BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
1.1 Latar BelakangLatar Belakang
Appendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu Appendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis, yaitu divertikulum pada
divertikulum pada caecumcaecum yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi yang menyerupai cacing, panjangnya bervariasi dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm, dan juga merupakan dari 7 sampai 15 cm, dan berdiameter sekitar 1 cm, dan juga merupakan penyebab
penyebab nyeri nyeri abdomen abdomen akut akut yang yang paling paling sering,sering,1010 sedangkan batasan sedangkan batasan appendicitis akut adalah appendicitis yang terjadi dengan onset akut yang appendicitis akut adalah appendicitis yang terjadi dengan onset akut yang memerlukan intervensi bedah ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan memerlukan intervensi bedah ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan
bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri lokal dan nyeri alih, nyeri otot alih, nyeri otot yang ada di atasnyang ada di atasnya,ya, dan hiperestesia kulit.
dan hiperestesia kulit.1313 Bila dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi Bila dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi peritonitis
peritonitis umum, umum, abses, abses, dan dan komplikasi komplikasi pasca pasca operasi operasi seperti seperti fistula fistula dandan infeksi luka operasi.
infeksi luka operasi.1414
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
perempuan, tetapi tetapi lebih lebih sering sering menyerang menyerang laki-laki laki-laki berusia berusia 10 10 sampai sampai 3030 tahun.
tahun.1010 Terdapat 12% laki-laki dan 25% wanita yang melakukan operasi Terdapat 12% laki-laki dan 25% wanita yang melakukan operasi apendektomi dan didapat 7% dari mereka adalah appendicitis akut. Dari apendektomi dan didapat 7% dari mereka adalah appendicitis akut. Dari penelitian
penelitian lebih lebih dari dari 10 10 tahun, tahun, dari dari tahun tahun 1987-1997, 1987-1997, rata-rata rata-rata umur umur pasienpasien yang melakukan apendektomi adalah 31,3 tahun dan nilai tengahnya 22 tahun yang melakukan apendektomi adalah 31,3 tahun dan nilai tengahnya 22 tahun dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 1,2-1,3 : 1.
dengan perbandingan laki-laki : perempuan = 1,2-1,3 : 1.
Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975
52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975 – – 1991. Terdapat 15 1991. Terdapat 15 – – 30 30 persen (30
persen (30 – – 45 persen pada wanita) 45 persen pada wanita) gambaran histopatologi yang normal padagambaran histopatologi yang normal pada hasil apendektomi. Angka mortalitas yang tinggi dari appendicitis akut hasil apendektomi. Angka mortalitas yang tinggi dari appendicitis akut mengalami penurunan dalam beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan mengalami penurunan dalam beberapa dekade. Hawk et al, membandingkan kasus appendicitis akut pada periode 1933
kasus appendicitis akut pada periode 1933 – – 1937 dengan 1943 1937 dengan 1943 – – 1948. Angka 1948. Angka mortalitas pasien appendicitis akut dengan peritonitis lokal menurun dari 5% mortalitas pasien appendicitis akut dengan peritonitis lokal menurun dari 5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien appendicitis akut dengan peritonitis menjadi 0%. Angka mortalitas pasien appendicitis akut dengan peritonitis umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930, 15 kasus umum menurun dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930, 15 kasus meninggal karena appendicitis dari 100 ribu populasi, sedangkan 30 tahun meninggal karena appendicitis dari 100 ribu populasi, sedangkan 30 tahun
kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu polpulasi. Pada tahun 1977, kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu polpulasi. Pada tahun 1977, mortalitas pasien dengan appendicitis akut tanpa perforasi 0,1%
mortalitas pasien dengan appendicitis akut tanpa perforasi 0,1% – – 0,6% dan 0,6% dan dengan perforasi 5%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apendisitis Akut 2.1. 1 Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus) yang membentuk produk immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran
kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.1
Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.1
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa
terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer ). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan
untuk mencari appendiks.2
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks,
yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.3
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1 Jenis posisi1:
Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium sacri
Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan
biasanya retroperitoneal.
Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor.
Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke
atas ke belakang caecum.
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.1
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1
Gambar 1
2.1. 2 Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.4
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.4
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks
komplit.4
2.1. 3 Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks, diantaranya5 : 1. Faktor sumbatan (obstruksi)
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.5
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.5
3. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.5
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan
rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.5
2.1. 4 Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.6
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari
sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.6
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.6
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneu m setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.6
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.6
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.6
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan ter sebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.6
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istir ahat (bedrest).6
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.6
2.1. 5 Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain:6 1. Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik
setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun.
4. Obstipasi dan diare pada anak-anak.
5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.6
2.1. 6 Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C.6
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.6
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu6:
Nyeri tekan di Mc. Burney
Nyeri lepas
Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, batuk, mengedan. 3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.6 Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan
untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.6
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).6 Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.6 Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.6
2.1. 7 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.7
Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.7
2. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.8
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.7
4. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.7
5. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.7
6. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.7
Sistem skor Alvarado
Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi
antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, Temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10.8
Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:9
Gejala dan tanda: Skor
Nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual-muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1 Peningkatan suhu > 37,30C 1 Jumlah leukosit > 10x103/L 2 Jumlah neutrofil > 75% 1 ________________________________________________ Total skor: 10
Keterangan Alavarado score :9
Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point
Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:
1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut 5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi 7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1 – 4 : observasi 5 – 6 : antibiotik 7 – 10 : operasi dini
2.1. 8 Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar
20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan- bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.6
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.7
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih-lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.6
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.6
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi. 2. Diet lunak bubur saring.
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang
atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
2.1. 9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :6
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh.
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance Muskular yang menyeluruh.
Bising usus berkurang.
Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :6 1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
3. Intra peritoneal abses lokal.(4)
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
2.1. 10 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.6
2.2 Abses Apendiks 2.2. 1 Definisi
Abses Apendiks adalah salah satu komplikasi dari penyakit Apendisitis Akut. Abses ini sebenarnya menandakan respon tubuh yang baik sebagai akibat dari usaha tubuh untuk mengatasi peradangan Apendiks yang telah meluas dan menembus tiap lapisan apendiks, tubuh berusaha menutup wilayah radang ini yang akan membentuk suatu masa yang di dalamnya terdapat jaringan nekrosis likuefaktif. Lanjutan dari proses ini dapat menimbulkan
2.2. 2 Insidensi
Seiring dengan banyaknya laporan mengenai peradangan Apendiks menunjukan juga bahwa kasus Abses Apendiks juga masih terus banyak terjadi, karena dua per tiga dari kasus peradang Apendiks akan menimbulkan komplikasi sebagai Abses Apendiks. Penyakit ini juga memiliki penyebaran yang luas kepada seluruh usia dan jenis kelamin.9
Masih banyaknya laporan mengenai Abses Apendiks ini terkait dengan terlambatnya penderita datang ke pusat pelayanan kesehatan pada saat awal terjadinya peradangan Apendiks sehingga telah timbul penyulit dan Abses. Hal ini sering terjadi akibat dari kurangnya informasi dan masukan mengenai gejala peradangan Apendiks disamping juga tentu masalah awal peradangan Apendiks yaitu peradangan saluran cerna. Sehingga dibutuhkan perencanaan mengenai pelayanan kesehatan yang tepat terhadap masyarakat luas mengenai Abses Apendiks.9
2.2. 3 Gambaran Klinis
Pada permulaan timbulnya penyakit, belum ada keluhan abdomen yang menetap. Keluhan apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri beralih ke kuadran kanan, menetap, dan diperberat saat berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, demam yang tidak terlalu tinggi, konstipasi, kadang-kadang diare, mual dan muntah. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.10
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforata. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.9
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.9
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.9
Penjelekan sejak mulainya gejala sampai perforata biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforata menjadi 65%.11
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforata. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforata.9
2.2. 4 Diagnosa
Tanda-tanda gejalanya sama seperti apendiks akut. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforata. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1°C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforata. Appendisitis infiltrat atau
adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.9
Apendisitis yang tidak terobati berlanjut dengan perforata dalam 48-72 jam; karenanya, lamanya gejalanya sangat penting dalam mengintepretasi
tanda fisik dalam menentukan strategi pengobatan.9
2.2. 5 Tatalaksana
Apendiktomi harus dilakukan dalam beberapa jam setelah diagnosis ditegakkan.9 Jika apendiks telah perforata, terutama dengan peritonitis menyeluruh, resusitasi cairan yang cukup dan antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan beberapa jam sebelum apendiktomi. Pengisapan nasogastrik harus digunakan jika ada muntah yang berat atau perut kembung. Antibiotik harus mencakup organisme yang sering ditemukan (Bacteroides, Escherichia coli, Klebsiella, dan pseudomonas spesies). Regimen yang sering digunakan secara intravena adalah ampisilin (100 mg/kg/24 jam), gentamisin (5 mg/kg/24 jam), dan klindamisin (40 mg/kg/24 jam), atau metrobnidazole (Flagyl) (30 mg/kg/24 jam). Apendiktomi dilakukan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, dan antibiotik diteruskan sampai 7-10 hari.11
2.2. 6 Prognosis
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan diberi antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki mortalitas sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua dengan perforata. Umumnya, mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi.12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Abses Apendiks adalah salah satu komplikasi dari penyakit Apendisitis Akut. Apendiks yang telah meluas dan menembus tiap lapisan apendiks, tubuh berusaha menutup wilayah radang ini yang akan membentuk suatu masa yang di dalamnya terdapat jaringan nekrosis likuefaktif. komplikasi dari proses tersebut adalah perporasi yang akan menimbulkan nyeri perut yang sangat hebat.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendisitis.
3.2 Saran
Adapun saran dalam referat ini adalah:
1. Hendaknya orang tua memperhatikan anaknya terutama kebersihan dan makanan anak.
2. Jika anak mengalami keluhan kesehatan segera bawa ke petugas kesehatan terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Van De Graaff. 2001. Human Anatomy 6th Ed. Mc Graw Hill: New York 2. Gartner LP, Hiatt JL. 2002. Color Textbook of Histology 3rd Ed.
Massachusets: Saunders
3. Sadler TW. 2002. Langman’s Medical Embriology 9th Ed. Mc Graw Hill: New York
4. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Saunders: Philadelphia
5. Bashin SK et al. 2007. Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science
6. De Jong W, Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta
7. Humes DJ, Simpson J. 2007. Acute Appendicitis. BMJ
8. Khan I. 2005. Application of Alvarado Scoring System in Diagnosis of Acute Appendicitis. J Ayub Medical Collection
9. Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
10. Mansjoer, A., 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius.
11. Hartman, G. E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta. EGC. 12. Schwartz, M.W. 2004. Pedoman Klinis Pediatric. Jakarta. EGC.
13. Dorland W.A. Newman. 2000. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 29th ed. Terjemahan : Huriawati Hartanto. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
14. Bagian Bedah Universitas Gajah Mada. 2008. Appendicitis Akut . http://www.bedahugm.net/Bedah-Digesti/Appendicitis-akut.html. August 1st, 2009