah densitas. Dalam Penelitian kali ini akan diteliti,

bagaimana sifat meterial komposit jika diperkuat serat pinang dan dibuat dengan

menggunakan metode hand laminating (hand lay-up)? 1.3 Tujuan Penelitian

Berikut dipaparkan tujuan dari penelitian ini, antara lain :

a. Untuk mengetahui pengaruh fraksi berat serat terhadap kekuatan tarik rata-rata

komposit berpenguat serat pinang dengan variasi 3%, 5%, 7% dan 9%.

b. Untuk mengetahui pengaruh fraksi berat serat terhadap regangan rata-rata

komposit berpenguat serat pinang dengan variasi 3%, 5%, 7% dan 9%.

c. Untuk mengetahui nilai modulus elastisitas pada komposit berpenguat serat

pinang dengan fraksi berat serat 3%, 5%, 7% dan 9%.

d. Untuk mengetahui pengaruh fraksi berat serat terhadap nilai densitas material

komposit serat pinang dengan komposisi 3%, 5%, 7% dan 9%.

1.4 Batasan Masalah

Berikut dipaparkan batasan-batasan masalah pada penelitian ini :

a. Bahan pengikat (matrik) digunakan polymer berjenis epoxy dengan nama dagang

(23)

b. Perbandingan epoxy resin dan epoxy hardener adalah 2:1.

c. Bentuk Penguat (reinforcement) yang digunakan berbentuk serat pendek (discontinues fiber).

d. Serat yang digunakan adalah serat alam (organic) dan diambil dari serabut buah pinang.

e. Orientasi penyusunan serat adalah dengan bentuk acak (random discontinuoues).

f. Serat pinang diberi perlakuan alkalisasi (NaOH) selama 2 jam dengan

konsentrasi sebanyak 5% dalam air mineral dan dengan pengeringan pada suhu

ruangan.

g. Untuk mengetahui kekuatan material, dilakukan pengujian tarik.

h. Pengujian densitas serat dan komposit dilakukan dengan cara eksperimental

sederhana dengan berdasar rumus densitas atau massa jenis.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai referensi ilmu pada

penelitian-penelitian selanjutnya yang bersifat lebih komprehensif.

b. Menambah koleksi ilmu pengetahuan terlebih khusus pengetahuan akan material

(24)

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori 2.1.1 Komposit

Dalam subbab komposit ini akan dijelaskan secara singkat mulai dari definisi material komposit, komposisi dan klasifikasi, teknik pembuatan material komposit,

hingga hal-hal yang mempengaruhi kekuatan material komposit.

Pengertian dari material komposit secara harafiah melalui arti katanya hingga

pengertian menurut alhi dijelaskan secara singkat pada bagian 2.1.1.1. Sedangkan

pada bagian 2.1.1.2 berisi pembahasan mengenai komposisi komposit dan

klasifikasinya. Secara garis besar, komposit terdiri dari matriks dan reinforcement. Pada bagian 2.1.1.2 dijelaskan peran matriks dan reinforcement, serta dijelaskan juga klasifikasi komposit berdasarkan matriks penyusun dan juga bentuk

reinforcement.

Setelah pengertian, komposisi, serta klasifikasi material komposit telah

disajikan pada bagian 2.1.1.1 hingga 2.1.1.2, maka pada bagian selanjutnya yaitu

2.1.1.3 dijabarkan tentang bahan matriks yang digunakan dalam penelitian kali ini.

Selanjutnya, teknik atau metode dasar pembuatan material komposit dijabarkan

(25)

Bagian terakhir dalam subbab komposit ini yaitu 2.1.1.5 menjabarkan hal-hal

yang dapat mempengaruhi kekuatan komposit mulai dari hal internal yaitu sifat

material penyusunnya yang meliputi sifat mekanik maupun kimia, hingga hal-hal

eksternal seperti bentuk orientasi serat, banyaknya void (rongga udara) dan bahkan pengaruh paparan sinar ultra violet.

2.1.1.1 Definisi Material Komposit

Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata komposit memiliki arti “gabungan” sedangkan dalam bahasa inggris, komposit disebut dengan composite yang berasal dari kata dasar composition yang artinya komposisi. Dengan mengacu pada arti katanya maka material komposit secara harafiah dapat disebut sebagai material

yang terdiri dari gabungan beberapa material penyusun.

Menurut Mallick (1997) dalam buku Composite Engginering Handbook, definisi dari material komposit ialah gabungan material yang terdiri atas kombinasi

dua atau lebih material yang secara kimia serta bentuk permukaannya berbeda satu

sama lain. Unsur-unsur penyusun tersebut tetap dipertahankan bentuknya agar sifat

serta sifatnya tidak berubah dan tetap berbeda satu sama lain.

2.1.1.2 Komposisi Dan Klasifikasi Material Komposit

Sesuai dengan defisini diatas bahwa komposit adalah gabungan dari beberapa material. Disini akan dijabarkan material-material penyusun tersebut. Secara

umum, material komposit tersusun dari dua fase material yang diklasifikasi sesuai

(26)

1. Matriks

Matriks merupakan bagian utama dari material komposit. Terdapat tiga peran

penting matriks bagi komposit. Peran pertama adalah sebagai penahan material agar

tetap pada tempatnya, kedua sebagai jalan untuk mentransfer tegangan yang

diterima komposit pada penguat dan yang terakhir sebagai pelindung penguat dari

faktor lingkungan yang dapat merugikan.

Dengan berdasar pada fase penyusunnya, material komposit dapat diklasifikasi

sesuai jenis matriksnya ataupun reinforcement-nya. Sesuai jenis matriksnya, kalsifikasi komposit secara umum terbagi atas tiga bagian yaitu polymer matrix composite (PMC), metal matrix composite (MMC) dan cheramic matrix composite

(CMC). Ketiganya dijelaskan secara singkat dibawah :

a. Polymer Matrix Composite (PMC)

PMC merupakan komposit yang bahan matriksnya berjenis polimer resin.

Polimer merupakan kata lain dari plastik dan diklasifikasi dalam dua jenis yaitu

Thermoplastic dan Thermosetting. Contoh-contohnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Secara umum, thermoplastic merupakan jenis polimer resin yang sifatnya dapat dilelehkan kembali setelah melalui proses curing (proses kimia resin, perubahan dari sifat cair ke padat), sedangkan thermosetting tidak. Thermosetting tidak dapat mengikuti perubahan suhu setelah melewati proses curing dan akan berubah bentuk serta terurai menjadi arang jika berada pada suhu yang tinggi. Contoh-contohnya

(27)

PMC merupakan material komposit yang telah dikembangkan dari tahun 1950

dan masih dipergunakan teknologinya hingga sekarang. Alasan untuk tetap

mempertahankan PMC adalah kemudahan pembuatan yang cenderung tidak

menggunakan temperatur tinggi dan tekanan tinggi saat pencetakan.

Terdapat kelebihan lain dari PMC menurut Mallick (1997). Dibanding jenis

material lain, PMC merupakan material yang ringan dengan nilai densitas berkisar

antara 1,2 hingga 2 (g/cm3), sedangkan densitas baja bahkan aluminium berada

diatas PMC (baja 7,87 g/cm3 dan aluminium 2,7 g/cm3).

Selain kelebihan-kelebihan diatas, PMC juga punya beragam kelemahan

dibanding material lain. Kelemahan utama dari PMC adalah sifat fisik maupun

mekaniknya mudah terpengaruhi oleh faktor lingkungan, contohnya temperatur

yang tinggi, kelembaban, paparan zat kimia, dan bahkan paparan sinar ultraviolet.

Poin penting juga yang harus diperhatikan bahwa PMC merupakan material

yang sensitif terhadap kerusakan mikroskopis. Pada beberapa kasus pengujian tarik

Tabel 2.1 Matrix materials commonly used in advanced composite

(28)

material komposit menghasilkan diagram tegangan-regangan yang tidak linear

seperti halnya metal pada umumnya. Hal tersebut disebabkan oleh kerusakan

microskopis seperti kerusakan serat penguat, kerusakan matriks (matrix cracking), kurangnya ikatan antara matriks dan serat penguat (interfacial debonding) dan terjadinya delaminasi (delamination).

Kerusakan mikroskopis pada PMC dapat terjadi pada tegangan yang rendah.

Walaupun begitu, kegagalan material komposit tidak akan terjadi segera setelah

PMC menerima tegangan, tapi dapat menyebabkan tingkat kekakuannya cepat

menurun.

b. Metal Matrix Composite (MMC)

MMC merupakan jenis komposit yang menggunakan metal sebagai matriksnya.

Komposit jenis ini menawarkan beragam kelebihan dibanding PMC. Salah satu

kelebihan dari matriks berjenis metal dibanding polimer adalah dapat digunakan

pada temperatur yang lebih tinggi, namun kelemahan utama MMC adalah pada

biaya pembuatan yang relatif lebih mahal daripada PMC. Metal yang sering

digunakan sebagai matriks pada MMC dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Terdapat dua contoh metal yang paling populer digunakan pada pembuatan

MMC yaitu aluminium dan titanium. Keduanya memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Aluminium memiliki kelebihan pada biaya karena

harga aluminium yang rendah, akan tetapi kekuatan aluminium masih kalah

dibandingkan titanium. Kekuatan titanium terhitung berbanding lurus dengan

(29)

c. Ceramic Matrix Composite (CMC)

Komposit jenis ini adalah komposit yang material matriksnya berupa keramik.

Jenis ini merupakan komposit yang peruntukannya lebih digunakan pada

lingkungan yang bersuhu tinggi, karena material keramik memiliki ketahanan panas

hingga suhu diatas 1500ºC. Jenis bahan keramik yang biasa digunakan dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

CMC menjadi jenis komposit terbaik dalam hal ketahanan terhadap lingkungan

karena material keramik memiliki titik leleh yang tinggi dan ketahanan korosi yang

baik. Akan tetapi CMC memiliki kelemahan dalam menahan tegangan, oleh karena

itu CMC harus didukung dengan material penguat yang memiliki modulus

elastisitas yang rendah agar dapat menutupi kelemahan tersebut.

2. Reinforcement (penguat)

Seperti arti dari katanya, reinforcement merupakan material pendukung utama yang memiliki fungsi sebagai penguat komposit dengan cara menerima tegangan

yang diterima oleh komposit, oleh karena itu, sifatnya harus lebih kuat menerima

tegangan daripada matriks penyusunnya. Tegangan yang diterima material

komposit akan diterima terlebih dahulu oleh matriks lalu disalurkan ke material

penguat.

Jenis komposit selain dapat diklasifikasi berdasarkan matriks penyusunnya,

dapat pula berdasarkan bentuk material penguatnya. Klasifikasinya terbagi menjadi

tiga yaitu : Fiber Reinforcement Composite, Flake Reinforcement Composite dan

(30)

a. Fiber Reinforcement Composite

Fiber reinforcement composite merupakan material komposit yang penguatnya berupa serat (fiber) dan sering disingkat penyebutannya dengan nama komposit serat.

Berdasarkan jenis penyusunan, komposit serat dibagi menjadi tiga macam yaitu

bentuk linear dengan continues fiber (serat panjang) dan discontinues/whisker s fiber (serat pendek), bentuk dua dimensi penyusunan (orientasi x, y) serta tiga dimensi penyusunan (orientasi x, y dan z). Jenis-jenis penyusunan ini dapat dilihat

pembagiannya dalam Tabel 2.2.

Bentuk penyusunan serat dua dimensi dapat dibedakan menjadi 4 yaitu

penyusunan searah (unidirectional), dua arah (bidirectional), banyak arah (multidirectional) dan acak (random). Keempat jenis penyusunan tersebut memiliki kelebihanya masing-masing. Skema penyusunan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Tabel 2.2 Jenis-jenis penyusunan komposit serat

(31)

Komposit dengan bentuk penyusunan searah (unidirectional) menguntungkan jika tegangan yang diterima searah dengan arah seratnya. Hal ini berlaku juga pada

bentuk penyusunan bidirectional, multidirectional dan random. Namun khusus pada penyusunan random, kekuatannya dapat menjadi lebih seimbang dari berbagai arah, tapi kekuatanya dalam menerima tegangan berkemungkinan menjadi lebih

lemah dibandingkan dengan bentuk penyusunan unidirectional.

Salah satu parameter kontrol pada pembuatan komposit adalah fraksi serat

terhadap matriksnya. Fraksi serat pada teorinya menggunakan nilai volume sebagai

pembandingnya, akan tetapi pada praktiknya perhitungan serat tetap menggunkan

nilai berat. Untuk alasan tersebut maka pada penelitian kali ini menggunakan nilai

berat sebagai perhitungan fraksi seratnya.

Gambar 2.1 Jenis-jenis penyusunan serat dua dimensi

(32)

Untuk secara teoritik, mencari nilai fraksi serat dengan menggunakan nilai

volume (fraksi volume serat �) dapat menggunakan persamaan (2.1)

�� = �⁄�� Sedangkan “dispersion strengthened” adalah jenis komposit partikel yang

menggunakan mekanisme penguatan melalui penyebaran (dispersi) partikel yang

lebih terukur dan merata, dengan ukuran diameter partikel antara 0,02-0,05 mm.

Penggunaan penguat berbentuk partikel dapat memberikan berbagai pengaruh pada

material komposit.

Penggunaan partikel dengan sifat mekanik yang ulet pada matriks yang bersifat

getas dapat menaikkan nilai kekerasan pada hasil kompositnya. Sedangkan jika

partikel yang digunakan bersifat keras dan kaku serta digunakan pada matriks yang

(33)

penggunaan partikel yang bersifat keras dapat menurunkan ketangguhan dari

matriks yang ulet, sehingga jenis ini terbatas penggunannya hanya pada

keadaan-keadaan tertentu. Contoh skema komposit partikel dapat dilihat pada Gambar 2.2.

c. Flake Reinforcement Composite

Komposit dengan jenis ini secara umum mirip dengan komposit berpenguat

partikel, namun dengan bentuk yang menyerupai piringan (planar). Salah satu contoh bahan penguat yang paling sering digunakan dalam komposit flake adalah

mika.

Terlebih khusus komposit flake dengan penguat mika telah banyak menjadi bahan diskusi penelitian. Salah satu peneliti yaitu S.T. Peters Menurut buku

“Handbook Of Compositesmenyebutkan bahwa kekuatan composit flake mika ditentukan oleh aspek rasio flake yang digunakan. Aspek rasio didapat dari

perbandingan ukuran diameter dengan ketebalan. Aspek rasio flake yang besar akan

semakin efektif dibandingkan aspek rasio yang kecil dalam menyalurkan tegangan

yang diterima matriks. Contoh skema komposit flake dapat dilihat pada Gambar

2.3.

Gambar 2.2 Particulate Reinforcement Composite

(34)

2.1.1.3 Bahan Matriks Yang Digunakan

Pada penelitian ini penulis menganalisis sifat komposit berpenguat serat pinang

dengan fraksi berat 3%, 5%, 7% dan 9%. Komposit dibuat menggunakan matriks

berjenis polimer. Polimer yang digunakan adalah epoxy resin. Dalam pembeliannya, epoxy resin dipaketkan dengan epoxy hardener.

Bentuk awal dari epoxy resin adalah cair dengan viskositas yang tinggi. Sedangkan, bentuk plastik sebagai matriks adalah padat. Maka, untuk

mengkonversi dari bentuk cair ke padat (proses curing) memerlukan bahan tambahan yaitu epoxy hardener. Contoh zat kimia yang sering digunakan sebagai

epoxy hardener yaitu : amines, amides, acid anhydrides, imidazoles, boron trifluoride complexes, phenols, mercaptans dan metal oxides.

Proses konversi dari cair ke padat atau curing dapat berlangsung pada suhu tinggi yaitu diatas 150ºC ataupun pada suhu kamar +20 ºC. Terlebih khusus pada

suhu kamar, dengan mengacu pada contoh diatas maka zat kimia epoxy hardener yang dapat digunakan adalah amines dan amides.

Menurut Curt Augustsson dalam bukunya NM Epoxy Handbook (2014) Gambar 2.3 Flake Reinforcement Composite

(35)

memerlukan waktu 7 hari dengan suhu ruang diatas 20ºC untuk mencapai sifat

padat yang sempurna, tapi dalam waktu 24 jam, perubahan sifat tersebut dapat

mencapai 80 – 90% dari sempurna (final properties). Contoh grafik perubahannya dapat dilihat pada Gambar 2.4. Namun, pada grafik tersebut menunjukkan proses

curing pada temperatur yang konstan 20ºC.

Proses curing merupakan salah satu penentu sifat akhir plastik yang dibentuk. Sedangkan, jika dibentuk secara sempurna, plastik epoxy dapat memiliki sifat-sifat yang beragam. Adapun sifat-sifat plastik epoxy Menurut Curt Augustsson akan dijabarkan secara singat dibawah (a-f):

a. Kekuatan Mekanik

Jika dilakukan proses pencetakan hingga proses curing yang baik, tidak ada jenis plastik lain yang lebih kuat dari plastik epoxy. Kekuatan mekanik plastik epoxy

dapat melebihi 80 MPa.

Gambar 2.4 Grafik contoh proses curing polimer epoxy dengan suhu konstan

(36)

b. Daya Tahan Kimia

Sifat kimia dari epoxy dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan, oleh karena itu plastik jenis ini dapat dibentuk untuk tahan terhadap beberapa jenis zat kimia.

Namun, secara umum plastik epoxy sangat tahan terhadap alkali. c. Daya Tahan Air

Secara umum plastik epoxy dianggap sebagai material yang kedap air karena daya serap airnya sangat kecil, oleh karena itu plastik jenis ini sering digunakan

sebagai zat pelapis untuk menahan air.

d. Kapasitas Isolasi Listrik

Plastik epoxy merupakan material yang sangat baik menahan listrik (isulator). Secara umum normalnya resistivitas plastik epoxy adalah 5 � . Kombinasi antara ketahanan kimia dan ketahanan listrik ini menyebabkan plastik epoxy

menjadi material yang sangat baik untuk keperluan elektronika.

e. Penyusutan

Proses penyusutan biasanya terjadi pada saat curing. Akan tetapi, polimer epoxy

sangat sedikit mengalami penyusutan. Hal ini disebabkan karena molekul epoxy

sangat sedikit mengalami orientasi (perpindahan molekul). Berbeda dengan jenis

polimer lain contohnya polyester. f. Daya tahan panas

(37)

HDT, plastik epoxy yang melalui proses curing pada suhu kamar jarang bisa melebihi HDT diatas 70ºC, sementara yang melalui proses curing menggunkaan panas tinggi dapat mencapai HDT 250ºC.

Dengan pertimbangan kelebihan serta kekurangan sifat-sifat plastik epoxy

diatas maka plastik jenis ini sering digunakan dalam berbagai pengaplikasian. Besar

presentasi pengaplikasian plastik epoxy dapat dilihat pada Gambar 2.5.

2.1.1.4 Teknik Pembuatan Material Komposit

Terdapat beragam metode pembuatan komposit menurut Suong V. Hoa. dalam bukunya Principles Of The Manufacturing Of Composite Materials (2009). Metode pembuatan komposit adalah Hand Laminating (wet hand lay-up) dan Autoclave

(vacum bag), Filament winding dan Fiber Placement, Pultrusion, dan Liquid Composite Molding.

Gambar 2.5 Grafik presentasi pengaplikasian plastik epoxy

(38)

Walaupun terdapat beragam metode pembuatan komposit seperti yang

dijabarkan diatas. Secara umum, metode dasarnya hanyalah Hand Laminating (wet hand lay-up) dan Autoclave (vacum bag) serta Filament winding dan Fiber Placement. Sedangkan, metode lainnya merupakan gabungan serta penyempurnaan dari metode dasar tersebut.

Pada metode hand laminating , prosesnya sangat konvensional dengan hanya menggunakan tangan dan alat bantu sederhana. Oleh karena itu, metode ini

merupakan yang paling murah. Akan tetapi, metode ini memiliki kelemahan dalam

mendapatkan kualitas material komposit yang sempurna tanpa adanya cacat seperti

void (rongga udara). Kualitas hasil akhir ditentukan seluruhnya dari keterampilan pembuat. Sedangkan metode Autoclave merupakan metode penyempurnaan dari

Hand Laminating dengan menggunakan bantuan va cum bag (kantong kedap udara), maka hasil akhir bisa menjadi lebih sempurna (minim void). Skema pembuatan

hand laminating tersaji pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Metode Hand Laminating

(39)

Metode Filament winding dan Fiber Placement merupakan metode pembuatan yang lebih kompleks dan biasanya digunakan untuk membuat material dengan

bentuk tabung, salah satunya adalah tabung bertekanan (pressure vesel). Metode

filament winding menggunakan gerakan penggulungan dalam proses pencetakannya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.7. Untuk Fiber Placement mirip dengan filament winding akan tetapi menggunakan perangkat tambahan dalam proses penggulungannya (Gambar 2.8).

Gambar 2.7 Metode Filament Winding

(Principles Of The Manufacturing Of Composite Materials., 2009)

Gambar 2.8 Metode Fiber Placement

(40)

2.1.1.5 Hal-Hal Yang Mempengaruhi Kekuatan Komposit Polimer

Material komposit merupakan material yang sama dengan material-material

lainnya (metal dan keramik), yaitu mempunyai kerentanan terhadap suatu keadaan

yang dapat mempengaruhi sifat-sifat mekaniknya dan pada akhirnya berdampak

pada penurunan kekuatan.

Hal penting yang dapat mempengaruhi kekuatan komposit adalah sifat material

penyusunnya. Selain penyusunnya, hal-hal eksternal dapat juga mempengaruhi

kekuatan komposit. Hal-hal tersebut diantaranya adalah : void (rongga udara),

interfacialdebonding, paparan sinar ultra violet dan orientasi penyusunan serat.

Void atau rongga udara merupakan salah satu kecacatan komposit yang terbentuk oleh karena proses pembuatan yang kurang sempurna. Void ini dapat menggangu proses transfer tegangan. Tegangan yang diterima oleh komposit

harusnya diterima terlebih dahulu oleh matriks lalu disalurkan pada material

penguat. Namun oleh karena adanya void, tegangan itu tidak dapat disalurkan dan mengakibatkan kegagalan pada material komposit tersebut.

Selain void, kekuatan material komposit dapat dipengaruhi oleh adanya

interfacial debonding. Untuk mentransfer tegangan yang diterima matriks ke penguat diperlukan ikatan yang baik antar permukaan serat dengan matriks, hal ini

(41)

Selain void dan debonding, orientasi penyusunan serat juga dapat menjadi faktor penentu kekuatan komposit. Namun, orientasi serat dapat diatur sesuai

dengan kebutuhan dan fungsi benda yang dibuat. Oleh karena itu, faktor ini harus

diperhitungkan sebelum dilakukan pencetakan.

Sedikit berbeda dengan void dan debonding, paparan sinar ultraviolet pada komposit polimer mengakibatkan degradasi pada matriksnya (tidak pada penguat).

Menurut Mahmood M (2007), paparan sinar ultra violet (UV) pada polimer resin

polyester mengakibatkan penurunan kekuatan tarik rata-rata hingga 30% dan menurunkan hingga 18% modulus elastisitas dalam waktu 100 jam. Akan tetapi,

pengaruh sinar UV dapat diatasi dengan penggunaan pelapis berupa ultraviolet absorber (UVA).

2.1.2 Serat Pinang

Serat pinang merupakan salah satu bagian yang terdapat pada buah dari pohon pinang, dengan presentase 60-80% dari seluruh bagian buahnya. Pinang memiliki

nama latin Areca Palm (Areca catechu L), dan masih termasuk dalam spesies palem (palm).

Bentuk buah pinang cenderung oval dengan warna yang beragam sesuai dengan

jenis dan tingkat kematangannya, namun secara umum warna dari buah pinang

adalah hijau saat masih belum matang (mentah), kuning keemasan setelah matang

dan akan menjadi kecoklatan setelah mulai memasuki proses pembusukan. Pada

penelitian kali ini, serat yang digunakan sebagai penguat komposit diambil dari

(42)

perlakuan agar serat pinang terhindar dari zat pengotor. Contoh bentuk buah pinang

yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Tahap-tahap perlakuan pada serat pinang hingga siap digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Tahap pertama, pinang direndam pada air bersih selama 7 hari agar serat terlepas

dari biji.

2. Tahap kedua, pencucian dengan air bersih dan pengeringan selama kurang lebih

14 hari.

3. Tahap ketiga, perlakuan alkalisasi dan pengeringan selama kurang lebih 2 hari

pada suhu ruang (± 27ºC).

Serat pada buah pinang secara umum merupakan bagian terluar dari buah

pinang akan tetapi secara khusus buah pinang dapat diklasfikasi menjadi tiga

bagian. Bagian terluar adalah kutikula, lapisan kedua adalah serat, sedangkan bagian terdalam merupakan bagian biji. Struktur buah pinang tersaji pada Gambar

2.10.

(43)

Biji buah pinang mengandung 8-12% lemak yang karakteristiknya mirip dengan

minyak kelapa terhidrogenasi. Kandungan minyak ini dapat mempengaruhi komposisi kimia bagian buah pinang yang lain. Sehingga terdapat pula minyak

yang sama pada bagian seratnya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Namun

selain lemak terdapat juga komposisi yang lainnya seperti a-cellulose, hemmicellulose, lignin, pectin, protopectin, ash serta material lainnya (Hassan et al., 2010 : 7). Kandungan-kandungan tersebut sangat berperan penting terhadap sifat fisik serta mekanik dari serat buah pinang itu sendiri.

Salah satu sifat fisik dari serat buah pinang yaitu densitas atau massa jenis dapat

dihitung dengan cara sederhana mengikuti rumus dari massa jenis yang adalah Gambar 2.10 Struktur Buah Pinang

(L Yusriah et aI., 2012)

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Serat Pinang

(44)

massa dibagi dengan volume. Serat buah pinang pada penelitian kali ini diperoleh

nilai densitasnya adalah 0,373 g/cm3. Massa jenis dapat dipengaruhi oleh beragam

factor salah satunya adalah kandungan air.

Kandungan air serat dipengaruhi oleh kemampuan serat dalam menyerap air.

Hal terebut dapat dihitung dengan rumus yang sama dengan perhitungan massa

jenis namun dengan metode eksperimen yang sedikit berbeda. Kandungan air dan

kemampuan serap air dari betel nut husk (BNH) dengan bentuk ra w (mentah/hijau),

ripe (matang/kuning), dried (kering) telah diteliti oleh Yusriah et al., (2012).

Ditunjukkan pada Gambar 2.11 dan 2.12.

Gambar 2.11 Grafik kadar air serat pinang dengan kondisi mentah (ra w), matang (ripe) dan kering (dried)

(45)

2.1.3 Perlakuan Alkalisasi (NaOH) Pada Serat

Perlakuan alkalisasi (NaOH) merupakan salah satu cara yang dilakukan pada

serat terlebih khusus serat alam sebelum digunakan sebagai penguat untuk material

komposit dengan fungsi agar serat terhidar dari zat-zat pengotor yang tidak perlu.

Fungsi alkalisasi pada serat adalah memutus ikatan kimia lignin dengan

cellulose, lignin merupakan kandungan kimia yang menyerupai lilin dan dapat menggangu ikatan serat dengan matriks pada material komposit, oleh sebab itu

digunakannya NaOH sebagai pemutus ikatan tersebut.

Menurut Nirmal et al (2010) perlakuan alkali pada serat pinang mengakibatkan daya rekat permukaan atara serat dan matriks poliester menjadi lebih baik daripada

serat yang tidak diberi perlakuan alkali. Perlakuan alkali yang tepat dapat mencegah

terjadinya kerusakan fiber pull out pada komposit. Hasil dari perlakuan alkali dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.12 Grafik kemampuan serap air serat pinang dengan kondisi mentah (ra w), matang (ripe), dan kering (dried)

(46)

Proses pengerjaan alkalisasi dilakukan dengan menggunakan air bersih sebagai

media pelarut, lalu serat direndam dalam larutan terebut dalam waktu tertentu.

Terlebih khusus pada penelitian kali ini, perlakuan alkalisasi serat pinang dilakukan

dengan presentase sebesar 5% dalam waktu perendaman 2 jam dan proses

pengeringan pada suhu kamar (± 27ºC) tanpa paparan sinar matahari langsung.

2.1.4 Pengujian Tarik

Pengujian tarik merupakan metode eksperimental dengan jenis destructive test

(pengujian yang merusak) untuk mengetahui sifat mekanik suatu bahan material.

Proses pengujian tarik dilakukan dengan memberi pembebanan tarik pada material

secara bertahap terus menerus hingga titik maksimum yang menyebabkan

(bertambah panjang) benda hingga putus atau rusak.

Dalam proses pembebanan terus menerus yang diberikan pada spesimen uji,

menghasilkan data pertambahan panjang benda uji dan pertambahan gaya Gambar 2.13 Permukaan serat pinang (a) sebelum perlakuan alkali

(b) setelah perlakuan alkali

(47)

pembebanan. Dengan menggunakan data tersebut ditambah data-data teknis

spesimen, maka dapat dianalisa tegangan dan regangan teknis serta kekuatan tarik

dari spesimen uji tesebut.

Untuk mendapatkan data uji tarik seperti tegangan, regangan dan kekuatan

tarik, dibutuhkan spesimen uji yang dibentuk sesuai dengan standar yang ada.

Bentuk spesmen uji berbeda sesuai dengan jenis material yang akan diuji. Standar

yang digunakan dapat mengacu pada standar JIS, ASTM ataupun SNI. Walaupun

standar-standar tersebut memiliki nama, ukuran dan bentuk yang beragam, namun

standar-standar tesebut dapat diaplikasikan pada beragam jenis alat uji tarik.

Jenis alat uji tarik memiliki banyak ragam bentuk dan ukuran, namun pada

umumnya jenis yang digunakan adalah alat uji tarik satu arah (uniaxial). Secara umum, bagian-bagian utama alat uji tarik terbagi sesuai dengan fungsinya yaitu

rangka, mekanisme pencengkram spesimen, sistem penarik dan sistem pengukur.

Prosedur pengujian tarik pun secara umum sama, hanya saja pada cara

pengoperasian alat uji tarik yang mungkin sedikit berbeda.

Adapun prosedur pengambilan data pada pengujian tarik terbagi dalam berbagai

tahap yaitu:

1. Tahap yang pertama adalah pembuatan benda uji, khusus pada penelitian ini

digunakan mesin milling untuk membentuk spesimen sesuai dengan standar uji

tarik yang digunakan (ASTM D638-14 sebagai acuan).

2. Tahap yang kedua adalah pengambilan data pada mesin uji tarik, dimulai dengan

(48)

pada mekanisme pencengkram, penentuan skala untuk diagram beban vs

pertambahan panjang pada sistem pengukur, penentuan kecepatan penarik,

selanjutnya pengambilan data siap dilakukan.

3. Tahap terakhir adalah tahap pengolahan data menggunakan

persamaan-persamaan matematika yang ada.

2.1.5 Rumus-Rumus Yang Digunakan

Dalam proses awal pembuatan komposit hingga pengujian tarik terdapat beragam rumus kajian matematik yang digunakan. Rumus atau

persamaan-persamaan tersebut akan dijabarkan dibawah ini:

1. Perhitungan Densitas Serat (�)

Perhitungan densitas merujuk pada persamaan (2.3). Persamaan tersebut

menunjukkan pembagian massa terhadap volume. Volume serat didapat dengan

mengisi serat kedalam wadah, lalu serat beserta wadah ditimbang menggunkan

timbangan analitik.

� �⁄ = − .

Dengan adalah berat wadah, adalah berat serat beserta wadah, � adalah

volume isi wadah.

Jika tidak menggunakan wadah, persamaan dapat disederhanakan menjadi

seperti persamaan (2.4).

� �⁄ = � .

(49)

2. Perhitungan Tegangan Teknis

Tegangan teknis merupakan nilai rata-rata tegangan yang diberikan pada benda

uji selama proses pengujian Tarik berlangsung. Tegangan teknis diperoleh

dengan membagi beban maksimum dengan luas penampang awal specimen uji.

Persamaan tegangan teknis tersaji pada persamaan (2.5).

� ⁄ = � .

Dengan adalah gaya yang diberikan pada benda uji, � adalah luas penampang

awal benda uji.

3. Perhitungan Regangan Teknis

Regangan teknis merupakan nilai regangan linear rata-rata yang diterima oleh

benda uji. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pembagian antara perpanjangan

benda uji dengan panjang awal dan sering dinyatakan dengan nilai persen.

Perpanjangan benda uji (gage length) didapat dari pengurangan panjang akhir setelah putus dengan panjang awal sebelum dilakukan pengujian. Persamaan

regangan teknis tersaji pada persamaan (2.6).

� =∆ = − % .

Dengan ∆ adalah perpanjangan benda uji, adalah panjang awal, adalah

panjang akhir.

4. Perhitungan modulus elastisitas

Modulus elastisitas secara ekperimental dapat dihitung dengan membagi nilai

tegangan dengan regangan. Persamaan modulus elastisitas tersaji pada

(50)

� � � � = �� .

5. Standar Deviasi

Standar deviasi atau biasa disebut simpangan baku, dapat dijadikan sebagai

ukuran keragaman suatu kelompok nilai. Terdapat 2 metode perhitungan standar

deviasi, yang pertama adalah metode “n” dan yang kedua adalah “n-1”. Yang digunakan pada penelitian ini adalah metode “n”. Persamaan deviasi tersaji pada

persamaan (2.8).

= √ Σ �−�̅ 2 (2.8)

Dengan adalah nilai dari data pertama, ̅ nilai rata-rata data yang dihitung

standar deviasinya dan adalah banyaknya data.

2.2 Tinjauan Pustaka

Yusriah Lazim et al., (2014) dalam jurnalnya “Effect of Alkali Treatment on the Physical, Mechanical, Morphological Properties of Waste Betel Nut (Areca

catechu) Husk Fibre” meneliti efek NaOH pada serat pinang tanpa matriks dan

memperoleh bahwa perlakuan NaOH atau alkalisasi sebanyak 5% dalam waktu 30

menit menghasilkan penurunan kekuatan tarik dari 166,63±55,1 MPa sebelum

perlakuan menjadi 44,73±9.5 MPa. Akan tetapi, gaya yang bisa diterima pada

ikatan antara serat dengan matriks (debonding force) menjadi meningkat dari 5,22±0,06 N sebelum perlakuan menjadi 14,16±0.39 N. Hal ini menjadi keuntungan

bagi material komposit agar bisa menyalurkan tegangan dari matriks ke serat

(51)

Sementara itu, A Keerthi et al., (2015) pada jurnalnya “Processing and Characterization of Epoxy Composite with Arecanut and Casuarina Fibers”

meneliti dua bentuk komposit, yang pertama dengan fraksi volume serat pinang

10% dan yang kedua yaitu komposit yang diperkuat fraksi volume serat pinang 5%

ditambah 5% serat casuarina. Kedua serat terlebih dahulu diberlakukan alkalisasi dengan kadar NaOH 15% serta menggunakan resin epoxy sebagai matriksnya, penelitian tersebut memperoleh hasil sebagai berikut :

Spesimen epoxy memiliki kekuatan tarik sebesar 11,99348 MPa dengan pertambahan panjang (∆L) 1,02397 mm dan densitas 1,22 g/cm³. Spesimen

komposit (serat pinang + epoxy) memiliki kekuatan tarik sebesar 17,57645 MPa dengan ∆L sebesar 1,3167 mm dan densitas 1,092 g/cm³. Sedangkan, kekuatan

tarik komposit (serat pinang + serat casuarina + epoxy) sebesar 18,65802 MPa dengan ∆L sebesar 1,22377 mm dan densitas 1,196 g/cm³. Penambahan serat pinang

menyebabkan penambahan kekuatan tarik sebesar 46% sedangkan penambahan

serat pinang dan ca suarina menyebabkan penambahan kekuatan tarik sebesar 56%. Pengujian tarik dilakukan berdasar pada standar ASTM D3039 untuk uji tarik dan

ASTM D792 untuk uji densitas.

Penelitian terbaru dilakukan oleh Mastur dan Azizul (2016) dengan judul jurnal

“Pengaruh Fraksi Volume Serat Buah Pinang pada Komposit Terhadap Kekuatan Mekanik”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan komposit serat

pinang dengan variasi fraksi volume 40%, 50% dan 60%. Hasil yang didapat

menunjukkan kekuatan tarik sebesar 7,09 - 9,78 MPa dengan regangan tarik sebesar

(52)

60% yaitu 9,78 MPa. Namun, pada penelitian ini tidak disebutkan tentang

perlakuan alkalisasi ataupun perlakuan yang lainnya. Pengujian tarik dilakukan

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Skema Penelitian

(54)

3.2 Persiapan Penelitian

Tahap awal dalam memulai penelitian adalah persiapan alat dan bahan. Proses

persiapan meliputi pembelian dan/atau pembuatan alat perkakas penunjang seperti

media cetak komposit, spatula, sarung tangan karet sebagai pelindung, gelas ukur

dan lain sebagainya.

Setelah alat dan bahan telah siap, selanjutnya adalah pemrosesan buah pinang

hingga diperoleh serat yang siap digunakan. Pemrosesan dimulai dengan

perendaman buah pinang kedalam air bersih selama ±4 minggu, dengan tujuan agar

terlepasnya serat dari lapisan keras pada bagian inti buah, selanjutnya pinang

dibelah, dicuci dan dikeringkan dengan estimasi waktu ±1 minggu, setelah pinang

telah benar-benar kering maka selanjutnya dapat dilakukan alkalisasi.

Proses alkalisai dilakukan dengan konsentrasi NaOH sebanayak 5% dari

volume air mineral. Setelah proses alkalisasi maka serat pinang dikeringkan pada

ruangan tanpa terpapar sinar matahari langsung, proses pengeringan berlangsung

±3 hari.

3.3 Alat-Alat Yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini meliputi cetakan yang terbuat dari

kaca dengan ukuran area cetak adalah 15 cm x 20 cm dengan tebal 0,5 cm. Alat

ukur berupa timbangan, penggaris, jangka sorong dan gelas ukur. Alat untuk

(55)

Universal Tensile Testing Machine . Serta alat-alat penunjang lain seperti suntikan dan spatula.

Alat-alat yang disebutkan diatas terlampir pada gambar 3.2 a-h dibawah ini :

d. Timbangan Analitik c. Sarung Tangan Karet

(56)

Gambar 3.2 a-j Alat-alat yang digunkan

h. Suntikan 50cc g. Vernier Caliper

i. Mesin Milling j. Mesin Uji Tarik

(57)

3.4 Bahan-Bahan Yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serat buah pinang,

bahan polimer epoxy resin dan epoxyha rdener, dan menggunakan molding release

khusus yaitu miror glaze. Molding release ini berfungsi untuk mencegah terjadinya perekatan antara bahan komposit yang telah jadi dengan cetakan kaca.

Bahan-bahan yang disebutkan diatas terlampir dalam Gambar 3.3 – 3.6:

1. Serat Pinang

2. Epoxy resin + epoxy hardener

Gambar 3.3 Serat Pinang

(58)

3. Molding release (miror glaze)

4. NaOH

3.5 Perhitungan Densitas Serat Pinang

Salah satu faktor penting dalam pembuatan komposit adalah serat. Serat yang

digunakan harus memiliki sifat fisik, sifat kimia maupun sifat mekanik yang baik.

Pada penelitian tentang sifat komposit ini, tidak luput juga penulis melakukan

perhitungan terhadap densitas serat pinang yang digunakan. Proses perhitungan Gambar 3.6 NaOH Kristal

(59)

densitas berdasar pada persamaan (2.3). Perhitungan densitas serat pinang

dilakukan menurut tahap-tahap berikut.

1. Serat yang digunakan terlebih dahulu telah melalui proses alkalisasi.

2. Dilakukan penimbangan wadah yang digunakan untuk menghitung volume

serat. Wadah yang digunakan adalah suntikan 50cc.

3. Setelah massa suntikan didapatkan, selanjutnya serat dimasukkan ke dalam

suntikan dengan keadaan yang padat hingga volume tertentu, khusus pada

penelitian ini digunakan volume 20 mL. Foto terlampir pada Gambar 3.7.

4. Setelah massa serat beserta wadah telah didapat, selanjutnya dilakukan

perhitungan dengan mangacu pada persamaan (3.2). Foto terlampir pada

Gambar 3.8.

(60)

3.6 Perhitungan Fraksi Komposit

Fraksi dari komposit dibuat dengan menggunakan nilai berat serat sebagai

variasinya yaitu 3%, 5%, 7% dan 9% sedangkan nilai berat resin mengikuti volume

cetakan yang digunakan dengan ketetapan campuran antara epoxy resin dan epoxy hardener sebesar 2:1. Dibawah ini adalah tahap-tahap perhitungan yang dilakukan:

a. Menghitung volume cetakan.

b. Menghitung massa resin (epoxy resin + epoxy hardener) berdasarkan volume cetakan (150 cm3).

c. Menghitung massa serat (tiap variasi : 3%, 5%, 7% dan 9%) berdasarkan massa

resin untuk satu cetakan (epoxy resin + epoxy hardener).

Fraksi berat yang digunakan yaitu 3%, 5%, 7% dan 9% adalah setara

(61)

3.7 Proses Pembuatan Komposit

Proses awal pembuatan komposit ini adalah persiapan cetakan serta pemrosesan

serat hingga perlakuaan NaOH. Setelah proses persiapan tersebut telah terlaksana

maka dapat dilanjutkan pada proses pencetakan material komposit.

Pencetakan dilakukan dengan menggunakan metode hand laminating (hand lay-up). Setelah komposit jadi maka siap untuk diuji kekuatan mekaniknya. Pengujian dilakukan dengan mesin uji tarik universal dengan mengacu pada standar ASTM D638-14. Lokasi pengujian dilakukan pada Laboratorium Logam Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma. Untuk lebih jelas proses pembuatan komposit

ini, berikut djabarkan langkah-langkah yang dilakukan:

1. Dilakukan percobaan untuk menentukan massa resin yang akan digunakan

sebagai acuan perhitungan 100%. Dihitung massa resin (epoxy resin + epoxy hardener) dengan volume sesuai cetakan (15 x 20 x 0,5 cm = 150 cm3 ). Hasil perhitungan diperoleh massa resin 169 gr.

2. Dengan berdasar acuan massa 100% = 169 gr maka dilakukan perhitungan

massa serat yang akan digunakan (3%, 5%, 7% dan 9%).

3. Serat yang sudah diproses dan telah siap digunakan lalu disusun berukuran 15

cm x 20 cm dengan berat sesuai variasi yang ditetapkan (3%, 5%, 7% dan 9%).

(62)

4. Cetakan dibersihkan, lalu dilapisi mirror glaze sebagai molding release agar hasil benda uji tidak melekat pada cetakan. Proses ini terlampir dalam Gambar

3.10.

5. Diambil campuran 2:1 epoxy resin dan epoxy hardener dengan berdasar massa total 169 gr. Pencapuran dilakukan dengan mengaduk campuran epoxy dengan perlahan lahan. Proses ini terlampir dalam Gambar 3.11 dan 3.12.

Gambar 3.9 Proses penataan serat dengan menggunakan bantuan cetakan cebagai penentu ukuran

(63)

6. Campuran epoxy resin dan epoxy hardener dituang ke dalam cetakan. Penuangan dibagi menjadi dua bagian. Penuangan pertama dilakuakn sebelum

meletakan serat dan yang kedua setelah diletakan serat. Proses ini terlampir

dalam Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Proses penuangan pertama campuran epoxy

pada cetakan

Gambar 3.11 Proses penimbangan epoxy resin dan epoxy hardener

dengan perbandingan 2:1

(64)

7. Setelah lapisan pertama resin dituang kedalam cetakan, selanjutnya lapisan

serat diletakkan dan ditekan-tekan menggunakan spatula agar campuran resin

dapat memenuhi seluruh bagian celah serat. Proses peletakan serat dan

penuangan dapat dilihat masing-masing dalam Gambar 3.14 dan 3.16.

8. Kemudian, sisa campuran epoxy dapat dituang kedalam cetakan. Proses ini terlampir dalam Gambar 3.15.

9. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan penataan serat menggunakan spatula

agar void yang masih terperangkap dapat terlepas dari celah-celah serat dan

epoxy. Proses ini dapat dilihat dalam Gambar 3.16.

Gambar 3.14 Proses peletakan serat keatas campuran epoxy pertama

(65)

10.Dilakukan penutuppan dan penekanan pada permukaan komposit dengan

menggunakan kaca agar diperoleh hasil akhir permukaan yang rata. Kaca yang

digunakan berukuran 4 cm x 20 cm. Foto pengerjaan dapat dilihat pada Gambar

3.17.

11.Komposit dibiarkan mengalami proses curing hingga benar-benar kering. Estimasi waktu curing komposit ± 24 jam.

12.Setelah komposit kering dan berubah menjadi padat, lalu komposit dilepas dari

cetakan. Foto komposit setelah kering dapat dilihat pada Gambar 3.18 Gambar 3.16 Proses menghilangkan void dan penekanan serat

(66)

13.Setelah komposit telah selesai dicetak menurut varasi yang telah ditentukan,

lalu komposit siap diukur, dipotong, dan dibentuk menjadi spesimen uji tarik

dengan menggunakan mesin milling. Proses ini terlampir dalam Gambar 3.19.

14.Setelah semua spesimen telah terbentuk dengan sempurna, lalu komposit diuji

tarik. Pengujian dilakukan menggunakan mesin uji tarik universal di

Laboratorium Logam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Proses ini

terlampir dalam Gambar 3.20.

Gambar 3.18 Bentuk komposit saat kering

(67)

3.8 Proses Perhitungan Densitas Komposit

Tujuan penelitian tentang komposit ini adalah untuk mendapatkan sifat

komposit yang dibuat. Sifat komposit yang menjadi fokus penelitian ini adalah sifat

mekanik dan sifat fisik. Untuk mengetahui sifat mekanik, penulis memberlakukan

pengujian tarik pada komposit yang dibuat dengan hasil akhir merupakan data

kekuatan tarik dan regangan. Sedangkan untuk sifat fisik penulis hanya melakukan

perhitungan densitas dengan metode eksperimen sederhana.

Perhitungan densitas dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata spesimen.

Banyak data yang digunakan adalah 6 spesimen tiap variasi. Perhitungan densitas

dilakuakan dengan membagi nilai massa komposit dengan nilai volume komposit.

Perhitungan ini berdasar pada persamaan (2.3).

Dibawah ini akan dijelaskan secara singkat proses perhitungan nilai densitas

komposit serat pinang yang dilakukan.

1. Dilakukan proses pemotongan benda uji densitas dengan bentuk persegi panjang

(68)

menggunakan gerinda serta mesin milling. Foto pengerjaan terlampir pada

Gambar 3.21.

2. Proses kedua, dilakukan perhitngan volume dengan menggunakan nilai dimensi

panjang, lebar serta tebal. Nilai dimensi yang didapat lalu diolah menjadi nilai

volme dengan persamaan matematika sederhana (volume bangun ruang persegi

panjang). Volume void tidak diperhitungkan dalam perhitungan ini. Foto

pengerjaan terlampir pada Gambar 3.22.

Gambar 3.21 Proses pembentukan spesimen uji densitas komposit

(69)

3. Proses selanjutnya dilakukan penimbangan spesimen uji untuk mengetahui nilai

massa komposit. Foto pengerjaan terlampir pada Gambar 3.23.

4. Setelah diperoleh nilai volume serta massa dari komposit yang diteliti maka

dilakukan perhitungan nilai densitas menggunakan persaman densitas.

Persamaan densitas terlampir pada persamaan (2.3).

3.9 Standar Uji Dan Ukuran Benda Uji

Dibawah ini dilampirkan sketsa beserta dimensi spesimen uji tarik

berdarkan standar ASTM D638-14. Sket dapat dilihat pada Gambar 3.24 dan 3.25. Gambar 3.23 Proses pengukuran massa spesimen uji densitas

komposit

(70)

3.10 Proses Pengujian Tarik

Dalam pengujian kali ini penulis menggunakan metode uji tarik untuk

mengetahui sifat mekanik dari komposit yang dibuat.

Berikut langkah-langkah kerja pengujian tarik yang dilakukan:

1. Benda uji dipersiapkan, dan diberi tanda pada daerah perhitungan pertambahan

panjang.

2. Dilakukan perhitungann dimensi benda uji yang meliputi tebal, lebar dan

panjang awal. Semua perhitungan dilakukan pada daerah perhitungan

pertambahan panjang.

3. Kertas millimeter blok diletakkan pada printer yang terdapat pada mesin uji

tarik.

4. Mesin kemudian dinyalakan, lalu benda uji dipasang pada penahan (grip). 5. Penahan dikencangkan, namun kekencangan penahanan diatur dengan kekuatan

yang secukupnya agar tidak merusak benda uji.

6. Extensiometer dipasang pada benda uji lalu nilai pertambahan panjang dan nilai beban diatur ulang menjadi nol.

(71)

7. Kecepatan uji diatur menjadi 10 mm/menit dan tombol “area start” ditekan sebanyak dua kali kemudian tombol “down” ditekan untuk memulai proses uji. 8. Setelah data dari pengujian tarik didapatkan, proses pengujian tarik diulang

untuk benda uji komposit selanjutnya sampai selesai.

3.11 Proses Pengujian Tarik Serat Pinang

Serat yang digunakan untuk diuji tarik adalah yang sudah diberlakukan

alkalisasi. Akan tetapi, pada pengujian tarik ini hanya diperoleh data kekuatan

tariknya saja tanpa nilai regangan.

Berikut langkah-langkah kerja pengujian tarik serat pinang yang dilakukan:

1. Serat dipilih dan diambil satu helai

2. Serat diukur diameternya menggunakan mikroskop.

3. Pada kedua ujung serat diberi resin pengikat (hanya pada bagian ujungnya saja).

4. Pada ujung serat yang sudah diberi pengikat, dipasang pada grip mesin uji tarik.

5. Kecepatan penujian diatur menjadi 10 mm/menit.

6. Data beban maksimal pada mesin uji tarik dicatat setelah serat putus.

7. Proses pengambilan data kekuatan tarik serat dilakukan sebanyak enam kali.

Foto skema serta serat pinang yang digunakan pada pengujian tarik ini

(72)

Gambar 3.26 Skema bentuk spesimen uji tarik serat pinang Serat

Karton

Resin

Gambar

Tabel 2.2 Jenis-jenis penyusunan komposit serat (Composite Engginering Handbook., 1997)
Gambar 2.1 Jenis-jenis penyusunan serat dua dimensi (Composite Engginering Handbook., 1997)
Gambar 2.2  Particulate Reinforcement Composite     (Materials Science And Engineering., 2009)
Gambar 2.3   Flake Reinforcement Composite         (Materials Science And Engineering., 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Database Pelanggan Database Produk Proses Penyimpanan Data Transaksi Faktur Penjualan, Kwitansi, Surat Jalan, Faktur Pajak, Laporan Penjualan Bulanan Input Data Penawaran

Kesimpulan penelitian adalah kadar IFN- γ pada penderita tuberkulosis paru lebih rendah dibandingkan kadar IFN- γ pada bukan penderita tuberkulosis dan perbedaan tersebut

Pada Gambar 5 dapat dilihat hubungan antara suhu ruang bakar dan emisi keluaran Nox pada sepeda motor dengan umur mesin 7 tahun, pada RPM terendah suhu pada motor 1

Berdasarkan dari masalah-masalah yang ditemukan dalam kegiatan operasional teller, dan pentingnya audit operasional dalam perbankan khususnya di bagian kerja teller

Pengaruh modal terhadap penyerapan tenaga kerja pada UMKM bengkel. dan spare part sepeda motor di

Kondisi ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daru, et al., (2014), yang menyatakan bahwa keberadaan ternak di perkebunan kelapa sawit memberikan

Saran yang dapat diberikan melalui hasil penelitian ini adalah bagi investor atau manajer investasi dalam merumuskan kebijakan investasi di pasar modal Indonesia

Customs atau istilah untuk instansi Bea dan Cukai dalam Internasional merupakan Instansi Kepabeanan di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat