• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP HIPOGONADISME.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASKEP HIPOGONADISME.docx"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Pola klinis pubertas sangat bervariasi. Pada 95% anak laki-laki pembesaran genetalia Pola klinis pubertas sangat bervariasi. Pada 95% anak laki-laki pembesaran genetalia mulai antara usia 9,5-13,5 tahun, yang mencapai maturasi antara 13-17 tahun. Pada mulai antara usia 9,5-13,5 tahun, yang mencapai maturasi antara 13-17 tahun. Pada sebagian kecil anak laki-laki normal, pubertas mulai setelah usia 15 tahun. 50% anak sebagian kecil anak laki-laki normal, pubertas mulai setelah usia 15 tahun. 50% anak laki-laki, rambut pubis tumbuh pada usia 11 tahun, dan pada usia 13-17,5 tahun, rambut laki-laki, rambut pubis tumbuh pada usia 11 tahun, dan pada usia 13-17,5 tahun, rambut ini jumlahnya ekuivalen dengan jumlah rambut orang laki-laki dewasa normal. Pada ini jumlahnya ekuivalen dengan jumlah rambut orang laki-laki dewasa normal. Pada  beberapa anak

 beberapa anak laki-laki, laki-laki, perkembangan pubertas perkembangan pubertas selesai selesai pada kurang pada kurang dari dari 2 tahun, 2 tahun, tetapitetapi  pada

 pada anak anak lain lain pertumbuhan ipertumbuhan ini ni dapat dapat memerlukan memerlukan waktu waktu lebih lebih lama lama dari dari pada pada usia usia 4,54,5 tahun. Pertumbuhan cepat remaja terjadi lebih lambat pada anak laki-laki dari pada anak tahun. Pertumbuhan cepat remaja terjadi lebih lambat pada anak laki-laki dari pada anak  perempuan

 perempuan sejalan sejalan dengan dengan tingkat tingkat maturasi maturasi seksual, seksual, misalnya, misalnya, kecepatan kecepatan puncakpuncak  perubahan

 perubahan dalam dalam ketinggian ketinggian tidak tidak dapat dapat dicapai dicapai pada pada anak anak laki-laki laki-laki sampai sampai genetaliagenetalia  berkembang dengan

 berkembang dengan baik, tetbaik, tetapi pada api pada anak peanak perempuan kecepatan rempuan kecepatan pertumbuhan biasanyapertumbuhan biasanya ada pada maksimalnya ketika puting dan areola telah berkembang tetapi sebelum ada ada pada maksimalnya ketika puting dan areola telah berkembang tetapi sebelum ada  perkembangan payudara lain yang

 perkembangan payudara lain yang berarti.berarti.

Kemajuan yang cepat dalam pemahaman interaksi hipothalamus-kelenjar Kemajuan yang cepat dalam pemahaman interaksi hipothalamus-kelenjar pituitari-gonad yang terlibat dengan pubertas dan pada diagnosa klinis penyimpangan gonad yang terlibat dengan pubertas dan pada diagnosa klinis penyimpangan  perkembangan pubertas tel

 perkembangan pubertas telah dimungkinkan dengan pemerah dimungkinkan dengan pemeriksaan yang saniksaan yang sangat diperbaikigat diperbaiki untuk hormon kelenjar pituitaria dan gonad yang dapat diukur pada sejumla

untuk hormon kelenjar pituitaria dan gonad yang dapat diukur pada sejumla h kecil darah.h kecil darah. Dengan GnRH juga dimungkinkan untuk membedakan antara defek kelenjar pituitari Dengan GnRH juga dimungkinkan untuk membedakan antara defek kelenjar pituitari  primer dengan hipothalamus pada pend

 primer dengan hipothalamus pada penderita hipogonadotropik.erita hipogonadotropik. 2.1

2.1 Rumusan MasalahRumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin mengetahui konsep asuhan Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin mengetahui konsep asuhan keperawatan Hipogonadisme.

keperawatan Hipogonadisme. 3.1

3.1 TujuanTujuan 1.

1. Tujuan UmumTujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan Endokrin pada pasien Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan Endokrin pada pasien dengan Hipogonadisme.

dengan Hipogonadisme. 2.

2. Tujuan Khusus :Tujuan Khusus : a.

a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi hipogonadismeMahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi hipogonadisme  b.

(2)

d.

d. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi hipogonadismeMahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi hipogonadisme e.

e. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathway hipogonadismeMahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathway hipogonadisme f.

f. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinik hipogonadismeklinik hipogonadisme g.

g. Mahasiswa dapat mengetahui Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dan memahami komplikasi dari komplikasi dari hipogonadismehipogonadisme h.

h. Mahasiswa Mahasiswa dapat dapat mengetahui mengetahui dan dan memahami memahami penatalaksanaan penatalaksanaan medis medis dandan keperawatan hipogonadisme

keperawatan hipogonadisme i.

i. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klienMahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipogonadisme

(3)

BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi

Hipogonadisme adalah suatu kondisi ketika hormon seksual yang dihasilkan oleh kelenjar seksual (pada pria disebut testis dan pada wanita disebut ovarium) berada di  bawah jumlah normal. Hormon seksual memiliki fungsi untuk mengatur karakteristik seksual sekunder, di antaranya membantu produksi sperma dan perkembangan testis  pada pria. Sedangkan pada wanita, hormon ini berperan dalam pertumbuhan payudara dan siklus menstruasi. Selain itu hormon seksual juga berperan dalam pertumbuhan rambut kemaluan, baik pada pria maupun wanita.

Hipogonadisme (bahasa Inggris: hypogonadism, hypogenitalism) adalah istilah medis untuk merujuk simtoma  penurunan aktivitas kelenjar gonad.  Kelenjar gonad, ovarium atau testis, merupakan kelenjar yang memproduksi hormon reproduksi beserta sel gamet, ovum atau spermatozoid. Hipoganadisme adalah suatu keadaan dimana terjadi difisiensi hormon gonad. Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita. (Price, Sylvia Anderson, 2006)

2.1 Struktur dan Fungsi Kelenjar Gonad 1. Testis

a. Anatomi

Testis adalah organ utama dari sistem reproduksi pria. Testis kiri dan kanan merupakan kelenjar yang terbungkus skrotum. Testis tersusun atas tubulus seminiferus. Testis berkembang di dalam rongga abdomen sewaktu janin dan turun melalui saluran inguinalis kanan dan kiri masuk ke dalam skrotum menjelang akhir kehamilan. Testis ini terletak oblik menggantung pada urat-urat spermatik di dalam skrotum.

Diantara tubulus-tubulus testis terdapat sarang-sarang sel yang mengandung granula lemak, sel interstisium leydig yang mensekresi testosteron.

 b. Fisiologi testis a) Organ endokrin

(4)

yang efeknya maskulinisasi. Androgen disekresikan oleh korteks adrenal. Testosteron disekresikan oleh sel interstisiil, yaitu sel-sel yang terletak di dalam ruang antara tubula-tubula seminiferus testis atas rangsangan hormon  perangsang sel interstisiil (ICSH) dari hipofisis yang sebenarnya adalah bahan yang sama dengan Luteinizing Hormon (LH). Pengeluaran testosteron  bertambah dengan nyata pada masa pubertas dan bertanggung jawab atas  pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder yaitu pertumbuhan jenggot, suara

lebih berat, pembesaran genetalia. Nilai normal testosteron adalah 3-10 mg/dl. Efek:

Efek testosteron pada fetus merangsang deferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria. Pada masa pubertas hormon ini akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh. Pertumbuhan dan perkembangan alat genital, distribusi rambut tubuh, pembesaran larynx dan  penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif.

Mekanisme kerja:

Testosteron berikatan dengan suatu reseptor intra sel dan kompleks esterol-reseptor kemudian berikatan dengan DNA di nukleus, menyebabkan transkripsi  berbagai gen. Selain itu testosteron dirubah menjadi dihidrotestosteron (DHT)

oleh sa-reduktase di beberapa jaringan sasaran dan DHT berikatan dengan reseptor intra sel yang sama seperti testosteron.

DHT bersirkulasi dengan kadar plasma 10% kadar testosteron, kompleks testosteron reseptor kurang stabil bila dibandingkan dengan kompleks DHT-reseptor di sel sasaran dan transformasi kompleks tersebut ke DNA sel kurang sempurna. Sehingga pembentukan DHT adalah salah satu cara untuk meningkatkan efek testosteron dalam jaringan sasaran.

Kompleks testoteron-reseptor berperan dalam pematangan struktur dan duktus wolffian sehingga bertanggung jawab terhadap pembentukan genetalia interna  pria selama pertumbuhan. Tetapi kompleks DHT-reseptor diperlukan untuk

membentuk genetalia eksterna pria. Kompleks DHT-reseptor juga berperan dalam pembesaran prostat dan mungkin penis pada saat pubertas serta rambut wajah, jerawat dan pengenduran temporal garis rambut. Dipihak lain  peningkatan masa otot dan munculnya dorongan seks dan libido pria lebih

(5)

 b) Organ reproduksi

Testis adalah organ tempat spermatozoa dibentuk dan testosteron dihasilkan. Testosteron untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankan spermatogenesis.

2. Ovarium

Ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kemiri, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium berisi sejumlah besar ovum belum matang, yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi sekelompok sel folikel pemberi makanan. Pada setiap siklus haid sebuah ovum primitif ini mulai matang dan kemudian cepat berkembang menjadi folikel ovari yang vesikuler (folikel degraf). Ovarium memiliki 3 fungsi yaitu: Memproduksi ovum, estrogen dan progesteron.

Fungsi ovarium:

a. Sebagai organ endokrin

Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormon estrogen dan progesteron a) Estrogen

Hormon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai sesudah menopouse. Hormon ini dinamakan hormon folikuler karena terus dihasilkan oleh sejumlah besar folikel ovarium dan seperti semua hormon  beredar di dalam aliran darah. Estrogen penting untuk mengembangkan organ kelamin wanita dan sifat-sifat kelamin yang sekunder dan menyebabkan  perubahan anak gadis pada masa pubertasnya serta untuk tetap adanya sifat fisik

dan mental yang menandakan wanita normal. Efek pada genetalia:

Estrogen mempercepat pertumbuhan folikel ovarium dan meningkatkan motilitas tuba uterina. Hormon ini meningkatkan aliran darah uterus dan memiliki efek penting pada otot polos uterus. Estrogen meningkatkan jumlah otot uterus dan kandungan protein kontraktilnya. Dibawah pengaruh estrogen, otot menjadi lebih efektif dan mudah terangsang sehingga potensial aksi pada masing-masing serat menjadi lebih sering. Uterus yang didominasi oleh estrogen juga peka terhadap desitosin.

(6)

Efek pada organ endokrin:

Estrogen menurunkan sekresi FSH pada keadaan tertentu estrogen menghambat sekresi LH (umpan balik negatif) pada keadaan lain estrogen meningkatkan sekresi LH (umpan balik positif). Estrogen juga meningkatkan ukuran hipofisis. Efek pada prilaku:

Hormon ini meningkatkan libido, hormon ini tampaknya menimbulkan efeknya melalui langsung pada neuron-neuron tertentu di hipothalamus.

Efek pada payudara:

Estrogen menyebabkan pertumbuhan duktus pada payudara dan terutama  berperan dalam pembesaran payudara selama pubertas pada gadis. Estrogen  juga disebut sebagai hormon pertumbuhan payudara. Estrogen berperan dalam terjadinya pigmentasi areola, walaupun pigmentasi biasanya lebih nyata selama kehamilan pertama dibandingkan dengan masa pubertas.

 b) Progesteron

Progesteron disekresikan oleh korpus luteum dan melanjutkan pekerjaan yang dimulai oleh estrogen terhadap endometrium, yaitu menyebabkan endometrium menjadi tebal lembut serta siap untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi. Progesteron menghambat menstruasi. Nilai normal progesteron adalah 18 mg  –  60 n mol.

Efek:

Organ sasaran utama progesteron adalah uterus, payudara dan otak. Progesteron  berperan dalam perubahan pregestasional di endometrium dan perubahan siklik di serviks dan vagina. Hormon ini memiliki efek antiestrogenik pada sel miometrium menurunkan terhadap oxitocin dan aktivitas listrik spontan sementara meningkatkan potensial membran. Hormon ini juga menurunkan  jumlah reseptor estrogen di endometrium dan meningkatkan kecepatan  perubahan 17 β-estradiol menjadi estrogen yang kurang aktif.

Di payudara progesteron merangsang pembentukan lobulus dan alveolus.  b. Sebagai organ reproduksi

Ovarium sebagai organ reproduksi yaitu menghasilkan ovum setiap bulannya ada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk dibuahi sperma.

FSH dari hipofisis bertanggung jawab pada pematangan awal folikel ovarium. FSH serta LH bersama-sama bertanggung jawab terhadap pematangan akhir. Letupan sekresi LH berperan dalam menyebabkan ovulasi dan pembentukan awal korpus

(7)

luteum. Terdapat letupan-letupan sekresi FSH yang lebih kecil pada pertengahan, yang kemaknaannya masih belum diketahui. LH merangsang sekresi estrogen dan  progesteron dari korpus luteum.

3.1 Etiologi

Penyebab hipogonadisme dapat merupakan kelainan congenital atau gangguan  perkembangan, gangguan didapat ataupun sistemik. Hipognadisme di bagi menjadi 2

tipe,yakni :

1. Hipogonadisme primer akibat kekurangan testosterone menyebabkan peningkatan  produksi GnRH dan hormone-hormon gonadotropin untuk merangsang produksi hormon androgen oleh testis. Jenis ini disebut sebagai hipogonadisme hipergonadotropik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah Sindrom Klinefelter, Sindrom Reifenstein, Sindrom Turner pria, Sindrom sel-sertoli-saja, anorkisme, orkitis, dan gejala sisa iradiasi.

Hipogonadisme Primer seperti :

a. Sindrom Klinefelter. Kondisi ini hasil dari kelainan bawaan dari kromosom seks, X dan Y. Seorang laki-laki biasanya memiliki satu X dan satu kromosom Y. Pada sindrom Klinefelter, dua atau lebih kromosom X hadir selain satu kromosom Y. Kromosom Y mengandung materi genetik yang menentukan jenis kelamin anak dan perkembangan terkait. Kromosom X tambahan yang terjadi pada sindrom Klinefelter menyebabkan perkembangan abnormal dari testis, yang kemudian menghasilkan rendahnya produksi testosteron.

 b. Testis tidak turun. Sebelum lahir, testis berkembang di dalam perut dan biasanya  bergerak turun ke tempat permanen mereka di skrotum. Kadang-kadang satu atau kedua testis tidak dapat diturunkan saat lahir. Kondisi ini sering membaik sendiri dalam beberapa tahun pertama kehidupan tanpa pengobatan. Jika tidak dikoreksi  pada anak usia dini, dapat menyebabkan kerusakan testis dan mengurangi produksi

testosteron.

c. Gondok orchitis.  Jika infeksi gondok melibatkan testis selain kelenjar liur (gondok orchitis) terjadi selama masa remaja atau dewasa, kerusakan testis jangka  panjang dapat terjadi. Hal ini dapat mempengaruhi fungsi testis normal dan  produksi testosteron.

(8)

d. Hemochromatosis.  Terlalu banyak zat besi dalam darah dapat menyebabkan kegagalan testis atau disfungsi kelenjar hipofisis, yang mempengaruhi produksi testosteron.

e. Cedera pada testis.  Karena terletak di luar perut, testis rentan terhadap cedera. Kerusakan pada testis yang berkembang normal dapat menyebabkan hipogonadisme. Kerusakan pada satu testis mungkin tidak mengganggu total  produksi testosteron.

f. Pengobatan kanker.  Kemoterapi atau terapi radiasi untuk pengobatan kanker dapat mengganggu testosteron dan produksi sperma. Efek dari kedua perawatan ini sering bersifat sementara, tapi infertilitas permanen dapat terjadi. Meskipun banyak orang mendapatkan kembali kesuburan mereka dalam beberapa bulan setelah  perawatan berakhir, menyimpan sperma sebelum memulai terapi kanker

merupakan pilihan yang banyak dipertimbangkan pria.

2. Hipogonadisme sekunder akibat kekurangan testosterone menyebabkan penurunan kadar GnRH dari hipotalamus, atau penurunan kadar hormone-hormon gonadotropin dari hipofisis. Jenis ini disebut sebagai hipogonadisme hipogonadotropik. Yang termasuk kategori ini adalah hipopituitarisme, difisiensi FSH-saja, Sindrom Kallman, dan Sindrom Prader-willi

Hipogonadisme sekunder seperti :

a. Kallmann syndrome.  Perkembangan abnormal dari hipotalamus  –   daerah otak yang mengontrol sekresi hormon hipofisis  –   dapat menyebabkan hipogonadisme. Kelainan ini juga terkait dengan perkembangan gangguan kemampuan untuk membau (anosmia ) dan buta warna merah-hijau.

 b. Gangguan hipofisis.  Sebuah kelainan pada kelenjar hipofisis dapat mengganggu  pelepasan hormon dari kelenjar pituitary ke testis, mempengaruhi produksi testosteron normal. Sebuah tumor hipofisis atau tumor otak jenis lainnya yang  berlokasi dekat kelenjar pituitari dapat menyebabkan kekurangan testosteron atau

hormon lainnya. Juga, pengobatan untuk tumor otak, seperti operasi atau terapi radiasi, dapat merusak fungsi hipofisis dan menyebabkan hipogonadisme.

c. Penyakit radang. Penyakit inflamasi tertentu, seperti sarkoidosis, histiocytosis dan TBC, melibatkan hipotalamus dan hipofisis kelenjar dan dapat mempengaruhi  produksi testosteron, menyebabkan hipogonadisme.

(9)

d. HIV / AIDS.  dapat menyebabkan rendahnya tingkat testosteron dengan mempengaruhi hipotalamus, hipofisis dan testis.

e. Obat-obatan.  Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat sakit opiat dan  beberapa hormon, dapat mempengaruhi produksi testosteron.

f. Obesitas. Kelebihan berat badan yang signifikan pada usia berapa pun dapat dikaitkan dengan hipogonadisme.

g. Penuaan normal. Pria yang lebih tua umumnya memiliki kadar testosteron yang lebih rendah dibandingkan laki-laki yang lebih muda. Dengan bertambahnya usia  pria, ada penurunan yang lambat dan terus-menerus dalam produksi testosteron. h. Penyakit bersamaan.  Sistem reproduksi dapat mematikan fungsi sementara

karena stres fisik suatu penyakit atau operasi, serta selama stres emosional yang signifikan. Ini adalah hasil dari sinyal yang berkurang dari hipotalamus dan  biasanya sembuh dengan pengobatan yang berhasil dari kondisi yang

mendasarinya.

 Faktor Resiko Hipogonadisme : a. Sindrom Kallmann

 b. Testis tidak turun saat bayi

c. Infeksi gondok yang mempengaruhi testis Anda d. Cedera testis Anda

e. Testis atau kelenjar di bawah otak tumor f. HIV / AIDS

g. Sindrom Klinefelter h. Hemochromatosis

i. Pernah kemoterapi atau terapi radiasi  j. Apnea tidur yang tidak diobati

4.1 Patofisiologi

Folitropin (FSH) dan lutropin (LH dilepaskan dihipofisis anterior, dan dirangsang oleh pelepasan pulsatil gonadoliberin (gonadotropin-releasing hormone, GnRH). Sekresi  pulsatil dari gonadotropin ini dihambat oleh prolaktin. LH mengatur pelepasan testosteron dari sel leydig di testis. Testosterone, dengan mekanisme umpan balik

(10)

testis. Testosterone atau dihidrotestosteron yang dibentuk dari testosterone di sel sertoli dan di beberapa organ meningkatkan pertumbuhan penis, tubulus seminiferus, dan skrotum. Testosteron dan FSH diperlukan dalam pembentukan dan pematangan spermatozoa. Selain itu, testosterone merangsang aktivitas sekretorik prostat (menurunkan viskositas ejakulat) dan vesikula seminalis (campuran antara fruktosa dan  prostaglandin), serta aktivitas sekretorik kelenjar sebasea dan keringat di daerah aksila

dan genitalia. Testosteron meningkatkan ketebalan kulit, pigmentasi skrotum, dan eritropoiesis.

Testosterone juga mempengaruhi tinggi badan dan postur badan dengan meningkatkan pertumbuhan otot dan tulang (anabolisme protein), pertumbuhan longitudinal, dan mineralisasi tulang serta penyatuan lempeng epifisis. Testosterone merangsang pertumbuhan laring (kedalaman suara), pertumbuhan rambut pada daerah  pubis dan aksila, pada dada dan wajah (janggut); keberadaannya penting dalam

kebotakan pada laki-laki. Hormone ini juga merangsang libido dan perilaku agresif. Akhirnya, hormone ini merangsang retensi elektrolit di ginjal, mengurangi konsentrasi lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) di dalam darah, dan mempengaruhi distribusi lemak. Penurunan pelepasan androgen dapat disebabkan oleh kekurangan GnRH. Bahkan sekresi GnRH nonpulsatil merangsang pembentukan androgen secara tidak adekuat. Keduanya dapat terjadi pada kerusakan di hipotalamus (tumor, radiasi, perfusi yang abnormal, kelainan genetik) serta sters psikologis dan fisik. Konsentrasi GnRH (dan analognya) yang tinggi dan menetap akan menurunkan pelepasan gonadotropin dengan menurunkan jumlah reseptornya. Penyebab lain adalah penghambatan pelepasan gonadotropin pulsatil oleh prolaktin serta kerusakan di hipofisis (trauma, infark, penyakit autoimun, tumor, hiperplasia) atau di testis (kelainan genetic, penyakit sistemik yang  berat). Akhirnya, efek androgen dapat dihambat oleh kelainan enzim pada sintesis

(11)

5.1 PathWay (WOC)

6.1 Manifestasi Klinis 1. Pria

a. Defisiensi hormon pada masa kanak-kanak (prepubertas)

Gambaran klinisnya adalah enukoidisme, orang-orang enukoid yang berusia di atas 20 tahun, biasanya tinggi, bahu sempit dan otot kecil (konfigurasi tubuh yang mirip dengan wanita dewasa). Selain itu genitalia kecil, suara memiliki nada tinggi,  pertumbuhan rambut pubis wanita yaitu segitiga dengan dasar di atas, bukan pola

segitiga yang dasarnya di bawah seperti yang dijumpai pada pria normal.

 b. Difisiensi post pubertas

Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi,  pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya  pertumbuhan otot.

(12)

2. Wanita

Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan genetalia eksterna serta  penurunan libido.

3. Dampak Terhadap Sistem Lain a. Sistem Reproduksi

Atropi testis dan ovarium Impotensi Kehilangan/penurunan libido Genetalia kecil Atropi payudara  b. Sistem Muskuloskeletal Otot kecil

Pertumbuhan otot kurang c. Sistem Integumen

Pertumbuhan rambut tubuh jarang

7.1 Komplikasi

Akibat hipogonadisme yang terlambat ditangani dapat diobati sesuai dengan usia orang tersebut pertama kali memiliki hipogonadisme (selama perkembangan janin, masa  pubertas, atau dewasa).

1. Masa perkembangan Janin

Seorang bayi mungkin lahir dengan: Alat kelamin yang ambigu

Alat kelamin yang abnormal 2. Masa pubertas

Perkembangan pada masa pubertas biasanya tidak lengkap atau tertunda, sehingga menimbulkan:

Kurangnya atau ketiadaan jenggot serta rambut/ bulu tubuh Gangguan pada penis dan pertumbuhan testis

Pertumbuhan yang tidak proporsional, lengan dan kaki biasan ya lebih panjang Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)

3. Masa dewasa, Komplikasi mungkin termasuk: Infertilitas

(13)

Disfungsi ereksi

Penurunan dorongan seks Kelelahan

Kehilangan atau lemahnya otot

Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia) Kurangnya jenggot atau rambut/bulu tubuh

Osteoporosis

8.1 Pemeriksaan Penunjang

a. CT Scan otak, untuk melihat adanya tumor pada hipofise/hipothalamus  b. Pengambilan kadar testoteron serum

c. Kadar gonadotropi serum dan kariotip d. Test stimulasi dengan klomifen

e. Test stimulasi GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone) f. Test stimulasi HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) g. Analisis semen untuk kuantitas dan kwalitas sperma.

9.1 Penatalaksanaan 1. Pria

Dengan pemberian testoteron dengan dosis yang sesuai untuk hasil yang maksimal dikombinasikan dengan HCG diberikan 3x seminggu dalam waktu 4-6 bulan sampai kadar testoteron normal. Setelah 6 bulan terapi, bila jumlah sperma tetap sedikit maka  pegobatan dihentikan, bila jumlah sperma meningkat maka terapi diteruskan.

2. Wanita

(14)

BAB III

KONSEP-KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGONADISME

1.1 Pengkajian I. Anamnesa

a. Identitas Klien

 b. Identitas Penanggung Jawab Klien c. Keluhan Utama

Keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengalami hipogonad biasanya kelainan fungsi kematangan seksual perubahan kondisi mental.

d. Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang dirasakan sekarang, khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila dihubungkan dengan usia seperti:

Tanda-tanda seks skunder yang tidak ada atau berkurang, misalnya amenorhoe,  bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang.

Kaji fungsi seksual dan reproduksi.

Kaji adanya perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu klien.

Kaji psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak mampu  berkonsentrasi.

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang berat/penyakit tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada kesehatan sekarang, kaji adanya trauma prosedur operatif dan penggunaan obat-obatan.

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien/gangguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

II. Pemeriksaan Fisik a. Tingkat Energi

Kaji perubahan kekuatan fisik dihubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal khususnya hormon gonad.

(15)

 b. Pertumbuhan dan Perkembangan

Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH, kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus kurang. Kondisi ini dapat terjadi pula setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi gonad.

Kaji apakah gangguan ini terjadi semenjak bayi dilahirkan atau terjadi selama  proses pertumbuhan.

Kaji secara lengkap pertumbhan ukuran tubuh dan fungsinya. Kaji apakah perubahan fisik dipengaruhi kejiwaan klien. c. Seks dan Reproduksi

Fungsi seksual dan reproduksi penting untuk dikaji baik pada klien wanita maupun  pria.

1. Pada klien wanita

Kaji kapan mulai/berhenti menstruasi, perubahan fisik termasuk sering nyeri atau keram abdomen sebelum, selama dan sesudah haid.

2. Pada klien pria

Kaji apakah klien mampu ereksi, dan orgasme serta bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalianya.

d. Aspek Psikologis

Kaji kemampuan kooping, dukungan keluarga, teman dan handaitoulan serta  bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.

Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk  penggunaan obat-obatan.

e. Aspek sosial

Perlu dikaji kondisi lingkungan, menarik diri dari pergaulan. f. Aspek spiritual

Perlu dikaji tentang agama, keyakinan, peribadatan harapan serta semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan  penyakit klien.

(16)

2.1 Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi gonad.

 b. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad.

c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit,  pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang di dapat.

3.1 Intervensi Keperawatan

a. Gangguan Citra Tubuh b.d perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi gonad.

Diagnosa NOC NIC

Gangguan citra tubuh b.d  perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi gonad Batasan Karakteristik :  Perilaku mengenali tubuh individu  Respon nonverbal terhadap persepsi  perubahan pada tubuh (misal : penampilan, struktur, dan fungsi)  Mengungkapkan

 perasaan yang

mencerminkan

 perubahan pandangan tentang tubuh individu (misal : penampilan, struktur, dan fungsi)

 Body image

Kriteria Hasil :

 Body image positif   Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh  Mempertahankan interaksi sosial Body Image Enhancement

 Kaji secara verbal dan non verbal respon

klien terhadap tubuhnya  Monitor frekuensi mengkritik dirinya  Jelaskan tentang  pengobatan,  perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit

 Dorong klien

mengungkapkan  perasaannya

(17)

 b. Disfungis seksual b.d perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad.

Diagnosa NOC NIC

Disfungsi seksual b.d  perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad Batasan Karakteristik :  Keterbatasan actual akibat terapi  Perubahan dalam  persepsi seks  Ketidakmampuan mencapai kepuasan yang diharapkan  Persepsi keterbatasan akibat terapi Sexuality Pattern, ineffective Kriteria Hasil :  Wanita dan Pria

 Pengenalan dan  penerimaan identitas seksual pribadi  Menunjukkan keinginan untuk mendiskusikan  perubahan fungsi seksual  Mengungkapka secara verbal pemahanan tentang pembatasan indikasi medis  Meminta informasi yang dibutuhkan tentang perubahan fungsi seksual Sexual Counseling  Menetapkan panjang hubungan konseling  Menyediakan privasi dan menjamin kerahasiaan  Menginformasikan klien di awal hubungan  bahwa seksualitas adalah begian penting dari kehidupan dan  bahwa penyakit, obat-obatan, dan stress (atau masalah lain / klien mengalami peristiwa) sering mengubah fungsi seksual

 Memberikan informasi tentang fungsi seksual  Mulailah dengan

topik-topik sensitif paling dan melanjutkan ke lebih sensitif 

 Diskusikan efek dari situasi penyakit /

kesehatan pada

seksualitas

 Diskusikan efek obat tentang seksualitas, sesuai

(18)

 perubahan seksualitas  pada orang lain yang

signifikan

 Diskusikan tingkat  pengetahuan klien tentang seksualitas pada umumnya

 Dorong klien untuk verbalisasi ketakutan

dan mengajukan

 pertanyaan

 Membantu klien untuk mengekspresikan

kesedihan dan

kemarahan tentang  perubahan dalam fungsi tubuh / penampilan, sesuai

c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit,  pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang di dapat.

Diagnosa NOC NIC

Ansietas b.d kurang  pengetahuan tentang

 proses penyakit,

 pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang di dapat Batasan Karateristik :  Perilaku  Affektif   Fisiologis  Anxiety self-control  Anxiety level  Coping Kriteria Hasil :  Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)  Gunakan pendekatan yang menenangkan   Nyatakan dengan jelas

harapan terhadap  pelaku klien

 Jelaskan semua

 prosedur dan apa yang dirasakan selama  prosedur

(19)

 Simpatik   Parasimpatik   Kognitif  menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas

 Vital sign dalam batas normal

 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifiitas menunjukkan

 berkurangnya kecemasan

 Pahami prespektif klien terhadap situasi stress

 Dengarkan dengan  penuh perhatian

 Identifikasi tingkat kecemasan

 Bantu klien mengenal

situasi yang

menimbulkan kecemasan

 Dorong klien untuk mengungkapkan

 perasaan, ketakutan,  persepsi

 Berikan obat untuk mengurangi kecemasan (kolaborasi)

4.1 Implementasi Keperawatan

Tahap implementasi ini merupakan tindakan pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012)

5.1 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan  perbandingan dan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan

(20)

BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita. Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh,  jenggot dan berkurangnya pertumbuhan otot. Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan genetalia eksterna serta penurunan libido. Dengan penggantian hormon dan perawatan yang tepat penderita hipogonadisme baik laki  – laki maupun  perempuan dapat hidup normal.

2.1 Saran

Dengan telah membacanya makalah ini, agar mahasiswa diharapkan dapat mengerti, mengetahui tentang Asuhan Keperawatan mengenai Hipogonadisme, serta tindakan-tindakan yang akan diambil dalam membuat Asuhan Keperawatan yang bermutu bagi klien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan kasus yang terjadi dilapangan.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia. Anderson. 2006.  Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.  EGC. Jakarta.

Hudak, Carolyn M. 2000.  Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik . EGC. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 2001.  Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinis. EGC.Jakarta.

Ganong, W.F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta : EGC http://buletinkesehatan.com/penyebab-hipogonadisme/

http://www.dokterdigital.com/id/penyakit/71_hipogonadisme-pada-pria.html https://id.wikipedia.org/wiki/Hipogonadisme#Hipogonadisme_pada_Wanita

Referensi

Dokumen terkait